AKTIVITAS EKONOMI MASA KHULAFA AR-RASYIDUN
Makalah ini disusun dan ditujukan untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Abdussalam, S.E.I, ME
Disusun Oleh:
Dita Khoirunjannah (4211722020)
PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SALAHUDDIN PASURUAN
TAHUN AKADEMIK 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Abdussalam, S.E.I, ME. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam yang senantiasa membimbing saya dalam menyelesaikan tugas makalah ini.
Makalah yang berjudul “Aktivitas Ekonomi Masa Khulafa Ar-Rasyidun” ini disusun untuk memenuhi tugas individu pada mata kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Dengan pembahasan pemikiran ekonomi para khalifah mulai dari Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
Saya menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini saya minta maaf sebesar-besarnya. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah saya di masa yang akan datang.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan menjadi acuan untuk penulisan makalah lainnya.
Pasuruan, 1 Januari 2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A. Masa Abu Bakar As-Siddiq 3
B. Masa Umar bin Khattab 4
C. Masa Ustman bin Affan 8
D. Masa Ali bin Abi Thalib 10
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 13
DAFTAR PUSTAKA 14
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ada dua istilah yang biasa digunakan dalam ekonomi Islam, yaitu ekonomi syariah dan ekonomi Islam. Dua hal tersebut merujuk ke satu asas, yakni ekonomi yang berdasarkan prinsip syariah. Di masa Rasulullah saat masih berada di Makkah, aktivitas ekonomi ini belum sempat dilakukan karena saat itu perjuangan dan fokus dakwahnya bertujuan untuk menguatkan ketauhidan pada orang-orang Quraisy yang menyembah berhala. Aktivitas ekonomi Rasulullah baru terjadi ketika beliau berada di Madinah.
Kharidatul Mudhiiah, ‘Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Klasik’, Kajian Ekonomi Dan Bisnis Islam, 8.2 (2015), 189–210.
Berkembangnya ekonomi Islam saat ini berawal dari perkembangan agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw saat hijrah ke Madinah. Mulailah disana beliau mulai menata pemerintahan dan sistem ekonomi untuk negara. Sejak Rasulullah Saw. wafat aktivitas ekonomi dilanjutkan oleh para sahabatnya yang disebut dengan khulafaur rasyidin, yaitu Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Khulafaur Rasyidin adalah kaum muslimin yang ditunjuk sebagai pengganti Rasulullah dimana dalam menjalankan tugasnya, para khalifah selalu berada di jalur yang benar serta mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Dan, dalam bidang perekonomian para khalifah ini tidak terlepas dari prinsip-prinsip ajaran Islam yakni Al-Qur’an dan Hadits.
Utsman Affan and Thalib Khulafaur, ‘Konsep Ekonomi Pada Masa Khulafaur Rasyidin’, 6.2000 (2019), 2000–2003.
Oleh karena itu, dengan latar belakang di atas penulis membahas tentang pemikiran ekonomi masa Khulafaur Rasyidin, kebijakan ekonomi yang diterapkan para khalifah serta menjelaskan terkait apa saja pencapaian dari para khalifah.
Rumusan Masalah
Bagaimana masa Abu Bakar As-Siddiq?
Bagaimana masa Umar bin Khattab?
Bagaimana masa Usman bin Affan?
Bagaimana masa Ali bin Abi Thalib?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui masa Abu Bakar As-Siddiq
Untuk mengetahui masa Umar bin Khattab
Untuk mengetahui masa Usman bin Affan
Untuk mengetahui masa Ali bin Abi Thalib
BAB II
PEMBAHASAN
Masa Abu Bakar As-Siddiq
Setelah wafatnya Rasulullah Saw, Abu Bakar As-Siddiq yang memiliki nama lengkap Abdullah ibn Abu Quhafah Al-Tamimi terpilih sebagai Khalifah Islam yang pertama. Beliau adalah seorang pemimpin agama sekaligus kepala negara kaum muslimin. Dimana masa pemerintahannya hanya berlangsung selama dua tahun (11-13 H/632-634 M) dan selama memerintah Abu Bakar As-Siddiq banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu dan pembangkang zakat. Berdasarkan hasil musyawarah dengan para sahabat yang lain, beliau memutuskan untuk memerangi kelompok tersebut melalui Perang Riddah (Perang Melawan Kemurtadan).
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
Dalam pemerintahan ekonomi Abu Bakar lebih menekankan pada pembayaran zakat, karena zakat sebagai salah satu hal terpenting dalam Islam dalam instrumen sosial ekonomi. Kemudian hasil dari pengumpulan zakat ini dijadikan sebagai pendapatan negara dan disimpan di Baitul Mal yang langsung didistribusikan untuk seluruh kaum muslimin hingga tidak ada yang tersisa. Zakat merupakan ibadah yang berperan strategis dalam mendorong pemerataan kemakmuran penduduk suatu negara. Serta, ada beberapa prinsip yang digunakan oleh Abu Bakar dalam mendistribusikan harta baitul mal yaitu prinsip kesamarataan dimana prinsip ini memberikan jumlah yang sama kepada semua sahabat Rasulullah Saw.
Affan and Khulafaur.
Dengan demikian, selama masa pemerintahan Abu Bakar As-Shiddiq harta Baitul Mal tidak pernah menumpuk dalam jangka waktu yang lama karena langsung didistribusikan kepada seluruh umat Muslimin, bahkan ketika Abu Bakar As-Shiddiq wafat, hanya ditemukan satu dirham dalam perbendaharaan negara. Seluruh kaum Muslimin diberikan bagian yang sama dari hasil pendapatan negara. Apabila pendapatan meningkat, seluruh kaum Muslimin mendapat manfaat yang sama dan tidak ada seorang pun yang dibiarkan dalam kemiskinan. Kebijakan tersebut berimplikasi pada peningkatan aggregate demand dan aggregate supply yang pada akhirnya menaikkan total pendapatan nasional, di samping memperkecil jurang pemisah antara orang-orang yang kaya dengan miskin.
Masa Umar bin Khattab
Untuk mencegah terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam, Abu Bakar As-Shiddiq bermusyawarah dengan para pemuka sahabat tentang calon penggantinya. Berdasarkan hasil musyawarah tersebut, akhirnya ditunjuklah Umar bin Khattab sebagai Khalifah Islam kedua. Keputusan tersebut diterima dengan baik oleh kaum Muslimin. Setelah diangkat sebagai Khalifah Khalifati Rasulullah (Pengganti Dari Pengganti Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin (Komandan Orang-orang Beriman).
Masa pemerintahan Umar bin Khattab berlangsung selama sepuluh tahun. Beliau banyak melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Atas keberhasilannya tersebut, orang-orang Barat menjuluki Umar sebagai the Saint Paul of Islam. Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar bin Khattab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh Persia. Administrasi pemerintah diatur menjadi delapan wilayah provinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan Mesir. Ia juga membentuk jawatan kepolisian dan tenaga kerja.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
Dalam pemerintahannya ini, banyak hal yang menjadi kebijakan Umar terkait dengan perekonomian masyarakat Muslim pada waktu itu, diantaranya:
Pendirian Lembaga Baitul Mal
Seiring dengan perluasan daerah dan memenangi banyak peperangan, pendapatan kaum muslimin mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya, agar dapat dimanfaatkan secara benar, efektif dan efisien. Setelah mengadakan musyawarah dengan para pemuka sahabat, maka diputuskan untuk tidak menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, akan tetapi dikeluarkan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan masyarakat didasarkan atas musyawarah.
Dalam pemerintahan Khalifah Umar, Baitul Mal berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam dan Khalifah merupakan pihak yang berkuasa penuh terhadap harta Baitul Mal. Namu demikian, Khalifah tidak diperbolehkan menggunakan harta Baitul Mal untuk kepentingan pribadi. Dalam hal ini, tunjangan Umar sebagai Khalifah untuk setiap tahunnya adalah tetap, yakni sebesar 5000 dirham, dua stel pakaian yang biasa digunakan untuk musim panas (shaif) dan musim dingin (syita’) serta serta seekor binatang tunggangan untuk menunaikan ibadah haji.
Status Kepemilikan Tanah
Sejak Umar menjadi Khalifah, wilayah kekuasan Islam semakin luas seiring dengan banyaknya daerah-daerah yang berhasil ditaklukkan, baik melalui peperangan maupun secara damai. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan baru. Dimana para tentara dan beberapa sahabat terkemuka menuntut agar tanah hasil taklukan tersebut dibagikan kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kepada mereka yang terlibat dalam peperangan sementara sebagian kaum Muslimin yang lain menolak pendapat tersebut.
Mudhiiah.
Dalam memperlakukan tanah-tanah taklukan, Khalifah Umat tidak membagi-bagikannya kepada kaum Muslimin, tetapi membiarkan tanah tersebut tetap berada pada pemiliknya dengan syarat membayar kharaj dan jizyah. Beliau beralasan bahwa penaklukan yang dilakukan pada masa pemerintahannya meliputi tanah yang demikian luas sehingga bila dibagi-bagikan dikhawatirkan akan mengarah kepada praktik tuan tanah.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
Zakat
Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab kekayaan yang dimiliki negara Madinah sudah mulai banyak, berbeda pada awal-awal Islam. Pada zaman Rasulullah, jumlah kuda yang dimiliki orang Arab masih sedikit, terutama kuda yang dimiliki oleh Kaum Muslimin. Pada generasi selanjutnya, kuda-kuda sudah mulai banyak, di Syiria Misalkan, kuda-kuda sudah mulai diternakkan secara besar-besaran di Syiria dan di berbagai wilayah kekuasan Islam lainnya. Beberapa kuda memiliki nilai jual tinggi, bahkan diriwayatkan bahwa seekor kuda Arab Tabhlabi diperkirakan bernilai 20.000-dirham dan orang-orang Islam terlibat dalam perdagangan ini.
Karena maraknya perdagangan kuda, mereka menanyakan kepada Abu Ubaidah, Gubernur Syiria ketika itu, tentang kewajiban membayar zakat kuda dan budak. Gubernur memberitahukan bahwa tidak ada zakat atas keduanya. Kemudian mereka mengusulkan kepada Khalifah agar ditetapkan kewajiban zakat atas keduanya tetapi permintaan tersebut tidak dikabulkan. Mereka kemudian mendatangi kembali Abu Ubaidah dan bersikeras ingin membayar. Akhirnya, Gubernur menulis surat kepada Khalifah dan Khalifah Umar menanggapinya dengan sebuah instruksi agar Gubernur menarik zakat dari mereka dan mendistribusikannya kepada para fakir miskin serta budak-budak. Sejak saat itu, zakat kuda ditetapkan sebesar satu dinar atau atas dasar ad valorem, seperti satu dirham untuk setiap empat puluh dirham.
Mudhiiah.
Ushr (Pajak Perdagangan)
Sebelum Islam datang setiap suku yang tinggal di pedesaan biasa membayar pajak (ushr) jual-beli (maqs). Besarnya adalah sepuluh persen dari nilai barang atau satu dirham untuk setiap transaksi. Namun, setelah Islam hadir dan menjadi sebuah negara yang berdaulat di Semenanjung Arab, nabi mengambil inisiatif untuk mendorong usaha perdagangan dengan menghapus bea masuk antar provinsi yang masuk dalam wilayah kekuasaan dan masuk alam perjanjian yang ditandatangani olehnya bersama dengan suku-suku yang tunduk kepada kekuasaannya.
Kemudian, dimasa Umar bin Khattab ini memberikan pajak dengan perbedaan versi sesuai dengan tingkat ukurannya. Tingkat ukuran yang paling umum adalah 2,5% untuk pedagang Muslim, 5% untuk kafir dzimmi, dan 10% untuk kafir harbi dengan asumsi harga barang melebihi dua ratus dirham. Menurut Ziyad bin Hudair, seorang asyir atau pengumpulan ushr di jembatan Efrat mengatakan kita biasnya mengumpulkan ushr dari para pedagang Roma saja. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa kafir harbi yang tinggal di negara Islam selama periode 6 bulan atau kurang dikenai 10% dan bila memperpanjang masa tinggal hingga satu tahun, mereka dikenakan pajak sebesar 5%.
Sedekah dari Non-Muslim
Tidak ada ahli kita yang membayar sedekah atas ternaknya kecuali orang Kristen bagi Taghlib yang keseluruhan kekayaannya terdiri dari ternak. Mereka membayar dua kali lipat dari yang dibayar kaum Muslimin. Umar mengenakan jizyah kepada mereka, tetapi bereka terlalu gengsi sehingga menolak membayar jizyah dan malah membayar sedekah.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
Mata Uang
Pada masa nabi dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun, koin mata uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar, sebuah koin emas, dan dirham, sebuah koin perak. Bobot dinar adalah sama dengan satu mitsqal atau sama dengan dua puluh qirat atau seratus grains of barley. Oleh karena itu, rasio antara satu dirham dan satu mitsqal adalah tujuh per sepuluh.
Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara
Pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin Khattab mengklasifikasi pendapatan negara menjadi empat bagian, yaitu:
Pendapatan zakat dan ushr. Pendapatan ini didistribusikan di tingkat lokal dan jika terdapat surplus, sisa pendapatan tersebut disimpan di Baitul Mal pusat dan dibagikan kepada delapan ashnaf, seperti yang telah ditentukan dalam Al-Quran.
Pendapatan khums dan sedekah. Pendapatan ini didistribusikan kepada para kafir miskin atau membiayai kesejahteraan mereka tanpa membedakan muslim atau bukan.
Pendapatan kharaj, fai, jizyah, ushr (pajak perdagangan) dan sewa tanah. Pendapatan ini digunakan untuk membayar dan pensiun dan bantuan serta untuk menutupi biaya operasional administrasi, kebutuhan militer, dan sebagainya.
Pendapatan lain-lain. Pendapatan ini digunakan untuk membayar para pekerja, pemeliharaan anak-anak terlantar dan dana sosial lainnya.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
Masa Ustman bin Affan
Setelah wafatnya khalifah Umar dilakukan musyawarah dalam memilih khalifah berikutnya. Akhirnya Usman bin Affan dipilih sebagai khalifah yang ketiga dan beliau berhasil memerintah selama 12 tahun. Pada masa pemerintahannya, Khalifah Ustman bin Affan berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenta, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa Persia, Tansoxania, dan Tabaristan. Ia juga berhasil menumpas pemberontakan di daerah Khurusan dan Iskandariah.
Pada enam tahun pertama masa pemerintahannya, beliau melakukan penataan baru dengan mengikuti kebijakan Umar bin Khattab. Dalam rangka pengembangan sumber daya alam, ia melakukan pembuatan saluran air, pembangunan jalan-jalan, dan pembentukan organisasi kepolisian secara permanen untuk mengamankan jalur perdagangan. Khalifah Ustman bin Affan juga membentuk armada laut kaum muslimin di bawah komando Muawiyah, hingga berhasil membangun supremasi kelautannya di wilayah Mediterania.
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
Khalifah Ustman bin Affan mengambil suatu langkah kebijakan tidak mengambil upah dari kantornya. Sebaliknya, ia meringankan beban pemerintah dalam hal-hal yang serius, bahkan menyimpan uangnya di bendahara negara. Hal tersebut menimbulkan kesalahpahaman dan ketidakcocokan dengan Abdullah bin Arqam, bendahara Baitul Mal. Konflik ini semakin meruncing ketika ia tidak hanya membuat Abdullah menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak upah dari pekerjaannya, tetapi juga menolak hadir pada setiap pertemuan publik yang dihadiri Khalifah.
Kebijakan lain yang dilakukan Ustman terkait perekonomian adalah tetap mempertahankan sistem pemberian bantuan dan santunan serta memberikan sejumlah besar uang kepada masyarakat yang berbeda-beda. Meskipun meyakini prinsip persamaan dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, ia memberikan bantuan yang berbeda pada tingkat yang lebih tinggi. Dalam hal pengelolaan zakat, Utsman mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada pemiliknya masing-masing. Di sisi lain, Utsman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana pensiun. Selama menjadi Khalifah Ustman bin Affan menaikkan dana pensiun sebesar 100 dirham di samping memberikan rangsum tambahan berupa pakaian. Ia juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid para fakir miskin dan musafir.
Memasuki tahun kedua kepemimpinannya yaitu enam tahun kedua masa pemerintahan Utsman bin Affan, tidak terdapat perubahan situasi ekonomi yang cukup signifikan. Berbagai kebijakan Khalifah Utsman banyak menguntungkan keluarganya (terkesan nepotisme) telah menimbulkan benih kekecewaan yang mendalam pada sebagian besar kaum Muslimin. Akibatnya, pada masa ini, pemerintahannya lebih banyak diwarnai kekacauan politik yang berakhir dengan terbunuhnya sang Khalifah.
Masa Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah yang ke empat, dimana masa pemerintahannya selama 6 tahun. Setelah diangkat menjadi khalifah beliau langsung mengambil beberapa tindakan seperti memberhentikan para pejabat yang korup dan membuka kembali lahan perkebunan yang telah diberikan kepada orang-orang kesayangan Ustman.
Khalifa Ali merupakan salah satu khalifah yang sederhana, ia dengan suka rela menarik dirinya dari daftar penerima bantuan Baitul Mal (kas negara), bahkan menurut yang lainnya dia memberikan 5000 dirham setiap tahunnya. Apa pun faktanya hidup Ali sangat sederhana dan ia sangat ketat dan dalam membelanjakan keuangan negara. Suatu hari saudaranya Aqil datang kepadanya meminta bantuan uang, tetapi Ali menolak karena hal itu sama dengan mencuri uang milik masyarakat.
Mudhiiah.
Di antar kebijakan ekonomi pada masa pemerintahannya, ia menetapkan pajak terhadap para pemilik hutan sebesar 4000 dirham dan mengizinkan Ibnu Abbas, gubernur Kufah, memungut zakat terhadap sayuran segar yang akan digunakan sebagai bumbu masakan. Pada sama pemerintahannya juga, Ali mempunyai prinsip bahwa pemerataan distribusi uang rakyat yang sesuai dengan kapasitasnya. Sistem distribusi setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi hari kamis adalah hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut pandang hukum dan kontribusi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi.
Mudhiiah.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah wafatnya Rasulullah Saw, Abu Bakar As-Siddiq terpilih sebagai Khalifah Islam yang pertama. Masa pemerintahannya hanya berlangsung selama dua tahun (11-13 H/632-634 M) dan selama memerintah Abu Bakar banyak menghadapi persoalan dalam negeri yang berasal dari kelompok murtad, nabi palsu dan pembangkang zakat. Ada empat kebijakan ekonomi yang diterapkan beliau, yaitu 1) Melakukan penegakan hukum terhadap pihak yang tidak mau membayar zakat 2) Terkenal dengan keakuratan dan ketelitian dalam mengelola dan menghitung zakat 3) Mengembangkan Baitul mal dan mengangkat penanggung jawab Baitul mal 4) Menerapkan konsep balance budget policy pada Baitul mal.
Setelah Abu Bakar wafat Umar bin Khattab terpilih untuk menjadi Khalifah yang kedua. Masa pemerintahannya berlangsung selama 10 tahun, selama masa itu beliau banyak melakukan ekspansi hingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah kekuasaan Romawi (Syria, Palestina, dan Mesir), dan seluruh wilayah kerajaan Persia, termasuk Irak. Kebijakan ekonomi yang diterapkan, yaitu 1) Pendirian lembaga Baitul Mal 2) Status kepemilikan tanah 3) Zakat 4) Ushr (pajak perdagangan) 5) Sedekah dari non muslim 6) Mata uang 7) Klasifikasi dan Alokasi Pendapatan Negara.
Khalifah yang ketiga dilanjutkan Usman bin Affan yang berhasil memerintah paling lama yaitu 12 tahun. Beliau berhasil melakukan ekspansi ke wilayah Armenta, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa Persia, Tansoxania, dan Tabaristan. Kebijakan ekonominya, yaitu 1) Pengembangan sumber daya alam 2) Membentuk kepolisian dan armada laut 3) Tidak mengambil upah 4) Mempertahankan sistem pemberian uang kepada masyarakat yang berbeda-beda 5) Menaikkan dana pensiun sebesar 100 dirham dan memberikan rangsum tambahan berupa pakaian.
Khalifah yang terakhir yaitu Ali bin Abi Thalib, masa pemerintahannya selama 6 tahun. Kebijakan ekonomi yang diterapkan, yaitu 1) Mengedepankan prinsip pemerataan 2) Menetapkan pajak terhadap pemilik kebun dan mengizinkan pemungutan zakat terhadap sayuran 3) Pembayaran gaji pegawai dengan system mingguan 4) Melakukan kontrol pasar dan memberantas pedagang licik 5) Aturan kompensasi bagi para pekerja jika mereka merusak barang-barang pekerjaannya.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis berharap dapat memberikan pemahaman yang baik kepada seluruh masyarakat mengenai bagaimana sejarah pemikiran ekonomi di masa khulafaur rasyidin dan kebijakan yang tetapkan oleh masing-masing khalifah. Saran ini bertujuan untuk meningkatkan literasi dalam aktivitas ekonomi di masa khulafaur rasyidin, sehingga dengan hal ini masyarakat menjadi lebih paham dan mengetahui sejarah dari perekonomian aktivitas khulafaur rasyidin.
DAFTAR PUSTAKA
Affan, Utsman, and Thalib Khulafaur, ‘Konsep Ekonomi Pada Masa Khulafaur Rasyidin’, 6.2000 (2019), 2000–2003
Mudhiiah, Kharidatul, ‘Analisis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Masa Klasik’, Kajian Ekonomi Dan Bisnis Islam, 8.2 (2015), 189–210
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. 2017. Penerbit: Rajawali Pers.
3
17