Academia.eduAcademia.edu

Semiologi Komunikasi

2006, DOAJ: Directory of Open Access Journals - DOAJ

There's no easy way to understand semiology, or semiotics. For sure, semiology is focusing itself to study sign, text, and representation. By employing semiology, scholars try to interpret signs and addressing the politics of representation as reflected on the text. In the field of communication, semiology occupied itself to interpret the meaning which lies behind various means of communication. In order to reveal the hidden meanings behind the text, scholars must equipped themselves with a clear statement of the problem, corpus, scope of problems, and text substance. There are three kind of corpus: (1) primary corpus, e.g. text; (2) comparative orpus; and (3) referent corpus.

Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 Semiologi Komunikasi Andrik Purwasito ABSTRACT There’s no easy way to understand semiology, or semiotics. For sure, semiology is focusing itself to study sign, text, and representation. By employing semiology, scholars try to interpret signs and addressing the politics of representation as reflected on the text. In the field of communication, semiology occupied itself to interpret the meaning which lies behind various means of communication. In order to reveal the hidden meanings behind the text, scholars must equipped themselves with a clear statement of the problem, corpus, scope of problems, and text substance. There are three kind of corpus: (1) primary corpus, e.g. text; (2) comparative orpus; and (3) referent corpus. Kata kunci: semiologi, komunikasi, korpus. Pada dekade akhir-akhir ini terlihat ada kecenderungan untuk melihat permasalahan komunikasi massa dalam perspektif semiotika. Sementara itu, metode semiotika itu sendiri ternyata bermanfaat sekali untuk menjelaskan sejumlah fenomena komunikasi massa. (Sudiman dan Zoest, Serba Serbi Semiotika, 1992, p 41). Pengetahuan semiologi pada dasarnya meminjam dari pengetahuan bahasa dan pengetahuan itu telah berkembang sejak lama setidaknya untuk membahas obyek yang tidak bersifat kebahasaan. Hal ini bukan berarti mengabaikan unsur analisa atau model linguistik karena bagaimanapun semiologi selalu berhubungan erat dengan unsurunsur kebahasaan. Tambahan kata “komunikasi” dalam semiologi komunikasi menjadi suatu bidang khusus, karena menyangkut berbagai partisipan komunikasi yang terlibat dalam tindak komunikasi. Hal ini senada dengan apa yang disebut oleh beberapa ahli seperti Prieto, Buyssens, Mounin, yang banyak dipengaruhi oleh Hjelmslev, menyatakan bahwa tanda-tanda yang disertai maksud (signal) yang secara sadar digunakan oleh Andrik Purwasito. Semiologi Komunikasi Pengirim kepada mereka yang menerimanya adalah penting diperhitungkan dalam analisis. Contohnya rambu-rambu lalu-lintas. Berbeda dengan tandatanda tanpa maksud, berupa sympton, yang dikirim oleh senders tanpa disadarinya. Mereka tidak berpegang pada makna primer, yang tersurat bersifat denotatif, melainkan justru ingin mendapatkan makna yang tersirat yaitu makna sekunder (konotatsi). Semiologi sebagaimana disebutkan yang terakhir ini dipelopori oleh Roland Barthes yang disebut aliran semiologi konotatif. Dalam artikel ini akan dibeberkan beberapa prinsip dasar analisis semiologi komunikasi, sebagai pertanggungjawaban ilmiah terhadap tafsir tanda, sebagai berikut: Definisi? Semiologi komunikasi merupakan pisau analisis untuk menginterpretasi tanda. Roland Barthes menyebut “semiologie comme la methode fundamentale de la critique ideologique” semiologi adalah metoda fundamental untuk kritik ideologi, (Roland Barthes, p. 11). Jadi, semiologi 27 komunikasi hanyalah alat untuk mengungkapkan makna dibalik tanda atau simbol dalam pesan. Tanda-tanda dimaksud adalah pesan dalam proses komunikasi. “The semiotic model helps to explain how communication works as an interactive process.”2 Jadi pesan yang dipertukarkan antara komunikator dan komunikan menjadi unit analisis. Pesan direkonstruksi berdasarkan konteks sosialbudaya dimana latar belakang komunikator hidup. Ia mengambil berbagai referensi sosial dari pengalaman hidupnya. Ia dapat memberi makna apa saja terhadap tanda-tanda, sehingga tanda itu bersifat individual sekali. Hanya saja, tanda juga bersifat sosial dan budaya, sehingga ia menjadi pedoman dan acuan makna bagi suatu masyarakat tertentu yang menggunakannya. Rancangan semiotika umum biasanya mempertimbangkan 2 hal teori tentang (1). kode, dan teori tentang (2) produksi tanda. Arti tanda dan tipologi tanda mengakibatkan kita harus dapat membedakan mana yang tanda dan mana yang bukan tanda. Tanda harus diterjemahkan dalam fungsi tanda dalam konteks teori kode. Semiologi signifikansi (yang disepakati oleh masyarakat) memerlukan teori kode sedangkan semiologi komunikasi memerlukan teori produksi tanda, dimana dalam proses komunikasi, sistem signifikansi tersebut dimanfaatkan secara fisik untuk mengungkapkan maksud-maksud tertentu. Pendek kata, semiologi adalah studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengan tanda itu. Dalam hubungannya tanda-tanda itu dengan acuannya dan dengan interpretasi adalah kerja semiologi semiotik. Adapun dalam hubungannya antara pengirim dan penerimanya disebut kerja pragmatif semiologi, yang kemudian disebut dalam artikel ini Semiologi Komunikasi. Umberto Eco memberi contoh peristiwa pada sebuah Bendungan yang dipenuhi dengan air. Ia menganggap bahwa ada obyek, yaitu sensor aktif berupa lampu penunjuk naik turunnya debit air bendungan. Ia sebut Tanda, yang menghasilkan respon, yaitu penjaga bendungan. Keempat unsur tersebut tidak akan berjalan jika tidak ada aturan yang menghubungkannya. 28 Barangkali cara tafsir Umberto Eco lebih dekat dengan pendekatan semiologi komunikasi. Ia menyatakan empat bagian dalam sistem semiotika, yaitu membaca tanda dimana terdapat empat unsur penting yang saling berhubungan, yaitu: (1) Kondisi atau obyek yang ditemukan. (2) Tanda (3) Respon-Respon (4) Aturan yang menghubungkan antara Tanda dan Obyek dan antara Tanda dan Responnya. Dalam hal ini, tanda tidak lagi berdimensi privat tetapi bersifat sosial. Masyarakat berkomunikasi lewat makna-makna simbolik yang mereka bangun sendiri dalam proses interaksi sosial mereka. Pandangan tersebut mempengaruhi pemikiran Peirce yang mengatakan kriteria kebenaran adalah konsesus sosial. Kebenaran adalah suatu yang bersifat konvensional (common sense). Tugas para ahli ilmu pengetahuan hanya mengklarifikasi diterimanya ide-ide dan kebenaran tentang sesuatu. Charles Sanders Peirce, mengemukakan bahwa: (a) Kita tidak mempunyai kekuatan intuitif, semua pengetahuan mengalir dari format pengetahuan. (b) Kita tidak mempunyai kemampuan introspeksi, semua pengetahuan tentang dunia diciptakan oleh alasan yang hipotetik sebagai dasar dari observasi tentang sesuatu yang berada di luar diri dan (c) Kita tidak dapat berpikir tanpa tanda-tanda. Membaca tanda secara umum dapat digambarkan dalam proses semiosis sebagai berikut: M EDIATOR, Vol. 7 No.1 Juni 2006 Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 Diagram tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Bahwa Tanda dan Konsep berhubungan karena adanya persepsi manusia. Konsep dan Obyek berhubungan oleh kaena pengalaman manusia. Tanda dan Obyek saling berhubungan karena kebiasaan (konvensi), yang diciptkan dalam proses kebudayaan, oleh kelompok atau komunitas sosial di mana seseorang hidup.3 Di sini jelas bahwa, penafsiran terhadap tanda dalam pesan tidak dapat dipisahkan dengan konteks ruang dan waktu dimana tanda itu diciptakan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bahwa persepsi proses dalam pikiran manusia yang menerima data dari lingkungannya. Sedangkan pengalaman, memori yang melekat dalam pikiran manusia, selalu berubah ketika memperoleh pengalaman baru. Selanjutnya, konvensi, secara konstan berubah sesuai dengan aturan makna sosial yang berkembang dari proses dan lingkungan komunikasi. Metodologi? Metodologi terdiri atas metoda-metoda yang digunakan untuk mentraitment pesoalan. Metodologi juga berupa tahapan kerja peneliti dari awal sampai akhir dari sebuah kerja penelitian. Tahapan kerja peneliti harus mempunyai metodologi yang handal. Dibawah ini akan diuraikan beberapa tahapan dan metoda untuk sebuah penelitian dengan basis analisis semiologi komunikasi. Tahapan pertama, membuat latar belakang dan problematik yang diajukan. Kemudian menyusun outline atau garis besar tahapan pembahasan bagaimana caranya menjawab atau menyusun penyelesaian problematik itu. Tahapan kedua, menyusun problematik tersebut dalam urutan yang sistematis, dari metoda penulisan, metoda pengumpulan data, metoda analisis, metoda penarikan kesimpulan, sehingga menjadi kesatuan yang utuh. Selain itu gaya penulisan dari satu bab ke bab yang lain harus terintegrasi dalam pengertian yang logis serta mudah dimengerti. Andrik Purwasito. Semiologi Komunikasi Tahapan ketiga, menentukan pendekatan untuk membatasi permasalahan yang dibahas serta memudahkan penjelajahan analisis supaya lebih luas. Pendekatan ini digunakan agar memudahkan peneliti dalam memberi tafsir terhadap tanda lebih tajam. Tahapan keempat, membuat analisis berdasarkan 9 kaidah sebagaimana disebutkan dalam bab akhir artikel ini. Hal ini untuk mempertajam dan mencapai tingkat obyektifitas dari setiap tafsir yang kita kerjakan. Salah satu satu contoh adalah kisah analisis semiotik filsuf Holmes dalam The Blue Carbuncle (Bisul Biru). Sebuah topi yang ditafsirkan dengan menggunakan karakteristik-karakteristik petanda manusia (konsep apa yang tersirat) sebagai hasil dari interpretasi atau tafsir atas penanda, yaitu alasan dibalik penyimpulan, terhadap tanda yaitu keadaan topi yang sesungguhnya.4 Tafsir terhadap pemakai topi dapat dijelaskan lewat petanda (makna yang ditafsirkan) sebagai berikut: Petanda Orang pandai Penanda Topi berbentuk Kubik “ditafsirkan dipakai Oleh orang dengan kepala besar, artinya Mempunyai kecerdasan. Istri berkurang cintanya Topi terlihat lusuh dan tidak dicuci Kemunduran moral Keretakan elastis yang tidak diperbaiki5 Tahap kelima adalah tahap penyimpulan. Roland Barthes dalam Empire of Signs, (1970) membuat suatu kesimpulan yang menarik tentang kebudayaan Jepang. Ia menyimpulkan bahwa orang Jepang mempunyai sifat dan karakter khusus, seperti ‘keuletan, kerapuhan, transparansi, sifat kering, instans.’ Lebih unik karena dia menggunakan cara analisisnya dengan membandingkan jenis makanan Jepang dengan jenis makanan Perancis. Barthes melihat istana Jepang yang kosong ditafsirkan atau memberi signifikansi seperti tempura, yakni sebagai suatu yang ‘tabu” (pantangan) dan juga “netral.” Hal ini sangat jauh berbeda seperti apa yang terjadi di Barat, istana yang selalu dipadati oleh orang. Barthes kemudian menyimpulkan bahwa cermin orang Jepang juga dilihat dari cara orang Jepang membuat puisi. Puisi pendek yang disebut 29 “Haiku” yang dipentingkan adalah kemasan dibandingkan isinya. Lewat makanan, seperti sukiyaki yang sederhana dan tempura yang kosong tak berpusat oleh Barthes dijelaskan dengan kerangka pikir Barat. Ia juga mengupas Jepang lewat penafsiran tentang stasiun kereta api, paket, teater populer, (Bunraku), busur dan kelengkapannya, toko buku, bentuk orang Jepang dan lainnya. Bagaimana anda akan melakukan kajian terhadap suatu fenomena komunikasi lewat analisis semiologi komunikasi? Korpus Analisis semiologi komunikasi digunakan untuk menginterpretasi makna dalam proses komunikasi. Proses pemaknaan tersebut disebut proses semiosis. Yang pertama diperhatikan adalah problematik komunikasi yang diajukan. Kedua adalah kejelasan bahan: jenis bahan, ruang lingkup masalah, durasi korpus, seperti Roland Barthes ketika menulis The Fashion System, korpus yang dipilih adalah tulisan-tulisan tentang busana dalam majalah mode, seperti Elle (Dia, jenis wanita) dan Le Jardin des Modes (Taman Mode). Sebagai interteks ia mengambil majalah mode yang lain seperti Vogue dan L’Echo de la Mode.6 Dalam disertasi saya, saya menggunakan tiga bentuk korpus. Pertama, korpus primer, yakni pemikiran dari kaum nasionalis yang dipilih berupa teks. Berangkat dari asumsi bahwa teks adalah pesan. Di dalamnya terdapat tanda sebagai bahan data yang ditafsirkan dan diinterpretasi. Bentuk fisik pesan dari berbagai jenis teks seperti : artikel, puisi, drama, buku sejarah, memoir, pidato, suratsurat, opini dari kaum nasionalis terpilih. Kedua, korpus pembanding, adalah teks lain yang dipergunakan sebagai upaya intertekstual, tidak saja dalam bentuk tulisan, tetapi juga dalam bentuk gambar: karikatur, juga berbentuk audio: rekaman wayang kulit, pidato, wawancara, lagu, dan audio-visual: seperti film, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan pengungkapan terhadap tanda-tanda dalam wacana yang tengah dianalisis. Ketiga korpus pendukung (referensi), meliputi 30 bahan bacaan guna memperjelas, memperkuat argumentasi juga mengklarifikasi konsep-konsep (petanda) dari TANDA yang dibahas. Korpus pendukung dapat dipergunakan karena relevansi dengan konteks pembahasan. Tanda yang bersifat denotatif umumnya bersifat ‘common sense,’ artinya secara konvensional sudah disepakati. Tetapi banyak Tanda yang sangat unik, bersifat ‘subyektif’ yang lahir dari pemaknaan oleh pengalaman individu. Pemaknaan ganda atau tanda yang bersifat konotatif inilah yang membutuhkan korpus-korpus pendukung. Pilihan Teoretis? Setelah menemukan prinsip dasar metodologis dan korpus, hendaknya kita membuka tentang landasan teori komunikasi sebagai cara memahami fenomena masyarakat sebagai tanda. Ini semiologi komunikasi jadi harus didefinisikan sebagai alat untuk menafsirkan tanda-tanda dalam proses komunikasi oleh para partisipan komunikasi. Alat tersebut perlu dilandasi oleh kerangka teoritis yang dapat dipergunakan untuk mengarahkan penelitian kita. Setidaknya kita tidak kehilangan tanda dalam pesan dari konteksnya. Yaitu konteks sosial-budaya yang membangun tanda-tanda tersebut. Semiologi, disebut Geerts,7 sebagai alat untuk menginterpretasi kebudayaan. Sedangkan kebudayaan sendiri, demikian Delf Hymes, berkomunikasi dengan berbagai cara, tetapi semua bentuk pesan tetap membutuhkan kode bersama. Partisipan komunikasi akan tahu menggunakan kode, saluran, setting, bentuk pesan, topik dan segala peristiwa yang dibangun oleh proses penyaluran pesan. Donal Carbaugh menulis dalam etnografi komunikasi setidaknya ada tiga tipe masalah: (1). Menemukan tipe shared identity (identitas bersama) yang dibangun oleh komunikasi dalam komunitas kebudayaan. Identitas tersebut disatukan oleh perasaan keanggotaan dalam kelompok. (2). Shared meanings, (pemaknaan yang sama) dalam performance publik tampak dalam kelompok itu. Apa saja yang dibangun adanya komunikasi dengan kebudayaan dan makna apa M EDIATOR, Vol. 7 No.1 Juni 2006 Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 yang tergambar lewat berbagai ekspresi yang ditampilkan. (3). Mencari kontradiksi atau paradoks dalam kelompok itu. Bagaimana keadaan tersebut diatasi lewat komunikasi. Mungkinkah sebuah kebudayaan mengatasi anggotanya sebagai individu dalam konteks penemuan perasaan satu komunitas.8 Penjelasan dari Carbaugh tersebut menguatkan dan melandasi pemikiran saya tentang pentingnya mengkaji setiap tanda dalam pesan dihubungkan dengan konteks komunitas di mana tanda-tanda didalam pesan tersebut dibangun. Suatu cara yang cukup populer untuk membantu tafsir tanda dan tindak komunikasi adalah hermenotik. Hermenotik adalah studi yang mempelajari tentang interpretasi tindakan dan teks, perasaan dan pemaknaan orang terhadap orang lain, (“understanding another person’s feelings and meanings), mempelajari makna dari suatu peristiwa atau sebuah episode (understanding the meaning of an episode or event), penerjemahan tindakan kelompok dalam kerangka berpikir yang dapat dimengerti oleh kelompok yang lain (translating the actions of a group into terms understandable to outsiders), atau menemukan arti atau makna dalam teks (or uncovering the meaning of a written texts).”9 Memang cukup banyak cabang hermenotik, dalam tafsir Kitab Suci Bibel disebut “exegesis”, interpretasi teks sastra disebut “filologi” dan interpretasi tindakan individu seseorang dan tindakan sosial disebut hermenotik sosial. Hermenotik dikenal sebagai kunci dari semua ilmu sosial dan humaniora yang dipercaya mampu menguak segala aspek kehidupan manusia lewat interpretasi subyektif. Dengan demikian, semiologi komunikasi secara filosofis perlu mendasari ilmu tafsirnya dengan berbagai kerangka teori cabang ilmu yang lain supaya menemukan makna yang lebih hakiki dan sempurna. Misalnya, kita ingin meneliti efek media, maka setidaknya kita harus berangkat dari asumsi bahwa hasil konsumsi media sangat bergantung dari konstruksi budaya masyarakatnya. Asumsi ini telah membawa kita agar menggunakan pendekatan Andrik Purwasito. Semiologi Komunikasi teoritis tentang interpretasi budaya. Inilah yang disebut James Lull sebagai Etnografi Komunikasi Massa. Interpretasi terhadap kebudayaan memberi gambaran yang luas tentang peta pemikiran (shared meaning) dari suatu masyarakat, yakni interpretasi anggota masyarakat terhadap isi program media dengan cara yang sama. Demikian pula dampak media terhadap anggota masyarakat tercermin dalam tanggapan dan cara mereka menilai dan membahasakan pengaruh tersebut dalam bahasa yang sama. Pendekatan teoritis semacam ini juga dapat membantu meluaskan tafsir kita tentang pola-pola pesan yang bersifat “commen sense” maupun bersifat lebih spesifik, kontradiktif dan paradoksal misalnya. Pendekatan teoritik lain dalam meluaskan pengertian tanda-tanda dengan konteksnya adalah teori interaksi simbolik, “symbolic interactionism contains a core of common premises about communication and society.” 10 Jerome Manis dan Bernard Meltzer memilah-milah setidaknya tujuh dasar teoritis dan proposisi metodologis dari interaksi simbolik,11 setiap identifikasi merupakan konsep sentral dari tradisi. (1) Orang mengerti sesuatu oleh karena mentransmisi arti kepada pengalamannya. Persepsi manusia selalu diperantarai lewat filter simbol. (2) Makna dipelajari lewat interaksi antara orangorang. Makna lahir dari pertukaran simbol dalam kelompok sosial. (3) Seluruh struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial dibuat oleh orang dengan cara berinteraksi dengan orang lain. (4) Tingkahlaku individu bukanlah ditentukan oleh peristiwa yang keras tetapi oleh keadaan yang sukarela. (5) Isi pikiran tergambar dalam percakapan, ang terefleksi dalam interaksi dengan yang lain. (6) Tingkahlaku didukung atau diciptakan oleh kelompok sosial dalam interaksi yang berjalan. (7) Seorang tidak dapat mengerti pengalaman orang lain lewat pengamatan tingkah laku yang terbuka. Masyarakat dapat dimengerti, maknamakna mereka, lewat peristiwa-peristiwa tertentu saja. 31 Morris membuat tiga bidang teori Tanda. Ketiga bidang ini merupakan bentuk penjelasan tentang bagaimana sebenarnya memaknai tanda berdasarkan hubungannya tanda dengan tanda yang lain. Pertama, tanda bersifat semantik, yaitu studi tentang bagaimana tanda-tanda berhubungan dengan sesuatu. Disini difokuskan dalam hubungannya dunia tanda dengan dunia sesuatu (world of things). Kedua, tanda bersifat sintaksis, yaitu studi tentang bagaimana tandatanda berhubungan dengan tanda-tanda yang lain. Bidang ini menguji gramatika, sistem struktur dan pembentukan sistem tanda secara totalitas. Ketiga, adalah tanda yang bersifat pragmatik, yaitu studi yang menekankan pada penggunaan kode-kode dalam kehidupan sehari-hari, termasuk efek tandatanda dalam mempengaruhi tingkah laku manusia, dan cara orang untuk menciptakan tanda dan makna-makna dalam interaksi nyata yang aktual.12 Bagaimana Menafsirkan Tanda? Untuk menguji interpretasi tanda secara ilmiah diperlukan tahapan pengujian terhadap tanda (tanda-tanda, ikon, indeks dan simbol) dalam pesan. Di sini penulis tawarkan 9 kaidah pengujian yang digunakan untuk membangun argumentasi yang mendekati kebenaran terhadap tanda pesan tersebut. Meskipun secara sadar dalam semiologi komunikasi yakin bahwa tidak pernah ada interpretasi yang definitif. Sembilan kaidah pengujian dimaksud yaitu: Kaidah 1: menguji tanda dalam pesan dengan pemaknaan denotatif atau berdasarkan konvensi masyarakat (common sense).Yaitu dengan cara melihat konteks sosial dan budaya masyarakat dimana simbol itu dibangun. Kaidah 2: menguji tanda dalam pesan lewat pengujian motif-motif dan latar belakang ideologi komunikator (mencari makna konotatif). Kaidah 3: menguji tanda dalam pesan lewat lingkungan konteks fisik, konteks waktu dimana tanda itu diletakkan. Kaidah 4: menguji tanda dalam pesan dengan cara melihat struktur tanda yang diuji dengan menghubungkannya dengan tanda-tanda lain 32 yang berkaitan dengannya. Kaidah 5: menguji tanda dalam pesan dengan cara melihat fungsi tanda-tanda tersebut digunakan masyarakat. Kaidah 6: menguji tanda dalam pesan dengan cara membandingkan dengan tanda yang sama pada teks-teks lain (intertekstual). Kaidah 7: menguji tanda dalam pesan dengan cara mengambil penafsiran dari penafsir (subyektivitas) lain dari tanda yang relevan. Kaidah 8: menguji tanda dalam pesan dengan cara meminta pendapat dari penafsir yang berpengalaman dalam bidang yang berkaitan dengan tanda itu. Kaidah 9: menguji tanda dalam pesan dengan cara melakukan tafsir intuitif oleh peneliti sendiri dengan mendasarkan pada pengalaman intelektual, keyakinan subyektif dan pengembaraan ilmiahnya. Catatan Akhir 1 Dr. Andrik Purwasito, DEA adalah penulis buku tentang Studi Tanda dalam Wacana, karya disertasi program doktornya di EHESS, Paris Prancis. Dosen dalam bidang komunikasi antar budaya di Universitas Sebelas Maret Surakarta ini menjadi anggota KPI Pusat (2003-2006). Tulisan yang dimuat untuk jurnal ini merupakan rangkuman dari kuliahnya tentang apa yang ia sebut sebagai Semiologi komunikasi, atau sering disebut sebagai Semiotika dalam Komunikasi. 2 Happy Fun Communication Land, Web-site, Turorial: Signs and Languages, download internet, 2001 3 Ibid 4 Arthur Asa Berger, Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer, Tiara Wacana, Yogyakarta, Juni 2000, p. 12 5 Ibid, p. 21 6 Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, Yayasan Indonesiatera, Magelang, 2001, p. l 73 7 Clifford Geertz, The Interpretation of Culures, Hutchinson & CO Publisher LTD, London, 1974, versi Indonesia dengan judul Tafsir Kebudayaan, oleh Yayasan Kanisius Yogyakarta, 1992. 8 Sthephen W Littlejohn, and Roberta Gray, Theories of Human Communication, Edisi ke 5, Wadsworth Publishing Company, Belmont, 1996, p. 215-6 M EDIATOR, Vol. 7 No.1 Juni 2006 Terakreditasi Dirjen Dikti SK No. 56/DIKTI/Kep/2005 9 Ibid, 10 Ibid, p. 159 11 Dua madzab besar dalam interaksi simbolik yaitu Chicago School dengan tokohnya George Herbert Mead dan Iowa School lewat tokohnya, Manford Kuhn dan Carl Couch. 12 p. 210-211 Sthephen W Littlejohn, and Roberta Gray, Op. Cit., p. 68 Daftar Pustaka Barthes, Roland. 1985. L’Aventure Semiologique. Paris: Editions du Seuil. Berger, Arthur Asa. 2000. Tanda-tanda dalam Kebudayaan Kontemporer. Yogyakarta: Tiara Wacana. Eco, Umberto “Introduction: Toward a Logic of Culture” dalam Theory of Semiotics, Indiana University Press, 1976, terjemahan, dalam Panuti Sudjiman adan Aart van Zoest, SerbaSerbi Semiotika, Gramedia, Jakarta, 1992. Fagen, Richard. 1966. R Politics and Communication. Canada: Little, Brown and Company. Geertz, Clifford. 1992. The Interpretation of Culures, Hutchinson & CO Publisher LTD, Andrik Purwasito. Semiologi Komunikasi London, 1974, versi Indonesia dengan judul Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius Happy Fun Communication Land, Web-site, Turorial: Signs and Languages, download internet, 2001 Hjelmslev, L. 1971. Essais linguistiques. Paris: Edition Minuit. Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, Yayasan Indonesiatera, Magelang, 2001. Littlejohn, Sthephen W and Roberta Gray. 1996. Theories of Human Communication, Edisi ke 5. Belmont: Wadsworth Publishing Company. Mounain, G. 1960. “Communication linquistique humaine et communication non linguistique animale,” Les Temps Modernes, avril-mai. Swanson David L. dan Dana Nimmo. 1990. New Directions in Political Communication. London: Sage Publication. Zoest, Aart van “Interpretation et Semiotique,” dalam A. Vibodi Varga, ed, dalam J. Picard et all, Theorie de la Litterature, Paris, 1981, terjemahan, “Interpretasi dan Semiotika,” dalam Sudiman dan Zoest, 1992. 33 34 M EDIATOR, Vol. 7 No.1 Juni 2006