Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
177 pages
1 file
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas semua limpahan rahmat dan karunia, serta petunjuk Allah SWT yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan Buku Manajemen Pembiayaan Bank Syariah ini. Serta shalawat beriring salam, penulis haturkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Saw, beserta para keluarga, sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Penulis menyadari bahwa penulisan buku ini masih jauh dari kesem purna an, mengingat keterbatsan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis harapkan saran dan kritik yang bersifat mem bangun, guna mengembangkan dan menambah referensi diktat ini ke arah yang lebih benar dan berkualitas. Penyusunan buku ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, termasuk penulispenulis yang menjadi referensi penulis dan pihak pihak lainnya yang mendukung penulisan diktat ini. Untuk itu penulis meng ucapkan terima kasih yang sebesarnyabesarnya. Medan, Agustus 2018 Penulis iii Manajemen Pembiayaan Bank Syariah Dan akhirnya kita berharap semoga buku ini dapat menjadi persembahan bermanfaat dan menjadi amal saleh dan mendapat perkenan Allah SWT. Amin.
Dasar hukum dan prosedur pembiayaan bank syariah
2012
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan bank syari'ah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syari'ah lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga dengan riba. Kemudian posisi perbankan syari'ah semakin pasti setelah disahkan Undang-Undang Perbankan Syari'ah No.
[Review] Manajemen Pembiayaan Islami
El-Mujtama: Jurnal Pengabdian Masyarakat
Sharia Financial Institutions (LKS), both banks and non-banks, have activities to collect funds from the public (customers) and channel these funds through financing and loans, as well as services. After the funds have been channeled by LKS as an investor to the business manager, there are two possibilities: a business that is categorized as smooth because it has good management or poor business management, so that installment payments stop. This study aims to determine how the settlement management carried out by PT Bank SUMUT Syariah in solving problematic financing in the Covid 19 pandemic era and whether the methods used have an impact on all parties concerned. In this study also concluded that the factors that influence the existence of problematic financing are caused by internal factors and external factors which make the bank's control function not functioning properly. So that with these factors, the bank anticipates the steps that are deemed appropriate and in accordan...
2016
Islamic financing products divided into three categories; (1) financing using the principle of trading is distinguished by a form of payment and delivery time of goods. Products related to the sale and purchase agreement is financing murabaha, salam and istishna (2) financing lease using the principle is implemented in form ijaroh and ijaroh muntahiya bittamlik (3)financing using profit sharing principle is implemented in form of financing and Musharaka. Bank Indonesia Regulation No.7/2/PBI/2005 classify the credit quality assessment become current, special mention, substandard, doubtful and jammed. Financing is a product that has a high risk level, as to prevent any risk of financing can apply the standards of risk control and analyze carakter, capacity, capital, collateral, condition, sharia or analysts personalty, party, perpose, prosfect , payment, profitability, protection before realizing financing. In the event of any financing problems, the remedies can be done in the form o...
2001
The fund given to third party should be well-saved and secured. Therefore, the process of fund pooling and receiving must be based on the rule of Indonesian Bank, DSN, and Islamic bank. Besides, there must be a guarantee of the fund for its safety and cleanliness. Since Islamic bank dominates the use of sharing model, Muāmalah Māliah, for profit and risk,it must provide professional investment management. Moreover, Islamic bank should be careful in selecting investment in order to secure client's fund. The main purpose of asset management is to maximize profit, minimize risk, and provide sufficient liquidity. Islamic bank has possible risk as well as conventional bank except interest risk as Islamic bank is according to profit and loss sharing. Bank cannot persuade its clients to invest their money without guarantee for security and withdrawal. Thus, bank must consider the risks that can influence the sum of profit: the assessment of budget and planning profit, company investment effectiveness, asset distribution, and strategy asset management implementation. Asset management strategy must be based on the source of fund and investment characteristics.
BISNIS : Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, 2018
Bank Syariah is a syariah financial institution that is oriented to profit (Profit). Profit is not only for the benefit of the owner or the founder, but also very important for the development of sharia bank business. Bank as a financial institution which one of its functions is to collect public funds, must have a source to raise funds before the channel back to the community. As an intermediary institution, the first capital of a financial institution is trust, namely the trust of the parties it connects. In other words, the first capital of a financial institution is the credibility of which the customers or the public at large. While the second capital of a financial institution is professionalism, namely professionalism in managing money or deposit funds mandated to him.
ADIL: Jurnal Hukum
For Syariah banks, financing is the largest proceeds on one hand, yet-on the other hand-it poses the biggest risk due to its non-performing loans since they prone to not only decrease the banks' total income but also put the banks' CAR (capital adequacy ratio) at risk, which might eventually jeopardize the customers. With respect to this, it is essential that risk management be present in Syariah banks in order to identify, measure, monitor, and control risk level tolerable in their business activities. Embracing this risk management will mitigate risks by putting compatibility to Syariah principles into consideration.
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998, pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.
KATA PENGANTAR EDITOR
Puji Syukur kepada Allah Swt. akhirnya buku dengan judul "Manajemen Pembiayaan Bank Syariah" dapat diterbitkan. Tidak lupa juga ucapan sholawat dan salam untuk baginda Rasulullah Saw. yang selalu menjadi inspirasi untuk selalu berkarya dan memberikan sebanyakbanyaknya manfaat bagi orang lain. Buku ini merupakan sebuah ikhtiar akademik yang disusun oleh penulisnya sebagai bentuk komitmen terhadap pengembangan ilmu. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah merupakan tema yang menarik untuk diperbincangkan. Berbagai tuntutan kebutuhan transaksi keuangan Syariah di tengahtengah masyarakat menjadikan pembiayaan bank Syariah menjadi alternatif yang layak dimanfaatkan. Walaupun buku ini hanya merupakan buku pengantar yang mencoba menjelaskan berbagai bentuk dan produk pembiayaan bank Syariah, namun lebih jauh dari itu buku ini juga menjelaskan tentang bagaimana manajemen pengelolaan pembiayaan dan halhal lain yang terkait dengannya. Tematema tentang organisasi pembiayaan, pelaksanaan pelayanan pembiayaan, resiko pembiayaan dan imbal hasil pembiayaan merupakan bahasan yang tidak bisa dilepaskan dari buku ini. Buku ini menjadi buku daras yang layak durujuk untuk mata kuliah manajemen pembiayaan bank Syariah karena buku ini juga memuat kompetensi materi dan latihan dalam bentuk soalsoal dari setiap bab yang disajikan Dengan berbagai kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya, buku ini diharapkan dapat memberikan ilmu dan informasi berkaitan dengan tema di atas. Buku juga diharapkan dapat menjadi motivasi bagi para akademisi dan praktisi keuangan Syariah lainnya lainnya untuk dapat menulis buku yang dipublikasikan sehingga diharapkan dapat menjadi bentuk eksistensi keilmuan sebagai kaum akademisi dan sekaligus menjadi amal jariyah dari ilmu yang disampaikan melalui buku yang disajikan.
Sebagai editor saya mengucapkan permohonan maaf kalau sentuhan akhir terhadap buku ini menjadikanya sebagai "sajian yang kurang lezat untuk disantap". Semoga semua kekurangan yang terdapat pada buku ini menjadi catatan untuk dapat melahirkan karya yang lebih baik di masamasa mendatang.
A. PENGERTIAN MANAJEMEN PEMBIAYAAN
Dalam membahas manajemen pembiayaan Bank Syariah terlebih dahulu dipisahkan dua kata yang membentuk frase tersebut : Manajemen, Pembiayaan dan Bank Syariah.
Secara etimologi Manajemen berarti seni melaksanakan dan meng atur. Pembiayaan diartikan sebagai suatu kegiatan pemberian fasilitas keuangan/ finansial yang diberikan satu pihak kepada pihak lain untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seperti bank syariah kepada nasabah. Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun dikerjakan oleh orang lain. 1 Jadi, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya yang dilakukan oleh Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip prinsip Syariah dalam hal pemberian fasilitas keuangan/ finasial yang kepada pihak lain berdasarkan prinsip-prinsip syariah untuk mendukung kelancaran usaha maupun untuk investasi yang telah direncanakan. Menurut Adiwarman Karim, dalam menyalurkan dananya pada nasabah secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli.
2. Pembiayaan dengan prinsip sewa.
3. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil.
Pembiayaan dengan akad pelengkap.
Pembiayaan dengan prinsip jual-beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa.
Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang dituju kan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. 2
B. BENTUK-BENTUK PEMBIAYAAN BANK SYARI'AH
Dalam perbankan syariah ada beberapa bentuk pembiayaan yang diterap kan dalam bank syariah yaitu:
Pembiayaan Murabahah dan Isthisna'
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan yang ingin diperoleh). Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan.
Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah, dan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesannya (bank apat meminta uang muka pembelian kepada nasabah). Dalam murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat, pembeli tidak dapat mem batalkan pesanannya. Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu: a. Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (UnRestricted Investment Account = investasi tidak terikat).
b. Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA (Restricted Investment Account = investasi terikat). c. Pembiayaan murabahah yang didanai dengan modal bank.
Pembiayaan istisna' adalah merupakan transaksi jual beli cicilan seperti transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual-beli murabahah dimana barang diserahkan di muka sedangkan uangnya dibayar cicilan, dalam jual-beli istishna' barang diserahkan dibelakang walaupun uangnya juga sama-sama dibayar secara cicilan. Dengan demikian, metode pembayaran pada jual-beli murabahah mu'ajjal sama persis dengan metode pembayaran dalam jual-beli isthisna', yakni sama-sama dengan sistem angsuran (installment). Satu-satunya hal yang membedakan antara keduanya adalah waktu penye rahan barangnya. Dalam murabahah muajjal, barang di serahkan di muka, sedang kan dalam isthisna' barang diserahkan dibelakang, yakni pada akhir periode pembiayaan. Hal ini terjadi, karena biasanya barangnya belum dibuat/belum wujud.
Pembiayaan Ijarah Dan IMBT
Transaksi Ijarah adalahhak untuk memanfaatkan barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu. Menurut fatwa dewan syari'ah nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.
Ijarah muntahia bittamlik(IMBT) merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al-Bai'dan akad ijarah muntahia bittamlik (IMBT). Al-Bai' merupakan akad jual-beli, sedangkan IMBT merupakan kombinasi antara sewamenyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah di akhir masa sewa. Dalam ijarah muntahia bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua caraberikut ini: a. Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
b. Pihak yang menyewakan berjanji akan menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Pada al-Bai' wal ijarah muntahia bittamlik (IMBT) dengan sumber pembiayaan dari Unrestricted Investment account (URIA), pembayaran oleh nasabah dilakukan secara bulanan. Hal ini dissebabkan karena pihak bank harus mempunyai cash in setiap bulan untuk memberikan bagi hasil kepada para nasabah yang dilakukan secara bulanan juga.
Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunya Islam. Ketika Nabi Muhammad Saw. Berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan khadijah. Dengan demikian, baik menurut Alquran, Sunnah, maupun Ijma.
Faktor-faktor yang harus ada (rukun) dalam akad mudharabah adalah:
C. SISTEM PEMBIAYAAN BANK SYARI'AH
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pahak-pihak yang merupakan deficit unit 3 . Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut.
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuh an.
Menurut keperluanya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal yaitu: a. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi ke butuhan peningkatan produksi, dan bentuk keperluan perdagangan atau pe ning kat an utility of place dari suatu barang.
b. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barangbarang modal (capital doods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
MACAM-MACAM PEMBIAYAAN BANK SYARI'AH
1. Pembiayaan modal kerja syariah.
Pembiayaan modal kerja mencakup tiga hal, yaitu:
a. Modal kerja, yaitu modal lancar yang dipergunakan untuk men dukung operasional perusahaan sehari-hari sehingga per usaha an dapat beroperasi secara normal dan lancar.
b. Modal kerja brutto, merupakan keseluruhan dari jumlah aktiva lancar. Pengertian modal kerja bruto didasarkan pada jumlah atau kuantitas dana yang tertanan pada unsure-unsur aktiva lancar. Aktiva lancar merupakan aktiva yang sekali berputar akan kembali dalam bentuk semula.
c. Modal kerja netto, merupakan kelebihan aktiva lancar atas hutang lancar.
Dengan konsep ini, sejumlah tertentu aktiva lancar harus digunakan untuk kepentingan pembayaran hutang lancar dan tidak boleh dipergunakan untuk keperluan lain. berdasarkan penggunaanya, modal kerja dapat diklasifikasi kan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu: a. Modal kerja permanen, berasal dari modal sendiri atau dari pembiayaan jangka panjang. Sumber pelunasan modal kerja permanen berasal berasal dari laba bersih setelah pajak ditambah dengan penyusutan.
b. Modal kerja seasonal bersumber dari modal jangka pendek dengan sumber pelunasan dari hasil penjualan barang dagangan, penerimaan hasil tagihan termin, atau dari penjualan hasil produksi.
Unsur-unsur modal kerja permanen terdiri dari, a. Kas, kas perusahaan harus dipelihara dalam jumlah yang cukup agar dapat memenuhi kebutuhan setiap saat diperlukan.
b. Piutang dagang, merupakan salah satu strategi mengantisipasi persaingan dengan tujuan untuk menjaga keberlangsungan hubungan dengan pelanggan.
c. Persediaan (stock) bahan baku, jumlah persediaan/stock bahan baku yang selalu tersedia di perusahaan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu: 1) Stock untuk memenuhi kebutuhan produksi normal.
2) Stock untuk antisispasi guna menjaga kontinuitas produksi (iron stock).
Pembiayaan investasi syariah
Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana dengan masksud memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian hari, ciriciri pembiayaan investasi adalah: a. Untuk pengadaan barang-barang modal b. Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah. c. Berjangka waktu menengah dan panjang.
Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow) yang mencakup semua komponen biaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah disusun jadwal amortisasi yang merupakan angsuran (pembayaran kembali) pembiayaan.
Pada dasarnya dalam penilaian usulan invesasi itu diperlukan suatu dasar pembahasan karena: a. Investasi itu dilakukan dengan menggunakan dana yang terbatas sumbernya.
b. Agar penggunaan dana yang langka sumbernya tersebut dapat memberikan manfaat/imbalan/keuntungan yang sebaik-baiknya, perlu dilakukan pembahasan\proyek investasi.
Dalam memberikan pembiayaan investasi bank dapat memberikan keuntungan sebagai berikut: 4 a. Melakukan penilaian atas proyek yang akan dibiayai dengan mendasar kan pada prinsip-prinsip pemberian pembiayaan yang sehat.
b. Memperhatikan peraturan pemerintah tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
c. Jangka waktu pembiayaan maksimal 12 (dua belas) tahun.
d. Memenuhi ketentuan-ketentuan bankable yang berlaku (seperti penerima pembiayaan, dan jaminan).
Potensi penghasilan penanaman modal dalam proyek investasi dinilai dengan cara atau berdasarkan: a. Analisis Break Even.
Tujuan utama dari analisis ini adalah untuk menentukan tingkat produksi dan harga terendah, pada tingkat mana proyek dapat beroperasi tanpa membahayakan kelangsungan hidupnya (laba/rugi = 0).
b. Analisis perbandingan penanaman modal dalam berbagai alternative
proyek (capital project comparisons).
Analisis ini Membandingkan potensi penghasilan suatu proyek dengan proyek yang lain dasar ukuran total profit, average profit, payback period (total capital/total proceeds) dan discounted cash flow (present value proceeds dan present value capital outlay). 3) Apabila perlu, bank dapat meminta surat rekomendasi yang bersifat umum dari jawatan/dinas/proyek dari suatu ,manajemen, 4) Apabila perlu bank dapat mensyaratkan adanya konsultan pengawas khususnya untuk investasi pada aktiva tetap atau proyek (project financing).
5) Dalam hal perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sudah berjalan dan pembiayaan investasi dipergunakan dalam rangka perluasan dan atau rehabilitasseta perusahaan tersebut dinilai mampu, maka marjin/bagi hasil selama masa pembangunan harus dibayat efektif oleh nasabah.
Pembiayaan konsumtif syariah
Secara definitive, konsumsi adalah kebutuhan individual meliputi kebutuhan baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan konsumtif dapat dibagi menjadi lima 5 Pembiayaan sindikasi bank syariah lebih condong kepada proyek yang berskala besar dan akan lebih memberi manfaat apabila disalurkan untuk kepentingan kemaslahatan umat seperti pembiayaan pendirian sekolah dan perguruan tinggi, pendirian rumah sakit dan bersalin dan koperasi unit desa berdasarkan prinsip syariah.
Pembiayaan berdasarkan take over. Salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan bank syariah adalah membantu masyarakat untuk mengalihkan transaksi nonsyariah yang telah berjalan menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah. Dalam pembiayaan berdasarkan take over ini, bank syariah mengklasifikasikan hutang nasabah kepada bank konvensional menjadi dua macam, yaitu: a. Hutang pokok plus bunga, dan b. Hutang pokok saja Dalam menangani hutang nasabah yang berbentuk hutang pokok plus bunga, bank syariah memberikan jasa qardh karena alokasi penggunaan qardh tidak terbatas, termasuk untuk menalangi hutang yang berbasis bunga.
Dengan demikian, dalam memberikan pembiayaan, bank syariah dapat mengklasifikasikan pembiayaan yang diajukan nasabah ke dalam dua kategori, yakni pembiayaan take over atau pembiayaan nontake over.
Pembiayaan letter of credit (L/C)
Pembiayaan letter of credit adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah. Pada umumnya, pembiayaan L/C dapat menggunakan beberapa akad, yaitu: a. Pembiayaan L/C Impor Akad yang dapat digunakan untuk pembiayaan L/C adalah:
D. FUNGSI DAN TUJUAN PEMBIAYAAN
Fungsi Pembiayaan
Keberadaan prinsip bank syariah yang menjalankan pembiayaan berdasar kan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari keuntungan dan meramai kan bisnis perbankan di Indonesia, tetapi juga untuk mencipta kan lingkungan bisnis yang aman, diantaranya : a. Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang menerapkan system bagi hasil yang tidak memberatkan debitur.
b. Membantu kaum dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank konvensional karena tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh bank konvensional.
c. Membantu masyarakat ekonomi lemah yang selalu dipermainkan oleh rentenir dengan membantu melalui pendanaan untuk usaha yang dilakukan 5 .
Tujuan pembiayaan
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk menunjang kesempatan kerja dan menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.
E. ANALISIS PEMBIAYAAN
Analisa pembiayaan adalah menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan debitur mengembalikan pembiayaan yang mereka pinjam dan membayar margin keuntungan dan bagi hasil sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan. Berdasarkan penilaian ini, bank dapat memberikan tinggi rendahnya resiko yang akan ditanggung. Dengan demikian, pihak bank dapat memutuskan apakah permintaan pembiayaan yang diajukan ditolak, diteliti lebih lanjut atau diluluskan (kalau perlu dengan memasukkan syarat-syarat khusus ke dalam perjanjian pembiayaan).
Dalam melakukan evaluasi permintaan pembiayaan, seorang analis pembiayaan akan meneliti berbagai factor yang diperkirakan dapat mempengaruhi kemampuan dan kesediaan calon nasabah untuk memenuhi kewajiban nya kepada bank.
Tujuan Analisis Pembiayaan
Analisis pembiayaan merupakan langkah penting untuk realisasi pembiayaan di bank syari'ah. Analisis pembiayaan yang dilakukan oleh pelaksana (pejabat) pembiayaan di bank syari'ah dimaksudkan untuk : a. Menilai kelayakan usaha calon peminjam; b. Menekan resiko akibat tidak terbayarnya pembiayaan;dan c. Menghitung kebutuhan pembiayaan yang layak.
Setelah tujuan analisis pembiayaan dirumuskan dan disepakati oleh pelaksana pembiayaan, maka untuk selanjutnya dapat ditemukan pendekatanpendekatan yang digunakan untuk analisis pembiayaan.
Ada beberapa pendekatan analisis pembiayaan yang dapat diterapkan oleh para pengelola bank syari'ah yaitu: a. Pendekatan jaminan Artinya bank dalam memberikan pembiayaan selalu memperhatikan kuantitas dan kualitas jaminan yang dimiliki oleh peminjam.
b. Pendekatan Karakter
Artinya bank mencermati secara sungguh-sungguh terkait dengan karakter nasabah.
c. Pendekatan Kemampuan Pelunasan
Artinya bank menganalisis kemampuan nasabah untuk melunasi jumlah pembiayaan yang telah diambil.
d. Pendekatan dengan Studi Kelayakan
Artinya bank memperhatikan kelayakan usaha yang dijalankan oleh nasabah peminjam.
e. Pendekatan Fungsi-fungsi Bank
Arinya bank memperhatikan fungsinya sebagai lembaga intermediary keuangan, yaitu mengatur mekanisme dana yang dikumpulkan denagn dana yang disalurkan.
Prinsip Analisis Pembiayaan
Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksana kan suatu tindakan. Prinsip analisis pembiayaan adalah pedoman-pedoman yang harus diperhatikan oleh pejabat pembiayaan bank syari'ah pada saat melakukan analisis pembiayaan.Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasar kan pada rumus 5C, yaitu: a. Character, artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman. Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha. Untuk bank syari'ah, dasar analisis 5C belumlah cukup. Sehingga perlu memperhatikan kondisi sifat Amanah, Kejujuran, Kepercayaan, dari masingmasing nasabah.
Prosedur Analisis Pembiayaan
Dengan memperhatikan ketentuan umum manajemen pembiayaan di bank syari'ah, ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam prosedur analisis pembiayaan. Aspek-aspek penti ng dalam analisis pembiayaan yang perlu dipahami oleh pengelola bank Syari'ah. Manajemen merupakan factor produksi yang paling menentukan dalam memelihara kelangsungan dan perkembangan hidup perusahaan. Berikut ini ada beberapa macam kriteria pokok yang dapat digunakan oleh bank maupun para analis pembiayaan untuk menilai kemampuan calon debitur dalam mengelola perusahaan mereka, antara lain: Untuk analisis laporan keuangan didasarkan pada rasio-rasio keuangan perusahaan. Rasio keuangan yang biasa dipakai antara lain:
a. Prosedur Analisis
1. Profitability Ratios, memperbadingkan jumlah keuntungan yang diperoleh perusahaan setiap masa tertentu, dengan hasil penjualan atau jumlah investasi dana dalam perusahaan, terdiri dari:
2. Financial leverage ratios, memberikan indikasi tentang dua hal, yaitu:
a. Bagaimana perbandingan risiko yang ditanggung kreditur (pemberi pembiayaan) dan pemegang saham dalam mendanai operasi perusahaan.
b. Bagaimana kemampuan jangka panjang debitur (pemberi pembiayaan) dalam pembayaran angsuran dan marjin keuntungan atau bagi hasil kepada pihak bank. (1) Struktur pembiayaan (term dan condition)
Financial Liquidity
(2) Convenant atau persyaratan umum dan khusus.
b. Perangkat Analisis Pembiayaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pejabat analis pembiayaan dapat diringkas sebagai berikut:
Aspek yang dianalisis
Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh pejabat bank dalam melakukan analisis pembiayaan, di antaranya adalah:
Alat analisis
Alat analisis pembiayaan dapat berupa angket.
Rumusan Hasil Analisis
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perumusan hasil analisis pembiayaan:
Kondisi
Aspek KESIMPULAN
Kesimpulan dari data kuesioner analisis harus menunjuk kan jawaban positif "YA" (untuk seluruh pertanyaan). Jika ada salah satu dijawab "TIDAK", maka harus dipertimbangkan lagi dengan sebaikbaiknya dengan data-data tambahan lain yang mungkin dapat diperoleh. Sumber : Anonimous, Pedoman Pengelolaan Bank Syari'ah , Jakarta: LPPBS, 1993,h. 62-64 dengan modifikasi penulis (Muhammad) 5. Struktur dan Kebutuhan Pembiayaan Pada Bank Syari'ah Struktur pembiayaan adalah upaya untuk mengatur suatu pem biayaan sehingga tujuan dan jenis pembiayaan yang diberikan sesuai. Selain itu, juga mencoba menetralisir dan meminimalisasi risiko yang muncul dari adanya pembiayaan tersebut. Dalam strukturisasi ini dapat ditentukan sejumlah kondisi agar pembiayaan yang diberikan berada dalam taraf risiko yang dapat dikendalikan.
F. KESIMPULAN
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kese pakat an antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan maka bank syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat dikembalikan oleh nasabahnya.
Namun realisasi pembiayaan bukanlah tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan pembiayaan supaya memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa tercapai
A. DASAR-DASAR ORGANISASI PEMBIAYAAN
Pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah diharapkan dapat memberi kan kontribusi pendapatan yang berkelanjutan, dan senantiasa berada dalam kualitas yang baik selama jangka waktunya. Kualitas pembiaya an yang kurang baik, atau bahkan memburuk, akan berdampak secara langsung pada penurunan pendapatan dan laba yang diperoleh bank syariah. Penurunan pendapatan dan laba tersebut selanjutnya menurunkan kemampuan bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan lebih lanjut dan menjalankan bisnis lainnya. Kualitas pembiayaan yang kuran baik disebabkan oleh adanya risiko bisnis yang dihadapi nasabah yang menerima fasilitas pembiayaan dan risiko yang terdapat pada bank syariah sendiri.
Risiko dari pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah yang dapat terjadi karena menurunnya tingkat pendapatan usaha nasabah (wirausaha), terjadinya pemutusan hubunngan kerja (berpenghasilan tetap), tidak amanahnya nasabah dalam mengelola dana (penyalahgunaan dana/side streaming), maupun kekurangsempurnaan seorang analis pembiayaan dalam melakukan analisis dan struktur fasilitas yang diberikan kepada nasabah.
Suatu pembiayaan bermasalah tidak selalu ditimbulkan oleh kegagalan usaha nasabah semata. Tidak sedikit kasus kegagalan pembiayaan diakibatkan oleh penyimpangan penggunaan dana, yang tidak hanya dilakukan oleh nasabah, tetapi juga dilakukan atas inisiatif pejabat pemutus pembiayaan. Karena itu, identifikasi dan mitigasi risiko pembiayaan tidak terbatas pada analisis keuangan nasabah, lebih dari itu juga bermula dari penetapan kebijakan umum pembiayaan, penyusunan organisasi yang tidak hanya membagi bahan pekerjaan melainkan juga memastikan adanya check and balance, serta penetapan mekanisme dan limit persetujuan pembiayaan. Rangkan kegiatan tersebut dilakukan sebagai upaya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam mengelola pembiayaan.
Pada level yang paling tinggi, sebuah perusahaan termasuk bank syariah harus menerapkan prinsip Good Corporate Governance yang menjadi aturan main yang disepakati bersama antara pemegang saham, Dewan Komisaris, dan Dewan Direksi. Dewan Direksi dan Dewan Komisaris akan menetapkan kebijakan umum perusahaan, termasuk kebijakan bidang pembiayaan secara umum.
Untuk memenuhi tanggung jawab profesim Islamic banker dapat mengadopsi prinsip-prinsip kehati-hatian yang merupakan best practices sebagaimana petunjuk yang dikeluarkan oleh The Basel Comitte. Basel memberikan pedoman umum tentang tata cara pengelolaan risiko pembiayaan yang baik: 6 1. Menciptakan lingkungan risiko pembiayaan yang memadai.
Memastikan bahwa penyaluran pembiayaan dilakukan dengan proses
yang baik.
3. Melakukan pengadministrasian pembiayaan, pengukuran dan pemantauan proses pelaksanaannya secara memadai.
4. Memastikan bahwa ada pengendalian yang cukup terhadap risiko pembiayaan.
Selain prinsip-prinsip di atas, pada perbankan syariah juga harus ditambahkan satu prinsip spesifik, yaitu memastikan bahwa ketentuan-ketentuan syariah dalam penyaluran pembiayaan telah terpenuhi.
Mencipkatan lingkuan risiko pembiayaan yang memadai.
Lingkungan risiko pembiayaan yang meliputi top management, senior management, pejabat/petugas pelaksana penyaluran pembiayaan (termasuk pengukuran risiko, administrasi dan pemantauannya). Manajemen bank harus mengatur sedemikian rupa sehingga seluruh aspek lingkungan risiko pembiayaan tersebut tersedia dan berfungsi sebagaimana diharapkan. Hal itu berarti, bank harus menetapkan sasaran pasar pembiayaan yang akan disalurkan berikut keuntungan yang diharapkan. Untuk itu, bank harus menyediakan produk yang mampu memenuhi kebutuhan nasabah pada segmen yang disasar, dan menetapkan tata cara pemberian fasilitas pembiayaan serta pemantauan risikonya baik pada tingkat individual nasabah maupun kelompok/portofolio pembiayaan.
Memastikan bahwa penyaluran pembiayaan dilakukan dengan proses yang baik.
Meskipun memiliki prinsip-prinsip yang sama, tata cara penyaluran pembiayaan berbeda-beda untuk tiap jenis pembiayan. Penyaluran pembiayaan untuk pembiayaan konsumsi (pembiayaan pemilikan rumah) tentu berbeda dengan tata cara pemasaran, assessment, administrasi dan monitoring untuk pembiayaan korporasi besar. Karena itu, apabila bank memutuskan masuk ke segmen pembiayaan (segmented costumer) tertentu, segmen small business misalnya, maka bank harus memiliki produk dan infrastrukur yang memadai untuk mengelola nasabah small yang umumnya secara Number of Account (NOA) berjumlah banyak dengan plafon pembiayaan yang kecil. Tata cara persetujuan pembiayaan small tentu berbeda juga dengan tata cara pembiayaan consumer yang diputuskan. Bank harus memiliki kriteria persetujuan yang jelas untuk semua jenis fasilitas pembiayaan yang ditawarkan.
Melakukan pengadministrasian pembiayaan, pengukuran dan
pemantauan proses pelaksanaannya secara memadai.
Setiap pemberian pembiayaan, baik small, consumer, komersil, corporate, maupun wholesale adalah investasi yang diharapkan akan men datang kan profit bagi bank. Selain ketersediaan infrastruktur pengukuran risiko setiap pengajuan pembiayaan, bank harus memiliki kemampuan meng adminis trasian penyaluran fasilitas pembiayaan dengan baik. Pengadministrasian fasilitas pembiayaan meliputi verifikasi dokumen, pengarsipan dokumen-dokumen pembiayaan dan jaminan, pencatatan saldo pinjaman, tanggal-tanggal jatuh tempo kewajiban pembayaran angsuran, histori pembayaran angsuran, maupun besarnya tunggakan, jika ada. Bank juga harus memiliki catatan bagaimana persetujuan suatu fasilitas pembiayaanyang diberikan, siapa yang melakukan akuisisi, memproses, maupun pejabat yang memberikan persetujuan. Selain sebagai bagian dari mitigasi risiko, hal tersebut dilakukan agar bank dapat melakukan evaluasi kinerja dari pejabat proses pembiayaan dan dapat menjadi bukti hokum apabila suatu saat terdapat perselisihan antara nasabah dan bank. Catatan pembiayaan yang baik juga memudahkan bank dalam melakukan evaluasi kualitas pembiayaan secara individual nasabah maupun secara portofolio, sehingga bank dapat menetapkan kebijakan strategi arah penyaluran pembiayaan pada masa mendatang. Sistem adminitrasi pembiayaan yang dimiliki bank juga harus bisa mendukung stress testing terhadap berbagai kemungkinan skenario kondisi ekonomi pada masa yang akan datang.
Memastikan bahwa ada pengendalian yang cukup terhadap risiko
pembiayaan.
Begitu sempurnanya system yang dimiliki bank, dalam kondisi tertentu pejabat pembuat keputusan pembiayaan mungkin harus mengambil kebijak-an yang mungkin menyimpang dari aturan baku yang telah ditetap kan. System persetujuan pembiayaan juga tidak bisa sepunuhnya menutup celah bagi oknum dalam bank yang memanfaatkan kelemahan sistem yang ada untuk mengambil keuntungan pribadi. Demi meminimali sasi kerugian bank atas hal tersebut, bank harus memiliki sistem peng awasan yang mampu mendeteksi adanya penyimpangan dalam pelaksana an penyaluran fasilitas pembiayaan secara dini. Satuan kerja audit internal bank harus melakukan review secara ex post atas kegiatan penyaluran fasilitas pembiayaan yang telah dilakukan. Sistem pengawasan yang ada harus bisa memastikan bahwa setiap penyimpangan dilaporkan dan mendapatkan persetujuan dari pejabat yang berwenang.
Sebagai bagian dari sistem pengawasan, setiap pegawai dan pejabat bank syariah harus senantiasa diingatkan tentang ajaran bahwa selalu ada dua malaikat yang menyertai setiap individu, yang mencatat perbuatan baik dan buruknya. Sebagai firman Allah Swt. Dalam Al-Qur'an surat Al-Infithar ayat 10, yang artinya: "Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikatmalaikat) yang mengawasi pekerjaanmu".
Untuk melaksanakan penyaluran pembiayaan yang memenuhi prinsipprinsip tersebut, salah satu upaya yang dilakukan oleh manajemen bank adalah menetapkan struktur organisasi pembiayaan, yang diharapkan dapat menjalakan fungsinya untuk mencapai tujuan bisnis yang telah ditetapkan, pada tingkat risiko yang masih bisa diterima. Penetapan struktur organisasi pembiayaan dilakukan dengan memperhatikan beberapa prinsip berikut. 7 a. Ada independensi setiap pejabat/unit kerja yang terlibat.
Basel Committee memperkenalkan istilah "Four Eyes Principle" dalam pemutusan pembiayaan. Prinsip ini berarti bahwa keputusan pembiayaan tidak bisa diambil hanya oleh satu pejabat bank yang memiliki tuga \s mencapai target bisnis, melainkan juga harus melibatkan beberapa pejabat/unit kerja lain yang bertugas mengevaluasi risiko pembiayaan secara mendalam. Dalam setiap pengajuan pembiayaan, tidak ada situasi dan kondisi yang sama antara satu permohonan pembiayaan dengan yang lainnya. Hal tersebut mengakibatkan adanya perbedaaan persepsi dan opini yang dimiliki masing-masing pejabat pemutus pembiayaan. Struktur organisasi harus memberikan kebebasan bagi setiap pejabat pemutus pembiayaan untuk menyampaikan opini dan keputusannya atas suatu permohonan aplikasi fasilitas pembiayaan. Demikian pula untuk unit-unit kerja yang terkait penyaluran pembiayaan, harus diberikan independensi dalam memutus pembiayaan. Seorang Account Officer, yang memiliki target valome pembiayaan dan laba, tentu menginginkan pencairan pembiayaan dapat dilakukan secepat mungkin untuk mencapai target yang diberikan. Namun untuk unit kerja Finance Support, yang bertugas memastikan bank terlindung dari kemungkinan kecurangan yang dilakukan oleh nasabah, tentu tidak bisa begitu saja meneruskan pencairan pembiayaan apabila belum terdapat bukti legalitas dari asset yang menjadi jaminan dari pembiayaan. Agar independensi tersebut dapat dijalankan dengan baik, maka biasanya bagian Finance Administration terlepas dari tanggung jawab kepada bagian pemasaran pembiayaan.
b. Ada check and balance.
Dalam setiap bentuk investasi selalu terdapat trade-off antara risk and return. High risk high return, and low risk means low return. Kesadaran atas trade-off tersebut semakin berkembang dengan munculnya disiplin baru yang dikenal dengan nama Risk Management. Sebagai sebuah unit usaha, tentu saja bank berharap dapat menyalurkan pembiayaan sebesar-besarnya. Untuk itu, seorang Finance Officer diberikan target yang lebih besar, dan dituntut bekerja lebih keras dan lebih cepat. Namun, hal tersebut berakibat pada menurunnya tingkat kehati-hatian, dalam bentuk kurang lengkapnya informasi yang dihimpun, lemahnya analisis keuangan dan risiko yang dilakukan, dan tidak tertanganinya pemantauan kinerja usaha nasabah. Karena itu, pembiayaan tidak dapat dilakukan oleh satu bagian saja, melainkan harus melibatkan beberapa unit kerja sehingga dapat terewujud check dan balance antar unit kerja. Ekspansi pembiayaan harus dilakukan dengan tetap diiringi pengelolaan risikonya, baik risiko yang melekat pada usaha nasabah maupun risiko yang mungkin terjadi selama persetujuan pembiayaan berlangsung, hingga pengelolaan konsentrasi portofolio pembiayaannya. c. Ada spesialisasi.
Setiap jenis pembiayaan memiliki karakteristik risiko yang berbedabeda. Demikian juga setiap jenis industry, maupun besar kecilnya skala usaha nasabah. Karena itu, untuk mengenali risiko-risiko yang melekat dalam setiap pengajuan fasilitas pembiayaan dengan baik, diperlukan spesialisasi pejabat pengusul maupun pembuat keputusan pembiayaan. Semakin besar skala pembiayaan yang akan disalurkan, semakin diperlukan Account Officer dengan pemahaman usaha nasabah yang cukup mendalam. Bagi bank yang memiliki banyak segmen penyaluran pembiayaan, dituntut memiliki unit kerja yang menangani pemberian fasilitas pembiayaan sesuai dengen segmen masing-masing. Hal itu dikarenakan setiap jenis segmen pembiayaan menuntut proses/tata cara yang berbeda-beda, baik dalam cara penjualan, assessment/penelitian risiko, pemberian keputusan pembiayaan, administrasi, pemantauan maupun penyelesaian.
d. Ada sinergi di antara unit kerja yang terlibat.
Dalam proses persetujuan pembiayaan terdiri atas serangkaian proses yang dilakukan beberapa unit kerja yang bisa jadi memiliki fungsi yang terlihat bertolak belakang. Contoh paling mudah adalah pejabat pemasaran pembiayaan memiliki target untuk mengejar volume pembiayaan dan keuntungan, sementara Risk Managenent Officer berkewajiban melakukan assessment/pengukuran risiko yang cenderung bersikap konservatif. Namun keseluruhan unit kerja tersebut secara bank-wide sesungguhnya memiliki tujuan yang sama, yaitu menumbuhkan bisnis bank dan mendatangkan keuntungan bagi bank selaku perusahaan. Karena itu, merupakan tantangan tersendiri bagi bank untuk merancang struktur organisasi yang terdiri atas unit kerja yang terpisah-pisah dan memiliki tugas dan fungsi yang bertolak belakang, namun diharapkan dapat mencapai target bisnis bank secara keseluruhan. Sikap saling memahami dan menghormati pekerjaan masing-masing unit perlu dikembang kan agar tercipta sinergi antarbagian guna mencapai tujuan bersama. Bahkan didalam syariah Islam mengajarkan umatnya untuk tolongmenolong dalam kebaikan, dan tidak tolong-menolong dalam kebatilan. e. Ada pengendalian dalam pemenuhan aspek syariah.
Pengelolaan pembiayaan di bank syariah tidak sekedar untuk menghinda r kan bank dari risiko pembiayaan. Penyaluran pembiayaan juga harus dilakukan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan syariah yang menjadi acuan utama dalam kegiatan perbankan syariah. Kesesuaian dengan ketentuan syariah ini tidak saja pada penggunaan akad-akad pembiayaan, melainkan juga pada objek dan tata cara suatu pembiayaan disalurkan. Mengingat ketentuan-ketentuan syariah yang begitu luas, unit kerja yang memproses maupun pemutus pembiayaan tidak selalu mampu mendeteksi kesesuaian objek dan akad yang digunakan dengan ketentuan syariah. Karena itu, bank syariah harus memiliki pejabat atau unit kerja khusus yang selalu mengikuti pembuatan produk pembiayaan, maupun terlibat dalam pemutusan pembiayaan.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, pembentukan struktur orga nisasi penyuluran pembiayaan dilakukan dengan memperhatikan kaidah-kaidah sebagai berikut: 8 a. Ada pemisahan fungsi bisnis/sale dan processing/administrasi operation. b. Ada pemisahan fungsi pengendalian risiko pembiayaan dengan fungsi penjualan/marketing pembiayaan.
c. Ada pemisahab fungsi administrasi pembiayaan dengan fungsi pengen dalian risiko pembiayaan.
d. Ada penerapan prinsip "four eyes principles" dalam pemutus pembiayaan.
e. Ada unit kerja yang memonitoring kesesuaian objek dan struktur pembiayaan dengan prinsip-prinsip syariah.
B. FUNGSI-FUNGSI ORGANISASI PEMBIAYAAN
Pada suatau organisasi pembiayaan, pada umumnya terdapat empat fungsi pokok, yaitu fungsi strategis, fungsi pemasaran, fungsi pengambilan keputusan, dan fungsi administrasi. Keempat fungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut. 9
Fungsi strategis dan penetapan kebijakan pembiayaan
Penyaluran pembiayaan diawali dengan penetapan tujuan strategis. Hal tersebut mencakup penetapan segmented costumer, sector industry, target pertumbuhan dan penetapan tingkat risiko yang akan diambil. Tujuan strategis ini akan memberikan dampak tata cara, organisasi dan infrastruktur penyaluran pembiayaan, berikut alokasi sumber daya dan kegiatan pemasaran yang akan dijalankan oleh bank. Tujuan strategis biasanya dilakukan untuk memiliki dampak jangka panjang bagi bisnis bank. Fungsi strategis penyaluran pembiayaan dilakukan oleh Direksi dengan persetujuan Komisaris.
Untuk menerjemahkan kebijakan strategis dalam bidang pembiayaan, dibentuk unit kerja yang bertugas merancang produk, menyusun ketentuan dan prosedur yang menjadi pedoman bagi unit kerja lain dalam melaksanakan tugasnya.
Fungsi pemasaran
Dalam hal bisnis selalu ada bidang penjualan, tetapi bagaimana sebuah pemasaran melakukan penjualan berbeda-beda tergantung pada nature business yang dijalankan. Penjualan lebih merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pembeli/nasabah untuk membeli produk dan jasa yang ditawarkan, sedangkan pemasaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk mempermudah terjadinya penjualan. 10 Begitu pula dengan lembaga keuangan bank. Sebuah bank untuk dapat "menjual" produknya baik produk pendanaan maupun pembiayaan, maka bank membentuk unit kerja yang terdiri atas tenaga-tenaga marketing.
Yang menjadi pokok utama tugas seorang marketing ada mencari nasabah yang diperkirakan fisibel, sesuai dengan criteria yang telah ditetapkan. Ada berbagai istilah yang digunakan untuk menyebut tenaga penjual produk pembiayaan bank, antara lain Sales Executive, Finance Oleh sebab itu, tidak ada aturan baku yang mengatur ruang lingkup tugas petugas marketing pembiayaan. Tetapi untuk kepentingan pembahasan dalam buku ini, akan digunakan istilah Account Officer, yang merujuk kepada petugas penjualan pembiayaan yang memiliki kemampuan untuk mencari nasabah, menawarkan produk pembiayaan kepada nasabah potensial dan menyusun proposal usulan pemberian pembiayaan.
Figure
Fungsi pengambilan keputusan/pemegang kewenangan/komite pem biayaan
Usulan pembiayaan yang diajukan oleh tenaga marketing, bermuara pada proses pengambilan keputusan disetujui atau tidaknya usulan pembiayaan yang diajukan. Prinsip utama yang digunakan dalam mengatur kewenangan pengambilan keputusan pembiayaan dikenal dengan istilah "Four Eyes Principle". Berdasarkan prinsip tersebut, pengambilan keputusan pembiayaan harus dilakukan oleh pejabat yang memegang peran bisnis, yaitu yang memiliki tugas mencapai target pertumbuhan bisnis bank dan pejabat yang bertugas mengelola risiko. Komite pembiayaan adalah kumpulan pejabat bank yang memberikan putusan terhadap usulan fasilitas pembiayaan yang diajukan calon nasabah. Komite tersebut terdiri dari pejabat-pejabat yang dinilai memiliki kompetensi dalam melakukan penilaian terhadap usulan pembiayaan dan risiko pembiayaan, misalnya kepala unit dan analis. Disamping itu, sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan prinsip risiko pembiayaan, seorang anggota komite pembiayaan diberikan limit/batas sampai jumlah tertentu dalam pemberian fasilitas pembiayaan.
Jenjang otoritas dalam pengambilan keputusan pembiayaan bisa saja berdasarkan jenjang jabatan, misalnya kepala cabang lebih rendah dari kepala wilayah, ataupun berdasarkan penilaian kompetensi pejabat yang bersangkutan. Pengambilan keputusan pembiayaan dapat dilakukan dalam sebuah rapat atau dilakukan secara circular, yaitu diedarkan kepada para pejabat pemutus pembiayaan.
Pada saat ini keempat cara tersebut dilaksanakan dengan sangat bervariasi antara satu bank dengan bank lainnya sesuai kondisi masing-masing bank. Ada yang menggunakan salah satu cara tersebut, ada pula yang mengkombinasikan cara-cara tersebut.
Selain terdiri atas pejabat-pejabat yang dinilai memiliki kompetensi dalam pengambilan keputusan pembiayaan, komite pembiayaan bank syariah kadang-kadang juga diperkuat dengan pejabat yang memiliki kompetensi dalam bidang syariah, yang disebut Syariah Compliance Officer. Syariah Compliance Officer bertugas memastikan bahwa ketentuan syariah ter\lah terpenuhi dalam objek dan struktur pembiayaan yang diberikan.
Fungsi administrasi pembiayaan
Dalam pengelolaan pembiayaan fungsi administrasi dimulai saat marketing menyiapkan aplikasi permohonan usulan fasilitas pembiayaan, dengan membantu memverifikasi informasi data-data lapangan dan jaminan. Kemudian setelah aplikasi permberian fasilitas pembiayan diajukan kepada komite pemutus pembiayaan, maka pelaksana administrasi pembiayaan harus melakukan dokumentasi usulan penolakan (reject) atau persetujuan (approve) pembiayaan oleh komite pemutus pembiayaan. Jika aplikasi pembiayaan tersebut disetujui (approve), makan akan dilanjutkan ke proses pengikatan/akad perjanjian pembiayaan dan jaminan.
Seorang pejabat yang bertugas di unit administrasi pembiayaan harus memeriksa dan memastikan kelengkapan dokumen yang menjadi syarat dalam persetujuan pembiayaan dan dokumen pengikatan perjanjian pembiayaan dan jaminan telah dilakukan dengan sempurna dilengkapi covernote dari notaris. Sehingga, fungsi dari unit administrasi pembiayan sangat penting dalam meenjaga kepentingan bank. i. Memastikan dan melakukan pengecekan pengkinian data/dokumen dan melakukan arsip dokumen serta jaminan pembiayaan.
Setelah melewati proses akad/pengikatan perjanjian pembiayaan dan seluruh dokumen yang menjadi persyaratan telah dipenuhi, proses selanjutnya adalah tahap pencairan pembiayaan. Walaupun dapat dikategorikan sebagai pencatatan pembiayaan, kebanyakan manajemen bank memiliki unit kerja yang bertugas khusus membukukan pencairan pembiayaan, monitoring pembayaran angsuran dan pelunasan nasabah, serta pelaporan tunggakan. Pada umumnya unit kerja tersebut dikenal dengan unit Operasional Pembiayaan.
Fungsi monitoring dan kebijakan pembiayaan
Pada unit pembiayaan yang menjadi ukuran kinerja adalah yang mencerminkan ketepatan pemenuhan kewajiaban dalam membayar angsuran nasabah, berikut tingkat keuntungan yang dihasilkan dari seluruh transaksi nasabah nasabah dengan baik. Pemantauan kinerja pembiayaan per individu nasabah, biasanya dilakukan oleh marketing yang merupakan bagian dari tugas menjalin hubungan baik dengan nasabah. Namun pemantauan kinerja pembiayaan berdasarkan kelompok nasabah atau per segmen industry, dilakukan oleh unit pemantauan kinerja portofolio pembiayaan yang biasanya berada dalam unit kerja Manajemen Risiko. Selain itu, unit kerja pemantau kinerja pembiayaan yang bertugas mengevaluasi proses pengukuran risiko dan proses persetujuan pembiayaan dan menyampaikan usulan perbaikan kepada unit kerja yang menetapkan peraturan dan prosedur.
A. FILOSOFI ETIKA PELAYANAN PEMBIAYAAN
Kata "ethics" berasal dari kata yunani "ethos" yang berarti karakter atau kebiasaan atau adat istiadat. Menurut prof. Robet C. Solomon, ethics adalah karakter atau sikap atu kebiasaan seseorang atau kelompok.
Etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk yang dianut oleh masyarakat. Ada yang merupakan etiket artinya kumpulan tata cara dalam pergaulan. Kata etiket berasal dari prancis (etiquette) yang berarti kartu undangan. Akhirnya perkataan etiqutte diartikan sebagai ketentuan yang mengatur tindak dan gerak manusia dalam pergaulan di masyarakat, seperti penampilan, cara berbicara, cara berpakaian, sopan santun dan lain-lain.
Etika pelayanan adalah perilaku petugas bank teritama petugas pelayanan (customer service) dalam memenuhi apa yang diinginkan atau di harapkan konsumen/ nasabah. Etika pelayanan bertitik tolak pada perilaku bank dalam berbagai lini dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan nasabah dengan memperhatikan mana yang baik mana yang buruk, mana yang benar yang salah.
Filosofi kredit bank konvensional berbeda dengan pembiayaan pada bank syariah. Penyaluran kredit hanya untuk mendapatkan keuntungan bagi bank, sedangkan pembiayaan merupakan fungsi agent karena memperoleh mandat dari pemilik modal (mudharib) untuk mengelola dananya sebagai suatu amanah yang harus dijalankan secara baik serta terdapat mashlahah.
Kredit adalah kegiatan penyaluran dana kepada nasabah dalam jangka waktu tertentu yang akan dikembalikan ditambah dengan kelebihan nilai yang telah ditentukan pada awal perjanjian dan berbasis bunga, sehingga produk penyaluran dana pada bank konvensional bersifat tunggal meski dapat berupa kredit modal kerja, kredit investasi, kredit konsumsi atau kredit usaha lainnya yang pada dasarnya adalah pinjaman. Pembiayaan bank syariah dapat berupa transaksi jual beli, sewa-menyewa, sewa beli, berbagi modal sehingga bank memperoleh keuntungan yang disebut margin, pendapatan sewa, bagi hasil atau bayaran jasa (ujrah).
Dari perbedaan diatas menunjukkan bahwa produk penyaluran pembiayaan pada bank konvensional hanya menggunakan kredit yang berorientasi pada keuntungan (profit oriented) sedangkan bank syariah terdiri atas berbagai akad sehingga skim dari akadnya perlu diformulasikan agar sesuai dengan istilah yang terlah berlaku pada umumnya, seperti kredit konsumer, kredit investasi, komersil dan modal kerja. Budaya pembiayaan yang dimilki bank dapat memberikan pedoman untuk menyelaraskan startegi, manusia, proses, teknologi dan pengetahuan yang harus dimilki bank (Mc Manus, 2004). Budaya yang baik akan menjadi peluang keberhasilan bank dalam menyalurkan pembiayaan. Sebaliknya budaya yang tidak kondusif akan menimbulkan potensi credit risk yang besar.
Pada kenyataannya dalam penyaluran pembiayaan, sering kali karyawan pelaksana atau pejabat yang terlibat dalam proses pembiayaan dihadapkan pada dilemma antara idealisme dan realitas. Sering terjadi benturan kepentingan antara bank dengan nasabah, target volume deng profitabilitas, serta prinsip kehati-hatian dengan pencapaian target sehingga mereka yang terlibat harus memilki integritas, kompetensi berupa attitude, knowledge, dan skill, serta sikap professional.
Berdasarkan pengalaman saat krisis moneter yang menimpa Indonesia yang lalu menunjukkan bahwa manajemen bank yang baik tidak menjamin bank terhindar dari dampak kualitas pembiayaan yang disalurkan karena bank yang bersangkutan belum didukung budaya pembiayaan yang baik. Sebab itu, hal terpenting dalam organisasi pembiayaan adalah bagaimana bank dapat menciptakan situasi supaya finance officer dan pejabat yang terkait dapat bekerja dalam kondisi yang kondusif secara professional dan berintegritas sehingga berpengaruh positif terhadap proses dan kualitas pembiayaan.
Beberapa ciri budaya pembiayaan yang sehat, antar lain: 13 1. Ada keselarasan antara misi dan tujuan dengan kebijakan dan proses pembiayaan.
2. Top management harus menjadi teladan dalam pelaksanaa budaya kerja pembiayaan.
3. Semua pejabat pembiayaan memahami misi, tujuan, strategi, kebijakan dan proses pembiayaan dengan baik.
4. Seluruh jajaran pengelola pembiayaan mesti terlibat aktif dalam proses pemberian sesuai tugas dan tanggung jawabmya masing-masing.
5. Semua pejabat yang terkait pembiayaan harus memiliki sense of belonging yang kuat yang tercermin dari implementasi prudential banking.
6. Pejabat pembiayaan harus mampu menyesuaikan diri dengan segmen bisnis korporasi atau retail.
Untuk membangun budaya pembiayaan yang efektif, Mueller (1194) dalam bukunya, Credit Policy: The Anchor of The Credit Culture, mengusulkan 20 hal esensial yang dapat diterapkan oleh bank guna memiliki budaya pembiayaan yang baik.
1. Komitmen yang berkesinambungan untuk mencapai hasil terbaik.
(Continuos commitment to excellence).
2.
Penerapan kerangka yang logis untuk pengambilan keputusan harian. (Implementing a logical framework for daily decision making).
3. Pengambilan risiko harus didasarkan pada pendekatan yang seragam dan konsisten. (risk taking based on a uniform and consistent approach).
4. Penggunaan istilah perkreditan yang berlaku umum. (Use of a common credit terminology).
5. Penggunaan pengalaman perkreditan yang dimilki bank untuk melihat siklus usaha. (Use the bank's credit experience for the business cycle perspective). 9. Melihat portofolio kredit secara menyeluruh, termasuk penyimpangan yang ada. (An integer portofolio including few exceptions).
10. Setiap orang harus bertanggung jawab terhadap jawab terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan. (Individual responsibility for decisions and actions taken).
11. Menyeimbangkan tujuan jangka panjang dengan tujuan jangka pendek. (Balance of long-term goals with short-term views).
12. Menjunjung tinggi dasar-dasar perkreditan. (Respect of credit Foundations).
13. Selalu melakukan pengecekan kenyataan yang logis dibandingkan dengan praktik yang terjadi di lapangan. (Logical reality checks against market practice).
14. Mendukung judgement yang independen dibandingkan dengan nalar umum. (Advocacy of independent judgement over common instinct).
15. Menyadari parameter pengambilan risiko dengan saksama. (Constant awareness of the bank's risk taking parameters).
16. Melakukan pendekatan yang pragmatis dalam penetapan budget dan pasar sasaran. (Paragmatic approach to budgeting and markets).
17. Memahami harapan-harapan bank dan alasan-alasan yang mendasari kebijakan yang ditetapkan. (Understanding the bank's expectations and the reasons motivating its policies).
18. Penetapan struktur pembiayaan berdasrkan kemampuan bank dalam melakukan deteksi permasalahan. (A structured credit system based on warning capabilities).
19. Identifikasi dini terhadap setiap permasalahan. (Early identification of problems).
20. Memiliki kebijakan yang tidak menoleransi adanya peristiwa yang mengejutkan. (A policy of zero tolerance for surprises).
Sumber:
http://www.ukessays.com/essays/commerce/the-importance-of-credit-culturecommerce-essay.php
Membangun budaya pembiayaan tidak sekedar menyusun kebijakan, peraturan dan standar operating procedure tentang penyaluran pembiayaan. Karakter, cara kerja, serta iklim hubungan diantara bagian dan manusia dalam bank perlu ditumbuhkankembangkan dan dipraktikkan dalam kegiatan sehari-hari. Beberapa cirri yang menunjukkan bahwa suatu bank memiliki budaya pembiayaan yang baik antara lain:
1. Adanya keterlibatan aktif seluruh jajaran pengelola pembiayaan dalam pengajuan pembiayaan ketika menimbang risk and return suatu aplikasi pembiayaan.
Jajaran Top management, mulai dari Chief Executive officer, Financing
Director dan pejabat second layer harus berkomitmen dan menjadi teladan dalam praktik budaya pembiayaan yang disepakati untuk menjaga Service Level Agreement (SLA).
3. Setiap pejabat yang terlibat dalam proses persetujuan mesti menguasai kebijakan dan peraturan internal secara eksternal.
4. Setiap pelaksana dan pejabat yang terlibat dalam alur proses persetujuan fasilitas pembiayaan perlu menyadari bahwa opini yang diberikan merupakan tanggung jawab professional secara pribadi tanpa ada paksaan, tekanan dari pihak mana pun, kepentingan pribadi dan bebas beropini.
5. Pengambilan keputusan pembiayaan mesti dilakukan secara efektif dan efesien.
6. Setiap penyaluran pembiayaan harus memberikan nilai tambah bagi kepentingan bank. Usulan pembiayaan perlu didiskusikan melalui dialog yang konstruktif dan transparan.
D. KONSEP PELAYANAN PRIMA
Pada awalnya konsep pelayanan prima tombul dari kreativitas para pelaku bisnis yang kemudian diikuti dengan organisasi nirlaba dan instansi pemerintah. Budaya pelayanan prima dapat dijadikan acuan dalam berbagai aspek kehidupan. Ada enam faktor pelayanan prima, yaitu:
Yaitu suatu pengetahuan dan kerampilan tertentu yang mutlak diperlukan untuk menunjang program pelayanan prima, yang meliputi kemempuan penguasaan pengetahuan tentang bidang kerja yang ditekuni pada konteks ini seluruh pegawai bank syariah serta harus memahami apa yang dimaksud dengan bank syariah serta seluruh produk bank syariah tersebut, melakukan komunitatif efektif, mengembangkan motivasi, dan menggunakan sarana public relation sebagai instrumen dalam membina hubungan ke dalam dan ke luar perusahaan.
Attitude (sikap)
Yaitu perilaku, sikap dan tingkah laku yang harus ditonjolkan ileh pegawai ketika menghadapi pelagan. Seorang pegawai bank terutama yang berda dipetugas pelayanan terdepan seperti customer service dan teller harus mampu menghadapi pelanggan dengan senyuman.
Appearance (penampilan)
Penampilan seorang pegawai bank baik yang bersifat fisik saja maupun fisik dan non fisik mampu merefleksikan kepercayaan diri dan kreditbilitas perusahaan oleh konsumen.
Attention (perhatian)
Karyawan harus mampu memberikan kepedulian penuh terhadap pelanggan baik yang berkaitan dengan perhatian akan kebutuhan dan keinginan pelnggan maupun pemahaman atas sarana dan kritiknya.
Action (tindakan)
Karyawan harus mampu memberikan berbagi kegiatan nyata yang harus diberikan dalam memberikan pelayanan prima kepada konsumen.
Accountability (pertanggung jawaban)
Suatu sikap keberpihakan kepada pelanggan sebagai wujud kepedulian untuk menhindarkn atau meminimalkan kerugian atau ketidakpuasan pelanggan.
Untuk dapat memberikan pelayanan prima dan menjalin hubungan yang baik dengan nasabah maka yan menjadi kunci keberhasilannya adalah orang (human), karena pelayanan dan menjalin hubungan dengan nasabah merupakan interaksi antara pegawai/pekerja perusahaan dengan masyarakat di luar perusahaan yang disebut nasabah. Oleh, karena itu perlu ditetapkan konsep diri dalam memberikan pelayanan dan menjalin hubungan dengan nasabah yang berupa: Seperti yang telah dikatakan Hermawan Kertajaya bahwa pada dasarnya telah terjadi pergeseran yang cukup berarti dalam dunia pemasan yaitu dari product oriented ke custumer oriented. Selanjutnyadikatakan bahwa sebernarnya kepuasan nasabahtidak dapat tercapai dengan apabila tidak dipersiapkan terlebih dahulu.
Pencapaian kepuasan nasabah hanya dapat dicapai dengan adanya sinergi dalam perusahaan yang pada akhirnya pegawai dapat memberikan kepuasan yang berkesinambungan kepada nasabah yang akan memberikan keuntungan jangka panjang kepada stake holder dan selanjutnya pemilik perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan pegawainya.
Untuk dapat memberikan kepuasan nasabah maka terlebih dahulu harus mengenali siapakah nasabah., bagaimana ciri-ciri nasabah tersebut. Untuk dapat mengenali nasabah, perlu diketahui ciri-ciri dari seorang nasabah yang antara lain: Sehingga wajarlah kalu nasabah menurut pelayanan yang tinggi dari kita yang menjadi kebutuhannya, maka tugas kita adalah memenuhi kebutuhan tersebut. Pelayanan yang diberikan dikatakan baik dan dapat menjalin hubungan yang berkesinambungan dengan nasabah apabila diteriama. Nasabah yang mersa puas akan menceritakn kesan positifnya kepada orang lain, dimana hal itu merupakan promosi gratis bagi perusahaan. Dengan demikian secara tidak disadari nasabah datang berbondong-bondong ke perusahaan kita dan terbentuklah Citra positif perusahaan.
Penghayatan terhadap waktu
Pernahkan kita berfikir bahwa sebenarnya nasabah yang hadir pada kita telah mengorbankan waktunya baik yang digunakan untuk menyampaikan komplain maupun ukan, sedabgkan sebagai pegawai perusahaan memang menjadi tugas kita untuk meyediakan waktu bagi nasabah. Kadang-kadag belum terdapat persepsi yang sama diantara para petugas mengenai waktu , sehingga tidak jarang kita lihat bahwa terdapat pegawai yang masih menganggap remeh kepada nasabah, seolah-olah tidak menghargai waktu mereka yang telah dikorbankan. Untuk itu perlu adanya persepsi yang sama terhadap waktu dalam kaitannya dengan pelayana. Kunci keberhasilan pelayanan adalah bagaimana kita dapat membagi waktu-waktu tersebut bersama dengan nasabah dan menempatkan waktu tesebut sesuai dan proposinya masing-masing sehinga dapat memuaskan nasabah. Lovelock(1994) mengemukan tentang bagaimana suatu produk bila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaatlebuh. Selanjutnya lovelock mengemukan delapan suplemen pelayanan yang terdiri dari: a. Information Proses suatu pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari produk dan jasa yang diperlukan oleh konsumen. Seorang kosumen akan menanyakan kepada penjual tentang apa, bagaiman, berapa, kepada siapa, dimana peroleh, dan berapa lama memperoleh barang dan jasa yang diinginkan. Penyediaan informasi memberikan kemudahan kepada konsumen dalam proses aktivitas bisnisnya. Dalam dunia perbankan, dengan informasi sempurna akan memberikan kemudahan nasabah untuk mengakses produk perbankan yang sesuai dengan kebutuhannya.
b. Consultan
Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya konsumen akan membuat suatu keputusan, yaitu membeli atau tidak membeli. Di dalam proses memutuskan ini seringkali diperlukan pihak-pihak yang dapat diajak untuk konsultasi.
c. Undertaking
Keyakinan yang diperoleh konsumen malalui konsuktasi akan membawa pada tindakan untuk memesan produk uang diinginkan. Penilain pembeli pada titik ini adalah ditekankan pada kualitas pelayanan yang mengacu pada kenudahan aplikasi maupun administrsi pemesanan barang yang tidak berbelit-bellit. Atau pun industri perbankan kemudahan dalam aplikasi kartu kredit, pembukaan rekening atau yang lainnya.
d. Hospitality
Nasabah yang berurusan secara langsnu ke tempat-tempat transaksi akan memberikan penilaian tehadapat sikap ramah dan sopan dari karyawan, ruang tungu yang nyaman, hingga tersedinya wc/toilet yang bersih. Keramahan karyawan sangat dibutukan oleh nasabah, sehingga nasabah merasa nyaman dalam berinteraksi dengan perusahaan.
e. Caretaking
Latar belakang konsumen yang beragam akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula. Misalnya, pebisnis akan menginginkan sesuatu layanan yang bebas antri, sehingga dimunculkan layanan prioritas dalam indurti perbankan.
f. Exeption
Beberapa konsumen kadang-kadang meginginkan pengecualian kualitas pelayanan, misalnya saja bagaimana dan dengan cara apa pihak bank melayani klaim nasabah yang datang secara tiba-tiba, kartu ATM yang teblokir akibat kesalahan pin, sampai denan kartu ATM yang hilang.
g. Billing
Titik rawan berikutnya adalah pada administasi pembayaran, niat baik pembeli untuk transaksi seringa kali gagal pada titik ini. Penjual harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan adminitrsi pembayaran, baik mekanisme pembayaran atau pengisian fornulir transaksi.
h. Payment
Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pembayaran berdasar kan pada keinginan konsumen. Dapat saja berupa pembayaran lewat internet banking maupun mobile banking
E. NILAI DAN KEPUASAN PELANGGAN
Nilai kepuasan pelanggan dapat di ciptakan melalui :
1. dimensi produk (meliputi care product,basic product,expected product augmented product and potential product).
2. layanan penjual(meliputi kecepatan dan ketetapan proses transaksi, kecepatan dan ketetapan produk yang diterima, kemudahan mengakses jaringan perbankan. kesederhaan dalam birokrasi dan prosedur transaksi, atmosfer pelayanan yang hangat dan bersahabat, proaktif terhadap kebutuhan dan keinginan konsumen.
3. Layanan purna jual dan keluhan (meliputi"custumer service,bagian layanan purna jual apabila terjadi masalah atas produk yang telah dibeli atau yang digunakan konsumen, masalah direspon dengan cepat, layanan yang simpatik, layanan proaktif ataupun petugas call center yang bertuas untuk mengatasi berbagai keluhan yang disampaikan oleh nasabah berkaitan dengan pelayan pelanggan.
Kepuasan konsumen dan prilaku konsumen dimana akan tedapat beberapa tipe dari konsumen:
1. Konsumen yang puas atau apa yang didapat konsumen tersebut melebihi apa yang di harapakan, sehinnga ia akan loyal terhadap produk tersebut akan terus melakukan pembelian kembali.ia akan memberitahukan dan memberikan efek berantai tentang perusahaan tersebut kepada orang lain hal ini biasa dikenal dengan work of mauth. Tipe konsumen ini disebut dengan apostles.
2. Tipe konsumen defectors, yaitu konsumen yang merasa pelayanan yang diberikan perusahaan oleh perusahaan tidak ada sesuatu yang lebih atau tandar atau biasa saja, dan biasa konsumen akan berhenti melakukan pembelian atas produk tersebut. Konsumen merasa apa yang didapatkannya dari produk tersebut sama saja dengan yang diberikan pada produk lain, sehingga ia beralih pada produk lain yang mampu memberikan kepuasan lebih dari apa yang diharapkanya.
3. Tipe konsumen terorist, yaitu konsumen yang mempunyai pengalam buruk atau negatif atas perusahaan sehingga akan meyebarkan efek berantai yang negatif kepada orang lain. Konsumen akan mengatakan kepada pihak lainkeburukan produk tersebut dan tidak akan mengajurkan orang lain menggunakan produk tersebut.bahkan ia berupaya berupaya mempengaruhi pihak lain agar membeli produk tersebut atas dasar yang ia dapat dari produk tersebut.
4. Tipe konsumen hostages, yaitu konsumen yang tidak puas akan suatu produk namun tidak dapat melakukan pembelian barang lain. Karena sruktur pasar monopolistik atau harga yang murah.
5. Tipe konsumen mercenaries, yaitu konsumen yang sangat puas, namun tidak mempunyai kesetiaan terhadap produk tersebut.
F. KUALITAS PELAYANAN JASA BANK
Apabila terkait dengan kualitas pelayanan, ukurannya bukan hanya ditentukan oleh pihak yang melayani(perusahaan) saja, tetapi lebih banyak ditentukan oleh pihak yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat mengukur kualitas pelayanan berdasarkan harapanharapan mereka dalam memenuhi kepuasannya.
Kualitas pelayanan terbagi atas:
Kualitas layanan ekternal
Mengenai kualitas layanan kepada pelanggan ekternal, kualitas layanan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: a. Berkaitan dengan penyediaan jasa b. Berkaitan dengan penyediaan barang Setidaknya ada lima kriteria poko kualitas pelayanan yaitu sebagai berikut:
1. Berikut fisik (tangibles), yaitu kemempuan perusahaan(bank) dalam menunjuk kan eksentensinya pada pelanggan. Penampilan dan kemam puan sarana dan prasarana fisik perusahaan (bank) dan lingkungan sekitarnya. Bentuk bangunan, tata ruang dan desain interior gedung merupakan bentuk fisik yang dapat meyakinkan nasabah.
2. Kehandalan (Reability), yaitu kamampuan perusahaan (bank) untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan.
3. Ketanggapan(Responsivenss) yaitu kemampuan bank untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk melayani nasabah dengan baik.
4. Jaminan (Assurance), yaitu kemampuan pegawai bank untuk menumbuhkan rasa percaya para nasabah pada bank.
5. Empaty (Empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat indidual yang diberikan kepada para nasabah dengan berupa memahami keinginan nasabah.
Sedangkan Freddy Rangkuti mengemukakan sepuluh kriteria, yaitu:
1. Reliabulity (keandalan), yaitu kemampuan untuk melakukan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Karyawan harus dapat diandalkan oleh nasabah dalam mengatasi segala masalah yang timbul kepada diri nasabah.
2. Responsiveness (ketanggapa), yaitu kemampuan untuk menolong nasabah dan ketersediaan untuk melayani nasabah dengan baik. Karyawan harus tanggap dalam membantu nasabah yang kesulitan.
3. Tangible (bukti langsung), meliputi fasilitas, fisik, perlengkapan, dan sarana komunikasi.
4. Competente (kemampuan), yaitu kemampuan untuk kemonikasi dengan baik kepada nasabah.
5. Access (mudah diperoleh), yaitu kemudahan untuk mendapatkan pelayanan yang diinginkan (tidak berbelit-berlit).
6. Courtecy (keramahan), yaitu sopan santun petugas bank dalam menghadapi nasabah.
7. Credibility (dapat dipercaya), yaitu pelayanan yang diberikan itu benarbenar dapat dipercaya.
8. Security (keamanan), yaitu jaminan keamana bagi nasabah, nasabah tidak perlu takut dananya hilang atau rusak sebab bank mampu menjaga dengan baik dana nasabahnya. Untuk memberikan rasa aman ini, dana nasabah telah dijaminkan kepada lembaga penjamin simpanan (LPS).
9. Understanding (memahami nasabah), yaitu terjadinya saling pengertian antara nasabah dengan petugas bank.
10. Communication (komunikasi), yaitu kemampuan dan berkomunikasi secara lancar benar dan meyakinkan.
G. KIAT PELAYANAN PRIMA DAN MEMPERTAHANKAN PELANGGAN
Untuk mewujudkan kualitas pelyanan yang baik atau prima pada industri perbankan, pada empat kiat:
1. Kemamuan dan kemampuan personil.
Semua personil bank atau petugas yang bertugas pada front liner seperti contumer service, teller dan petugas kemanan harus mempunyai motivasi tinggi dengan penuh rasa tanggung jawab untuk memberikan pelayanan terbaik kepada nasabah atau calon nasabah.
Pengembangan data base.
pimpinan unit pelayan nasabah perlu menlakukan pengembangan data base lebih akurat, terutama data kebutuhan dan keinginan nasabah dan kondisi persaingan.
Relationship marketing
Bank harus mampu membangun hubungan dan ikatan peraudaraan, sehingga nasabah merasa nyaman untuk selalu berhubungan denga pihak bank dalam transaksi yang dilakukan.
Pelatihan (training) berkesinambungan
Untuk menjaga dan meningkatkan kemampuan serta motivasi petugas bank, pimpinan hendaklah melaksanakan program pelatihan secara terjadwal, disesuaikan dengan kondisi dan perubahan yang terjadi baik perubahan prilaku nasabah kebutuhan dan keinginan maupun persaingan kebijakan pemerintah.
A. PENGERTIAN PRODUK
Produk yang dihasilkan oleh dunia usaha pada umumnya berbentuk dua macam, yaitu produk yang berwujud dan produk yang tidak berwujud. Masing-masing produk untuk dapat dikatakan berwujud atau tidak berwujud memiliki karakteristik atau cirri-ciri tertentu. Produk yang berwujud berupa barang yang dapat dilihat, dipegang, dan dirasa sekarang langsung sebelum dibeli, sedangkan produk yang tidak berwujud berupa jasa di mana tidak dapat dilihat atau dirasa sebelum dibeli. Satu hal lagi perbedaan kedua jenis produk ini adalah untuk produk yang berwujud biasanya tahan lama, sedangkan untuk yang tidak berwujud tidak tahan lama.
Contoh produk berupa barang berkaitan dengan fisik atau benda berwujud seperti buku, meja, kursi, rumah, mobil, dan lai-lain. Kemudian tidak berwujud yang biasanya disebut jasa dapat disediakan dalam berbagai wahana seperti pribadi, tempat, kegiatan, organisasi, dan ide-ide.
Untuk lebih jelasnya kita memahami dan mengerti segala sesuatu yang berhubungan dengan produk maka akan lebih baik kita ketahui lebih dulu pengertian produk itu sendiri. Secara umum definisi produk adalah sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Sedangkan pengertian produk menurut Philip Kotler adalah 14 "Sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian untuk dibeli untuk digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan".
Dari pengertian dapat disimpulkan bahwa produk adalah sesuatu yang memberikan manfaat baik dalam hal memenuhi kebutuhan sehari-hari atau sesuatu yang ingin dimiliki oleh konsumen. Produk biasanya digunakan untuk dikonsumsi baik untuk kebutuhan rohani maupun jasmani. Untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan akan produk, maka konsumen harus mengorbankan sesuatu sebagai balas jasanya, misalnya dengan cara pembelian.
Seperti dikatakan sebelumnya bahwa produk memiliki cirri-ciri tersendiri untuk dapat dikatakan sebagai barang ataupun jasa. Dalam hal dunia perbank an di mana produk yang dihasilkan berbentuk jasa, maka akan dijelaskan cirri-ciri karakteristik jasa adalah 15 :
Tidak berwujud
Tidak berwujud artinya tidak dapat dirasakan atau dinikmati sebelum jasa tersebut dibeli atau dikonsumsi. Oleh karena itu, jasa tidak memiliki wujud tertentu sehingga harus dibeli lebih dulu.
Tidak terpisahkan
Jasa tidak terpisahkan artinya antara si pembeli jasa dengan si penjual jasa saling berkaitan satu sama lainnya, tidak dapat dititipkan melalui orang lain. Misalnya, pemilik kartu kredit dengan hotel.
Beraneka ragam
Jasa memiliki aneka ragam bentuk artinya jasa dapat diperjual-belikan dalam berbagai bentuk atau wahana seperti tempat, waktu, atau sifat.
Tidak Tahan Lama
Jasa diklasifikasikan tidak tahan lama artinya jasa tidak dapat disimpan begitu jasa dibeli maka akan segera dikonsumsi.
Agar produk yang dibuat laku dipasaran, maka penciptaan Produk haruslah memperhatikan tingkat kualitas yang sesuai dengan keinginan nasabahnya. Produk yang berkualitas tinggi artinya memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan produk pesaing atau sering disebut produk plus. Bagi dunia Perbankan produk plus harus selalu diciptakan setiap waktu, sehingga dapat menarik minat calon nasabah yang baru atau dapat mempertahankan nasabah yang sudah ada sekarang ini.
Ada banyak keuntungan atau manfaat yang dapat dipetik dengan adanya produk plus, misalnya 16 :
1. Untuk meningkatkan penjualan. Dalam hal ini produk yang memiliki nilai lebih akan menjadi pembicaraan dari mulut ke mulut antarnasabah. Setiap kelebihan produk tersebut akan dibandingkan dengan produk pesaing, sehingga berpotensi untuk menarik nasabah lain atau akan memaksa nasabah lama untuk menambah konsumsi produk tersebut, misalnya untuk deposito nasabah menambah jumlah depositonya, atau keluarganya membuka tabungan baru di bank tersebut. Pada akhirnya akan meningkatkan penjualan.
2. Menimbulkan rasa bangga bagi nasabahnya. Hal ini disebabkan produk yang dijual memiliki keunggulan dibandingkan produk pesaing, misalnya dalam hal fasilitas tabungan yang diberikan dengan multifungsi. Artinya, apa yang dapat diberikan bank kita belum dapat dipenuhi pesaing.
3. Menimbulkan kepercayaan. Dalam hal ini akan memberikan keyakinan kepada nasabah akan kesenanganya dari fasilitas yang diberikan, sehingga nasabah semakin percaya kepada produk yang dibelinya.
4. Menimbulakn kepuasan. Pada akhirnya nasabah akan mendapatkan kepuasan dari jasa yang dijual sehingga kecil kemungkinan untuk pindah ke produk lain, bahkan kemungkinan akan menambah konsumsinya.
Dalam menciptakan produk plus tidaklah mudah. Produk plus yang dicipta kan haruslah memiliki keunggulan dan kelebihan jika dibandingkan dengan produk pesaing. Untuk menciptakan produk plus maka diperlukan kondisi-kondisi yang satu sama lainnya saling mendukung. Kondisi-kondisi untuk menciptakan produk plus tersebut sangat tergantung dari 17 : 1. Pelayanan yang prima, karena produk bank sangat tergantung dari pelayanan yang diberikan oleh karyawan bank, maka kualitas pelayanan sangat menentukan keunggulan produk tersebut. Disamping karyawan juga harus didukung oleh sistem dan prosedur yang efisien dan efektif melalui penyediaan sarana dan prasaranan yang dimilikinya.
2. Pegawai yang professional. Para karyawan bank mulai dari yang paling rendah sampai karyawan atas perlu diberikan pendidikan dan latihan dalam melayani nasabah maupun dalam memperlancar proses transaksi dengan nasabah.
3. Sarana dan prasarana yang dimiliki haruslah dapat memberikan pelayanan yang cepat dan tepat, sehingga nasabah merasa puas setiap pelayanan yang diberikan.
4. Lokasi dan layout gedung serta ruangan. Lokasi bank yang diinginkan adalah lokasi yang mudah dijangkau serta layout yang dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi nasabahnya.
5. Nama baik bank yang ditunjukkan citra dan prestasi bank ikut mengangkat produk yang dihasilkan, demikian pula sebaliknya.
B. JENIS-JENIS PRODUK BANK
Kita sudah menggolongkan bahwa produk bank merupakan jasa. Kemudian jasa yang ditawarkan dalam bentuk beraneka ragam. Dalam praktik sehari-hari berbagai jenis jasa bank yang ditawarkan kepada masyarakat. Kelengkapan jenis produk yang ditawarkan sangat tergantung dari kemampuan bank dan jenis bank itu sendiri, misalnya bank umum lebih lengkap dari Bank Perkreditan Rakyatn(BPR) atau bank devisa lebih lengkap produk yang ditawarkan akan semakin baik, sehingga untuk memperoleh produk bank nasabah cukup mendatangi satu bank saja.
Produk bank tersebut meliputi: Karena produk bank merupakan jasa, maka factor kepercayaan merupakan senjata utama dalam menarik, memengaruhi, dan mempertahankan nasabahnya. Oleh karena itu, dalam menjalankan bisnisnya bank perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
C. STRATEGI PRODUK
Setiap produk yang diluncurkan ke pasar tidak selalu mendapat respon yang positif. Bahkan cenderung mengalami kegagalan jauh lebih besar dibandingkan keberhasilannya. Untuk mengantisipasi agar produk yang diluncurkan berhasil sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka peluncuran produk diperlukan strategi-strategi tertentu. Khusus dengan yang berkaitan dengan produk, strategi ini kita kenal dengan nama strategi produk.
Dalam dunia perbankan strategi produk yang dilakukan adalah mengembangkan suatu produk adalah sebagai berikut 18 :
Menciptakan Kemasan
Kemasan merupakan pembungkus suatu produk. Dalam dunia perbankan kemasan lebih diartikan kepada pemberian pelayanan atau jasa kepada para nasabah di samping juga sebagai pembungkus untuk beberapa jenis jasanya seperti buku tabungan, cek, bilyet giro, atau kartu kredit.
Keputusan Label
Label merupakan sesuatu yang dilengketkan pada produk yang ditawarkan dan merupakan bagian dari kemasan. Di dalam label dijelaskan siapa yang membuat, di mana dibuat, kapan dibuat, cara menggunakannya, waktu kadaluwarsa, komposisi dan informasi lainnya. Perlu diingat bahwa masing-masing produk memiliki daur hidup produk (Product life circle). Oleh karena itu, pihak bank perlu mengembangkan produk baru. Strategi pengembangan produk baru penting mengingat tidak selamanya produk yang kita tawarkan laku di pasar. Untuk mengembangkan suatu produk baru maka diperlukan langkah-langkah yang harus dilali, hal ini bertujuan agar produk baru yang diluncurkan nanti benar-benar tepat sasaran.
D. JENIS PEMBIAYAAN
Pembiyaan Konsumer
Tidak diperoleh kesepakatan yang teguh di antara para ahli hokum dan ahli ekonomi Muslim mengenai apakah bank-bank syariah diperbolehkan memberikan pembiayaan jangka pendek (short-term finance) untuk tujuantujuan konsumtif. Menurut pendapat yang pertama yang dikemukakan oleh beberapa penulis, bahwa dalam suatu masyarakat Islam, seseorang tidak seyogianya hidup melampaui kekayaannya (kemampuannya). Oleh karena itu, suatu bank syariah seharusnya tidak diperbolehkan mem berikan peluang bagi seseorang untuk dapat memperoleh barang-barang konsumtif (consumer durable) dengan jalan bank itu menawarkan fasilitasfasilitas keuangan. Pendapat ini didasarkan pada sikap negatif dari Islam terhadap kredit dan utang. Islam tidak menganjurkan bagi penganutnya untuk mengambil pinjaman 19 . Dalam hubungan ini, kredit konsumtif (consumer credit) seharusnya hanya disediakan bagi mereka yang miskin sebagai pinjaman bantuan atau qard hasan 20 tanpa biaya. Pinjaman yang demikian itu seharusnya hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang mendasar dan bukan untuk keperluan membiayai pembelian barang-barng mewah. Dengan memberikan pinjaman kepada mereka itu, bank syariah akan mendapat memenuhi salah satu dari tanggung jawab sosialnya.
Pendapat kedua menegenai hal ini ialah, bahwa pinjaman kosumtif seharus nya disediakan oleh lembaga-lembaga keuangan yang khusus, misal nya mutual co-operation institutions, dan oleh lembaga-lembaga milik pemerintah. Pendapat pragmatis yang ketiga menyatakan bahwa per bankan syariah tentu saja seharusnya meneydiakan kredit konsumtif (consumer credit) dengan menerima imbalan berupa service fee. Bank yang ber sang kutan dapat memperkirakan jangka waktu dari setiap transaksi, dan menambahkan suatu biaya tetap pada pinjaman tersebut. Hal ini berbeda dengan tingkat bunga (interst rate) oleh karena service fee itu tidak dikaitkan dengan jangka waktu.
Pembiayaan Konsumer merupakan penyaluran dana kepada nasabah yang bertujuan untuk pembelian barang yang bersifat konsumtif atau digunakan sendiri, misalnya rumah, apartemen, mobil, perlengkapan rumah tangga, pembelian bahan material dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya berikut beberapa jenis dari produk pembiayaan jenis konsumer:
Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan Modal Kerja (PMK) merupakan penyaluran pembiayaan yang diberikan bank syariah kepada nasabah untuk membantu kebutuhan modal kerja usaha yang dijalankan oleh nasabah pembiayaan tersebut. Pada umumnya pembiayaan modal kerja menggunakan akad musyarakah atau mudharabah, kecuali pembiayaan untuk modal kerja yang berbasis pengadaan barang, asset atau tangible asset, maka akad yang digunakan adalah akad murabahah (investasi).
Dalam rangka memfasilitasi perdagangan atau mencukupi kebutuhan modal kerja bagi para nasabahnya, bank dapat menyediakan fasilitas modal kerja untuk pembelian/impor dan penjualan/ekspor barang dan mesin, akuisisi dan pemilikan (acquisition and holding) atas stok barang-barang dan persediaan (stock and inventory), suku cadang dan penggantian (spares and replacements), bahan baku dan barang setengah jadi (raw material and semi-finished goods). Memberikan pembiayaan bagi kegaiatan usaha perdagangan dapat meningkatkan kinerja perekonomian. Pembiayaan modal kerja dapat menggunakan tiga skim pembiayaan pembiayaan yang dapat dipilih untuk dapat membiayai kebutuhan modal kerja nasabah bank syariah, yaitu dengan murabahah, musyarakah dan salam. 23 Kegiatan pembiayaan perdagangan (trade finance operation) yang dilakukan oleh bank-bank dengan memfasilitasi ekspor dan impor memainkan peran yang penting dalam pembangunan ekonomi secara keseluruhan di semua Negara. Oleh karena pembiayaan ini sering melibatkan asset, maka konversi kegiatan pembiayaan perdagangan secara konvensional kepada skim pembiayaan secara syariah lebih mudah dilakukan. Bank-bank syariah dapat menggunakan murabahah/mudharabah untuk memberikan pembiayaan perdagangan (trade finance) kepada para nasabahnya dalam rangka membangun portofolio yang menguntungkan dan aman. Sejauh ini, musyarakah sangat sedikit digunakan untuk sector ini, namun bankbank syariah perlu menyadari potensi pembiayaan perdangangan melalui pengaturan shirkah yang dapat secara aman dipakai dalam transaksi yang berbasis konsinyasi (consignment basis) atas untuk transaksi-transaksi tunggal (single transactions) dalam pembiayaan perdangangan luar negeri (Ayub, 2007:370).
Dengan skim musyarakah dapat pula digunakan untuk kebutuhan membiayai modal kerja dengan menggunakan konsep produksi harian (concept of daily product), yang dilakukan dengan memenuhi Prinsip Syariah. Dengan menggunakan skim musyarakah, bank dan nasabah menyepakati bahwa mereka akan berbagai laba kotor, sehingga biaya tidak langsung seperti biaya penyusutan (depreciation of fixed asset), gaji pegawai administrasi dan lain-lain tidak akan dikurangkan dari laba yang akan dibagikan itu. Artinya, hanya nasabah yang akan menanggung seluruh biaya tidak langsung. Hal ini dapat diberlakukan apabila nasabah dijanjikan akan mendapat porsi lebih daripada bagian bank. Segala biaya yang berhubungan dengan bahan baku, upah tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan proses produksi, biaya listrik dan lain-lain harus dipikul bersama dalam musyarakah tersebut (Ayub, 2007:370). 3) Persediaan barang jadi (finished good).
Dalam bisnis perdagangan, pada umumnya hanya memiliki satu jenis persedia an karena semua persediaannya merupakan barang yang siap dijual. Salah satu contoh perusahaan yang unik dalam jenis usaha per dagangan adalah perusahaan trading. Perusahaan trading adalah perusahaan penghubung antar vendor dengan buyer sehingga perusahaan tersebut tidak memiliki persediaan. Dalam ketentuan syariah, penghubung antara dua pihak yang bertransaksi umumnya berlaku akad wakalah bil ujrah. Dalam hal ini bank syariah berfungsi sebagai agen yang menawarkan jasa tertentu, yaitu menjualkan barang milik vendor/ supplier dan atas jasa tersebut bank syariah berhak atas fee (ujrah).
Pada prinsipnya, hokum transaksi tranding dalam perspektif syariah adalah boleh (mubah), jika bank syariah hanya bertindak sebagai adalah boleh (mubah), jika bank syariah hanya bertindak sebagai penghubung atau agen atas sebuah transaksi (wakalah bil ujrah). Namun demikian, jika trading yang dilakukan adalah menjual barang atau asset yang belum dimiliki penjual (bank) transaksi itu tidak diperbolehkan secara syariah.
b. Piutang Usaha (Account Receivable)
Piutang usaha merupakan tagihan kepada costumer. Dalam dunia usaha piutang, piutang dagang umumnya memiliki tenggang waktu pembayaran , baik harian, mingguan maupun bulanan. Pada umumnya tenggang waktu pembayaran yang diberikan oleh perusahaan tergantung kepada beberapa hal berikut:
b. Pembiayaan Berjangka
Pada bank konvensional, kredit berjangka atau dikenal dengan demand loan merupakan fasilitas kredit yang penarikannya dilakukan dengan surat promes atau surat pengakuan utang, di mana debitur meminta sejumlah dana dari bank dengan jangka waktu yang telah disepakati dan diperjanjikan untuk kemudian pada waktu jatuh tempo, nasabah akan melunasi pokok pinjaman tersebut.
Bank syariah tidak mengenal praktik kredit/pembiayaan berjangka sebagaimana yang ada pada praktik dalam bank konvensional. Hal tersebut karena kredit atau pembiayaan berjangka mengandung unsur gharar (spekulasi) yang dilarang dalam hukum syariah.
Bank syariah hanya dapat dan boleh menjalankan transaksi berjangka (forward) sebagai transaksi ikutan atas transaksi utama (core transaction) yang dijalankan. Seperti aktivitas impor, di mana perusahaan importir memiliki arus kas dalam rupiah dan ketika terjadi transaksi pembelian aset/barang dari luar negeri dalam mata uang asing (valas), mungkin saja terjadi potensi fluktuasi rupiah yang tidak dapat diperkirakan. Importir harus melindungi transaksinya dengan cara forward transacion agar nilai transaksinya tidak mengalami fluktuasi dan berdampak pada kerugian (risk). Dalam situasi seperti itu, bank syariah boleh melakukan transaksi forward karena situasi hajat dan darurat.
c. Clean Up Finance System
Biasanya fasilitas pembiayaan ini diberikan kepada usaha yang bergerak di bidang konstruksi atau jenis usaha lain yang memiliki pola usaha sama dengan konstruksi, seperti jasa pengangkutan (freight forwarding), pengadaan dan lain-lain. Pembayaran bisnis ini biasanya dilakukan pertermin sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang telah disepakati sehingga repayment pinjaman kepada bank disesuaikan dengan termin yang dibayarkan oleh bowheer dengan pola clean up system. Bank syariah dapat memberikan fasilitas pembiayaan untuk sektor ini. Pembiayaan untuk usaha konstruksi atau yang sejenis dalam bank syariah pada umumnya menggunakan akad istishna'.
d. Pembiayaan L/C Ekspor
Pemberian fasilitas pembiayaan dengan peruntukan modal kerja yang diberikan oleh bank syariah yang paling populer adalah murabahah. Caranya yaitu bank syariah harus terlebih dahulu membeli bahan baku untuk kemudian dijual kepada nasabahnya berdasarkan akad murabahah. Namun dengan murabahah saja seluruh kebutuhan dunia usaha dan industri belum dapat terpenuhi. Para nasabah, khususnya eksportir, kadang kala membutuhkan pembiayaan untuk pemrosesan bahan baku dan untuk menutup upah tenaga kerja dan biaya umum (overhead expenses) (Ayub, 2007 :369-370). Untuk keperluan eksortir tersebut, murabahah masih harus dikombinasikan dengan skim pembiayaan lain untuk dapat memenuhi semua kebutuhan nasabah bank syariah. 24 Pembiayaan L/C merupakan pembiayaan yang diberikan oleh bank untuk keperluan membiayai modal kerja terkait dengan transaksi ekspor nasabah. Pemberian fasiitas ini dilakukan untuk membiayai pembelian bahan baku, sementara pencairan pinjamannya dilakukan sebelum barang diproduksi dan akan dilunasi setelah mendapatkan pembayaran dari hasil barang yang diekspor tersebut. Besarnya fasilitas pembiayaan tersebut merujuk pada nilai yang tertera pada letter of credit (L/C) yang diterbitkan oleh importir kepada eksportir. 25 Seuai dengan Fatwa Nomor 35/DSN-MUI/IX/2002 tentag pembiayaan L/C ekspor syariah, pembiayaan ini dijalankan dengan beberapa akad alternatif berikut: (1) Pembayaran ujrah;
(2) Pengembalian dana mudharabah;
(3) Pembayaran bagi hasil. (1) Pengembalian dana musyarakah;
(2) Pembayaran bagi hasil. Bank dapat memberikan fasilitas pembiayaan untuk ekspor dengan mengkombinasikan fasilitas murabahah dan istishna'. Misalnya seorang eksportir membutuhkan fasilitas pembiayaan untuk mengolah bahan baku menjadi siap ekspor. Misalnya, ada unit-unit tekstil akan membeli kapas untuk membuat pakaian jadi; unit-unit tersebut tidak dapat mengandalkan pada fasilitas pembiayaan murabahah saja karena unit-unit tersebut juga membutuhkan likuiditas yang besar jumlahnya untuk membayar upah dan biaya-biaya umum (overhead expenses). Unit-unit tekstil tersebut dapat tergolong melalui kombinasi murabahah, istishna' dan wakalah sebagaimana telah diterangkan di muka (forward sale) diperbolehkan tanpa harus melakukan pembayaran penuh di muka (full prepayment). Istishna' terkait dengan barang-barang yang dibutuhkan untuk diproduksi oleh perusahaan manufaktur. Namun perlu kiranya dicermati bahwa dalam transaksi istishna', harga barang harus ditentukan di muka dan spesifikasi barang harus ditentukan dengan jelas (Ayub, 2007:372).
Berikut ini adalah contoh bagaimana murabahah dikombinasikan dengan istishna' dan wakalah untuk keperluan eksportir. Berikut ini adalah prosedur untuk tujuan tersebut: 26 1) Murabahah diberikan kepada nasabah bank untuk keperluan membeli baahan baku, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun ekspor.
2) Istishna' diberikan kepada perusahaan manufaktur untuk membuat barang-barang yang dipesan oleh nasabah bank atau untuk diekspor sendiri. Selain itu, dana yang diperoleh oleh perusahaan manufaktur tersebut dapat pula untuk keperluan membayara biaya umum (overhead expenses).
3) Bila barang-barang yang diproduksi itu unutk diekspor sendiri oleh perusahaan manufaktur tersebut, maka perusahaan manufaktur yang bersangkutan akan memproduksi barang-barang produksi yang dimaksud dan mengirimkan barang-barang tersebut berdasrkan L/C dari pembelinya di luar negeri. Seketika setelah barang-barang tesebut selesai diproduksi, maka barang-barang tersebut seketika pula menjadi milik bank yang memberikan fasilitas istishna'. Pembiayaan investasi bagi perusahaan dapat menggunakan akad murabahah. Bank membelikan asset atau barang investasi yang diperlukan oleh nasabah, untuk kemudian menjualnya kepada nasabah, dengan harga perolehan dan margin yang diketahui dan disepakati.
Bank Garansi
Kata Garansi berasal dari bahasa Belanda "Garantie" yang artinya jaminan. Di masyarakat Bank Garansi lebih dikenal dengan istilah BG.
Bank garansi adalah jaminan pembayaran dari bank yang diberikan kepada pihak penerima jaminan (bisa perorangan maupun perusahaan dan bisa disebut Beneficiary) apabila pihak yang dijamin (biasanya nasabah bank penerbit dan disebut Applicant) tidak dapat memnuhi kewajiban atau cidera janji (Wanprestasi) dan juga merupakan bentuk fasilitas tidak langsung (non-cash financing). Pada umumnya transaksi atau proyek bernilai besar mempersyaratkan adanya penyertaan jaminan bank (Bank Guarantee).
Pada umumnya produk bank garansi pada bank syariah menggunakan akad kafalah. Bank menjadi penjamin (kafil) atas utang/kewajiban nasabah (makful lahu) kepada pihak ketiga (makful 'anhu). Atas transaksi tersebut bank mendapatkan ujrah (fee) sesuai kesepakatan dalam akad.
Letter of Credit
Dalam perdagangan internasional (ekspor-impor),pihak lain yang ditunjuk tersebut untuk membantu agar transaksi dapat berjalan lancar adalah bank. Instrumen yang dipergunakan adalahLetter of Credit yang umumnya disingkat dengan istilah L/C. Dalam Definisi Normal,L/C adalah suatu pernyataan tertulis dari bank atas permintaan nasabahnya untuk menyediakan suatu jumlah uang tertentu bagi kepentingan pihak ketiga/penerima.L/C ini merupakan suatu komitmen dari bank untuk membayarkan sejumlah uang kepada penjual(eksportir)asal ia dapat menyerahkan dokumen-dokumen yang ditetapkan di L/C.Dalam bahasa yang sederhana,L/C ini merupakan jaminan pembayaran dari bank.L/C sering disebut juga dengan istilah documentary credit.Alasanya,ia selalu dikaitkan dengan dokumen.
Pada Dasarnya,L/C ini adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabahnya.Umumnya nasabah tidak membayar penuh jumlah uang yang harus dibayarkan kepada eksportir pada saat L/C dibuka,tetapi hanya persentase tertentu saja.Setoran jaminan ini dikenal sebagi istilah margin deposit.Misalnya 10% atau 20% dari nilai L/C. Pada umumnya L/C terdiri atas L/C impor dan eskpor. L/C Impor Syariah adalah surat pernyataan membayar kepada eksportir yang diterbitkn oleh bank syariah untuk kepentingan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah. Pelaksanaan L/C Impor syariah menggunakan akad-akad: wakalah bil ujrah, qardh, murabahah, salam/ istishna', mudharabah, musyarakah dan hawalah.
Revocable L/C adalah L/C yang dapat dibatalkan atau diubah sewaktu-waktu secara sepihak oleh bank pembuka tanpa pemberi tahuan terlebih dahulu kepadabeneficiary.Dengan Catatan,perbaikan atau pembatalan tersebut terjadi sebelum negosiasi dokumen.
Irrevocable L/C,yaitu L/C yang tidak dapat diubah atau dibatalkan secara sepihak oleh bank pembuka tanpa persetujuan terlebih dahulu dari semua pihak yang terlibat.Karena sifatnya tersbut,umumnya L/C dibuka secara Irrevocable karena memberikan jaminan yang pasti.
2) Sight L/C dan Usance L/C
Sight L/C adalah L/C yang pembayarannya ke eksportir langsung dilakukan pada sat dokumen dinegosiasi.Atas Sight L/C dikeluarkan sight draft(wesel untuk) atau penyerahan kwitansi BOLEH dikatakan, Sight L/C ini adalah transaksi tunai.Eksportir langsung menerima uang setelah memenuhi kewajibannya.Dari sudut pandang improtir,cara penyerahan dokumen Sight L/C adalah D/P(Docuements Againts Payment).Penyerahan dokumen kepada importir dilakukan apabila importir telah membayar atau melunasi tagihan L/C. Usance L/C adalah L/C yang pembayarannya ke eksportir baru dilakukan beberapa saat kemudian sesuai dengan ketentuan,bukan pada saat negoisasi L/C.Misal,30 hari setelah tanggal pengapalan,60 hari setelah tanggal penunjukan dokumen,dan lain-lain.Untuk Usance L/C eksportir menerbitkan usance draft (wesel berjangka).Cara penyerahan dokumen untuk L/C jeni ini adalah D/A (Documents Against Acceptence).Penyerahan dokumen kepada importir terjadi setelah importir mengaksep wesel (menerima pernyataan pengakuan utang) yang bersangkutan.Dilihat dari Jangka waktu pembayarannya,Usance L/C ini tidak lain adalah kredit yang dapat diberikan oleh eksportir kepada importir.Karena, importir dapat mengeluarkan barang dari pelabuhan hanya dengan akseptasi wesel(mengakui utang).Pembayarannya baru dilakukan beberapa saat kemudian,yaitu pada saat wesel jatuh tempo.
3) Restricted L/C dan Unrestricted L/C
Restricted L/C adalah L/C yang penerusan dan atau pembayarannya dibatasi hanya kepada bank-bank tertentu saja seperti yang tercantum dalam L/C.Kebalikannya adalah Unrestricted L/C , yaitu L/C yang memperbolehkan penerusan atau negoisasi dokumen dilakukan seluruh bank devisa.
4) Confirmed L/C dan Unconfirmed L/C
Confirmed L/C adalah L/C yang dijamin oleh lebih dari satu bank,yaitu bank pembuka (opening bank)dan bank yang memberikan konfirmasi(confirming bank).Dengan melakukan konfirmasi terhadap suatu L/C,confirming bank terikat atau ikut memikul tanggung jawab atas pembayaran L/C.Bagi beneficiary,L/C jenis ini merupakan L/C yang paling aman karena dijamin oleh lebih dari satu bank. Umumnya L/C ini digunakan bila eksportir tidak percaya kepada bank pembuka(opening bank).
Sebaliknya,bila pada suatu L/C tidak terdapat tambahan konfirmasi oleh bank lain,L/C tersebut dinamakan unconfirmed L/C.Pada L/C jenis ini bank penjamin hanya satu,yaitu bank pembuka itu sendiri.
5) Red Clause L/C
Red Clause L/C adalah suatu L/C yang memberi kuasa kepada bank pembayar untuk membayar uang muka kepada beneficiary sebagian atau seluruh nilai L/C sebelum beneficiary menyerahkan dokumen. L/C ini merupakan kebalikan dari usance L/C.Beneficiary berhak memperoleh pembayaran terlebih dahulu wlaupun dokumen belum diserahkan.Dengan demikian,dapat dikatakan bahwa importir memberi kredit kepada eksportir. L/C jenis ini disebut Red Clause L/C karena konon pada awalnya klausula yang membolehkan bank melakukan pembayaran kepada Beneficiary di depan ditulis (dicetak) dengan mengunakan warna merah.
6) Transferable L/C
Transferable L/C adalah L/C yang memberi hak kepada Beneficiary untuk memindahkan sebagian atau seluruh nilai L/C kepada satu atau beberapa pihak lainnya (Second Beneficiary).
7) Back to Back L/C
Dengan meminta applicant membuka Transferable L/C, applicant akan mengetahui bahwa beneficiary bukanlah merupakan eksportir yang sesunguhnya. Eksportir yang sesunguhnya adalah pihak ketiga yang identitas nya dirahasiakan yang tentunya dapat men jual dengan harga yang lebih murah.Keadaan tersebut tidak meng untungkan beneficiary. Untuk menutupi kelemahan ini, beneficiary dapat menggunakan back to back L/C.
Dengan cara ini, beneficiary tidak meminta applicant membuka transferable L/C tetapi tetap L/C biasa. Setelah L/C diterima oleh beneficiary, ia meminta advising bankuntuk membuka L/C lain kepada pihak ketiga yang merupakan penjual yang sebenarnya atas dasar L/C yang ia trima.
Pada back to back L/C,ada dua L/C yang telibat.Yang pertama adalah dari first applicant yang menjadi L/C dasar bagi first beneficiary untuk menerbitkan L/C kedua.Yang kedua adalah L/C yang diminta terbit oleh firs beneficiary yang sekarang berganti peran menjadi applicant.
8) Revolving L/C
Revolving L/C adalah L/C yang dapat dipergunakan secara berulang-ulang.
9) Standby L/C
Standby L/C adalah L/C yang pembayarannya hanya dapat ditarik apabila suatu transaksi tidak jadi dilaksanakan.Artinya,bank pembuka baru berkewajiban untuk melaksanakan pembayaran kepada pihak beneficiary apabila pihak applicant tidak dapat melakasanakan kewajibannya.Dengan demikian,Standby L/C tidak lain adalah jaminan bank untuk urusang utang piutang.
d. Dokumen-dokumen L/C
Di dalam mekanisme L/C,dokumen mempunyai peranan yang sangat penting.Pembayarannya hanya akan dilakukan apabila dokumendokumen yang diserahkan benar-benar sesuai dengan persyaratan dan kondisi yang ditetapkan dalam L/C.Dalam pengambilan keputusan untuk membayar atau tidak,bank hanya berdasarkan pemeriksaan dokumen semata.Karena seperti telah disebut bank hanya berurusan dengan dokumen,bukan dengan barang atau jasa secara fisik dari transaksi tersebut.
Dokumen-dokumen yang harus diserahkan berserta jumlah lembarnya masing-masing ditentukan secara jelas di dalam L/C.Bagian ini mencoba menguraikan secara singkat bebrapa dokumen yang umumnya disyaratkan di L/C:
1) Bill of Lading (B/L)
Bill of Lading (B/L) atau konosemen adalah dokumen pengapalan yang paling penting karena mempunyai sifat jaminan atau pengaman.B/L asli menunjukan hak pemilikan atas barang-barang (Document of Title).Tanpa B/L,barang tidak dapat dikeluarkan dari maskapai pelayaran.
2) Airway Bill (AWB)
Airway Bill (AWB) adalah tanda terima barang yang dikirim lewat udara untuk orang dan alamat tertentu. Berbeda dengan B/L biasa, AWB bukan merupakan dokumen kepemilikian. Ia hanya tanda terima biasa, seperti tanda terima pengiriman lewat pos Kilat Khusus
3) Draft
Draft (Wesel) adalah perintah tidak bersyarat dalam bentuk tertulis, yang ditujukan oleh seseorang kepada orang lain,ditandatangani oleh orang yang menariknya (drawer) dan mengharuskan orang yang dialamatkan atau si tertarik(drawee) untuk membayar pada saat diminta atau pada suatu waktu tertentu di kemudian hari,sejumlah uang kepada orang tertentu atau yang ditunjuk (order) atau kepada pemegang wesel.Singkatnya,wesel merupakan suart tagihan dari satu pihak kepada pihak lainnya.Wesel dapat dipindah tangankan dengan cara endosemen.
Pihak-pihak yang terlibat dalam wesel adalah : a) Drawer,yaitu yang mengeluarkan wesel, yaitu pihak yang me nan datangai wesel (penarik) b) Drawee,pihak yang membarik(tertarik) c) Payee,pihak yang menerima pembayaran dari drawee.
4) Invoice
Secara sederhana invoice (Faktur) dapat didefinisikan sebagai perincian harga-harga dari barang-barang yang dikeluarkan oleh penjual sehubungan dengan transaksi penjualan.Ia bertindak sebagai alat bukti transaksi dan juga dapat dipergunakan sebagai alat penagihan atas nilai yang tercantum di dalamnya. Di dalam faktur diuraikan secara jelas nama barang, merk, ukuran, harga satuan, harga total, potongan harga, syarat-syarat pembayaran, dan informasi lainnya.
Invoice ini dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
5) Asuransi
Asuransi adalah janji dan persetujuan dari pihak penanggung untuk mengganti kerugian bila terjadi kerusakan,kerugian,atau kehilangan laba yang diharapkan oleh pihak tertanggung yang diakibatkan oleh suatu kejadian yang tidak disangka.Valuta yang dipakai dalam asuransi haruslah sama dengan valuta yang dipakai di dalam L/C,kecuali terdapat klausula di dalam L/C menentukan lain. Di dalam asuransi ditentukan kondisi-kondisi yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang terlibat.
6) Packing List
Dokumen ini dibuat untuk menerangkan dari barang-barang yang dipak,dibungkus/diikat dalam peti dan sebagainya.Biasanya diperlukan untuk memudahkan pemeriksaan oleh bea cukai. Di Packing List tidak terdapat harga barang,tetapi hanya uraian spesifikasi barang.Harga baragn terdapat di invoice.
7) Certificate of Origin
Sertifikat ini merupakan pernyataan yang ditandatangani untuk membuktikan asal barang-barang yang diekspor.Surat ini menjelaskan keterangan-keterangan barang pada transaksi mana barang tersebut dikaitkan.
8) Certificate of Inspection
Obligasi
Obligasi adalah adalah suatu istilah yang digunakan dalam dunia keuangan yang merupakan suatu pernyataan utang dari penerbit obligasi kepada pemegang obligasi beserta janji untuk membayar kembali pokok utang beserta kupon bunganya kelak pada saat tanggal jatuh tempo pem bayaran. Ketentuan lain dapat juga dicantumkan dalam obligasi tersebut seperti misalnya identitas pemegang obligasi, pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit. Obligasi pada umumnya diterbitkan untuk suatu jangka waktu tetap di atas 10 tahun. Misalnya saja pada Obligasi pemerintah Amerika yang disebut "U.S. Treasury securities" diterbitkan untuk masa jatuh tempo 10 tahun atau lebih. Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun disebut "surat utang" dan utang di bawah 1 tahun disebut "Surat Perbendaharaan. Di Indonesia, Surat utang berjangka waktu 1 hingga 10 tahun yang diterbitkan oleh pemerintah disebut Surat Utang Negara (SUN) dan utang di bawah 1 tahun yang diterbitkan pemerintah disebut Surat Perbendaharan Negara (SPN).
Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
Berdasarkan pengertian tersebut, dalam pembiayaan terdapat beberapa unsur pokok sebagai berikut: 29 1. Pihak yang terlibat. Ada pihak yang memberikan pinjaman (kreditu) dan pihak yang memperoleh pinjaman (debitur).
2. Nilai ekonomi. Ada penyerahan suatu benda atau sejumlah uang dari suatu pihak kepada pihak lainnya.
3. Kepercayaan. Ada keyakinan dari kreditur kepada debitur bahwa pinjaman (pembiayaan) yang diberikan dapat diselesaikan sesuai dengan jangka waktu yang telah disepakati, berikut dengan kesepakatan terkait dengan margin/imbal hasil, atau kesepakatan lainnya.
4. Waktu. Ada suatu periode yang jelas antara saat pemberian pinjaman (pencairan) dan saat pelunasan.
5. Kompensasi/imbalan. Ada kompensasi/imbalan berupa margin/imbal hasil yang diberikan kepada pihak yang memberikan pinjaman, atau kesepakatan lainnya.
Manajemen risiko merupakan unsur penting yang penerapannya sangat perlu diperhatikan, khususnya pada Bank sebagai salah satu lembaga keuangan (financial institution) . Secara umum, risiko yang dihadapi per bankan syariah merupakan risiko yang relatif sama sama dengan yang dihadapi bank konvensional. Namun selain itu, bank syariah juga menghadapi risiko yang memiliki keunikan tersendiri, karena harus mengikuti prinsip-prinsip syariah.
Pada dasarnya risiko masih dapat dikelola. Pengelolaan risiko adalah upaya yang sadar untuk mengidentifikasi, mengukur, dan mengendalikan bentuk kerugian yang dapat timbul. Ini merupakan upaya yang terus-menerus, karena risiko akan dihadapi oleh siapa saja, baik besar maupun kecil. Ada lima tindakan pokok dalam pengelolaan risiko, yaitu:30 1. Identifikasi Risiko dan Pemetaan Resiko. Tindakan ini erat kaitannya dengan kemampuan kita untuk menganalisa dan memprediksi berbagai kejadian yang senantiasa dihadapi oleh setiap orang atau Organisasi.
2. Pengukuran Risiko dan Peringkat Resiko. Setelah semua kejadian kita analisa, dan kemungkinan kerugiannya kita ketahui, langkah berikutnya adalah mengukur kerugian-kerugian potensial untuk masa yang akan datang.
3. Menegaskan profil resiko dan rencana manajemen, hal ini terkait dengan gaya manajemendan visi strategis dari organisasi.
Ada beberapa risiko yang dihadapi oleh bank islam seperti risiko kredit, risiko likuiditas, dan risiko pembiayaan. Risiko pembiayaan sering dikaitkan dengan risiko gagal bayar. Risiko ini mengacu pada potensi kerugian yang dihadapi bank ketika pembiayaan yang diberikan kepada debitur macet. Dimana debitur tidak mampu memenuhi kewajiban mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Selain pengembalian modal, risiko ini juga mencakup ketidak mampuan debitur menyerahkan porsi keuntungan yang seharusnya diperoleh oleh bank yang telah disepakati diawal. Konsekuensi penggunaan definisi ini adalah risiko pembiayaan hanya berlaku untuk akad berbasis utang, seperti qardhul hasan, jual beli muajjal dan jual beli salam. Debitur melakukan pembiayaan menggunakan skema akad-akad tersebut, diwajibkan untuk membayar kembali kepada bank sesuai termin yang telah disepakati. Kegagalan debitur melunasi kewajibannya dianggap sebagai kondisi gagal bayar, yaitu gagal dalam membayar cicilan pokok maupun porsi keuntungan. 31 Sedangkan akad berbasis syirkah, yakni mudharabah dan musyarakah, tidak dapat dimasukkan kedalam risiko ini. Debitur dalam dua akad tersebut, tidak diwajibkan untuk mengembalikan modal yang diberikan oleh bank. Apalagi keharusan menyetorkan porsi keuntungan dari hasil usaha berdasarkan nisbah yang disepakati bersama. Realisasi bagi hasil dan pengembalian modal, secara mutlak bergantung pada realisasi hasil bisnis debitur. Jika debitur memperoleh keuntungan, maka bank berhak atas keuntungan kembalinya modal sebesar 100%. Ketika debitur mengalami kegagalan bisnis, maka tidak ada bagi untung, yang ada bagi rugi yang harus ditanggung oleh bank. Bank Indonesia cenderung memilih untuk memasukkan pembiayaan untuk akad mudharabah dan akad musyarakah pada kelompok risiko investasi.
Selain risiko gagal bayar, risiko pembiayaan kadang merujuk pada risiko kredit. Sebenarnya risiko kredit lebih cocok digunakan untuk perbank an konvensional. Karena, konsep skema pada bank konvensional menggunakan konsep kredit. Bank memeberikan sejumlah dana kepada debitur dan kemudian meminta pengembalian disertai sejumlah keuntungan yang diperjanjikan. Melihat skema ini, istialh kredit bisa juga digunakan untuk pembiayaan di bank islam, seperti untuk akad qardul hasan, jual beli muajjal, dan jual beli salam, sedangkan untuk pembiayaan mudharabah dan musyarakah, tidak cocok menggunakan istilah kredit.
Dari kedua istialah diatas, risiko pembiayaan ini muncul akibat kegagalan debitur untuk menyelesaikan kewajibannya. Karena muncul dari sisi debitur, risiko ini disebut counter party risk. Dalam memahami konsep risiko pembiayaan pada bank islam, maka perlu dipahami proses bisnis dari skema pembiayaan bank islam itu sendiri. Dengan memahami proses bisnis, selain mendefinisikan secara lebih komprehensif, kita akan mampu mengidentifikasi titik-titik risiko pada setiap tahapan proses dan sekaligus faktor pemicu terjadinya risiko tersebut. Akhirnya diharapkan pembangunan sistem mitigasi risiko menjadi lebih terarah, tersitematis dan bersifat holistik.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/23/PBI/2011 tanggal 02 November 2011 menyatakan bahwa risiko pembiayaan adalah risiko akibat kegagalan nasabah atau pihak dalam memenuhi kewajiban kepada bank sesuai dengan perjanjian yang disepakati. Termasuk dalam kelompok risiko pembiayaan adalah risiko konsentrasi, yaitu risiko yang timbul akibat terkonsentrasinya penyediaan dana kepada 1 (satu) pihak atau sekelompok pihak, industry, sector dan/atau area geografis tertentu yang berpotensi menimbulkan kerugian cukup besar dan dapat mengancam kelangsungan usaha bank. Risiko pembiayaan dapat bersumber dari aktivitas bank, antara lain aktivitas penyaluran dana bank (landing) baik on balance-sheet maupun off-balancesheet.
B. RISIKO-RISIKO YANG DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM PENYALURAN PEMBIAYAAN
Terdapat lima masalah yang dihadapi oleh bank ketika menyalurkan dananya, yaitu: f. Lemahnya analsis, review dan pengawasan (monitoring) pembiayaan.
Perhitungan Risiko Pembiayaan
Kuantitas dan kalitas exposure financing menentukan ukuran nilai risiko pembiayaan itu sendiri. Kuantitas exposure financing tercermin dari besarnya pinjaman yang diberikan kepada debitur, di mana tingkat exposure financing akan semakin tinggi seiring dengan semakin besarnya pinjaman. Kualitas exposure financing tercermin dari kemungkinan gagal bayar oleh debitur dan kualitas jaminan/agunan yang dikuasaai bank sehubungan dengan fasilitas pembiayaan yang diberikan. Kualitas jaminan yang rendah akan membuat kualitas pembiayaan menjadi rendah pula, sementara risiko pembiayaan yang dihadapi akan semakin tinggi.
Djohanputro 2008 2) Production risk, risiko yang terjadi karena gangguan dalam aktivitas produksi, seperti kerusakan mesin, gangguan pencadangan listrik dan sebagainya yang menyebabkan aktivitas produksi yang dijalankan oleh debitur terganggu dan tidak memenuhi target produksi sesuai kapasitasnya. Alhasil, kemampuan debitur untuk memenuhi kewajibannya menurun.
3) Labor risk, risiko yang terjadi apabila tenaga kerja perusahaan debitur melakukan pemogokan atau demonstrasi sehingga memengaruhi operasional perusahaan.
4) Demand risk, risiko yang terjadi apabila output (barang/produk) hasil produksi ternyata tidak laku di pasaran karena ketinggalan inovasi, hasil produksi cacat dan sebagainya.
Risiko kredit
Gagal bayar
1) Intergrity
Integritas merupakan dasar dari suatu hubungan perbankan yang sehat. Tanpa integritas dapat mengakibatkan: a) Ketidakmampuan memperkirakan risiko; b) Ketidakmampuan bernegosiasi dan memperoleh "win-winsolution"; c) Kurangnya kepercayaan terhadap penggunaan dana bank.
2) Kompetensi
Manajemen yang kurang mampu cenderung kurang dapat mengatasi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi perusahaan, atau bisa juga tidak mampu mengatasi ketatnya persaingan di pasar.
Keputusan manajemen yang lemah dapat menimbulkan masalah bagi perusahaan nasabah yang bermuara pada kegagalan dalam membayar kewajiban kepada bank (default pembiayaan).
3) Aliansi
Aliansi dapat memengaruhi manajemen/kebijakan bank sehingga menyulitkan pendekatan dan negosiasi dengan manajemen. Aliansi tertentu juga dapat menyulitkan posisi manajer untuk berhasil tanpa mengabaikan integritas dan kemampuan mereka. Sementara itu, ada juga perilaku nasabah yang dapat menimbulkan pembiayaan bermasalah, berikut beberapa diantaranya.
1) The empire builder. Tipe ini mempunya karakter sebagai pencari bisnis baru, agresif dan berorientasi pada pertumbuhan.
2) The imnovator. Tipe ini ingin selalu berada di barisan terdapat dalam persaingan, karena itu yang bersngkutan selalu berminat untuk menciptakan produk baru, pasar baru dan cara pelayanan baru.
3) The image builder. Tipe ini lebih senang dianggap berhasil ketimbang keberhasilan yang diperolehnya. Ia cendrung melakukan pengeluaran yang terlalu banyak, pamer dan ingin dipuji di masyarakat.
4) The stagnant manager. Tipe ini lebih senang memelihara perusaha an seperti yang ada saat ini, tidak berusaha untuk mengembangkannya. Laporan atau informasi yang dihasilkan dari sistem informasi manajemen risiko wajib disampaikan risiko wajib disampaikan secara rutin kepada Direksi.
d. Sistem Pengendalian Internal
Bank wajib melaksanakan sistem pengendalian internal secara efektif ter hadap pelaksanaan kegiatan usaha dan operasional pada seluruh jenjang organisasi bank.
Pelaksanaan sistem pengendalian internal setidaknya harus mampu mendeteksi kelemahan dan penyimpangan yang terjadi secara tepat waktu.
Sistem pengendalian internal wajib memastikan: 1) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kebijakan atau ketentuan internal bank;
2) Tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna dan tepat waktu;
3) Efektivitas budaya risiko (risk culture) dan efesiensi dalam kegiatan operasional; dan 4) Efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi bank secara menyeluruh.
Sistem pengendalian internal dalam penerapan manajemen risiko se tidaknya harus mencakup: 1) Kesesuaian sistem pengendalian internal dengan jenis dan tingkat risiko yang melekat pada kegiatan usaha bank;
2) Penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan, prosedur dan limit; Pembiayaan dengan akad murabahah adalah pembiayaan berupa transaksi jualbeli barang sebesar harga perolehan barang ditambah margin keuntungan yang disepakati para pihak (penjual dan pembeli). Besar margin keuntungan dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah atau dalam bentuk persentase dari harga pembeliannya.
Contoh pembiayaan dengan akad murabahah, antara lain pembiayaan pemelikan rumah, pembiayaan kendaraan bermotor, pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi, serta pembiayaan multiguna.
Critical point pembiayaan murabahah:
1) Penyerahan barang/delivery barang dilakukan diawal.
2) Pembayaran dengan angsuran tetap (fixed) dalam jangka waktu tertentu.
Risiko yang mungkin timbul:
Tidak bersaingnya imbal bagi hasil bagi pihak shahibul maal (pemilik dana), khususnya untuk pembiayaan yang memiliki jangka waktu cukup panjang. Akad mudharabah merupakan akad transaksi berbasis investasi atau penanaman modal pada satu kegiatan usaha tertentu. Bank dan nasabah bersepakatan menjalin kerjasama suatu usaha/proyek. Dalam kerja sama itu bank menyediakan modal/dana dan nasabah menyediakan keahlian/ ketrampilan untuk mengerjakan proyek dimaksud.
Pembiayaan dengan akad mudharabah adalah pembiayaan berupa transaksi penanaman modal dari bank kepada nasbah selaku pengelola dana untuk melakukan suatu kegiatan usaha dengan pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan nisbah atau porsi bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya. Kegiatan usaha dimaksud haruslah kegiatan usaha yang sesuai syariah. Contoh pembiayaan mudharabah, antara lain pembiayaan modal kerja, pembiayaan investasi.
Pembiayaan dengan akad musyarakah adalah transaksi penanaman modal dari bank kepada nasabah selaku pengelola dana untuk melakukan suatu kegiatan/proyek dengan pembagian hasil usaha ditetapkan berdasarkan nisbah atau porsi bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya. Contoh pembiayaan dengan akad musyarakah, anatar lain pembiaya an modal kerja, pembiayaan investasi, pembiayaan sindikasi.
Penilaian risiko akad mudharabah dan musyarakah ini meliputi:
2) Shrinking Risk
Faktor yang memengaruhi shrinking risk: a) Unusual Business Risk, yaitu risiko bisnis yang luar biasa yang ditentukan oleh:
(1) Penurunan drastis tingkat penjualan bisnis yang dibiayai.
(2) Penurunan drastis harga jual barang/jasa dari bisnis yang dibiayai.
(3) Penurunan drastis harga barang/jasa dari bisnis yang dibiayai.
b) Jenis bagi hasil yang ditentukan (profit and loss sharing atau revenue sharing).
(1) Profit and loss sharing: shrinking risk muncul jika terjadi loss sharing yang harus ditanggung oleh bank.
(2) Revenue sharing: shrinking risk terjadi jika nasabah tidak mampu menanggung biaya (nafaqah) yang seharusnya ditanggung nasabah sehingga nasabah tidak mampu melanjutkan usahanya.
3) Character Risk
c. Akad Pembiayaan Ijarah dan IMBT
Akad pembiayaan ijarah merupakan akad transaksi pemanfaat hak guna tanpa disertai perpindahan kepemilikan. Pembiayaan dengan akad ijarah adalah pembiayaan bank kepada nasabah untuk transaksi sewamenyewa suatu barang atau jasa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang dimanfaatkan oleh nasabah. Contoh pembiayaan dengan akad ijarah, antara lain: pembiayaan modal kerja; pembiayaan multiguna manfaat barang; pembiayaan multijasa, seperti biaya pendidikan, biaya kesehatan, wisata dan lain-lain; kartu pembiayaan syariah; pembiayaan personal (dengan kombinasi akad).
Critical point pembiayaan ijarah:
1) Penyerahan barang/delivery barang dilakukan diawal.
2) Pembayaran dengan angsuran tetap (fixed) dalam jangka waktu tertentu.
3) Tidak ada perpindahan kepemilikan.
Critical point pembiayaan IMBT:
Ketidak mampuan nasabah membayar angsuran dalam jumlah besar pada akhir periode kontrak jika menggunak metode balloon payment.
Risiko yang mungkin timbul:
1) Jika barang adalah milik bank, timbul risiko asset ijarah tidak produktif karena tidak ada nasabah penyewa.
2) Jika barang bukan milik bank, timbul risiko barang rusak oleh nasabah karena pemakaian tidak normal.
3) Dalam hal jasa tenaga kerja yang disewa bank kemudian disewakan kepada nasabah, timbul risiko pemberi jasa tidak baik performa nya.
Solusi untuk meminimalisasi risiko: 1) Risiko yang timbul karena ketiadaan nasabah merupakan business risk yang tidak dapat dihindari.
2) Untuk risiko yang timbul karena pemakaian diluar kewajiban, bank dapat menetapkan covenant ganti rugi kerusakan barang yang disebabkan oleh pemakaian tidak normal.
3) Untuk risiko yang timbul karena pemberi kerja tidak baik performanya, bank dapat menetapkan covenant bahwa risiko tersebut merupakan tanggung jawab nasabah karena pemberi jasa dipilih sendiri oleh nasabah.
A. GAMBARAN UMUM
Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor : 13/14/PBI/2011 tentang penilaian aktiva bagi bank pembiayaan syariah, Pasal 2 ayat (1) : yang dimaksud dengan "prinsip-prinsip ke hati-hatian dalam penanaman dana" yaitu penanaman dana yang dilakukan antara lain berdasarkan : (a) analisa kelayakan usaha dengan memperhatikan paling kurang 5c (Character, Capital, Capacity, Condition of Economy, and Collateral). (b) Penilaian terhadap aspek perubahan usaha, kinerja (performance) dan kemampuan membayar. Dengan kata lain, penilaian pada Bank di Indonesia sama dengan yang dilakukan di Amerika, yaitu dengan memperhitungkan 5C ditambah dengan Control atau penilaian terhadap aspek-aspek perusahaan. Biasanya pengecekan dapat dilakukan melalui BI Checking. Secara garis besar BI-Cheking dapat diartikan sebagai proses permintaan informasi tentang profil seseorang yang terkait dengan data yang diolah Sistem Informasi Debitur yang dikelola BankIndonesia. Dalam kaitannya dengan pengajuan kredit khususnya kartu kredit, maka BI Cheking itu sendiri bertujuan untuk mengetahui sejauh mana profil calon debitur yang terkait dengan pinjamannya di bank lain, untuk menjadi salah satu pertimbangan pengambilan keputusan.
Proses pembiayaan yang kompleks melibatkan proses yang berawal dari pengumpulan informasi dan verifikasi nasabah serta objek pembiayaan, proses analisis dan persetujuan pembiayaan, proses administrasi dan pembukuan pembiayaan, proses pemantauan pembiayaan, hingga pelunasan dan penyelamatan pembiayaan. Proses pembiayaan merupakan sebuah proses yang terukur dari sisi prosedur yang digunakan, sumber daya yang melaksanakan, waktu penyelesaian proses pembiayaan, serta risiko yang dihadapi bank. Proses pembiayaan dilakukan dengan mengacu pada kebijakan dan pedoman yang telah ditetapkan, serta teradministrasi dan terdokumentasi dengan baik.
Dalam proses pembiayaan harus berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hal itu dikarenakan fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah harus memberikan manfaat bagi keduanya. Pemberian fasilitas pembiayaan harus memberikan manfaat kepada nasabah pemberian berupa pemenuhan kebutuhan pembiayaannya pada saat yang diperlukan dengan pengembalian dana beberapa waktu kemudian. Di sisi lain, pemberian fasilitas pembiayaan juga harus memberikan manfaat bagi bank yaitu berupa pendapatan bagi hasil dan margin atau pendapatan lainnya. Sebagian dari hasil pendapatan tersebut merupakan hak nasabah lain, yaitu nasabah yang menginvestasikan dananya di bank yang mendapat bagi hasil atau bonus (fee) dalam akad wadiah dari dana yang diinvestasikan atau dititipkan oleh nasabah tersebut.
Proses pemberian pembiayaan dari awal hingga akhir dapat diuraikan secara sederhana seperti dalam gambar dibawah ini: 35 Proses pembiayaan yang dilakukan dengan sesuai prosedu, benar, jujur dan patut diharapkan dapat menghailkan nasabah-nasabah yang berkualitas, amanah dan pilihan bagi bank. Nasabah dimaksud adalah nasabah yang amanah yang terseleksi beradasarkan karakter, kapasitas, kelayakan usaha, serta memiliki komitmen membayar angsuran tepat waktu.
Secara umum, proses pembiayaan untuk penggunaan produktif dan pembiayaan untuk penggunaan konsumtif adalah sama. Pembiayaan dengan tujuan penggunaan produktif atau sering disebut pembiayaan produktif, serta pembiayaan dengan tujuan penggunaan konsumtif atau disebut pembiayaan konsumer, tetap harus melewati alur proses pembiayaan sesuai dengan ketentuan yag telah di tetapkan oleh pihak bank.
B. PENGUMPULAN INFORMASI DAN VERIFIKASI
Proses awal suatu pembiayaan adalah pengumpulan informasi dan verifikasi data. Pemberian fasilitas pembiayaan kepada nasabah dimulai dari sebuah permohonan yang diajukan oleh nasabah/calon nasabah. Permohonan nasabah kepada bank untuk mendapatkan fasilitas pembiayaan memuat informasi, antara lain tujuan pembiayaan, junlah plafond pembiayaan yang diajukan, jangka waktu pembiayaan yang diminta, serta informasi lainnya yang dibutuhkan.
Permohonan nasabah tersebut kemudian diproses oleh bank dengan melakukan proses awal berupa pengumpulan informasi/data hingga verifikasi data untuk diolah dan dianalisis. Berikut langkah-langkah yang dilakukan delam pengumpulan informasi dan verifikasi. 36
Pengumpulan Informasi
Pengumpulan informasi merupakan langkah awal yang dilakukan oleh bank dalam memproses sebuah pembiayaan. Informasi yang dikumpulkan akan digunakan dalam proses selanjutnya, yaitu analisis pembiayaan. Informasi yang dikumpulkan, antara lain berkaitan dengan orang atau badan yang mengajukan permohonan pembiayaan, aktivitas bisnis/usaha, perizinan dan jaminan.
Cakupan informasi yang dikumpulkan oleh bank dari nasabah ditentukan oleh jenis penggunaan pembiayaan yang disampaikan oleh nasabah. Pada pembiayaan konsumer dengan tujuan penggunaan konsumsi, seperti pembelian rumah, pembelian kendaraan bermotor dan pembelian barang konsumer lainnya, informasi yang dikumpulkan cukup mengenai identitas pemohon/calon nasabah, sumber penghasilan serta barang yang menjadi objek jaminan/dibiayai. Pada pembiayaan produktif seperti pembiayaan usaha kecil dan menengah (Small Medium Enterprises, disingkat SME), serta pembiayaan usaha besar atau sering disebut pembiayaan korporasi/komersial, informasi yang dikumpulkan cukup banyak. Tidak hanya menyangkut identitas orang/pengurus perusahaan, namun juga informasi terkait aktivitas usaha perusahaan.
Pada pembiayaan produktif, data dan informasi yang diperlukan dalam proses pembiayaan, antara lain:
Verifikasi Data
Setelah mendapatkan data-data informasi calon nasabah, informasi yang telah dikumpulkan untuk diproses perlu dipastikan akurasinya karena proses pembiayaan yang baik dibangun dengan data dan informasi yang akurat. Data dan informasi yang akurat ini sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan pembiayaan yang tepat dan kualitas pembiayaan. Untuk itu, seluruh data dan informasi yang dikumpulkan perlu melewati tahap verifikasi. Hal tersebut diperlukan untuk memastikan keabsahan data dan kesesuaian dengan fakta.
Dalam hal pembiayaan produktif, metode verifikasi data dan informasi yang digunakan, antara lain: 37 a. On the spot checking (OTS) Salah satu cara dalam melakukan verifikasi terhadap calon nasabah adalah dengan on the spot (OTS) yaitu verifikasi berupa kunjungan langsung ke tempat usaha/domisili nasabah/calon nasabah untuk mengecek kebenaran data dengan mengunjungi langsung tempat usaha/domisili dan agunan secara fisik. Selain itu, OTS digunakan untuk menggali aktivitas usaha nasabah.
b. Bank checking
Verifikasi data melalui bank checking dilakukan untuk mengecek informasi pembiayaan sebelumnya beserta kolektibilitasnya. Metode ini dapat dilakukan melalui sistem internal bank dan informasi Nasabah Pembiayaan Individual (IDI) Bank Indonesia. IDI BI adalah informasi mengenai individu atau suatu perusahaan dalam berhubungan dengan bank, fasilitas pembiayaan yang diperoleh, kolektibilitas dan informasi pembiayaan lainnya.
c. Trade checking atau personal checking
Verifikasi data melalui trade checking dilakukan dengan tujuan: 1) Menegtahui dan menilai bagaimana nasabah pembiayaan dalam menjalakan kegiatan bisnisnya;
2) Melihat hubungan dagang yang telah dilakukan oleh calon nasabah pembiayaan;
3) Mengamati bagaimana manajemen perusahaan dalam melakukan kegiatan bisnisnya.
Verifikasi data melalui trade checking dilakukan kepada:
2) Pelanggan;
3) Distributor; 4) Asosiasi terkait usaha nasabah pembiayaan; dan 5) Pihak lain yang dipandang perlu oleh bank.
Checking juga dapat dilakukan lewat market checking, misalnya dengan melakukan kunjungan langsung ke pasar/lingkungan usaha untuk mengetahui brand image produk nasabah.
Pada pembiayaan konsumer, verifikasi data dan informasi dilakukan untuk memastikan kebenaran data pribadi calon nasabah pembiayaan, seperti data tempat tinggal, penghasilan, pekerjaan dan lain-lain.
Verifikasi data dilakukan dengan beberapa metode berikut: 1) Interview nasabah, dilakukan untuk memperoleh keterangan dan mengecek kebenaran data yang diterima bank. Interview dapat dilakukan melalui kunjungan langsung atau telepon kepada calon nasabah, kantor/tempat usaha calo nasabahdan keluarga atau orang dekat calon nasabah.
2) Pengecekan silang, yaitu dengan data yang disampaikan oleh calon nasabah, seperti slip gaji untuk nasabah berpenghasilan tetap (fixed income earner) atau laporan keuangan untuk nasabah berpenghasilan tidak tetap (non-fix income earner) dengan saldo rata-rata mutasi rekening giro/tabungan.
C. ANALISIS DAN PERSETUJUAN PEMBIAYAAN
Tahap selanjutnya adalah analisis dan persetujuan pembiayaan. Informasi/ data yang telah dikumpulkan dan diverifikasi untuk memastikan keabsahan dan akurasinya, kemudian dilakukan analisis. Analisis pembiayaan dilakukan melalui analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis dilakukan oleh bank untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai nasabah dan aktivitas usahanya.
Bank melakukan analisis pembiayaan dengan tujuan untuk mencegah secara dini kemungkinan terjadinya default oleh nasabah. Aalisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi bank syariah dalam mengambil keputusan untk menyetujui/menolak permohonan pembiayaan. Analisis yang baik akan menghasilkan keputusan yang tepat. Analisis pembiayaan merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan sebagai acuan bagi bank syariah untuk meyakini kelayakan atas permohonan pembiayaan nasabah. 38
Pada pembiayaan dengan tujuan konsumer, analisis yang dilakukan relatif lebih sederhana dibandingkan dengan analisis pembiayaan produktif. Pada pembiayaan produktif, analisis terhadap/data jauh lebih kompleks. Semakin besar pembiayaan yang diajukan oleh nasabah, semakin banyak dan dalam informasi yang digali dan dianalisis.
Pada pembiayaan untuk tujuan produktif, analisis pembiayaan meliputi analisis kualitatif, analisis kuantitatif dan analisis agunan yang dilakukan secara komprehensif untuk melihat potret nasabah sekaligus usahanya secara utuh. Berikut penjelasan tahapan analisis pembiayaan yang dilakukan oleh bank atas permohonan pembiayaan yang disampaikan oleh nasabah. 39
Analisis kualitatif
Analisis kualitatif meliputi analisis terhadap aspek character dan capacity manajemen serta condition of economic. Analisis yang mendalam secara kualitatif lazim dilakukan pada pembiayaan produktif. Analisis yang dilakukan menyangkut kemampuan calon nasabah dalam bidang usahanya dan kemampuan manajemen untuk memastikan usaha yang akan dibiayai dikelola oleh barang-barang yang tepat. Penilaian pengurus perusahaan meliputi penilaian atas watak, sifat, pemenuhankewajiban perusahaan terhadap bank, serta sikap yang ditunjukkan dalam berhubungan dengan baik.
2) Reputasi
Penilaian reputasi manajemen yang perlu mendapat perhatian di antaranya: riwayat pendidikan, riwayat bisnis/pekerjaan, leadership, skill dan lain-lain; reputasi usaha nasabah; hubungan keluarga antar-pengurus.
Sumber informasi yang digunakan untuk melakukan analisis pembiayaan terkait aspek manajemen untuk mengetahui karakter seseorang dan perusahaan adalah trade checking atau bank checking.
b. Aspek Teknis Produksi
Analisis aspek teknis produksi dilakukan terhadap pembiayaan yang dilakukan oleh usaha perorangan atau perusahaan dengan penggunaan pembiayaan untuk tujuan produktif. Analisis kualitatif terhadap aspek produksi yang dilakukan antara lain mencakup lokasi usaha, sumber daya manusia, kapsitas produksi, proses produksi, fasilitas pemeliharaan dan sarana serta prasarana berikut:
Penilaian lokasi usaha perlu memperhatikan: peruntukan lokasi usaha; kedekatan dengan bahan baku, daerah pemasaran, tenaga kerja; tidak bertentangan dengan agama, sosial, budaya, dampak lingkungan; pengolahan limbah industri sesuai standar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).
2) Sumber Daya Manusia
Penilaian sumber daya manusia diarahkan kepada sifat dan jenis tenaga kerja/ahli yang ada dan dibutuhkan, bagaimana cara pemenuhannya, dari mana sumbernya, kesesuaian antara tenaga kerja yang ada, dan perencanaan pemakaian tenaga kerja baru dengan rencana kerja/produksi dan sebagainya.
3) Kapasitas produksi
Penilaian produksi dilakukan terhadap kemampuan teknis yang dimiliki perusahaan dalam merealisasikan rencana kerjanya, yaitu mesin-mesin dan alat-alat produksi yang dimilki (jenis, jumlah dan kondisinya); apakah produksi telah mencapai kapasitas maksimal atau masih di bawah kapasitas; kualitas mesin, perbaikan dan pemeliharaan, serta kemudahan memperoleh suku cadang.
4) Fasilitas Pemeliharaan
Penilaian fasilitas pemeliharaan dilakukan memperhatikan aspek: ada tidaknya fasilitas pemeliharaan yang dimilki nasabah, bagaimana peralatannya. Jika tidak memilki, bagaimana pemeliharaan tersebut bisa diperoleh. Penilaian fasilitas pemeliharaan diperlukan agar peralatan produksi terjamin keberadaannya sehingga alat-alat produksi senantiasa dapat berjalan dengan baik.
5) Prasarana dan Sarana
Penilaian terhadap prasarana, sarana dan faktor produksi yang diperlukan untuk kegiatan usaha meliputi: infrastruktr yang diperlukan untuk kegiatan usaha bersangkutan; sumber bahan baku, bahan pembantu; sumber tenaga kerja; sumber energi; sarana transportasi, komunikasi; keamanan, gangguan hama; lahan tempat usaha dalam kualitas dan luas yang memadai.
c. Aspek Pemasaran
Analisis aspek pemasaran berkaitan dengan analisis kemampuan internal nasabah/perusahaan nasabah dalam memasarkan produk dan faktor-faktor eksternal yang dapat memengaruhi pemasaran. Penilaian aspek pemasaran didasarkan atas kemampuan perusahaan memasarkan barang produksi/jasa dan hasil usahanya baik yang direncanakan. Faktor yang perlu diperhatikan dalam aspek pemasaran, antara lain: 1) Produk yang akan dipasarkan.
Hal yang perlu dilteliti, antara lain dapat berupa informasi: product life cycle barang atau jasa tersebut; keberadaan barang subsitusi; keberadaan perusahaan pesaing; jenis branag yang dihasilkan.
2) Segmented costumer
Dalam menentukan segmen pasar yang akan dituju harus menge tahui apakah ada pembeli yang dominan (key buyers) yang membuat perusahaan sangat tergantung, market share, dan lain-lain.
3) Penyaluran distribusi.
Apakah menggunakan jaringan distribusi sendiri atau menggunakan jaringan orang lain.
d. Aspek legal
Analisis terhadap aspek legal meliputi legalitas pendirian perusahaan, legalitas usaha dan perizinan, legalitas permohonan pembiayaan dan legalitas agunan.
1) Legalitas Pendirian Badan Usaha
Analisis terhadap legalitas pendirian badan usaha perlu memperhatikan badan usaha yang berbadan hokum dan badan usaha yang tidak berbadan hokum.
2) Legalitas Usaha dan Perizinan
Dalam analisis legalitas usaha meliputi: status kepemilikan; kesesuaian izin usaha nasabah dengan kegiatan usaha yang tercantum dalam anggaran dasar perusahaan; maka berlaku izin usaha nasabah; penilaian tentang legalitas usaha nasabah.
3) Legalitas Permohonan Pembiayaan
Penilaian ditujukan pada kewenangan pemohon, baik secara individu maupun manajemen perusahaan, sesuai ketentuan anggaran dasar perusahaan.
4) Legalitas Barang Agunan
Penilaian ditujukan pada legalitas barang agunan.
Pada nasabah pembiayaan konsumer, aspek legal yang perlu diperhati kan hanya legalitas agunan seta legalitas usaha jika nasabah pem biayaan konsumer tersebut merupakan segmen wirausaha.
e. Aspek makro ekonomi
Kondisi makro ekonomi dalam negeri maupun global dapat memberikan dampak pada industri yang menjadi bidang usaha nasabah dan industri yang terkait dengan bidang usaha nasabah. Aspek makro ekonomi diperlukan untuk memberikan gambaran bahwa lingkungan eksternla memberikan pengaruh pada bisnis nasabah. Bank perlu melakukan analisis atas kondisi makro ekonomi di dalam negeri maupun global.
Pada pembiayaan produktif untuk perusahaan besar atau segmen korporasi/komersial, khususnya pada perusahaan yang memiliki keterkaitan produk maupun bahan baku yang berhubungan dengan pasar luar negeri, analisis perekonomian mutlka harus dilakukan. Hal tersebut untuk memastikan seberapa besar dampak perekonomian terhadap usaha nasabah dan kelangsungan usaha yang dibiayai bank.
Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dilakukan melalui penilaian atas aspek keuangan nasabah atau calon nasabah. Analisis keuangan peranan penting dan menjadi titik berat dalam analisis pembiayaan. Penilaian terhadap aspek keuangan untuk menlai kelayakan suatu proposal pembiayaan meliputi laporan neraca, laporan laba/rugi, laporan arus kas dan laporan perubahan modal, minimal untuk 3 (tiga) periode akuntansi terakhir.
a. Neraca
Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan posisis keuangan perusahaan dalam suatu tanggal tertentu atau a moment of time, atau sering juga disebut per tanggal tertentu misalnya per tanggal 31 Desember 2009. Posisi yang digambarkan adalah posisi harta, utang dan modal. Menurut Jumingan (2011;13) neraca adalah suatu laporan yang sistematis tentang aktiva (assets), utang (liabilities) dan modal sendiri (owner's equity) dari suatu perusahaan pada tanggal tertentu, biasanya pada saat buku di tutup yakni akhir bulan, akhir triwulan atau akhir tahun.
Manfaat dari laporan neraca adalah aspek likuiditas dan fleksibilitas keuangan perusahaan. Likuiditas dan fleksibilitas keuangan merupakan kondisi tertentu yang harus dipelihara pada kapasitas yang mungkin untuk menghasilkan laba. Likuiditas adalah suatu alat ukur untuk menilai kemampuan perusahaan untuk menunaikan utang-utangnya tepat pada waktu yang telah disepakati. Para pemasok dana jangka pendek sangat berkepentingan dengan likuiditas perusahaan. Sedangkanpara pemasok dana jangka panjang lebih memantau fleksibilitas keuangan perusahaan. Fleksibilitas keuangan adalah suatu alat ukur untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mendapatkan sumber dana. Alatalat likuiditas dan utang-utang perusahaan merupakan titik api dalam pembahasan mengenai likuiditas dan fleksibilitas keuangan.Keduaduanya merupakan komponen neraca, sahingga neraca relevan untuk dipelajari oleh para pengambil keputusan.
b. Laporan Laba/Rugi
Laporan laba-rugi adalah salah satu laporan keuangan dalam akuntansi yang menggambarkan apakah suatu perusahaan mengalami laba atau rugi dalam satu periode akuntansi. Setiap jangka waktu tertentu, umumnya satu tahun, perusahaan perlu memperhitungkan hasil usaha perusahaan yang dituangkan dalam bentuk laporan laba rugi.
Laporan laba/rugi yang disajikan perusahaan jasa pada akhir periode memiliki manfaat, antara lain: 1) Menilai perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari kegiatan usahanya (rentabilitas)
2) Menganalisis pemakaian modal usaha selama satu periode akuntansi.
3) Mengetahui perkembangan perusahaan pada masa mendatang. Laporan sumber dan penggunaan dana adalah laporan mengenai dari mana perusahaan memperoleh dana untuk membiayai kegiatan usahanya dan untuk apa dana tersebut digunakan pada suatu periode tertentu.
Analisis sumber dan penggunaan dana ini sangat penting karena dengan analisis ini bank dapat menegtahui: 1) Kebijaksanaan pembelanjaan yang diambil perusahaan pada periode yang bersangkutan.
2) Perubahan pos-pos aktiva dan perubahan pada pos-pos utang dan modal dalam neraca dapat menunjukkan bertambah atau berkurangnya modal kerja.
Untuk proposal pembiayaan produktif dengan jumlah besar, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis keuangan, antara lain: 40 1) Laporan keuangan yang digunakan adalah laporan keuangan yang sudah diaudit oleh akuntan public dengan periode minimum 3-5 tahun terakhir sebagai dasar analisis keuangan.
2) Opini akuntan public harus yang bukan unqualifled opinion, dan akuntan public pun harus dinilai bonafiditas, independensi dan apakah ia menjunjung tinggi profesinya.
3) Analisis terhadap neraca dilakukan terhadap periode selama 3-5 tahum terakhir, baik analisis secara vertical maupun horizontal.
7)
Rasio-rasio keuangan selama 3-5 tahun terakhir yang meliputi rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas dan rentabilitas.
8) Analisis terhadap perkembangan komposisi pembiayaan modal kerja dengan melihat laporan neraca calon nasabah dari posisi aktiva lancar dan utamg lancarnya. 9) Proyeksi keuangan. Dari proyeksi neraca dan laporan laba/rugi yang dibuat nasabah, bank dapat mengetahui penjualan minimal yang harus dicapai serta menilai kemampuan nasabah dalam mencapai tingkat volume penjualan tersebut. Analisis dapat dilakukan melalui analisis titik impas (break-even point).
Untuk pembiayaan produktif usaha kecil, analisis aspke keuangan tetap dilakukan, namun secara lebih sederhana. Bahkan untuk tujuan penggunaan konsumer yang umumnya bersifat perorangan dan nasabah bukan pengusaha, analisis aspek keuangan seperti tersebut di depan tidak dilakukan.
Analisis Agunan
Menurut Pasal 1 angka 26 UU Perbankan Syariah, pengertian agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syari'ah dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas.Dari ketentuan Pasal 1 angka 26 tersebut terdapat dua istilah, yaitu aguanan dan jaminan. Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan pengertian yang sama terhadap kata agunan dan jaminan. Jaminan, yaitu tanggungan atas pinjaman yang diterima.
Sedangkan menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 menyebutkan bahwa agunan adalah jaminan material, surat berharga, garansi resiko yang disediakan oleh nasabah untuk menanggung pembayaran kembali suatu pembiayaan. 41 Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika bank memberi kan pembiayaan selalu mensyaratkan ada agunan untuk meng ikat anggota pembiayaan. Dalam memberikan pembiayaan bank wajib mem punyai keyakinan atas kemampuan anggotanya untuk melunasi pembiaya an sesuai yang telah disepakati.
b. Bangunan
Pada umumnya agunan dalam bentuk bangunan berupa rumah tinggal, rumah susun, pabrik, gudang, apartemen atau hotel. Untuk melakukan analisis agunan yang berupa bangunan perlu memperhatikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), fasilitas umum, fasilitas sosial, peruntukan bangunan, lokasi bangunan, marketabilitas, kondisi bangunan, luas bangunan, konstruksi bangunan, tahun pendirian/renovasi bangunan, jaminan dengan bank lain dan status legalitas apakah dalam kondisi sengketa dan gugatan atau tidak.
c. Kendaraan Bermotor
Dalam melakukan analisis agunan berupa kendaraan bermotor perlu memperhatikan kondisi fisik kendaraan, kepemilikan kendaraan, umur teknis kendaraan dan surat-surat kendaraan berupa apakah ada pemblokiran pada instansi yang berwenang.
d. Persediaan (Inventory)
Dalam melakukan analisis agunan berupa persediaan perlu memperhatikan jenis barang persediaan, kondisi persediaan, sistem per-usahaan nasabah dalam menentukan nilai persediaan (FIFO, LIFO, average) serta tempat/gudang penyimpanan persediaan.
e. Piutang dagang
Dalam melakukan analisis agunan berupa piutang dagang perlu memperhatikan piutang yang menjadi agunan tersebut merupakan piutang dagang lancar dan memiliki surat-surat atau dokumen yang sah.
f. Mesin-mesin pabrik Dalam melakukan analisis agunan berupa mesin pabrik perlu memperhatikan kondisi fisik mesin, umur teknis mesin, kemudahan/ ketersediaan spare part serta jasa perbaikan mesin tersebut. g. Corporate guarantee dan/atau personal guarantee Dalam melakukan analisis agunan dalam bentuk corporate guarantee perlu memperhatikan kelayakan dan bonafiditas dari penjamin (guarantor) serta memastikan bahwa perjanjian/akta guarantee telah ditandatangani pihak yang berwenang misalya notaris.
Analisis Scoring System pada Pembiayaan Konsumer
Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank Syariah harus selalu mematuhi aturan yang ditetapkan oleh Syariah berdasarkan dalil yang relevan. Pada praktiknya, baik pada bank konvensional maupun bank Syariah, jika terdapat nasabah yang tidak menepati akad perjanjian dengan terlambat dalam membayar hutang angsurannya biasanya dikenakan denda sesuai dengan 13 ketentuan dalam akad. Terkait masalah ini, berdasarkan fatwa MUI (2000), pengenaan denda tersebut diperbolehkan bagi nasabah yang mampu dengan tujuan agar nasabah disiplin. Selain itu, berdasarkan kesepakatan Ulama seperti dalam Majma' Fikih Islami yang bernaung di bawah Munazhamah Mu'tamar Islami ke-12, menyebutkan bahwa denda diperbolehkan pada transaksi finansial bukan pada transaksi hutang pinjaman, dengan nilai berdasarkan kerugian riil (real lost) dan besaran yang wajar. Pendapat ini diperkuat oleh Zuhaili (2011) yang membolehkan pengenaan denda atas keterlambatan pembayaran angsuran pada akad jual beli amanah (ba'iul amanah) seperti murabahah. Lebih lanjut, sesuai dengan fatwa MUI tersebut, para Ulama sepakat bahwa dana denda yang diperoleh tidak boleh diakui sebagai pendapatan bank dan hanya diperbolehkan untuk digunakan sebagai dana sosial. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Jika terdapat nasabah yang tidak menepati akad dengan terlambat dalam membayar angsuran, hendaknya bank Syariah memberikan toleransi dengan melonggarkannya. 2) Laba bersih setelah pajak penghasilan dikurangi kewajiban/ pembiayaan lainnya untuk calon nasabah berpenghasilan tidak tetap (non-fixed income earner).
b. Debt Service Ratio (DSR), yaitu perbandingan antara besarnya angsuran pembiayaan yang diajukan terhadap pengahsilan. Secara umum, besarnya DSR adalah 40%. DSR dapat lebih besar atau lebih kecil dari 40% dengan memperhatikan risk appetite bank terhadap profil target market, misalnya jenis pekerjaan atau besar penghasilan.
c. Jangka Waktu Pembiayaan, yaitu jangka waktu yang dapat diterima dengan memperhatikan karakteristik produk, antara lain ada/tidaknya agunan dan kriteria agunan yang diterima.
d. Limit pembiayaan, yaitu nilai pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank kepad calon nasabah.
Dalam pembiayaan jenis konsumer umumnya selalu menggunakan agunan. Karena itu, perlu memperhatikan hal-hal berikut: a. Agunan Bentuk, jenis, nilai dan status kepemilikan serta pengikatannya ditetapkan oleh masing-masing bank sesuai jenis/peruntukan pembiayaan. Dalam melakukan taksasi/penilaian agunan dapat dilakukan menggunakan penilaian eksternal atau independen/KJPP (kantor Jasa Penilaian Publik) dan juga penilai internal bank, tergantung jenis agunan dan limit pembiayaan yang diterima. Agunan yang dijadikan jaminan pembiayaan harus dilakukan pengikatan sempurna.
b. Loan to Value (LTV)
Yaitu rasion antara plafond pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan pada ssat awal pemberian pembiayaan.
c. Down Payment (DP)
DP yang nasabah keluarkan harus sesuai dengan yang ditetapkan oleh bank untuk limit pembiayaan yang dapat diberikan oleh bank. Beberapa hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan DP antara lain: 1) DP harus berasal dari nasabah (self financing) yang merupakan pembayaran awal uang muka secara tunai dalam rangka pembiayaan, misalnya DP pembelian rumah atau kendaraan bermotor.
2) Besarnya DP dan limit pembiayaan masing-masing produk ditetapkan oleh bank dengan memperhatikan, anata lain: jenis produk, profil target, tingkat kesulitan likuidasi agunan, serta efisiensi dalam penanganan proses pembiayaan.
Evaluasi Kebutuhan dan Persetujuan Pembiayaan
Tahapan berikutnya dalam proses analisis pembiayaan adalah evaluasi kebutuhan pembiayaan. Pemberian fasilitas pembiayaan harus disesuaikan dengan kebutuhan nasabah, dengan tetap memperhatikan kondisi keuangan nasabah.
Bank harus memperhatikan bahwa pembiayaan yang diberikan kepada nasabah telah sesuai dengan kebutuhan dan telah sesuai dengan sumber pengembalian dan kemampuan membayar angsuran nasabah. Hal tersebut untuk menjaga kualitas pembiayaan agar tidak terjadi kredit macet.
Dalam pengajuan permohonan pembiayaan, nasabah sering kali mengajukan jumlah pembiayaan di atas kebutuhan sesungguhnya karena nasabah beranggapan bahwa bank sering menyetujui permohonan jumlah pembiayaan dibawah jumlah yang diajukan. Oleh karena itu, bank perlu memberikan penjelasan bahwa pemberian fasilitas pembiayaan didasrkan atas pada perhitungan realistis kebutuhan nasabah.
Untuk menentukan jumlah pembiayaan yang sesungguhnya, evaluasi kebutuhan pembiayaan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Secara umum, evaluasi pembiayaan dilakukan dengan cara berikut: 44 a. Berdasarkan nilai jaminan Pada umumnya cara ini dilakukan untuk jenis pembiayaan konsumtif. Ambil contoh jaminan yang diberikan oleh nasabah untuk memperoleh pembiayaan adalah tanah dan rumah bersertifikat. Dari jaminan itu bank dapat memperkirakan nilai wajar jaminan tersebut dengan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) dan harga pasar serta mempertimbangkan marketability. Kemudian bank akan memberikan perhitungan pembiayaan sesuai dengan kebijakan bank, misalnya 60% dari NJOP jaminan atau nilai wajar.
Begitu pula jika yang dijaminkan berupa kendaraan bermotor, sangat ditentukan oleh kondisi motor, tahun pembuatan, atau pemakaian sehingga diketahui harga pasarnya. Bank dapat menghitung nilai wajat jaminan tersebut, kemudian menentukan besar pembiayaan sesuai dengan ketentuan bank.
D. ADMINISTRASI DAN PEMBUKUAN PEMBIAYAAN
Setelah melewati tahap analisis dan persetujuan, akan memperoleh hasil bahwa pembiayaan tersebut diterima atau ditolak. Apabila ditolak maka proses pembiayaan sudah selesai dan berkas akan dikembalikan kepada nasabah tersebut, namun apabila diterima permohonan pembiayaan tersebut makan tahap selanjutnya adalah proses administrasi dan pembukuan pembiayaan. Proses tersebut meliputi beberapa proses berikut:
Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan (SP3)
Setelah aplikasi permohonan pembiayaan di accept/diterima dari pejabat pemutus, maka bank akan menerbitkan Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan (SP3) dan melakukan konfirmasi kepada nasabah. Penerbitan dan konfirmasi Surat Penegasan Persetujuan Pembiayaan (SP3) bertujuan untuk memastikan: a. Dokumen yang disyaratkan sesuai dengan usulan yang ditetapkan oleh pejabat pemutus harus dipenuhi oleh calon nasabah.
b. Bersifat tidak mengikat secara legal. Pemberian fasilitas pembiayaan dapat dicairkan tergantung dari pemenuhan ketentuan/persyaratan serta kesesuaian dengan prosedur persetujuan pembiayaan.
c. Konfirmasi persetujaun dan biaya-biaya yang timbul (misalnya biaya asuransi, notaris, administrasi bank dan lain-lain) kepada nasabah pembiayaan, yang selanjutnya menjadi dasar untuk melakukan penandatangan perjanjian pembiayaan dan pengikatan agunan serta pengikatan lainnya yang terkait.
Akad pembiayaan
Perjanjian pembiayaan antara nasabah dan bank merupakan perikatan secara tertulis dengan jenis akad yang sesuai dengan tujuan dari fasilitas pembiayaan tersebut. Perjanjian pembiayaan antara nasabah dan bank mengatur hak dan kewajiban para pihak sebagai akaibat adanya transaksi pembiayaan.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam akad perjanjian pembiayaan, antara lain: a. Domisili hukum. b. Struktur pembiayaan yang telah disetujui (jumlah plafond, nisbah/ margin, persyaratan dan lainnya) telah dicantumkan dalam perjanjian pembiayaan.
c. Pastikan bahwa perjanjian pembiayaan mengikat dan berkekuatan tetap.
d. Dokumen-dokumen pembiayaan harus ditandatangani nasabah dan yang berwenang dari perusahaan nasabah.
Pengikatan Agunan
Setelah melakukan akad penandatanganan perjanjian pembiayaan, bank akan mendapatkan dokumen agunan sehingga dapat melakukan pengikatan. Dokumentasi/pengikatan agunan harus lengkap/sempurna agar tidak menimbulkan masalah yang tidak dikehendaki.
Pengikatan agunan dapat berupa Hak Tanggungan (HT), Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), Fidusia, Gadai atau Hipotek, yang disesuaikan dengan jenis objek yang menjadi agunan.
Untuk nominal pembiayaan kecil, pada umumnya agunan hanya di-cover dengan Surat Kuasa Menjual.
Penutupan Cover Asuransi Agunan
Penutupan asuransi agunan merupakan salah satu upaya mengamankan agunan dan memperkecil risiko pembiayaan. Besar dan jangka waktu penutupan adalah minimal senilai agunan selama jangka waktu pembiayaan. Selain melakukan cover asuransi agunan, ada juga penutupan asuransi jiwa berlaku pada nasabah pembiayaan konsumer atau pembiayaan tanpa agunan.
Klausul dalam polis asuransu harus jelas tertera di dalam banker's clause, yaitu suatu klausul atau syarat khusus yang wajib tertulis dan terlekat pada polis atas harat benda atau barang yang dipertanggungkan di bawah polis tersebut.
Dengan banker's clause berarti terjadi kesepakatan antara bank dengan tertanggung (nasabah pembiayaan) bahwa jika terjadi kerugian yang dapat dibayar di bawah polis tersebut, penanggung akan membayarkannya kepada bank sebesar yang menjadi haknya tanpa mengurangi hak tertanggung atas selisihnya.
Disbursement (Pencairan Pembiayaan)
Tahapan pencairan pembiayaan adalah tahapan saat fasilitas pembiayaan diserahkan kepada nasabah dalam bentuk pencairan dana fasilitas pembiayaan. Pencairan dapat dilakukan setelah dipastikan bahwa seluruh persyaratan pembiayaan dan tahapan sudah dipenuhi nasabah.
E. PEMANTAUAN PEMBIAYAAN
Setalah fasilitas pembiayaan yang telah dicairkan ke nasabah langkah selanjutnya adalah pemantauan untuk memastikan bahwa penggunaan fasilitas pembiayaan telah sesuai dengan tujuan pembiayaan, memastikan bahwa pemberian fasilitas pembiayaan berdampak pada kinerja usaha nasabah dan memastikan bahwa naaabh memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban nasabah kepada bank yakni angsuran yang telah ditetapkan setiap bulannya.
Pemantauan pembiayaan merupakan rangkaian aktivitas untuk mengetahui dan memonitor perkembangan usaha sejak pembiayaan diberikan sampai lunas. Pemantauan pembiayaan oleh bank terhadap nasabah dilakukan melalui beberapa kegiatan terhadap: Nasabah yang menunjukkan kinerja yang baik dapat dipertimbangkan untuk diperpanjang bahkan ditingkatkan pembiayaannya. Sebaliknya, terhadap nasabah yang tidak memperlihatkan kinerja pembiayaan yang baik bahkan memburuk, bank akan melakukan upaya-upaya penyelamatan dan penyelesaian pembiayaan.
F. PELUNASAN DAN PENYELAMATAN PEMBIAYAAN
Proses tekahir dari alur pembiayaan adalah pelunasan prmbiayaan. Pelunasan pembiayaan tejadi sesuai jangka waktu pembiayaan berakhir atau bisa juga pelunasan dipercepat. Pada saat jatuh tempo pembiayaan, usia pembiayaan segera berakhir. Pada saat itulah nasabah wajib menyelesaikan kewajiban berupa pelunasan pembiayaan.
Pelunasan pembiayaan idealnya terjadi sesuai dengan jangka waktu pembiayaan yang disepakati oleh nasabah dan bank pada saat akad pembiayaan. Tetapi bisa juga terjadi, karena keinginan nasabah melakukan pelunasan dipercepat. Hal itu dapat dilakukan selama di dalam akad diatur bahwa terjadi kesepakatan baru antara nasabah dan bank.
Bisa juga pelunasan terjadi di luar jadwal yang telah ditetapkan dalam akad pembiayaan karena pembiayaan bermasalah. Jika pembiayaan bermasalah, pelunasan bisa terjadi di luar kesepakatan awal. Hal itu dapat terjadi apabila nasabah sudah tidak mampu membayar angsuran kemudian di jual kepada orang lain untuk menutupi sisa hutang nasabah tersebut. Bank wajib berupaya memperbaiki kualitas pembiayaan nasabah nasabah secara maksimal. Yang menjadi tujuan akhirnya adalah penyelamatan pembiayaan sehingga menjadi sehat kembali.
Ketidak lancaran nasabah dalam membayar pokok maupun bagi hasil/profit margin pembiayaan mengakibatkan adanya kolektibiltas pembiayaan dikategorikan menjadi empat macam yaitu: Pada pembiayaan untuk tujuan penggunaan produktif dengan jumlah pembiayaan yang besar, berikut beberapa strategi bank yang biasa digunakan dalam penyelamatan pembiayaan. 46
Restrukturisasi
Salah satu bentuk upaya penyelamatan yang lazim dilakukan oleh bank terhadap nasabah yang mulai mengalami kesulitan adalah restrukturisasi pembiayaan. Restrukturisasi pembiayaan merupakan upaya perbaikan yang dilakukan oleh bank terhadap nasabah pembiayaan yang berpotensi atau mengalami kesulitan memenuhi kewajiban.
Likuidasi Agunan
Likuidasi agunan merupakan pencairan agunan atas fasilitas pembiayaan nasabah pembiayaan nasabah pembiayaan untuk menurunkan atau melunasi kewajiban pembiayaan nasabah pembiayaan kepada bank. Likuidasi agunan dapat dilakukan melalui penjualan agunan maupun penebusan agunan.
a. Penjualan Agunan
Penjualan agunan nasabah pembiayaan dapat dilakukan di bawah tangan maupun pelelangan umum. 1) Penjualan agunan di bawah tangan.
Penjualan agunan pembiayaan di bawah tangan dapat dilakukan terhadap agunan yang belum/tidak diikat maupun yang telah diikat. Penjualan agunan di bawah tangan dapat dilakukan oleh pemilik agunan dengan persetujuan nasabah pembiayaan sepanjang diperoleh harga tertinggi dan telah mendapat persetujuan bank. Bank memberikan batas waktu tertentu kepada nasabah pembiayaan atau pemilik agunan untuk merealisasi penjualan agunan.
2) Penjualan agunan dengan cara lelang.
Penjualan agunan dengan cara lelang adalah penjualan agunan melalui pelelangan umum dengan harag minimal sebesar nilai limit lelang yang telah ditentukan, dan bertujuan menurunkan atau melunasi kewajiban pembiayaan nasabah pembiayaan.
Penjualan secara lelang tertinggi menjadi 2 (dua) jenis: 1) Lelang sukarela, yaitu penjualan agunan secara lelang yang dilakukan oleh nasabah pembiayaan selaku pemilik agunan atau oleh pemilik agunan atas agunan yang belum/tidak dilakukan pengikatan.
2) Lelang eksekusi, yaitu penjualan agunan secara lelang yang dilakukan oleh bank atas agunan yang telah dilakukan pengikatan.
b. Penebusan Agunan
Penebusan agunan pembiayaan adalah pencairan/pencairan agunan pembiayaan dari bank oleh pemilik agunan/ahli waris pemilik agunan (bukan nasabah pembiayaan) dalam rangka penyelesaian pembiayaan dengan menyetorkan sejumlah uang uang besarnya ditetapkan oleh bank.
1) Penyelesaian Pembiayaan Melalui Pihak Ketiga
Penyelesaian pembiayaan melalui ketiga dapat dilakukan melalui Pengadilan Negeri atau melalui Pengadilan Niaga. Penyelesaian pembiayaan melalui Pengadilan Negeri dapat dilaksanakan dengan cara somasi, eksekusi hak tanggungan/hipotik/credit verband/fidusia dan gugatan.
Non Performing Financing (NPF) Disposal
Non Performing Financing (NPF) Disposal adalah upaya penyelesaian pembiayaan bermasalah dengan melakukan penjualan asset pembiayaan bermasalah (individu/portofolio pembiayaan bermasalah). Asset/pembiayaan bermasalah yang dapat dijual tersebut harus telah memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang telah ditetapkan.
Pada pembiayaan konsumer atau pembiayaan usaha kecil, usaha penyelamatan pembiayaan tetap sama, dengan tingkat kompleksitas yang lebih sederhana. Namun intinya bahwa setiap fasilitas pembiayaan, baik itu pembiayaan besar atau kecil, pembiayaan produktif atau konsumer, langkahlangkah penyelamatan tetap dilakukan pada pembiayaan dengan tujuan menjaga atau memperbaiki tingkat pembiayaan yang berkualitas.
A. PENGERTIAN IMBAL HASIL PEMBIAYAAN
Sesuai dengan keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan pasal 1 Butir 2, pembiayaan adalah kegiatan yang berbentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung. Dilihat dari sisi praktik dalam perbankan syariah, selain dana, yang menjadi objek perjanjian adalah barang modal. Adanya pemisahan objek perjanjian dana dan barang modal meminjam dana berarti riba. Dari uraian-uraian tersebut, dapat bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah kegiatan berupa penyediaan dana atau barang dari pihak bank kepada nasabah sesuai kesepakatan yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan dana atau barang setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil yang didasari prinsip syariah, yaitu prinsip mudharabah, musyarakah, murabahah dan ijarah.
Dalam kegiatan perbankan syariah sehari-hari, ada dua jenis yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu bagi hasil dan keuntungan. Imbalan simpanan adalah harga yang diberikan sebagai rangsangan atau imbal hasil bagi nasabah yang menempatkan dananya di bank. Imbalan bagi hasil simpanan merupakan beban yang harus dikeluarkan oleh bank kepada nasabahnya, seperti giro, tabungan dan deposito. Seperti bunga pinjaman pada bank konvensional adalah bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank, seperti bunga kredit.
Mengingat pentingnya peran imbal hasil dalam industry perbankan dan perekonomian nasional, maka diperlukan perhitungan imbal hasil yang efektif agar tidak merugikan bank atau negara.
Imbal hasil pada bank syariah dapat diartikan sebagai pembagian hasil yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang menyimpan dananya atau diberikan oleh bank pada nasabah yang menerima manfaat dana pinjaman dari bank berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Imbal hasil pembiayaan pada bank syariah dapat juga diartikan sebagai sejumlah dana yang harus dikeluarkan oleh nasabah yang memperoleh dana dari bank kepada bank dalam bentuk pembiayaan.
Dalam pengertian lain, penetapan tingkat imbal hasil pembiayaan pada bank syariah dapat berbentuk seperti penentuan tingkat harga (price) dari komoditas yang diperjualbelikan oleh bank dalam hal ini komoditas dinilai dalam bentuk nilai uang. Penentuan tingkat imbal hasil ata dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan pada giro, tabungan atau deposito adalah imbal hasil yang diberikan oleh bank kepada nasabah yang menyimpan dananya. Sedangkan tingkat imbal hasil atas dana yang disalurkan kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan adalah imbal hasil yang diterima bank dari nasabah pembiayaan. Dengan demikian, bank dapat memperkirakan dan mencatat keuangan yang diperoleh dari selisih antara imbal hasil dana simpanan nasabah dan imbal hasil pembiayaan pada buku bank (banking book).
Dari situ jelas bahwa tinggi rendah atau besar kecil tingkat imbal hasil dapat menentukan besar kecil keuntungan yang diperoleh bank. Selisish imbal hasil dana simpanan nasabah dan imbal hasil pembiayaan disebut margin imbal hasil/margin keuntungan.
B. SISTEM PEMBIAYAAN SYARIAH
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian fasilitas penyediaandana untuk mememenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat peggunaannnya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut :
1. Pembiayaan produktif , yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif , yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Dilihat dari sisi hokum positif, sistem pembiayaan syariah pembiayaan syaraiah berkaitan dengan pembiayaan terhadap nasabah berdasarkan prisnisp bagi hasil terdapat dalam pasal 1 angka 12 UU Nomor 10 tahun 1998. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain. Pihak bank mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan dana atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan perbankan syariah mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga memungkinkan timbulnya berbagai macam permasalahan hokum berkaitang dengan mekanisme atau proses dari pola pembiyaan tersebut. Sumber pendapatan perbankan syariah berasal dari distribusi pembiayaan (debt financing), antara lain:
1. Bagi hasil atas kontrak mudharabah dan kontrak musyarakah.
Keuntungan atas kontrak jual beli (al-bai').
3. Hasil sewa atas kontrak ijarah dan ijarah wa iqtina. 4. Fee dan biaya administrasi atas jasa-jasa syariah lain.
Ada yang menyebut bagi hasil pembiayaan deeengan istilah profit sharing. Menurut ekonomi, profit sharing dapat diartikan bagian laba, yaitu distribusi beberapa bagian dari laba kepada para pegawai suatu perusahaan. Meskipun demikian, ada yang menyebut bagi hasil dengan istilah profit an Loss Sharing (PLS). Dalam perbankan syariah, istilah tersebut dapat diartikan bahwa bank syariah akan memberikan sumber pembiayaan (financial) kepada peminjam (debitur), berdasarkan bagi risiko dan keuntungan (menyangkut keuntungan maupun kerugian) yang berbeda dengan pembiayaan (finansial) sistem bungan pada dana perbankan konvensional yang risiko bisnisnya ditanggung oleh pihak peminjam. Dengan demikian, tampaknya istilah Profit and Loss Sharing lebih baik daripada Profit Sharing karena dalam prinsip bagi hasil bukan nhanya keuntungan yang dibagikan, tetapi juga kerugian sesuai dengan porsinya. Seperti yang sudah diketahui, Islam menggunakan sistem bagi hasil dan tidak menggunakan sistem bunga. Sistem ini didasarkan pada prnsip kerjasama dalam ekonomi Islam yang dapar menciptakan kerja produktif masyarakat sehari-hari yang meliputi:
D. JENIS DAN TINGKATAN IMBAL HASIL PEMBIAYAAN SYARIAH 47
Pembiayaan merupakan salah satu kegiatan pokok bank syariah, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak tertentu. Menurut sifat penggunannya, pembiayaan dibagi menjadi dua:
1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang bertujuan memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dibagi menjadi:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan, baik untuk peningkatan produksi maupun keperluan perdagangan.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal serta fasilitas.
Bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melainkan dengan menjalin hubungan partnership dengan nasabah. Di sini bank bertindak sebagai pihak penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai pengusaha (mudharib). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu, sedangkan bagi hasil secara periodik dengan nisbah yang telah disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum dibagikan) yang menjadi bagian bank. Prinsip bagi hasil menurut syariah yang sering dipakai adalah mudharabah dan al musyarakah.
Tingkat imbalan atau imbal hasil pada pembiayaan ditentukan oleh jenis pembiayaan yang diberikan oleh bank kepada nasabah berdasarkan prinsipprinsip syariah dengan cara antara lain: 2) Dengan menerapkan prinsip ijarah, yaitu pencairan pembiayaan dilakukan dengan pembelian aktiva yang disewa/sewa beli.
3) Dengan menerapkan prinsip mudharabah, yaitu pencairan pembiayaan dilaksanakan dengan memberikan dana dalam suatu rekening giro escrow yang telah disepakati kedua belah pihak. 4) Dengan menerapkan prinsip rahn dan qardh, yaitu pelaksanan pencairan pembiayaan dilakukan dengan memberikan dana kepada debitur atau dipindah bukukan sesuai permintaan nasabah.
b. Pengembalian angsuran pokok pembiayaan. Pembiayaan angsuran pokok pembiayaan pada Bank Umum Syariah atau UUS (Unit Usaha Syariah) dilakukan dengan cara, antara lain: 1) Pembiayaan berjangka waktu dibawah satu tahun. Pembayaran pokok pembiayaan pada pembiayaan berjangka waktu dibawah satu tahun dapat dilakukan pada saat jatuh tempo.
2) Pembiayaan berjangka waktu di atas satu tahun. Pembayaran pokok pembiayaan pada pembiayaan dengan jangka waktu di atas satu tauhn dapat dilakukan dengan cara diangsur secara proporsional selama jangka waktu pembiayaan. Yang dimaksud secara proporsional adalah pembayaran angsuran sesuai dengan arus kas (net cash inflow) dari usaha nasabah.
c. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/proyek yang dibiayai. Perkiraan tingkat keuntungan/margin bisnis/proyek yang dibiayai dihitung dengan mempertimbangkan, antara lain:
1) Perkiraan penjualan: volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan setiap bulan. Fluktuasi harga penjualan. Rentang harga penjualan yang dapat dinegosiasikan. Margin keuntungan setiap transaksi.
2) Lama cash to cash cycle: lama proses barang. Lama persediaan. Lama piutang. Perkiraan biaya-biaya langsung; yang dimaksud biaya-biaya langsung adalah biaya yang berkaitan langsung dengan kegiatan penjualan, seperti pengangkutan, biaya pengemasan dan biaya-biaya yang lazim dikategorikan dalam Cost Of Good Sold (COGS). Perkiraan biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan penjualan, seperti biaya listrik, biaya telepon dan biaya lainnya yang dikategorikan tidak berkaitan langsung dengan kegiatan penjualan.
3) Sumber pengembalian pembiayan: ketentuan sumber pengembalian pembiayaan yang diterapkan oleh bank syariah, antara lain pembiayaan harus didasari keyakinan adanya sumber pengembalian yang diharapkan dan diamankan sehingga kepentingan bank senantiasa terlindungi. Sumber pengembalian pembiayaan pada dasarnya harus bersumber dari aktivitas investasi nasabah.
4) Asset conversion lending: 1) Pengembaliannya diharapkan berasal dari hasil konversi aset lancar (piutang dan persediaan) yang dibiayai. 2) Analis harus meyakini bahwa seluruh risiko dapat dikendalikan sehingga konversi aset dapat selesai dengan sempurna. 3) Pembiayaan harus dilunasi seiring dengan berakhirnya siklus musiman.
5) Asset protection lending: kebutuhan modal kerja bersifat "permanent" sehingga hasil konversi aset lancar tidak dapat dijadikan sumber pengembalian karena kebutuhan dananya dibutuhkan selama usaha terus berputar (going concern) dan berkembang (tumbuh). Dalam pembiayaan ini "pertumbuhan" menjadi faktor kunci. Pembiayaan ini "pertumbuhan" menjadi faktor kunci. Pembiayaan bank tidak diajukan untuk jangka waktu singkat melainkan untuk jangka waktu yang belum selama usaha nasabah tumbuh dan berkembang (evergreen). Pengembalian pembiayaan sekaligus dalam fasilitas ini sulit diharapkan kecuali jika ada sumber dana lain yang menggantikan pembiayaan.
d. Kondisi likuiditas bank. Apabila kekurangan dana sementara permohonan pembiayaan meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kebutuhan dana tersebut cepat terpenuhi adalah melakui penawaran produk simpanan yang memberikan imbalan yang menarik dan bersaing namun tetap berdasarkan prinsip syariah, misalnya menerbitkan Obligasi Syariah (Sukuk) berlandaskan akad ijarah. Pada umumnya imbalan yang diberikan pada nasaabh atau investor yang membeli sukuk lebih tinggi dibandingkan dengan imbalan yang diberikan untuk dana simpanan (dana pihak ketiga) nasabah.
e. Persaingan (market competition). Dalam menghadapi dunia persaingan pada industri perbankan, baik dlaam upaya perolehan dana simpanan maupun upaya penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan, tidak hanya diperlukan produk-produk yang inovatif, tetapi juga dibutuhkan serta disukai masyarakat. Strategi marketing yang memadai dapat berupa promosi, periklanan, hadiah dan servis yang baik yang tentunya akan menimbulkan biaya.
f. Kebijakan regulator perbankan/pemerintah. Regulasi yang diterapkan oleh regulator perbankan yang wajb dilaksanankan oleh bank, seperti batas tingkat imbal hasil dana simpanan nasabah atau batas imba hasil pembiayaan atau peentapan kebijakan tight money policy dalam rangka pengelolaan inflasi atau moneter secara nasional. Penetapan Giro Wajib Minimum atas dana tunai yang ditempatkan kepada rekening giro di Bank Indonesia terhadap jumlah total Dana Pihak Ketiga bank sebagai cadangan likuiditas bank dan premium penjaminan yang harus dibayar oleh bank merupakan komponen biaya yang juga harus diperhitungkan dalam penetapan tingkat imbal hasil pembiayaan.
g. Reputasi perusahaan/debitur. Bonafiditas debitur pembiayaan menjadi salah satu dasar pertimbangan penetapan tingkat imbal hasil pembiayaan yang diberikan. Dengan adanya keyakinan jaminan pengembalian dana pembiayaan secara tepat waktu sesuai yang
F. METODE IMBAL HASIL PEMBIAYAAN
Metode imbal hasil pembiayaan pada bank syariah berdasarkan prinsipprinsip syariah secara umum dapat digolongkan menjadi dua: 48
Penetapan Tingkat Imbal Hasil Pembiayaan Berdasarkan Risk Based Pricing
Penetapan tingkat imbal hasil pembiayaan berdasarkan Risk Based Pricing dalam industri perbankan pada umumnya didasarkan pada konsep perhitungan biaya dana (cost of fund). Cost of funds dapat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain: a. Kebutuhan dana suatu bank untuk membayar kewajiban jatuh temponya maupun penarikan nasabah sewaktu-waktu sehingga bank harus menaikkan suku bunga dana teretntu agar dana yang diperlakukan dapat segera terpenuhi.
b. Komposisi sumber/struktur dana pihak ketiga (DPK), jangka waktu, tingkat bunga diberikan, ketentuan GWM, persaingan antar bank, kebijakan pemerintah, target laba, kualitas kredit dan tingkat bunga baik dalam maupun luar negeri (SIBOR, LIBOR, dll), tingkat efesiensi bank, hubungan dengan nasabah prime customer dan non-prime customer, dan biaya promosi serta biaya lainnya yang berkaitan dengan penghimpuanan dana.
Metode/cara perhitungan biaya dana (cost of fuds/COF) yang umumnya diterapkan oleh bank, baik bank konvensional maupun bank berbasis syariah, terdiri atas 3 (tiga) cara: a. Metode biaya dana rata-rata tertimbang (weighted average cost of loanable funds method). Perhitungan dalam metode ini adalah berdasarkan kondisi biaya dana bank yang sesungguhnya terjadi. Dalam hal ini biaya dana bank yang sesungguhnya terjadi. Dalam hal ini biaya dana dihitung atas dasar peran masing-masing jenis/ sumber dana, termasuk dengan memperhitungkan likuiditas wajib minimal yang diambil dari angka yang actual (efektif) sesuai dengan keperluan bank sehari-hari dan dengan memperhitungkan biaya premi penjaminan yang dibayar oleh bank atas dana simpanan nasabah. Metode ini menunjukkan besar biaya dana yang lebih riil, dan secaralangsung menunjukkan besar cost of funds atau biaya yang harus dibayar oleh bank. Metode biaya dana rata-rata historis (historical average cost of funds method). Metode biaya dana rata-rata historis merupakan cara yang paling sederhana dan paling mudah untuk menghitung biaya dana bank, yaitu dana dibagi dengan total dana yang berhasil dihimpun bank yang bersangkutan pada tahun/waktu yang menggambarkan angka/nilai cost of funds yang berlaku sekarang, tetapi hanya menggambarkan biaya dana yang telah dikeluarkan pada masa yang telah lewat. Metode ini digunakan jika tingkat imbal hasil dana stabil, tidak naik, atau turun. Namun jika suku bunga berfluktuasi, angka COF tidak dapat dijadikan pegangan dalam menentukan lending rate.
c. Metode biaya dana marginal. Metode ini merupakan metode dengan biaya yang dibayar bank untuk mendapat tambahan dana dan memperoleh keuntungan (spread) yang diterima dari penambahan aset yang dibiayai dengan dana yang diperoleh tersebut. Dalam metode biaya dana marginal atau sering disebut metode biaya dana incremental, pihak bank menghitung dan menetapkan biaya dana berdasarkan cost factors. Artinya, penetapannya dihitung atas dasar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan sejumlah dana menurut tingkat imbal hasil pasar yang berlaku ditambah margin/ nilai keuntungan yang diharapkan oleh bank. Metode ini biasanya digunakan untuk memenuhi permintaan kebutuhan pembiayaan nasabah tertentu yang biasanya merupakan prime/preference customer.
Penetapan Imbal Hasil Pembiayaan Berdasarkan Tingkat Imbal Hasil
Pasar.
Tingkat imbal hasil pasar adalah market rate of yield, yaitu imbal hasil simpanan dan pembiayaan atau penempatan dana yang besarnya didasarkan atas mekanisme pasar. Tingkat imbal hasil pasar dapat diketahui melalui media massa dan data public yang tersaji pada website Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan. Metode lain yang diterapkan pada bank syariah dalam menentukan imbal hasil pada pembiayaan ada 3 (tiga): a. Penentuan Imbal Hasil Didasarkan Nisbah Bagi Hasil Keuntungan.
Imbal hasil yang didasarkan pada nisbah bagi hasil keuntungan pada pembiayaan bank syariah ditentukan berdasarkan perkiraan keuntungan yang diperoleh nasabah dibagi dengan referensi tingkat keuntungan yang telah ditetapkan dalam rapat ALCO. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/ proyek yang dibiayai dihitung dengan mempertimbangkan: a. Posisi perhitungan imbal hasil.
Berkaitan dengan perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima, bank syariah dapat berada dalam dua posisi yang berbeda:
1) Bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai mudharib dan nasabah sebagai sahibul maal.
2) Bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai sahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.
b. Tahap perhitungan bagi hasil.
1) Tahap I: Menentukan bagi hasil yang akan digunakan.
2) Tahap II: Menghitung pendapatan yang akan dibagi hasil, menghitung saldo rata-rata harian sumber dana, menghitung saldo rata-rata harian penyalur dana.
3) Tahap III: Distribusi bagi hasil pendapatan kepada masing-masing nasabah sesuai nisbah yang disepakati, menghitung proporsi bagi hasil pendapatan untuk setiap jenis sumber dana, menghitung pendapatan bagi hasil untuk nasabah dan bank.
c. Dalam praktik perbankan, gross profit sharing yang dibagi hasil kepada pihak ketiga meliputi: 1) Margin bank yang meliputi margin murabahah, salam, dan istishna. Apabila ada pemberian potongan kepada nasabah, maka potongan tersebut akan mengurangi margin bank.
Rata-Rata Historis.
3) Marginal Cost of Funds Method atau Metode Biaya Dana Marginal.
Dari ketiga cara tersebut, metode yang sering digunakan oleh bankbank komersial adalah metode WACOF (Weighted Average Cost of Funds). Metode perhitungan biaya dana tersebut dilakukan dengan memperhatikan komposisi serta peran masing-masing sumber dana secara proporsional sehingga dapat menggambarkan biaya dana yang dihimpun oleh bank secara keseluruhan. Dengan memperhatikan besar Giro Wajib Minimum ditambah kas Minimum akan dihasilkan besar Reserve Requirement yang harus dipelihara oleh bank. perhitungan dengan metode ini dilakukan dengan menjumlahkan seluruh dana berbiaya yang dihimpun, kemudian membuat share atau komposisi dana dengan pembobotan dalam persentase (%), tingkat bunga masing-masing sumber dana, besar Reserve Requirement (RR) yang terdiri atas GWM dan Kas Minimum, berdasarkan besar RR hitung biaya bunga efektif yang ditanggung.
h. Sistem pembiayaan berdasarkan prinsip syariah menurut sudut pandang yuridis adalah sebagai berikut.
1) Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah dan musyarakah.
2) Pembiayan jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, dan as-salam.
3) Pembiayaan sewa-menyewa berdasarkan prinsip ijarah (sewa murni) dan ijarah al-muntahiya bit-tamlik (sewa beli atau sewa dengan hak opsi).
i. Sistem bagi hasil.
Bagi hasil adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik modal dengan nasabah sebagai pengelola modal untuk memperoleh keuntungan dan membagi keuntungan yang diperoleh berdasarkan nisbah yang disepakati. Pembiayaan dengan sistem bagi hasil ada dua macam, yaitu berdasarkan prinsip mudharabah dan prinsip musyarakah. Menurut syariah bagi hasil diperbolehkan sebab Rasulullah telah melakukan bagi hasil saat beliau mengambil modal dari Siti Khadijah sewaktu berniaga ke Syam. Dalam praktiknya, sistem bagi hasil ini ada dua:
1) Bagi Hasil Berdasarkan Prinsip Mudharabah
Secara umum ada beberapa pengertian tentang mudharabah. Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak, dimana pihak pertama sebagai pemilik modal dan pihak kedua sebagai pengelola modal. Keuntungan dari kerjasama tersebut dibagi untuk kedua belah pihak sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam perjanjian. Menurut Abdullah Saeed,mudharabah is a contract between two parties where by one party, called rabb-almal (investor), entrust money to a second party, called mudharib, for the purpose of conducting trade. Sedangkan menurut M. Abdul Mannan, mudharabah adalah saat tenaga kerja dan pemilik dana bergabung bersama-sama sebagai mitra usaha untuk kerja. Abdullah lebih menekankan pada kesejajaran antara pemilik modal dan pengusaha dalam melakukan usaha, karena itu mudharabah dapat menyelesaikan pertentangan antara pegawai dan pengusaha.
Dari berbagai pengertian yang dikemukakan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hal-hal pokok yang terdapat dalam mudharabah, yaitu ada pemilik dana (bank), ada orang yang memiliki kemampuan untuk menjalankan usaha/bisnis yang membutuhkan dana. Dengan kerjasama atau kesepakatan untuk mencari keuntungan, keuntungan yang diperoleh kemudian dibagi para pihak sesuai perjanjian, pemilik dana (bank) menanggung kerugian yang tidak disebabkan oleh pengelola, asalkan dana pokok tidak berkurang. Mudharabah tidak dilarang dalam syariah, hal tersebut sesuai hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shalih bin Shuhaib ra.: "Ada tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan, jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual." (HR. Ibnu Majah No. 2280, kitab at-Tarjih).
Mudharabah dibagi menjadi dua macam, yaitu mudharabah mutlaqah dan mudharabah muqayyadah. Adapun perbedaan antara keduanya adalah mudharabah mutlaqah merupakan kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang tidak dibatasi spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis (M. Syafi'I Antonio, 2001:97). Sedangkan dalam mudharabah muqayyadah ada pembatasan dalam jenis usaha, waktu dan tempatusaha. Pembiayaan mudharabah ini biasanya diterapkan dalam dua hal: a) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa. b) Investasi khusus.
Menurut prinsip mudharabah terdapat penggabungan antara pengalaman keuangan dengan pengalaman bisnis. Dalam sistem ini bank memberikan modal dana dan nasabah menyediakan kemam puan usaha. Selanjutnya laba dibagi menurut suatu rasio yang disepakati. Jika terjadi kerugian, bank-lah yang memikulnya, dan nasabah hanya kehilangan nilai kerjanya selama modal pokok tidak berkurang. Jika modal pokok berkurang, nasabah harus mengembalikannya seperti semula dan nasabah disebut sebagai orang yang mempunyai utang terhadap bank selama belum dibayar. Pembiayaan mudharabah, apabila dijalankan dengan manajemen yang baik dan keterbukaan, dapat menghilangkan kesenjangan antara majikan dan karyawan.
2) Bagi Hasil Berdasarkan Prinsip Musyarakah
Musyarakah berasal dari kata syirkah, disebut juga syarikah yang artinya akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan porsi kontribusi dana atau kesepakatan bersama. Abdullah Saed mendefenisiskan musyarakah sebagai partnership. Musyarakah juga dapat diartikan penyertaan atau equity participation yang artinya akad kerja sama usaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha dimana pendpatan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hal-hal pokok yang terdapat dalam musyarakah adalah dua modal, ada objek usaha yang diperjanjikan, ada pembagian resiko dan keuntungan dari hasil usaha.
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip musyarakah diperboleh kan menurut syariah sesuai dengan hadits Rasulullah saw. Dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda: "Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak mengkhianati lainnya." (HR.Abu Dawud No.2936, dalam kitab al-Buyu' dan Hakim)
Lewat sistem ini bank syariah mengadakan hubungan kemitraan dengan nasabah untuk suatu masa terbatas pada suatu usaha / proyek. Baik bank maupun nasabah memasukkan modal dalam perbandingan yang berbeda-beda dan menyetujui suatu rasio laba yang ditetapkan sebelumnya. Sistem tersebut juga berdasarkan atas prinsip untuk mengurangi kemungkinan partisipasi yang menuju kepada pemilik akhir oleh nasbah dengan diberikannya hak oleh bank pada mitra usaha untuk membayar kembali saham bank secara berangsur-angsur dari sebagian pendapatan bersih.
Pembiayaan musyarakah ini terdiri atas beberapa jenis. Saad Abdul Sattar Al-Harran membagi musyarakah menjadi tiga: a) Syirkah al-milk (non contractual partnership). b) Syirkah al-uqaad (contractual partnership). c) Syirkah pemilikan (contractual partnership), terbentuk karena wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. Dua orang atau lebih berbagi sebuah aset nyata dan berbagi pula keuntungan yang dihasilkannya.
Pengertian syirkah al-milk di atas adalah dilihat dari sudut pandang ekonomi, tetapi jika dilihat dari segi yuridis, syirkah pemilikan terbentuk dari perjanjian dan disebut contractual partnership. Musyarakah akad (contractual partnership) terbentuk dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih sepakat bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keutungan dan kerugian. Masing-masing tidak harus sama sesuai dengan kesepakatan mereka, contohnya Perseroan Terbatas.
Syirkah mufawadhah (full authority and obligation), yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih, di mana setiap pihak memberikan satu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Misalnya koperasi.
Syirkah a'mall (labour, skill and management), merupakan kontrak kerja sama dua orang atau lebih seprofesi untuk bekerja sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya arsitek yang samasama menggarap proyek.
Syirkah wujuh (good will, credit worthiness and contracts), yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki keahlian dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit kemudian menjual barang tersebut secara tunai. Selanjutnya berbagi keuntungan dan kerugain berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh tiap mitra. Sistem jual beli pada umumnya didasarkan pada transaksi jual beli barang yang biasanya digunakan untuk pembiayaan barang produktif, untuk pembiayaan barang produktif, umpamanya pembelian barang pesanan. Dalam praktik cara ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu prinsip murabahah, al-istishna, dan as-salam.
1) Jual beli berdasarkan prinsip murabahah.
Murabahah adalah akad jual beli antara bank dan nassabah, bank membeli barang yang diperlukan dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Menurut para ahli perbankan syariah dan islamicjurisprudence, murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu bahwa dalam transaksi jual beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual-belikan termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil. Dalam industri perbankan syariah, murabahah adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang, bank memperoleh keuntungan jual beli yang disepakati bersama antara para pihak. Pembiayaan dengan sistem jual beli berdasarkan prinsip murabahah harus menjelaskan harga pokok barang dan besar keuntungan bank. Dalam menetapkan margin keuntungan, bank perlu menerapkan asas kehati-hatian atau secara wajar dan tidak berlebih-lebihan, karena jika berlebihan ditakutkan dakan menjadi riba yang dilarang dalam agama islam.
2) Jual beli berdasarkan prinsip al-Istishna.
Dalam perbankan syariah, istishna adalah akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan bank (penjual). Dalam akad tersebut spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati pada awal akad dengan pembayaran yang dilakukan secara bertahap sesuai kesepakatan. Jual beli dengan prinsip al-istishna diperuntukkan bagi perusahaan yang punya pesanan barang, tetapi tidak mempunyai dana untuk produksi. Jual beli yang dimaksud adalah bank menyanggupi pembelian barang yang masih dalam proses pembuatan sesuai dengan pesanan nasabah. Tanggung jawab selama barang itu belum jadi masih di tangan bank dan produsen. Setelah barang pesanan jadi maka bank membeli dan menjual barang tersebut kepada nasabah. Tetapi jika nasabah itu adalah perusahaan yang memproduksi barang tersebut, maka tanggung jawab ada pada nasabah dan bank selama proses pembuatan. Bank dapat menuntut kerugian jika pesanan tidak sesuai dengan kriteria yang disepakati.
3) Pembiayaan berdasarkan prinsip as-salam.
Dalam perbankan syariah, as-salam berarti akad jual beli barang pesanan antara nasabah (pembeli) dan bank (penjual) dengan spesifikasi dan harga barang pesanan berkenaan dengan hasil bumi. Misalnya bank sebagai pembeli beras yang masih akan dipanen dari sawah, menjual kepada pembeli yang memang sudah jelas bagi bank ataupun kepada pembeli yang biasa membeli hasil panen sawah tersebut. Dengan akad ini bank akan mendapat keuntungan dari selisih harga dalam akad. Pembelian terhadap barang barang dalam akad as-salam ini harus ditentukan kriteria yang jelas mengenai jenis barang, jumlah barang dan harga yang disepakati. Risiko kerugian, akibat pada waktu panen beras tidak sesuai dengan yang diperjanjikan, ditanggung oleh petani. Menurut KUH Perdata Pasal 1457, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Jual beli dalam pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah, istishna, dan as-salam tidak jauh berbeda dengan jual beli yang ada dalam KUH Perdata. Hal itu karena kedudukan bank sebagai penjual, nasabah sebagai pembeli dan yang menjadi materi perjanjian adalah barang dan harga. Bank berjanji akan menyerahkan hak milik atas barang yang telah dipesan oleh nasabah, sedangkan pihak nasaabah membayar harga yang telah disetujui, karena itu hubungan hokum antara bank syariah dengan nasabah adalah bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Adapun pembayaran dalam akad ini ditentukan sesuai kesepakatan. Hukum yang digunakan adalah struktur hokum jual beli sebagaimana diatur dalam KUH Perdata buku ketiga bab kelima tentang Jual Beli. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa jual beli disatu pihak menyerahkan barang dan di lain pihak membayar harga yang disepakati. Barang yang dimaksud dalam perjanjian adalah barang yang dipesan oleh nasabah kepada bank dan yang dimaksud harga adalah harga pokok ditambah margin keuntungan. Dengan adanya kesepakatan para pihak tentang harga dan barang maka terjadilah jual beli meskipun kebendaan itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar (Pasal 1458 KUH Perdata).
MOOC (Massive Open Online Courses), 2021
Aparat Represji w Polsce Ludowej, 2021
Proceedings of the First Multidiscipline International Conference, MIC 2021, October 30 2021, Jakarta, Indonesia, 2022
Studies in Mediterranean Archaeology, 2018
Criminology & Public Policy, 2007
El Hombre Y La Maquina, 2010
bioRxiv (Cold Spring Harbor Laboratory), 2023
2015 IEEE 42nd Photovoltaic Specialist Conference (PVSC), 2015
Revista do CAAP, 1996
Health affairs (Project Hope), 2016
Financial and Credit Activity: Problems of Theory and Practice, 2024
Militaergeschichtliche Zeitschrift, 2019
Central European Journal of Immunology, 2020