Sel Surya

Eksperimen ini yaitu tentang sel surya. Sel surya yaitu suatu perangkat atau alat yang dapat merubah tenaga/energi matahari menjadi energi listrik dengan menggunakan prinsip fotovoltak. Eksperimen kali ini ada tiga percobaan yaitu pengukuran efisiensi sel surya, pengaruh panjang gelombang dan perubahan intensitas cahaya matahari. Secara garis besar, eksperimen ini bertujuan untuk menghitung efisiensi sel surya dan menganalisa pengaruh panjang gelombang dan perubahan intensitas cahaya matahari yang diterima terhadap efisiensi dari sel surya. Dalam eksperimen didapatkan besar nilai arus dan tegangan, serta kurva tegangan-arus terhadap intensitas.
Kata Kunci : Sel Surya, Arus, Tegangan, Hambatan, dan Intensitas.

Pada saat ini kebutuhan manusia akan energi listrik semakin meningkat, dan cadangan minyak bumi pun mulai berangsur menipis setiap tahunnya. Konsumsi BBM, LPG dan batu bara makin meningkat tiap tahun tanpa diimbangi dengan sumber daya baru, untuk itu perlu pemberdayaan energi baru dan terbarukan semisal pemanfaatan angin, arus air dan tenaga surya. Untuk itu dalam Skripsi ini kami mencoba untuk mengembangkan sumber energi baru dan terbarukan berupa pemanfaatan energi matahari (sinar matahari) sebagai alternatif energi atau umum disebut solar cell / panel surya. Dalam hal ini kami mencoba menyajikan pemanfaatan energi surya sebagai sumber penghasil listrik untuk kemudian dapat dimanfaatkan sebagai aplikasi penggerak mesin freezer, ini bertujuan untuk dapat mengurangi penggunaan freezer tenaga listrik PLN.  Perencanaan pembangkit tenga surya ini menggunakan empat bagian utama, bagian pertama yaitu solar panel 100 wp untuk sumber utama dari energi matahari menjadi tegangan awal DC, bagian kedua yaitu charge controller sebagai pegatur arus dari panel pada battery atau penyimpanan daya dan ke beban yang dihasilkan dari solar panel tersebut, bagian ketiga yaitu inverter salah satu pengubah tegangan DC 12 volt dari battery ke AC 220 volt berkapasitas 300 watt, serta bagian ke keempat yaitu beban (mesin Freezer). Dan dari perhitungan pada skripsi ini, penggunaan PLTS belum cukup efisien dan mengguntungkan dari segi ekonomis untuk menggantikan PLN. Biaya penggunaan PLTS selama 20 tahun adalah Rp 52.666.803. Sedangkan perhitungan biaya PLN selama 20 tahun adalah Rp. 47.118.180. Sehingga selisih biaya yang di dapat sebesar Rp 52.666.803 – Rp. 47.118.180 = Rp  5.548.624. Kata kunci : panel surya, freezer,PLTS, energi yang dapat diperbaharui, Battery.

Single-step electrodeposition synthesis of a Cu2ZnSnSe4 (CZTSe) film on a Mo-coated glass substrate from an acidic electrolyte containing Cu(II), Zn(II), Sn(IV), and Se(IV) species was investigated. The desired CZTSe film as the main phase was obtained at some selected applied potential ranges through reaction among binary selenides, Cu2Se, ZnSe and SnSe2, which were continuously formed in the present electrolyte containing all of the elements. Sulfurization of the as-deposited film at several temperatures under H2S gas flow resulted in the formation of corresponding mixed compounds of CZTSe and Cu2ZnSnS4 (CZTS), i.e., Cu2ZnSn(S,Se)4 (CZTSSe): specifically, sulfurization at temperatures higher than 500 °C resulted in the formation of single-phase CZTSSe with S-rich compositions. By analyzing linear sweep voltammograms (LSVs) of sulfurized films under chopped irradiation, the films were confirmed to have p-type photoresponses; the film obtained by 500 °C sulfurization showed the largest photoresponse because of its sufficiently large grain size and less voids, whereas the presence of an anodic spike in the LSV curve as well as the observation of a broad external quantum efficiency (EQE) spectrum suggested the requirement of further improvement in film quality for photovoltaic application.

Polycrystalline CuInS2 chalcopyrite thin films were formed on a Mo-coated glass substrate by annealing of spray deposited precursor films in a sulfur atmosphere. Structural and photoelectrochemical analyses of CuInS2 films obtained by annealing at 500 °C and 600 °C revealed that a well-defined crystalline film was obtained by the 600 °C annealing. Owing to these favorable properties, the solar cell with an Al:ZnO/CdS/CIS/Mo/glass structure based on the 600 °C annealed CuInS2 film showed higher conversion efficiency than that obtained on the cell derived from the 500 °C annealed CuInS2. Partial incorporation of Ga in the CuInS2 film with a Ga/In ratio of ca. 0.2 to form a Cu(In,Ga)S2 mixed crystal without any reduction of photoelectrochemical properties can be achieved by introduction of a Ga source in the sprayed solution. As a result, the solar cell based on the 600 °C annealed Cu(In,Ga)S2 film showed the best conversion efficiency (5.8%) of the present sprayed chalcopyrite films. By introduction of a CdS thin layer followed by loading Pt deposits, moreover, the 600 °C annealed Cu(In,Ga)S2 film worked as a photocathode for photoelectrochemical water splitting with applied bias potential of >0.65 V.

Sel surya memiliki prinsip kerja dengan memanfaatkan teori cahaya sebagai partikel dimana cahaya dapat sebagai elombang dan dapat sebagai partikel yang disebut dengan foton. Dimana sel surya memanfaatkan efek fotovoltaik yang dapat menyerap energi cahaya dan mengubahnya menjadi energi listrik. Dalam praktikum sel surya ini bertujuan untuk mempelajari efek fotovoltaik, menentukan karakteristik sel surya, dan mengoptimalisasi konversi energi surya menjadi energi listrik. Digunakan sumber cahaya dengan variasi panjang gelombang/warna dengan filter berwarna kuning, hijau, biru, dan merah dan jarak antara sumber cahaya dengan sel surya divariasikan dengan jarak 700mm, 800mm, dan 900mm dan juga dengan variasi hambatan untuk mengetahui karakteristik dari sel surya. Dari percobaan ini didapatkan hubungan antara arus dan tegangan yaitu saling berbanding terbalik dimana semakin besar tegangan, maka arus semakin kecil dan variasi jarak yang diberikan mempengaruhi kepada Irradiance yang dihasilkan dari suatu sel surya. Dari percobaan ini dihasilkan nilai Fill Factor (FF) sebesar 0,68 dengan efisiensi n=5,775% untuk filter biru dengan jarak 700mm

"Konversi energi surya menjadi energi listrik merupakan solusi yang ideal untuk menghasilkan energi yang bersih dan murah. Namun sekarang ini harga sel surya silikon, sel surya yang mendominasi pasar, masih relatif mahal dan membutuhkan teknologi yang tinggi dan proses produksi yang sulit. Dye-sensitized solar cell (DSSC), sebagai teknologi sel surya yang berkembang karena kebutuhan akan sel surya berefisiensi tinggi dan proses produksinya yang simpel, merupakan alternatif sel surya murah dimasa yang akan datang. Dye-sensitized solar cell merupakan sel surya yang berbasis fotoelektrokimia dimana proses absorbsi cahaya dilakkan oleh molekul dye dan proses separasi muatan oleh bahan inorganik semikonduktor TiO2.
Pada peneltian ini telah berhasil dilakukan pembuatan prototipe dye-sensitized solar cell dengan menggunakan dye bahan organik jenis anthocyanin dye dari ekstraksi buah delima, dan semikonduktor nanopori TiO2 yang disintesis dengan menggunakan metoda sol-gel dengan bantuan block copolymer sebagai template pori. Dari hasil pengujian struktur nanopori TiO2 didapat bahwa TiO2 yang disintesis cocok untuk diaplikasikan dalam DSSC karena mempunyai luas permukaan yang tinggi dan kristalinitas yang baik, dan dari pengujian absorbsi cahaya dye ekstraksi buah delima diketahui bahwa dye dapat menyerap spektrum cahaya pada panjang gelombang 562 nm. Selain itu ketika sel surya disinari dengan cahaya matahari, sel surya dapat mengkonversi energi surya menjadi energi listrik dengan tegangan 162,4 mV dan arus listrik sebesar 0,07 mA untuk area aktif seluas 0.6 cm2."

Telah dilakukan penelitian kajian awal spektrum serapan senyawa ekstrak daun belimbing wuluh
asal Tarus kabupaten Kupang. Tujuan dari penelitian ini untuk menentukan besarnya koefisien
serapan dan celah energi hasil ekstraksi daun belimbing wuluh. Daun belimbin g wuluh diambil,
dikeringkan dan dihaluskan. Serbuk daun belimbing wuluhsebanyak 1 kg selanjutnya diekstrasi
secara maserasi dengan pelarut etanol 70%. Hasil ekstrasi maserasi, kemudian dievaporasi, lalu
diencerkan kembali dengan menggunakan pelarut etanolkonsentrasi 100ppm, 200ppm dan 300ppm
untuk selanjutnya dikarakteristikan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis T60. Berdasarkan
hasil spektrum serapannya, jangkauan serapan senyawa ekstrak daun belimbing wuluh berada
antara panjang gelombang 200 nm sampai dengan 546 nm yang merupakan daerah cahaya
tampak. Dengan nilai koefisien serapan 23,0 cm-1dan nilai celah energi sebesar 2,88 eV. Nilai
celah energi 2,88 eV menunjukkan bahwa senyawa ekstrak daun belimbing wuluh termasuk
material semikonduktor. Dari jangkauan serapan pada cahaya tampak dan sifat semikonduktor,
ekstrak daun belimbing wuluh mempunyai peluang besar sebagai bahan alternatif material sel
surya atau piranti elektronik aktif lainnya.

Kata Kunci : Daun Belimbing Wuluh,Jangkauan Serapan, Koefisien Serapan, Celah Energi,
Spektrometer, sel surya

We fabricated inorganic/organic hybrid solar cells consisting of a p-type Cu2O layer and a fullerene derivative (PCBM) layer, which were prepared by wet processes. The Cu2O layer was grown by electrochemical deposition from an alkaline solution (pH 12.5) containing copper (II) sulfate and lactic acid. A PCBM layer was deposited on it by spin-casting a solution of PCBM. The optimized solar cell showed short circuit current density of 1.5 mA/cm2, open circuit voltage of 0.4 V, and overall power conversion efficiency of 0.095% under the condition of AM 1.5 G (100 mW/cm2). Improvement in mobility and lifetime of electrons in the Cu2O layer is considered to be the key to increase efficiency further.

A. Pendahuluan Meskipun Indonesia terletak dikawasan iklim khatulistiwa, sinar surya rata-rata harian adalah 4000-5000 Wj/m 2 dengan rata-rata jumlah jam sinaran antara 4 jam sampai 8 jam. Sampai dengan saat ini pemanfaatan energi surya termal di Indonesia masih dilakukan secara tradisional yang memiliki banyak kerugiannya, seperti tidak efisien, memakan waktu lama, masih mengandalkan cuaca. Energi surya merupakan sumber energi terbarukan yang tidak akan habis meski digunakan secara terus menerus. Berbeda dengan bahan bakar minyak yang dapat semakin menipis ketika digunakan secara terus menerus. Energi surya atau matahari telah dimanfaatkan di berbagai belahan dunia dan jika dieksploitasi dengan tepat, energi ini berpotensi mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi dunia dalam waktu yang lebih lama. Energi surya dapat digunakan secara langsung untuk memproduksi listrik atau untuk memanaskan bahkan untuk mendinginkan. Beberapa tahun belakangan ini, kita mengetahui bahwa karbon dioksida diproduksi setiap hari entah itu dikeluarkan dari kendaraan bermotor atau pun dari mesin-mesin industri. Keadaan tersebut akan terus menerus terjadi hingga puluhan tahun mendatang selama kita menggunakan bahan bakar fosil. Gas karbon dioksida yang terus meningkat jumlahnya adalah menjadi penyebab utama mengapa bumi yang kita tinggali ini semakin panas. Keadaan bumi yang semakin panas atau yang biasa kita sebut dengan istilah pemanasan global atau "global warming" Kenyataannya manusia lebih memilih menggunakan energi dari bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi sebagai sumber energi utamanya karena dirasa lebih mudah menghasilkan energi dengan jumlah yang banyak dibandingkan menggunakan energi terbarukan, sedangkan fosil

Sumber energi listrik utama di Indonesia (PLN) terkadang mengalami gangguan sehingga dalam menyalurkan energi listrik  tidak kontinu. Untuk itu masyarakat membutuhkan peralan listrik tambahan yang dapat menghasilkan energi listrik yang dapat digunakan disaat PLN mengalami gangguan dalam poenyaluran. Peralatan yang umum digunakan yaitu Generator Set (Genset). Namun genset memiliki kekurangan yaitu menggunakan bahan bakar energi tak terbarukan yaitu solar. Salah satu opsi untuk menggantikan genset adalah dengan menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Namun PLTS memiliki biaya investasi atau biaya pembangunan awal yang cukup mahal. Dalam artikel ini membandingkan aspek ekonomi Genset dan PLTS untuk sistem 15.926Wh dimana merupakan total energi yang digunakan satu kepala keluarga dalam 24 jam. Hasil perhitungan menunjukan bahwa untuk  satu sistem PLTS sendiri memiliki biaya investasi sebesar Rp34.5664.630,8, sedangkan genset sebesar Rp15.378.000.  PLTS tidak memerlukan bahan bakar untuk pengoperasiannya sedangkan genset membutuhkan bahan bakar solar atau bensin untuk dapat menghasilkan listrik. Biaya yang perlu dikeluarkan untuk membeli bahan bakar solar untuk sistem  genset  4 kVA yaitu  Rp193.536 untuk 20,16 liter per-harinya.  Untuk pemasangan PV pada sistem PLTS membutuhkan lahan setidaknya 2,36 meter kubik, sedangkan genset hanya membutuhkan lahan yang kecil yaitu sebesar 0,34 meter kubik atau setara dengan besar genset itu  itu sendiri.
Kata kunci: Ekonomi, PLTS, Genset.

Nanoporous mesostructure TiO2 powders were synthesized by sol-gel method, with TiCl4 as a precursor in methanol solution. The Pluronic PE 6200 of block copolymer was used as the pores template. It was found from XRD measurements, both at 400oC and 450oC calcination temperatures, the sol-gel technique yielded the nanoporous TiO2 with anatase phase. Based on N2 adsorption characterization using BET method, the TiO2 samples have surface area of 108 m2/g and 88 m2/g for calcination temperatures of 400oC and 450oC of, respectively. From small-angle neutron scattering (SANS) patterns, TiO2 samples were observed to have nanoporous structures with pore sizes between 22-24 nm. The TiO2 also have order degree which depends on the calcination temperature. The potential applicability of the resulting TiO2 is confirmed for dye-sensitized solar cell (DSSC), composed of nanoporous anatase TiO2 and natural dye from antocyanine black rice. UV-Vis measurement of dye extracted from the black rice indicated that the antocyanin chelate can propagate into the TiO2 nanoporous network. The short circuit photocurrent density (Jsc) under 100 mWcm-2 reached 1.287 mAcm-2 with open circuit photovoltage (Voc) of 550 mV and the fill factor of 39.12%. The results show that the hybrid organic-inorganic structures are very attractive for future low cost devices.

In this study, a novel sequential electrodeposition of Cu-Zn-Sn-Se and Cu-Sn-Se layers was applied for fabrication of a Cu2ZnSnSe4 (CZTSe) thin film. The desired Cu-Zn-Sn-Se/Cu-Sn-Se bilayer was obtained at a selected applied potential from electrolytes containing corresponding metal and selenium ions. Annealing of the bilayer film under argon (Ar) flow induced significant losses of Sn and Se components due probably to evaporation of the SnSe compound. Suppression of these losses could be realized by introduction of Se vapor during the annealing: as a result, a CZTSe thin film with an ideal Cu-poor/Zn-rich composition for solar cell application was obtained. The solar cell with a device with the structure of glass/Mo/CZTSe/CdS/ZnO/AZO derived from thus-obtained CZTSe film exhibited a conversion efficiency of 1.1%, while the device still possessed a significant leakage current and a high series resistance.

ABSTRAK. Tenaga surya merupakan sumber energi yang sangat potensial bagi Indonesia dikarenakan letak yang berada pada garis khatulistiwa yaitu 6°LU-11°LS dan 95°BT-141°BT sehingga tingkat radiasi matahari di Indonesia sangat tinggi yaitu sebesar 4,80-5,10 kWh/m 2 /hari. Penelitian ini bertujuan untuk merancang prototipe photovoltaic panel menggunakan transistor jenis NPN tipe 2N3055 dengan keluaran 12 V serta mengkaji hubungan antara intensitas cahaya matahari dengan keluaran yang dihasilkan dan menentukan nilai efisiensinya. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan mengukur langsung parameter-parameter yang digunakan pada 3 hari pengukuran di halaman jurusan Fisika FMIPA UNIMA, pengambilan data dilakukan dengan mengunakan luxmeter untuk intensitas cahaya matahari dan multimeter untuk tegangan dan arus keluaran. Selama pengujian menunjukan bahwa intensitas cahaya matahari rata-rata yang terukur adalah 123230,3 lux, tegangan rata-rata sebesar 15,91 V, arus rata-rata 0,15 mA dengan nilai efisiensi (η) sebesar 0,01%. Tegangan keluaran berfluktuasi sesuai dengan intensitas cahaya matahari yang diterima, dengan menambahkan rangkaian regulator tegangan 12 V, tegangan keluaran panel fotovoltaik dengan transistor 2N3055 menjadi stabil 12 V. Kata Kunci: Fotovoltaik, Transistor 2N3055 ABSTRACT. Solar power is a very potential energy source for Indonesia due to its location on the equator, which is 6°N-11°N and 95°E-141°E so that the level of solar radiation in Indonesia is very high at 4,80-5,10 kWh/m 2 /day. The purpose of this study is to design a prototype of photovoltaic panel using a type 2N3055 NPN transistor with an output of 12 V and examine the context between sunlight intensity and the output produced from the photovoltaic panel's prototype and determine its efficiency value. This research using an experimental method by directly measuring the parameters used for this research on 3 days of measurements at Physics Department of FMIPA UNIMA's yard, data retrieval is done by using luxmeter for sunlight intensity measurement and multimeter for output voltage and current measurement. During the measurements showed that the average sunlight intensity measured was 123230.3 lux, the average voltage was 15.91 V, the average current was 0.15 mA with an efficiency value (η) of 0.01%. Output voltage fluctuates according to the intensity of sunlight received, by adding a 12 V voltage regulator circuit, the output voltage of the photovoltaic panel with transistor 2N3055 becomes stable at 12 V.

Penggunaan kumpulan lensa cembung meningkatkan intensitas berkas cahaya matahari. Lensa cembung baik yang disusun secara mendatar maupun secara melengkung dan diletakkan diatas panel sel surya pada jarak 15 cm dibawah lensa mampu menaikkan daya keluaran sel surya.lensa cembung yang disusun secara mendatar dapat menaikkan daya keluaran sel surya diatas 25% sedangkan lensa yang disusun secara melengkung mampu menaikkan daya keluaran diatas 50 %. Jadi penggunaan lensa cembung dapat memaksimalkan daya keluaran sel surya

Electrochemical deposition of indium (In) on a copper-covered molybdenum-coated glass substrate from several acidic InCl3 solutions was studied for fabrication of CuInS2-based solar cells. When In was deposited using a simple acidic InCl3 solution at −0.80 V (vs. Ag/AgCl), island-shaped growth was observed, whereas a homogeneous In film was obtained from InCl3 solution containing citric acid and sodium citrate at −0.98 V (vs. Ag/AgCl). Electrochemical and structural analyses revealed that the citric acid additive had a function for smoothing the surface of the In deposit. The mixing with sodium citrate induced appreciable inhibition of H2 evolution during the In deposition, leading to high current efficiency of >90%. The CuInS2 film derived from the homogeneous In had a uniform thickness with a smooth surface, while the CuInS2 film obtained from the island-shaped In deposit showed a large variation in thickness with recessed areas. The CuInS2 film derived from the homogeneous In was showed better photoelectrochemical response than that of the film fabricated from the island-shaped In. As expected from these differences, the solar cell with an Al:ZnO/CdS/CuInS2/Mo structure derived from the homogeneous In film showed the best conversion efficiency of 7.8% with relatively high reproducibility.