Academia.eduAcademia.edu

MODERASI BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HADIS

Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman

Fenomena pengarusutamaan moderasi beragama yang terjadi di masyarakat menimbulkan berbagai respons dari berbagai media, tokoh-tokoh agama dan peneliti. Beragam pemaknaan seputar moderasi beragama oleh masing-masing kelompok. Berbagai kalangan mengaku bahwa golongannya adalah representasi dari kelompok moderat. Kurang jelasnya definisi serta ciri-ciri moderat membuat fenomena mengaku moderat itu terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya tinjauan terhadap berbagai hadis tentang makna moderasi, sehingga akan menghasilkan pemahaman yang utuh tentang moderasi beragama yang sesungguhnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gagasan moral yang terkandung dalam moderasi beragama merupakan upaya dalam menjaga keberagaman, persatuan dan kedamaian seluruh agama di Indonesia. Dengan demikian, harapan besar untuk dapat mengikis risiko perpecahan dan kerusakan akibat pemahaman yang salah, salah satunya adalah pola agama yang konservatif, ekstrem atau radikal; yang bertentangan dengan dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila.

P-ISSN: 2087-8125 E-ISSN: 2621-9549 Vol. 5, No. 01, 2021, 41-57 MODERASI BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HADIS Yoga Irama,1 Liliek Channa AW.2 1,2 UIN Sunan Ampel Surabaya, Indonesia. [email protected]. Abstrak Fenomena pengarusutamaan moderasi beragama yang terjadi di masyarakat menimbulkan berbagai respons dari berbagai media, tokoh-tokoh agama dan peneliti. Beragam pemaknaan seputar moderasi beragama oleh masing-masing kelompok. Berbagai kalangan mengaku bahwa golongannya adalah representasi dari kelompok moderat. Kurang jelasnya definisi serta ciri-ciri moderat membuat fenomena mengaku moderat itu terjadi. Oleh karena itu, perlu adanya tinjauan terhadap berbagai hadis tentang makna moderasi, sehingga akan menghasilkan pemahaman yang utuh tentang moderasi beragama yang sesungguhnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gagasan moral yang terkandung dalam moderasi beragama merupakan upaya dalam menjaga keberagaman, persatuan dan kedamaian seluruh agama di Indonesia. Dengan demikian, harapan besar untuk dapat mengikis risiko perpecahan dan kerusakan akibat pemahaman yang salah, salah satunya adalah pola agama yang konservatif, ekstrem atau radikal; yang bertentangan dengan dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila. Kata kunci: Moderasi Beragama, Hadis, Ide moral Abstract The phenomenon of mainstreaming religious moderation that occurs in society elicits various responses from various media, religious leaders and researchers. Various meanings around religious moderation by each group. Various circles claim that the group is a representation of the moderate group. The lack of clear definition as well as moderate characteristics makes the phenomenon of moderate claiming it occur. Therefore, there needs to be a review of the various hadiths about the meaning of moderation, so that it will produce a complete understanding of the real religious moderation. This study concluded that the moral idea contained in religious moderation is an effort in maintaining diversity, unity and peace of all religions in Indonesia. Thus, great hope to be able to erode the risk of division and damage due to wrong understanding, one of which is a pattern of religion that is conservative, extreme or radical; which is contrary to the Indonesian state basis, namely Pancasila. Keywords: Moderation, Hadith, Moral Ideas 41 Yoga Irama, Liliek Channa AW. A. PENDAHULUAN Moderasi beragama menjadi fenomena yang populer beberapa tahun terakhir, dari kalangan masyarakat biasa hingga para tokoh agama. Hal itu berkaitan dengan suasana keagamaan Indonesia yang terasa agak merisaukan. Polemik-polemik beragama yang muncul memiliki pengaruh besar pada aspek kerukunan. Dalam konteks ini adalah kasus radikalisme agama.1 Lahirnya konsep moderasi beragama tidak lain adalah sebagai respons atas fenomena tersebut. Moderasi beragama secara sederhana dapat dimaknai sebagai aktivitas keagamaan secara proporsional, tidak berlebih-lebihan. Namun, seiring berkembangnya zaman, pemaknaan terhadap moderasi beragama menjadi beragam dan bermacam-macam, penulis mengkategorikannya menjadi dua kelompok, moderasi beragama secara ideologis dan praktik. Penelitian seputar tema moderasi beragama memang bukanlah kajian yang baru, beberapa tokoh terkemuka telah mengungkapkan tentang makna moderasi beragama pada penelitiannya, seperti Quraish Shihab dalam bukunya menjelaskan tentang makna moderasi dan tawaran gagasan agar bisa menerapkan moderasi beragama yang baik dan benar.2 Penelitian lain mencoba mengkaji moderasi beragama dan mengelaborasikannya dengan lini kebangsaan.3 Penelitian lain tentang makna moderasi juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Edi Jumadi, namun penelitiannya hanya terbatas pada review makna moderasi beragama yang terdapat pada buku terbitan Kemenag yang berjudul Moderasi Beragama.4 Sedangkan dalam artikel ini penulis bukan hanya memfokuskan pada pengertian moderasi beragama, namun penulis juga menelusuri makna moderasi beragama yang ada dalam literatur hadis sebagai basis utama makna moderasi 1 Radikalisme pertama kali digunakan sebagai landasan ideologi dalam berpolitik sekitar abad ke 18 akhir sampai abad 19 awal, tepatnya di Negara Inggris, di masa itu perannya sebagai gerakan politik menunjukkan dominasi yang kuat, hingga mulai menyebar luas dan pada akhirnya justru Perancis lah yang menjadi tempat berlabuh atas dominasi gerakan ini, ketika itu menjelang tragedi revolusi Perancis. Ciri khas dari radikalisme ialah cenderung condong pada aliran kanan yaitu paham progresif serta konservatif, yang memiliki komitmen kuat serta ekstrem, akan melakukan apapun demi tercapainya kehendak. Hal ini sangat berlawanan dengan liberalisme dan sosialisme. Lihat Irwansyah, “Radikalisme Agama: dari Kasus Dunia sampai Sumatera Utara”, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 8, No. 1 (Juni, 2018), 243. 2 Lihat M. Quraish Shihab, Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (Tangerang: Lentera Hati, 2019). 3 Lihat Haedar Nashir, Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologis (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2019). 4 Dalam penelitian tersebut penulis menilai buku berjudul Moderasi Beragama meskipun secara substansi memuat pembahasan-pembahasan yang baik dan berbobot, namun tetap masih terdapat celah ruang untuk dikritik. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai rujukan tunggal terkait makna dan konsep moderasi beragama. Edi Junaedi, “Inilah Moderasi Beragama Perspektif Kementerian Agama”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. 18, No. 2 (2019). Aziz, Abd, and M. Imam Sofyan Yahya. "Kritik Intrinsikalitas dan Ekstrinsikalitas Sastra Modern dalam Kajian Sastra Arab Modern." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman 3.1 (2019): 23-36. MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 42 Yoga Irama, Liliek Channa AW. beragama, sehingga akan menghasilkan pemahaman tentang moderasi beragama secara utuh. B. METODE Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui studi pustaka. Analisisnya menggunakan analisis isi teks. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode tematik, dengan cara pengumpulan hadis dan mengorelasikan dengan objek penelitian.5 Metode ini menjadi lazim karena menyambungkan persoalan yang ada dengan kontekstualisasi pesan hadis.6 C. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinjauan Bahasa tentang Moderasi Kata moderasi mengadopsi dari bahasa Latin yaitu moderatio yang mempunyai arti kesedangan (tidak lebih dan tidak kurang). Kata itu juga bisa bermakna pengendalian diri dari sikap berlebih-lebihan dan kekurangan.7 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata moderasi diartikan menjadi dua pengertian, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran dari keekstreman.8 Sebagai contoh jika ada seseorang dikatakan bersikap moderat berarti maknanya adalah orang itu bersikap sebagaimana mestinya, wajar, biasa-biasa saja dan tidak ekstrem. Hal ini menunjukkan bahwa kata moderat berarti lebih condong maknanya pada aspek keseimbangan dalam dimensi moral, watak dan keyakinan, baik ketika seseorang dilihat sebagai individu atau ketika dihubungkan pada institusi negara. Sedangkan dalam kaidah bahasa Arab, moderasi lebih dikenal dengan sebutan wast atau wasathiyah.9 Terdapat persamaan makna antara kata tawassuth (tengah-tengah), ta’ādul (adil), dan tawazun (berimbang). Atas dasar makna yang sangat berdekatan atau bahkan sama itulah, ketiga ungkapan tersebut bisa disatukan menjadi wasathiyah.10 Wasathiyah berarti jalan tengah atau keseimbangan antara dua hal yang berbeda atau berkebalikan.11 Dalam bahasa Yūsuf al-Qardāwi, 5 Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlul Rahman, cet. I (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007). 6 Ziyād Khalīl Muḥammad al-Daghāmain, Manhajiyyah al-Baḥth fī al-Tafsīr al-Mauḍū‘ī li alQur’ān al-Karīm (Amman: Dār al-Bashīr, 1955), 18. 7 Oxford Learner’s Dictionaries, http://oxfordlearnersdictionaries.com. Diakses 20 Januari 2020. 8 Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/moderasi. Diakses 10 Januari 2020. 9 Abdul Jamil Wahab, Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia., 194. 10 Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis (Situbondo: Tanwirul Afkar, Januari 2018), 1. 11 Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis, 4-5. Aziz, Abd, and Yuan Martina Dinata. "Bahasa Arab Modern Dan Kontemporer; Kontinuitas Dan Perubahan." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman 3.2 (2019): 152-168. 43| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. moderat adalah al-wast yang berarti jalan tengah,12 tidak ekstrem ke kanan ataupun ekstrem ke kiri. Jika dikaitkan dengan persoalan agama, maka moderasi beragama itu bersikap dan berperilaku yang tidak mengikuti arus ke kanan ataupun ke kiri, yakni tidak liberal ataupun radikal. Dalam Pandangan Afifuddin Muhajir, Islam moderat (wasathiyah) merupakan suatu metode atau pendekatan dalam mengkontekstualisasi Islam di tengah peradaban global. Dalam bahasa lain Islam moderat adalah aktualisasi Islam rahmatan lil ‘ālamīn.13 Corak pandang dalam Islam moderat ialah menekankan pentingnya pendekatan yang lentur terhadap hukum Islam dan menolak kekakuan penafsiran al-Qur’an. Khaled Abou El Fadl berpendapat, bahwa istilah moderat merujuk pada nash-nash al-Qur’an yang senantiasa memerintahkan untuk menjadi umat yang moderat, juga dalam hadis-hadis Nabi telah diriwayatkan bahwa kebiasaan Nabi yang selalu memilih jalan tengah (moderat) tatkala dihadapkan pada dua pilihan yang ekstrem.14 Lebih lanjut, Islam moderat menurut Abou el-Fadl adalah Muslim yang teguh pendiriannya terhadap agama Islam (berakidah kuat), menghormati peribadatan orang lain kepada Tuhan meskipun agamanya berbeda, dan berkeyakinan kuat bahwa agama Islam adalah agama yang relevan dengan perkembangan zaman, baik dulu, sekarang dan masa depan (sepanjang zaman). Bentuk dari keyakinan itu, maka Islam moderat mengadopsi sebuah pencapaian-pencapaian di masa lalu kemudian ditarik ke masa sekarang dan direimplementasi sesuai konteks saat ini, agar bisa menjadi solusi terhadap masalah-masalah yang sedang terjadi.15 Sedangkan Islam Radikal adalah nama lain bagi mereka yang mengusung jargon “al-Islām dīn wa al-dawlah” (Islam adalah agama dan negara), yaitu keyakinan bahwa negara dan agama sebagai satu kesatuan, dimana kedaulatan negara di tangan Tuhan dengan syariat sebagai hukum positif. Dalam konteks Indonesia, Islam radikal adalah kelompok Islam yang menginginkan perubahan secara ekstrem dan menyeluruh dalam penerapan ideologi dan ajaran Islam yang mereka yakini dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, mereka mencita-citakan berdirinya sebuah negara yang dikuasai oleh pemerintahan Islam, sehingga terus melakukan berbagai upaya untuk 12 Al-wast} diartikan oleh Hans Wehr sebagai middle-way yaitu jalan tengah. Lihat Hans Wehr, Modern written Arabic (Gottingen: Otto Harrassowitz Verlag, 1979), 1066. 13 Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis (Situbondo: Tanwirul Afkar, 2018), 1-2. 14 Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Musthofa (Jakarta: SERAMBI, 2005), 27-28. 15 Chafid Wahyudi, “Tipologi Islam Moderat dan Puritan: Pemikiran Khaled M. Abou ElFadl”, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 1 (Juni 2011). 81-82. Saihu, Saihu. "Qur’anic Perspective On Total Quality Management (TQM) And Its Implementation In The Institution Of Islamic Education." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran Dan Keislaman 4.01 (2020): 13-26. MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 44 Yoga Irama, Liliek Channa AW. mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengganti dasar dan konstitusi negara yaitu Pancasila dan UUD 1945.16 Abdul Jamil Wahab17 dalam buku karyanya yang berjudul “Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia” memberikan beberapa keyword (kata kunci) agar mudah mengenali perbedaan Islam moderat dan Islam radikal di Indonesia, yakni melalui pemaknaan terhadap beberapa isu yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Penjabarannya pada tabel 1, di bawah ini: Tabel 1. Tipologi Islam Moderat dan Islam Radikal No Isu-Isu 1. Hubungan Islam dan Negara 2. Penerapan Syariat Islam 3. Pandangan terhadap Jihad Pandangan Islam Moderat Paradigma simbiotik yaitu agama dan negara saling bertimbal balik serta saling membutuhkan. Konsep negara yang ideal adalah NKRI dengan dasar negara Pancasila. Tidak tepat menerapkan syariat Islam. Implementasi syariat Islam dapat dilakukan melalui pranata hukum negara. Tujuan negara sejatinya sejalan dengan tujuan syariat Islam yaitu adil, makmur dan berketuhanan Yang Maha Esa. Jihad hukumnya wajib, akan tetapi tidak hanya dimaknai sebagai perang. Menjalankan kewajiban Ibadah (salat, zakat, puasa, haji), mencari ilmu, berkata Pandangan Islam Radikal Paradigma integratif yaitu agama dan negara satu kesatuan tidak boleh terpisah (di>n wa dawlah). Konsep negara yang ideal adalah Khilafah Islamiyah (negara Islam). Tahki>mus Syari>’ah (menegakkan syariat Islam) hukumnya wajib, tidak ada hukum yang autentik kecuali hukum Allah, hanya Allah yang berhak menjadi al-hakim. Jihad bermakna berperang di jalan Allah, bertujuan untuk menegakkan kalimat Allah, menghilangkan kemusyrikan, melawan 16 Abdul Jamil Wahab, Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia., 24-25. 17 Abdul Jamil Wahab adalah seorang peneliti yang sehari-hari bekerja di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama. Dalam menjalankan profesinya sebagai peneliti, ia banyak mendapat tugas ke berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara seperti Arab Saudi, Jerman dan Belanda, hal tersebut menjadikannya sosok yang banyak memahami potret kehidupan keagamaan masyarakat. 45| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. 4. 5. jujur, berbuat adil, mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan pokok agar tidak miskin dan lapar adalah termasuk jihad. Pandangan Terorisme adalah terhadap penyalahgunaan konsep Terorisme jihad, terorisme dalam segala bentuknya adalah haram. Pandangan Toleran, mampu hidup terhadap berdampingan, saling Hubungan menjaga perdamaian dan dengan Non- saling bekerja sama dalam Muslim hubungan sosial. Mengedepankan konsep Islam rahmatan lil ‘alamin. Berpedoman pada dalil QS. Al-Anbiya: 107. kaum kafir yang memerangi umat Islam. Hukumnya wajib bagi setiap individu (fardlu ‘ain). Terorisme adalah bagian dari praktik jihad yang bernilai pahala. Intoleran, cenderung menjauhi dan memusuhi Non-Muslim karena dianggap kafir, mereka adalah musuh Allah dan musuh kaum muslimin. Berpedoman pada dalil QS. Al-Maidah: 51. 2. Batasan Moderasi Agar dapat menentukan paham, dan perilaku beragama seseorang, tentulah harus ada ukuran serta batasan, apakah orang tersebut tergolong moderat ataukah non-moderat (ekstrem). Untuk menjawab persoalan itu, dapat merujuk pada sumber-sumber yang akurat, yakni nash-nash agama, konstitusi negara, serta konsensus bersama. Pemahaman moderasi beragama harus mengacu pada sikap beragama yang seimbang, tidak berlebihan dalam pengamalan syariat agamanya sendiri, dan memberikan bentuk penghormatan (toleransi) terhadap praktik agama lain.18 Keseimbangan-keseimbangan inilah yang akan memberikan dampak baik terhadap umat, berupa terhindar dari sikap ekstrem dan fanatik berlebihan dalam beragama. Hadirnya moderasi ini adalah sebagai bentuk solusi terhadap dua kutub paham menyimpang dalam beragama yaitu ekstrem kanan yang diisi oleh aliran konservatif, dan ekstrem kiri yang diisi oleh kaum liberal. Dengan kata lain moderasi adalah kunci terciptanya toleransi serta kerukunan umat di dunia. Dengan moderasi maka akan tercipta keseimbangan peradaban, buah dari keseimbangan akan menghasilkan perdamaian, terlebih lagi dalam konteks Indonesia yang terdapat masyarakat multikultural dengan berbagai kemajemukan beragama, maka 18 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 18. MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 46 Yoga Irama, Liliek Channa AW. moderasi bukan hanya sebagai pilihan, melainkan sebuah keniscayaan (keharusan).19 Pada tataran praksisnya, wujud moderat atau jalan tengah dalam Islam dapat diklasifikasi menjadi empat wilayah pembahasan, yaitu moderat dalam konteks akidah, moderat dalam konteks ibadah, moderat dalam konteks akhlak (budi pekerti), dan moderat dalam konteks tasyri’ (pembentukan syariat).20 Moderat dalam konteks akidah, yakni ajaran Islam sesuai dengan fitrah kemanusiaan, berada di tengah antara mereka yang percaya pada khurafat dan mitos, dan mereka yang mengingkari segala yang berwujud metafisik. Selain mengajak untuk beriman kepada yang gaib, Islam pun mengajak akal manusia untuk membuktikan ajarannya secara rasional.21 Moderat dalam konteks ibadah, Islam juga mewajibkan penganutnya untuk melakukan ibadah dalam bentuk dan jumlah yang sangat terbatas, misalnya salat lima kali dalam sehari, puasa sebulan dalam setahun, dan haji sekali dalam seumur hidup. Hal itu suatu bentuk keseimbangan atau posisi tengah antara tugas manusia sebagai khalifah fi al-ard dan hamba Allah yang harus beribadah kepada-Nya. 22 Moderat dalam konteks akhlak (budi pekerti), ajaran Islam mengakui dan memfasilitasi adanya unsur jasad dan ruh pada diri manusia. Dengan demikian manusia didorong untuk selalu menikmati kesenangan dan keindahan yang ada di bumi, sementara unsur ruh mendorongnya untuk menggapai petunjuk langit.23 Lebih dari itu, pada unsur ruh Tuhan menyematkan dua unsur lagi sebagai lambang kesempurnaan manusia, yaitu akal dan nafsu.24 Keseimbangan komponen yang melekat pada diri manusia tersebut pada waktu bersamaan menumbuhkan watak keseimbangan pada perilaku dan budi pekerti manusia dalam berinteraksi sosial sehari-hari. Dimana akal mampu menaklukkan nafsu untuk bermuara dan mengajak kepada kebajikan.25 Moderat dalam konteks tasyri’ (pembentukan syariat), yakni keseimbangan dalam menentukan hukum-hukum dalam Islam seperti halnya halal dan haram yang selalu mengacu pada alasan manfaat-mudarat, suci-najis, serta 19 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 18. Saihu, Saihu. "Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa Turunnya Adam As Ke-Dunia." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman 3.2 (2019): 268-279. 20 Abu Yasid, Membangun Islam Tengah: Refleksi Dua Dekade Ma’had Aly Situbondo (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2009), 37-38. 21 Fauzul Iman, “Menyoal Moderasi Islam”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 385. 22 Fauzul Iman, “Menyoal Moderasi Islam”. 23 Fauzul Iman, “Menyoal Moderasi Islam”, 385. 24 Dalam al-Qur’a>n, 91:7-10 Allah berfirman: “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa tersebut kefasikannya dan ketaqwaanya, sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa tersebut dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” 25 Ibrahim Siregar, “Aktualisasi Nilai-Nilai Moderasi Islam dalam Sistem Kekeluargaan Masyarakat Dalihan Natolu”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 150-151. 47| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. bersih-kotor.26 Dengan kata lain tolak ukur yang digunakan Islam dalam penentuan halal dan haram adalah maslahah umat atau dalam bahasa kaidah fikihnya disebut jalbu al-mashalih wa dar-u al-mafasid (upaya mendatangkan kemaslahatan dan mencegah kerusakan).27 3. Prinsip Dasar Moderasi Di negara Indonesia diskursus tentang moderasi (wasathiyah) di uraikan dalam tiga prinsip dasar yaitu: moderasi pemikiran, moderasi gerakan, dan moderasi perbuatan.28 Perihal prinsip yang pertama, moderasi dalam pemikiran keagamaan yakni dikenali dengan kemampuan untuk mensistesiskan antara teks dan konteks, sebagai contoh dalam pembacaan akan nash-nash kitab suci tidak hanya dipahami semata-mata lewat keadaan teks secara zahir saja, kemudian menafikan unsur konteks dibaliknya. Moderasi dalam pemikiran keagamaan yaitu memadukan keduanya secara dinamis agar mendapatkan pemahaman yang kompleks, menghasilkan muslim moderat yang tidak semata tekstual, tetapi juga kontekstual.29 Karena pendekatan kontekstual penting untuk memahami Islam dalam kerangka konteksnya, baik ruang dan waktu.30 Prinsip yang kedua, adalah moderasi dalam gerakan, yakni aktivitas penyebaran (dakwah) agama yang bertujuan mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kemungkaran, harus digaris bawahi bahwa dalam gerakan untuk mengajak tersebut tidak boleh menggunakan jalan kekerasan dan memaksa. Sebaliknya, harus menggunakan jalan yang baik, ramah, santun tanpa adanya niatan menyakiti dan menghakimi orang lain.31 Harus mampu menampakkan wajah ramah bukan marah, dan selalu mengedepankan cinta kasih bukan yang membawa semangat kebencian.32 Prinsip ketiga, adalah moderasi dalam perbuatan (praktik keagamaan), adalah penguatan akan hubungan agama dan kebudayaan (tradisi) masyarakat setempat. Agama hadir tidak dengan karakter kolot (saklek) terhadap budaya, justru keduanya bersikap saling terbuka untuk berdialog dan menghasilkan kebudayaan baru. Sebagai salah satu ciri muslim moderat yaitu sikapnya yang tidak anti terhadap budaya setempat, selama tidak bertentangan dengan syariat agama tentu sah-sah saja bila diaplikasikan bahkan dibuat sarana untuk semakin 26 Dalam kaitan ini Allah berfirman: “Rasul itu menyuruh mereka mengerjakan yang bajik (ma’ruf) dan melarang mereka dari mengerjakan yang jelek (munkar) dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka.” (al-Qur’a>n, 7: 157). 27 Abu Yasid, Membangun islam Tengah., 45-46. 28 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 27. 29 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama. 28. 30 Masdar Hilmy, Membaca Agama: Islam Sebagai Realitas Terkonstruksi (Yogyakarta: KANISISUS, 2009), 71. 31 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 28. 32 Ahmad Nurcholish, Merajut Damai Dalam Kebinekaan (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017), 14. MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 48 Yoga Irama, Liliek Channa AW. memperteguh nilai-nilai keimanan.33 Jadi, secara tidak langsung pendekatan budaya juga menjadi pintu masuk bagi moderasi beragama.34 Singkatnya, sikap moderat dalam beragama akan lebih mudah diwujudkan apabila seseorang memiliki tiga karakter dalam dirinya, yakni kebijaksanaan, ketulusan, dan keberanian.35 Bijaksana dalam bersikap karena keluasan pengetahuan agamanya, ketulusan hati dalam bersikap tanpa terbebani oleh godaan-godaan yang menerpa, dan keberanian diri menyampaikan pandangan yang berdasar pada ilmu, tanpa disertai sifat egois merasa paling benar sendiri, sehingga mampu mengakui kebenaran orang lain.36 4. Makna Moderasi dalam Perspektif Hadis Moderasi bukan hanya diajarkan oleh Islam, tetapi juga agama lain. Lebih jauh, moderasi merupakan kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal, keluarga, dan masyarakat, hingga hubungan antarmanusia yang lebih luas.37 Pada agama-agama dan peradaban lain juga memiliki tradisi yang mengajarkan kemoderatan. Sebagaimana pernyataan yang disampaikan oleh Muhammad Rifa’i38: Pada prinsipnya setiap agama pasti menjunjung tinggi nilai moderasi, meskipun di satu sisi setiap pemeluknya harus fanatik pada agamanya sendirisendiri. Lebih lanjut, kefanatikan terhadap agama itu boleh, tidak ada yang melarang, namun jangan sampai memaksakan kefanatikan itu kepada orang lain. Karena hakikat moderasi beragama itu tercermin dalam tindakan serta perilaku umat yang proporsional dalam menerapkan ajaran agamanya kepada orang lain.39 Diakui atau tidak semua ajaran agama sangat menjunjung tinggi nilai kasih sayang, kejujuran, adil dan kesetaraan. Sebaliknya, perbuatan zalim (aniaya) serta berlebih-lebihan sangat ditentang dalam agama, tidak ada satupun agama yang menganjurkan sikap-sikap tersebut untuk dilakukan oleh penganutnya.40 33 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 28. Mudofir Abdullah, “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal Wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama dari Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 274. 35 Mudofir Abdullah, “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal Wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”. 36 Mudofir Abdullah, “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal Wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”. 37 Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 19-20. 38 Muhammad Rifa’i adalah salah satu dosen yang ditunjuk mewakili UIN Sunan Ampel Surabaya untuk mengikuti program pelatihan instruktur moderasi beragama yang diadakan oleh Kemenag pada tanggal 30 Desember 2019 di Jakarta. 39 Muhammad Rifa’i (Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya), Wawancara, Surabaya, 21 Januari 2020. 40 Nur Syam, Islam Nusantara Berkemajuan: Tantangan dan Upaya Moderasi Agama (Semarang: FATAWA PUBLISHING, 2018), 214. 34 49| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. Sikap moderat sendiri termasuk salah satu ajaran budi pekerti yang baik dalam agama Islam dan selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih.41 Landasan untuk bersikap moderat merujuk pada dalil dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad Saw. Salah satu dalil dalam al-Qur’an terdapat pada surat al-Baqarah ayat 143, yang berbunyi: ‫ُ د‬ ‫َ قِيًدا ةَ ةَا ةََة بََةا باْ قِ بَْةَة‬ ‫ًا قْلَ ة كُوُكوا ك‬ ‫ََة بي كُ بْ ة‬ ‫اّْ ك‬ ‫اِ ةََة كُوَة ر‬ ‫ََةى اَْر ق‬ ‫ُو كُ ة‬ ‫َ ةًِةا ةَ ة‬ ‫ةَ ةَُةا قْ ةَ ةََة بََةا كُ بْ أ ك رََد ةَ ة‬ ‫َ قِْة بي قِ ةَ قاَ ةُاُ ب‬ ‫ََةى اْرَقََة‬ ‫اْرَقي كُ ة‬ ‫ُو ةُ قَ رَّ َةَِة قَ ك‬ ‫اّْ ك‬ ‫ََة بي ةِا قا رّ قَْة بََة ةْ ةََ َةَ ر قْ كُ ر‬ ‫يًّ د قا رّ ة‬ ‫ََة ىى ة‬ ‫ُ ة‬ ‫َْ ة‬ ‫ةْ ْة ةُ قْ ة‬ ْ‫ٌَ رّ قِي م‬ ‫اِ ْة ةّ كَ م‬ ‫كِي ةُ اقَ ةّاُة كُ بْ اق رَ اَْرـِة بقاَْر ق‬ ‫ةًَةى اَْرـِك ةَ ةَا ةُاَة اَْرـِك قْي ق‬ Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyianyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. Al-Baqarah: 143)42 Maksud dalam ayat tersebut yang dilabeli sebagai umat moderat parameternya adalah hubungan antar-umat, umat Islam bisa disebut sebagai umat moderat hanya jika mampu bermasyarakat dengan umat yang lain (hablum minannas). Karenanya, jika kata wasatha43 dipahami dalam konteks agama, konsekuensinya adalah sebuah tuntutan kepada umat Islam untuk menjadi saksi dan sekaligus objek yang disaksikan, agar menjadi teladan bagi umat lain.44 Dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya komitmen seseorang terhadap moderasi sesungguhnya juga menandai sejauh mana komitmennya terhadap nilai-nilai keadilan. Semakin seseorang mampu bersikap moderat dan berimbang semakin besar pula peluang untuk berbuat adil. Begitupun sebaliknya, jika seseorang tidak mampu bersikap moderat dan berimbang, maka besar kemungkinan ia akan berbuat tidak adil.45 41 Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007), 144. al-Qur’a>n, 2:143. 43 Al-Qur’an menggunakan istilah wasatha untuk menyebut moderasi Islam. Kata tersebut kemudian diderivikasi oleh bahasa Indonesia untuk menyebut profesi netral dalam suatu kegiatan yang melibatkan dua belah pihak yang bersaing, yaitu wasit. Sebagaimana halnya seorang wasit, yang diperagakan olehnya mesti netralitas, menghindar dari keberpihakan. Seperti itu pula kualitas umat Islam yang harus mengambil jalan tengah, diantara ekstremisme dan liberalisme. Lihat Mahmud, “Moderasi Karakter Asli Agama Islam”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 69. 44 Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat., 144-145. 45 Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat. 42 MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 50 Yoga Irama, Liliek Channa AW. Hal itulah yang menunjukkan bahwa dalam tradisi Islam, Nabi Muhammad Saw, sangat menganjurkan agar umatnya untuk selalu memilih jalan tengah, yang diyakini sebagai jalan terbaik.46 Seperti halnya dalam sabda Nabi yang berbunyi: ‫ُ ك‬ ‫ً ةِا‬ ‫وّ أ ة بَ ة‬ ‫ةَي كبّ اأ ك كَ ق‬ 47 Sebaik-baik urusan adalah jalan tengah. Berdasarkan hasil penelusuran penulis dalam al-kutub al-tis’ah dengan melalui cara mu’jam, dengan mengacu pada kalimat ‫ أََ ًَُا‬ditemukan hadis tentang keharusan menerapkan moderasi beragama dari periwayatan yang lain, dengan rincian sebagai berikut: Shahih Bukhari 3 hadis; Sunan Tirmidzi 2 hadis; Sunan Ibn Majah 1 hadis; Musnad Ahmad 4 hadis. Berikut redaksi lengkapnya: a. Shahih Bukhari ‫ ًِثَا َوُى بَ اُّاَيل ًِثَا ًَْ اْواًِ بَ زَاد ًِثَا اأَّش‬:٣٠٩١ ‫صحيح اْْخاّي‬ ُ‫ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجيَ ُوح َأََِ فيِو‬:ُ‫ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً قا‬ ُ‫ا تَاْى َل بَغْ فيِوُ َُْ أي ّب فيِوُ أََِ َل بَغُْ فيِوْوَ ّ َا َاَُا ََ ُْي فيِو‬ ‫َْوح ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ صَى ا ََيِ ََُْ َأََِ فَشًِ أُِ قً بَغ ََو قوِْ َل ذُّه‬ ًَُْ‫{ َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ } َاْوُط ا‬ Shahih Bukhari 3091: Telah bercerita kepada kami Musa bin Isma'il telah bercerita kepada kami 'Abdul Wahid bin Ziyad telah bercerita kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "(Pada hari qiyanat) Nabi Nuh dan ummatnya datang lalu Allah Ta'ala berfirman: "Apakah kamu telah menyampaikan (ajaran)?" Nuh menjawab: "Sudah, wahai Rabbku". Kemudian Allah bertanya kepada ummatnya: "Apakah benar dia telah menyampaikan kepada kalian?" Mereka menjawab: "Tidak. Tidak ada seorang Nabi pun yang datang kepada kami". Lalu Allah berfirman kepada Nuh: "Siapa yang menjadi saksi atasmu?" Nabi Nuh berkata: "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan ummatnya." Maka kami pun bersaksi bahwa Nabi Nuh telah menyampaikan risalah yang diembannya kepada ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah Yang Maha Tinggi (Dan demikianlah kami telah menjadikan kalian sebagai ummat pertengahan untuk menjadi saksi atas manusia) (QS. al-Baqarah: 143). Al-Washathu maksudnya adalah al-'Adl (adil). ََ َّّ‫ ًِثَا َوُف بَ ّاًَ ًِثَا ََّّ َأبو أُاََ َاَْفظ ْج‬:٤١٢٧ ‫صحيح اْْخاّي‬ ُ‫ قاُ ُّو‬:ُ‫اأَّش ََ أبي صاْح َقاُ أبو أُاََ ًِثَا أبو صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي قا‬ ْ‫ا صَى ا ََيِ ََُْ ًََى ُوح َوم اِْياََ فيِوُ ْْيَ ًََََُ َا ّب فيِوُ َل بَغ‬ ََِ‫فيِوُ َُْ فيِاُ أََِ َل بَغُْ فيِوْوَ َا أتاُا ََ ََُّ فيِوُ ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأ‬ ََ‫فَشًََِ أُِ قً بَغ { ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا } فََْ قوِْ َل ذُّه { َََُْ ََََاُْ أ‬ ًَُْ‫ًَُا َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا } َاْوُط ا‬ Shahih Bukhari 4127: Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Rasyid Telah menceritakan kepada kami Jarir dan Abu Usamah dan lafazh ini milik Jarir dari al A'masy 46 47 Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis., 4. Ibnu al-Atsir, Ja>mi‘ al-Ushu>l fi> Ahadi>ts al-Rasu>l (Beirut: Dar al-Fikr, 1969), Juz II, 318-319. 51| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. dari Abu Shalih, Abu Usamah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Pada hari kiamat, Nuh akan dipanggil (Allah) dan ia akan menjawab: 'Labbaik dan Sa'daik, wahai TuhanKu!' lalu Allah bertanya: 'Apakah telah kau sampaikan pesan Kami?' Nuh menjawab: 'Ya.' Kemudian Allah akan bertanya kepada bangsa (umat) Nuh: 'Apakah ia telah menyampaikan pesan kami kepadamu sekalian?' Mereka akan berkata: 'Tidak ada yang memberikan peringatan kepada kami.' Maka Allah bertanya: 'Siapa yang menjadi saksimu?' Nuh menjawab: 'Muhammad dan umatnya.' Maka mereka (umat Muhammad) akan bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan pesan (Allah). {wayaku>nar rasu>lu 'alaikum syahi>da} (Dan Rasul menjadi saksi atas kalian) dan itulah maksud dari firman Allah jalla dzikruh: {wakadzalika ja'alna>kum ummatan wasathan litaku>nu> syuhada>-a 'alanna>si wayaku>nar rasu>lu 'alaikum syahi>da} (Demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang adil supaya kamu menjadi saksi atas manusia. Dan Rasul menjadi saksi atas kalian). (QS. al Baqarah (2): 143). ‫ ًِثَا اُحاق بَ ََصوّ ًِثَا أبو أُاََ ًِثَا اأَّش ًِثَا أبو‬:٦٨٠٣ ‫صحيح اْْخاّي‬ ََ‫ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجاَ بَوح َوم اِْيا‬:ُ‫صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي قا‬ ََ ُ‫فيِاُ ِْ َل بَغْ فيِوُ َُْ َا ّب فَسأُ أََِ َل بَغُْ فيِوْوَ َا َاَُا ََ ََُّ فيِو‬ َََُْ { ََُْ ِ‫َِودك فيِوُ َحًّ َأََِ فيجاَ بُْ فَشًََِ ثْ قّأ ُّوُ ا صَى ا ََي‬ } ‫ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ ًَّ { َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا‬ ‫َََ ََفّ بَ َوَ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي ََ اَْْي صَى ا‬ ‫ََيِ ََُْ بَِا‬ Shahih Bukhari 6803: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah menceritakan kepada kami Abu Usamah telah menceritakan kepada kami Al A'masy telah menceritakan kepada kami Abu Shalih dari Abu Sa'id alkhudzri berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Nabi Nuh didatangkan pada hari kiamat lantas ditanya, 'Sudahkah kamu menyampaikan? ' ia menjawab, 'Benar ya Rabbi'. Ummatnya kemudian ditanya, 'Apakah dia memang benar telah menyampaikan kepada kalian? ' Mereka menjawab, 'Belum ada seorang pemberi peringatan kepada kita.' Lantas Allah bertanya lagi: 'Siapa yang menjadi saksimu? ' Nuh menjawab, 'Muhammad dan umatnya.' Lantas kalian didatangkan dan kalian bersaksi." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat: '(Dan demikianlah Kami jadikan kalian umat yang wasath) ' (Qs. Albaqarah 143). Kata Al A'masy, wasath artinya adil '(Agar kalian menjadi saksi atas semua manusia dan agar rasul sebagai saksi atas kalian) ' (Qs. Albaqarah 143). Dan dari Ja'far bin Aun telah menceritakan kepada kami al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id alkhudzri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ini." b. Sunan Tirmidzi ََ ‫ ًِثَا أًِّ بَ ََيُ ًِثَا أبو ََاَََ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح‬:٢٨٨٦ ‫ََُ اَََّْي‬ ُ‫أبي َُيً ََ اَْْي صَى ا ََيِ ََُْ في قوِْ { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ ًَّ قا‬ ‫أبو َيسى ََا ًَِث ِسَ صحيح‬ MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 52 Yoga Irama, Liliek Channa AW. Sunan Tirmidzi 2886: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani' telah menceritakan kepada kami Abu Muawiyah telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Tentang firman Allah: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat yang pertengahan." (AlBaqarah: 143) beliau bersabda: "(maksudnya adalah) Adil." Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih. ‫ ًِثَا ًَْ بَ ِّيً أَُّْا ََفّ بَ َوَ أَُّْا اأَّش ََ أبي صاْح‬:٢٨٨٧ ‫ََُ اَََّْي‬ َُْ ُ‫ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ ًََى ُوح فيِاُ َل بَغْ فيِو‬:ُ‫ََ أبي َُيً قا‬ ُ‫فيًَى قوَِ فيِاُ َل بَغُْ فيِوْوَ َا أتاُا ََ ََُّ ََا أتاُا ََ أًِ فيِاُ ََ َِودك فيِو‬ ‫َحًّ َأََِ قاُ فيؤتى بُْ تشًََِ أُِ قً بَغ فََْ قوُ ا تَاْى{ َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا‬ ًَُْ‫َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا } َاْوُط ا‬ ‫قاُ أبو َيسى ََا ًَِث ِسَ صحيح ًِثَا َحًّ بَ بشاّ ًِثَا ََفّ بَ َوَ ََ اأَّش‬ ‫ُحوه‬ Sunan Tirmidzi 2887: Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid telah mengabarkan kepada kami Ja'far bin 'Aun telah mengabarkan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Nuh dipanaggil lalu ditanya: "Apakah telah kau sampaikan?" Nuh menjawab: "Ya." Lalu kaumnya dipanggil kemudian ditanya: "Apakah dia telah menyampaikan pada kalian?" Mereka menjawab: "Tidak ada pemberi peringatan yang mendatangi kami dan tidak ada seorang pun yang mendatangi kami." Nuh ditanya: "Siapa saksi-saksimu?" Nuh menjawab: "Muhammad dan ummatnya." Beliau melanjutkan sabdanya: "Lalu kalian didatangkan, kalian bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan, itulah maksud firman Allah Ta'ala: 'Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.' (Al-Baqarah: 143) dan wasath (pertengahan) maknanya adalah adil." Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ja'far bin 'Aun dari Al A'masy seperti di atas. c. Sunan Ibnu Majah ََ ‫ ًِثَا أبو َُُّ َأًِّ بَ َُاَ قاّ ًِثَا أبو ََاَََ ََ اأَّش‬:٤٢٧٤ َِ‫ََُ ابَ َا‬ َ‫ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجيَ اَْْي َََِ اَّْل‬:ُ‫أبي صاْح ََ أبي َُيً قا‬ َِ‫ََجيَ اَْْي َََِ اْثلثَ َأُثّ ََ ذَْ َأقل فيِاُ ِْ َل بَغْ قوََ فيِوُ َُْ فيًَى قو‬ ‫فيِاُ َل بَغُْ فيِوْوَ ّ فيِاُ ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأََِ فًََى أََ َحًّ فيِاُ َل بَغ‬ ‫ََا فيِوْوَ َُْ فيِوُ ََا ََُّْ بََْ فيِوْوَ أَُّْا ُْيَا بََْ أَ اُّْل قً بَغوا فصًقَاه‬ ُ‫قاُ فَُْْ قوِْ تَاْى { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْو‬ } ‫ََيُْ َِيًا‬ Sunan Ibnu Majah 4274: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Ahmad bin Sinan keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seorang Nabi akan datang bersama dengan dua orang laki-laki, dan 53| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. Nabi yang lain akan datang pula bersama dengan tiga orang, dan ada juga yang lebih banyak dari itu atau lebih sedikit. Kemudian di katakan kepadanya: "Apakah kamu telah menyampaikan (ajaran Allah) kepada kaummu?" ia menjawab: "Ya." maka kaumnya di panggil: "Apakah ia telah menyampaikannya kepada kalian?" mereka menjawab: "Tidak." maka di tanyakan (kepada Nabi tersebut): "Siapakah yang menjadi saksi atas pernyataan itu?" Ia menjawab: "Muhammad dan ummatnya." kemudian ummat Muhammad dipanggil dan ditanya: "Apakah ia (nabi tersebut) telah menyampaikan?" mereka (ummat Muhammad) menjawab: "Ya." Penanya bertanya: "Apa alasanmu tentang hal itu?" mereka menjawab: "Nabi kami telah memberitahukan kepada kami bahwa para Rasul telah menyampaikan (risalah Allah), dan kami pun mempercayainya." begitulah kondisi kalian yang disebutkan dalam firman Allah: "Dan demikianlah Kami jadikan kalian ummat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (aperbuatan) manusia dan agar rasul (Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian." ‫ ًِثَا أبو ََاَََ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً ََ اَْْي‬:١٠٦٤٦ ًِّ‫َسًَ أ‬ ًَّ ُ‫صَى ا ََيِ ََُْ في قوِْ َز ََل { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قا‬ Musnad Ahmad 10646: Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata: telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tentang firman Allah 'azza wajalla: "dan kami jadikan kalian umat yang tengah-tengah", beliau bersabda: "Yaitu adil." ََ ‫ ًِثَا َُيُ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي‬:١٠٨٤١ ًِّ‫َسًَ أ‬ } ‫اَْْي صَى ا ََيِ ََُْ اْوُط اًَُْ { ََََاُْ أََ ًَُا‬ Musnad Ahmad 10841: Telah menceritakan kepada kami Waki' berkata: telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "pertengahan adalah adil, dan kami jadikan kalian umat yang pertengahan." ُ‫ قا‬:ُ‫ ًِثَا َُيُ ََ اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي قا‬:١٠٨٥٣ ًِّ‫َسًَ أ‬ َُْ ُ‫ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ ًََى ُوح ََيِ اْسلم َوم اِْياََ فيِاُ ِْ َل بَغْ فيِو‬ ََ ‫فيًَى قوَِ فيِاُ ِْْ َل بَغُْ فيِوْوَ َا أتاُا ََ ََُّ أَ َا أتاُا ََ أًِ قاُ فيِاُ َْوح‬ ُ‫َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأََِ قاُ فََْ قوِْ { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ اْوُط اًَُْ قا‬ ُْ‫فيًَوَ فيشًََِ ِْ باْْلغ قاُ ثْ أًَِ ََي‬ Musnad Ahmad 10853: Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pada hari kiamat Nuh 'Alaihis salam dipanggil, lalu dikatakan kepadanya: 'Apakah engkau telah menyampaikannya? ' ia menjawab: 'Ya, ' kemudian kaumnya dipanggil dan dikatakan kepada mereka: 'Apakah ia telah menyampaikannya? ' mereka menjawab: 'Tidak ada seorang pemberi peringatan yang datang kepada kami, -atau beliau mengatakan, - 'tidak ada seorang pun yang datang kepada kami, '" beliau bersabda: "Lalu ditanyakan kembali kepada Nuh: 'Siapa yang bisa bersaksi untukmu? ' lalu ia berkata: 'Muhammad dan umatnya, ' beliau bersabda: "Maka disitulah (kebenaran) firman Allah: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 54 Yoga Irama, Liliek Channa AW. pilihan.." beliau bersabda: "pertengahan adalah adil, " beliau bersabda: "Lalu mereka dipanggil dan bersaksi untuknya (Nuh) bahwa ia telah menyampaikan, " beliau bersabda: "Kemudian aku bersaksi atas kalian." ‫ ًِثَا أبو ََاَََ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي‬:١١١٣٢ ًِّ‫َسًَ أ‬ َََِ ‫ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجيَ اَْْي َوم اِْياََ َََِ اَّْل َاَْْي‬:ُ‫قا‬ ْ‫اَّْلَ َأُثّ ََ ذَْ فيًَى قوَِ فيِاُ ِْْ َل بَغُْ ََا فيِوْوَ ّ فيِاُ ِْ َل بَغ‬ ‫قوََ فيِوُ َُْ فيِاُ ِْ ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأََِ فيًَى َحًّ َأََِ فيِاُ ِْْ َل بَغ‬ ََْ‫ََا قوَِ فيِوْوَ َُْ فيِاُ ََا ََُّْ فيِوْوَ َاَُا ُْيَا فأَُّْا أَ اُّْل قً بَغوا ف‬ ُ‫قوِْ { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ َِوُ ًَّ {َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْو‬ }‫ََيُْ َِيًا‬ Musnad Ahmad 11132: Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata: telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pada hari kiamat ada seorang Nabi yang datang dengan seorang pengikut dan ada juga Nabi yang datang dengan dua orang pengikut atau lebih dari itu, lalu kaumnya akan dipanggil dan dikatakan kepada mereka: 'Apakah orang ini telah menyampaikan kepada kalian? ' mereka menjawab: 'Belum, ' lalu dikatakan kepada Nabi tersebut: 'Apakah telah engkau sampaikan kepada kaummu? ' ia menjawab: 'Ya, sudah.' Kemudian ditanyakan kepadanya: 'Siapakah yang bisa menjadi saksimu? ' ia menjawab: 'Muhammad dan umatnya.' Lalu dipanggillah Muhammad dan umatnya, kemudian dikatakan kepada mereka: 'Apakah orang ini telah menyampaikan kepada kaumnya? ' mereka menjawab: 'Ya, sudah, ' lalu ditanyakan: 'Darimana kalian tahu? ' mereka lalu menjawab: 'Nabi kami telah datang kepada kami dan mengabarkannya kepada kami, bahwa para Rasul telah menyampaikannya, ' dan itu sesuai dengan firman Allah: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat yang pertengahan, " Abu Sa'id berkata: "Beliau bersabda: "Yaitu adil, " agar kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian." 5. Implikasi Pemahaman Moderasi Beragama Lemahnya pemahaman tentang moderasi beragama membuat bangsa Indonesia menghadapi munculnya sikap intoleransi di tengah masyarakat, bahkan bisa masuk pada level teror. Fenomena tersebut menyasar dan dirasakan hampir semua agama, sehingga bisa menjadi indikator menurunnya kualitas hubungan umat beragama. Hadirnya moderasi beragama berimplikasi kuat dalam upaya menangani masalah-masalah keagamaan tersebut. Tidaklah mudah memang untuk membangun kesadaran di kalangan masyarakat bahwa pluralitas agama dan keyakinan adalah sebuah keniscayaan sejarah. Namun sikap moderat dalam beragama memiliki semangat dialog dan kesediaan saling berbagi (toleransi) menerapkan prinsip kebersamaan, sehingga bisa berkonsistensi dengan kelompok lain. Sebagaimana indikator dalam moderasi 55| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 Yoga Irama, Liliek Channa AW. beragama yakni adanya pluralisme dan interdependensi antar manusia sebagai prinsip sosial yang tidak bisa ditolak. Menurut penulis ada beberapa catatan yang harus dicermati dalam mengimplementasikan moderasi beragama, yaitu: pertama, untuk dapat menjadi moralitas publik, moderasi beragama membutuhkan partisipasi semua pihak. Gagasan dan gerakan moderasi beragama harus bersifat top down, sehingga gagasan dan strateginya bisa didiskusikan di internal kelompok-kelompok agama. Kedua, untuk percepatan dan penguatan moderasi keagamaan di masyarakat, dibutuhkan struktur yang memberikan support atas diseminasinya di masyarakat. Dalam hal ini bukan berarti struktur yang menghagemoni, tetapi agen-agen sosial, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang ada di sekeliling kita yang perlu didorong untuk benar-benar berperan aktif dalam mendiseminasikan moderasi keagamaan dalam sikap, tindakan dan budi pekerti, hingga masyarakatlah nanti yang akan menyerap dan akhirnya dapat menunjukkan sikap moderat dalam beragama D. KESIMPULAN Dalam pemaknaan moderasi pada berbagai riwayat hadis, dapat ditarik kesimpulan bahwa esensi moderasi beragama yakni pemahaman dan praktik beragama yang adil, santun, mampu bertoleransi dengan perbedaan dan jauh dari kekerasan. Selain landasan kuat melalui berbagai riwayat hadis, terdapat pula hujjah lain melalui aspek kehidupan sosial di Indonesia. Mengingat Negara Indonesia yang secara kodrati majemuk memiliki akar kultural yang cukup kuat, juga memiliki modal sosial yang besar, rasanya sangat cukuplah seluruh kemajemukan itu juga menjadi dasar acuan kuat untuk menerapkan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari. Menurut hemat penulis, moderasi beragama harus menjadi paradigma baru bagi semua kalangan umat beragama. Karena hanya dengan moderasi beragama, para pemeluknya belajar tentang etika pergaulan, etika dialog, dan teknik memecahkan masalah yang tepat. Dengan menjadikan moderasi beragama sebagai paradigma, maka pemecahan-pemecahan masalah terkait relasi antar pemeluk agama dapat dikendalikan dari dalam, yakni dari pandangan dunia mereka sendiri yang toleran dan dialogis MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 56 Yoga Irama, Liliek Channa AW. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Mudofir. “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (local wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”. Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS, 2019. Al-Atsir, Ibnu. Jāmi‘ al-Ushūl fī Ahadīth al-Rasūl. Beirut: Dar al-Fikr. Juz II, 1969. Dictionaries, Oxford Learner’s. http://oxfordlearnersdictionaries.com. Diakses 20 Januari 2020. El Fadl, Khaled Abou. Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Musthofa. Jakarta: SERAMBI, 2005. Hilmy, Masdar. Membaca Agama: Islam Sebagai Realitas Terkonstruksi. Yogyakarta: KANISISUS, 2009. Indonesia, Kamus Besar Bahasa. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/moderasi. Diakses 10 Januari 2020. Iman, Fauzul. “Menyoal Moderasi Islam”. Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS, 2019. Junaedi, Edi. “Inilah Moderasi Beragama Perspektif Kementerian Agama”, Jurnal Multikultural dan Multireligius. Vol. 18, No. 2, 2019. Muhajir, Afifuddin. Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis. Situbondo: Tanwirul Afkar, 2018. Nashir, Haedar. Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologis. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2019. Nurcholish, Ahmad. Merajut Damai Dalam Kebinekaan. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017. RI, Tim Penyusun Kementerian Agama. Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019. Rifa’i, Muhammad (Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya). Wawancara. Surabaya, 21 Januari 2020. Shihab, M. Quraish. Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama. Tangerang: Lentera Hati, 2019. Siregar, Ibrahim. “Aktualisasi Nilai-Nilai Moderasi Islam dalam Sistem Kekeluargaan Masyarakat Dalihan Natolu”. Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS, 2019. Syam, Nur. Islam Nusantara Berkemajuan: Tantangan dan Upaya Moderasi Agama. Semarang: FATAWA PUBLISHING, 2018. Taher, Tarmizi. Berislam Secara Moderat. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007. Wahab, Abdul Jamil. Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019. Wahyudi, Chafid. “Tipologi Islam Moderat dan Puritan: Pemikiran Khaled M. Abou El-Fadl”. Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam. Vol. 1, No. 1, Juni 2011. Wikipedia,http://id.m.wikipedia.org/wiki/yin_yang. Diakses 17 Maret 2020. Yasid, Abu. Membangun Islam Tengah: Refleksi Dua Dekade Ma’had Aly Situbondo. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010. 57| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57