P-ISSN: 2087-8125
E-ISSN: 2621-9549
Vol. 5, No. 01, 2021, 41-57
MODERASI BERAGAMA DALAM PERSPEKTIF HADIS
Yoga Irama,1 Liliek Channa AW.2
1,2
UIN Sunan Ampel Surabaya, Indonesia.
[email protected].
Abstrak
Fenomena pengarusutamaan moderasi beragama yang terjadi di masyarakat menimbulkan
berbagai respons dari berbagai media, tokoh-tokoh agama dan peneliti. Beragam
pemaknaan seputar moderasi beragama oleh masing-masing kelompok. Berbagai kalangan
mengaku bahwa golongannya adalah representasi dari kelompok moderat. Kurang jelasnya
definisi serta ciri-ciri moderat membuat fenomena mengaku moderat itu terjadi. Oleh
karena itu, perlu adanya tinjauan terhadap berbagai hadis tentang makna moderasi,
sehingga akan menghasilkan pemahaman yang utuh tentang moderasi beragama yang
sesungguhnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gagasan moral yang terkandung dalam
moderasi beragama merupakan upaya dalam menjaga keberagaman, persatuan dan
kedamaian seluruh agama di Indonesia. Dengan demikian, harapan besar untuk dapat
mengikis risiko perpecahan dan kerusakan akibat pemahaman yang salah, salah satunya
adalah pola agama yang konservatif, ekstrem atau radikal; yang bertentangan dengan dasar
negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Kata kunci: Moderasi Beragama, Hadis, Ide moral
Abstract
The phenomenon of mainstreaming religious moderation that occurs in society elicits various
responses from various media, religious leaders and researchers. Various meanings around religious
moderation by each group. Various circles claim that the group is a representation of the moderate
group. The lack of clear definition as well as moderate characteristics makes the phenomenon of
moderate claiming it occur. Therefore, there needs to be a review of the various hadiths about the
meaning of moderation, so that it will produce a complete understanding of the real religious
moderation. This study concluded that the moral idea contained in religious moderation is an effort in
maintaining diversity, unity and peace of all religions in Indonesia. Thus, great hope to be able to
erode the risk of division and damage due to wrong understanding, one of which is a pattern of
religion that is conservative, extreme or radical; which is contrary to the Indonesian state basis,
namely Pancasila.
Keywords: Moderation, Hadith, Moral Ideas
41
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
A. PENDAHULUAN
Moderasi beragama menjadi fenomena yang populer beberapa tahun
terakhir, dari kalangan masyarakat biasa hingga para tokoh agama. Hal itu
berkaitan dengan suasana keagamaan Indonesia yang terasa agak merisaukan.
Polemik-polemik beragama yang muncul memiliki pengaruh besar pada aspek
kerukunan. Dalam konteks ini adalah kasus radikalisme agama.1 Lahirnya konsep
moderasi beragama tidak lain adalah sebagai respons atas fenomena tersebut.
Moderasi beragama secara sederhana dapat dimaknai sebagai aktivitas
keagamaan secara proporsional, tidak berlebih-lebihan. Namun, seiring
berkembangnya zaman, pemaknaan terhadap moderasi beragama menjadi
beragam dan bermacam-macam, penulis mengkategorikannya menjadi dua
kelompok, moderasi beragama secara ideologis dan praktik.
Penelitian seputar tema moderasi beragama memang bukanlah kajian yang
baru, beberapa tokoh terkemuka telah mengungkapkan tentang makna moderasi
beragama pada penelitiannya, seperti Quraish Shihab dalam bukunya menjelaskan
tentang makna moderasi dan tawaran gagasan agar bisa menerapkan moderasi
beragama yang baik dan benar.2 Penelitian lain mencoba mengkaji moderasi
beragama dan mengelaborasikannya dengan lini kebangsaan.3 Penelitian lain
tentang makna moderasi juga pernah dilakukan sebelumnya oleh Edi Jumadi,
namun penelitiannya hanya terbatas pada review makna moderasi beragama yang
terdapat pada buku terbitan Kemenag yang berjudul Moderasi Beragama.4
Sedangkan dalam artikel ini penulis bukan hanya memfokuskan pada
pengertian moderasi beragama, namun penulis juga menelusuri makna moderasi
beragama yang ada dalam literatur hadis sebagai basis utama makna moderasi
1
Radikalisme pertama kali digunakan sebagai landasan ideologi dalam berpolitik sekitar
abad ke 18 akhir sampai abad 19 awal, tepatnya di Negara Inggris, di masa itu perannya sebagai
gerakan politik menunjukkan dominasi yang kuat, hingga mulai menyebar luas dan pada akhirnya
justru Perancis lah yang menjadi tempat berlabuh atas dominasi gerakan ini, ketika itu menjelang
tragedi revolusi Perancis. Ciri khas dari radikalisme ialah cenderung condong pada aliran kanan
yaitu paham progresif serta konservatif, yang memiliki komitmen kuat serta ekstrem, akan
melakukan apapun demi tercapainya kehendak. Hal ini sangat berlawanan dengan liberalisme dan
sosialisme. Lihat Irwansyah, “Radikalisme Agama: dari Kasus Dunia sampai Sumatera Utara”, Teosofi:
Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 8, No. 1 (Juni, 2018), 243.
2
Lihat M. Quraish Shihab, Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama (Tangerang:
Lentera Hati, 2019).
3
Lihat Haedar Nashir, Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologis (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2019).
4
Dalam penelitian tersebut penulis menilai buku berjudul Moderasi Beragama meskipun
secara substansi memuat pembahasan-pembahasan yang baik dan berbobot, namun tetap masih
terdapat celah ruang untuk dikritik. Sehingga tidak bisa dijadikan sebagai rujukan tunggal terkait
makna dan konsep moderasi beragama. Edi Junaedi, “Inilah Moderasi Beragama Perspektif
Kementerian Agama”, Jurnal Multikultural dan Multireligius, Vol. 18, No. 2 (2019). Aziz, Abd, and M.
Imam Sofyan Yahya. "Kritik Intrinsikalitas dan Ekstrinsikalitas Sastra Modern dalam Kajian Sastra
Arab Modern." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman 3.1 (2019): 23-36.
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 42
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
beragama, sehingga akan menghasilkan pemahaman tentang moderasi beragama
secara utuh.
B. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui studi pustaka.
Analisisnya menggunakan analisis isi teks. Metode yang digunakan dalam
penelitian adalah metode tematik, dengan cara pengumpulan hadis dan
mengorelasikan dengan objek penelitian.5 Metode ini menjadi lazim karena
menyambungkan persoalan yang ada dengan kontekstualisasi pesan hadis.6
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinjauan Bahasa tentang Moderasi
Kata moderasi mengadopsi dari bahasa Latin yaitu moderatio yang
mempunyai arti kesedangan (tidak lebih dan tidak kurang). Kata itu juga bisa
bermakna pengendalian diri dari sikap berlebih-lebihan dan kekurangan.7 Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata moderasi diartikan menjadi dua
pengertian, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran dari keekstreman.8
Sebagai contoh jika ada seseorang dikatakan bersikap moderat berarti maknanya
adalah orang itu bersikap sebagaimana mestinya, wajar, biasa-biasa saja dan tidak
ekstrem. Hal ini menunjukkan bahwa kata moderat berarti lebih condong maknanya
pada aspek keseimbangan dalam dimensi moral, watak dan keyakinan, baik ketika
seseorang dilihat sebagai individu atau ketika dihubungkan pada institusi negara.
Sedangkan dalam kaidah bahasa Arab, moderasi lebih dikenal dengan
sebutan wast atau wasathiyah.9 Terdapat persamaan makna antara kata tawassuth
(tengah-tengah), ta’ādul (adil), dan tawazun (berimbang). Atas dasar makna yang
sangat berdekatan atau bahkan sama itulah, ketiga ungkapan tersebut bisa
disatukan menjadi wasathiyah.10 Wasathiyah berarti jalan tengah atau keseimbangan
antara dua hal yang berbeda atau berkebalikan.11 Dalam bahasa Yūsuf al-Qardāwi,
5
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan Fazlul Rahman,
cet. I (Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007).
6
Ziyād Khalīl Muḥammad al-Daghāmain, Manhajiyyah al-Baḥth fī al-Tafsīr al-Mauḍū‘ī li alQur’ān al-Karīm (Amman: Dār al-Bashīr, 1955), 18.
7
Oxford Learner’s Dictionaries, http://oxfordlearnersdictionaries.com. Diakses 20 Januari
2020.
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/moderasi. Diakses 10
Januari 2020.
9
Abdul Jamil Wahab, Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam
Indonesia., 194.
10
Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis (Situbondo: Tanwirul
Afkar, Januari 2018), 1.
11
Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis, 4-5. Aziz, Abd, and
Yuan Martina Dinata. "Bahasa Arab Modern Dan Kontemporer; Kontinuitas Dan
Perubahan." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman 3.2 (2019): 152-168.
43| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
moderat adalah al-wast yang berarti jalan tengah,12 tidak ekstrem ke kanan ataupun
ekstrem ke kiri. Jika dikaitkan dengan persoalan agama, maka moderasi
beragama itu bersikap dan berperilaku yang tidak mengikuti arus ke kanan
ataupun ke kiri, yakni tidak liberal ataupun radikal.
Dalam Pandangan Afifuddin Muhajir, Islam moderat (wasathiyah)
merupakan suatu metode atau pendekatan dalam mengkontekstualisasi Islam
di tengah peradaban global. Dalam bahasa lain Islam moderat adalah
aktualisasi Islam rahmatan lil ‘ālamīn.13 Corak pandang dalam Islam moderat
ialah menekankan pentingnya pendekatan yang lentur terhadap hukum Islam
dan menolak kekakuan penafsiran al-Qur’an. Khaled Abou El Fadl berpendapat,
bahwa istilah moderat merujuk pada nash-nash al-Qur’an yang senantiasa
memerintahkan untuk menjadi umat yang moderat, juga dalam hadis-hadis
Nabi telah diriwayatkan bahwa kebiasaan Nabi yang selalu memilih jalan
tengah (moderat) tatkala dihadapkan pada dua pilihan yang ekstrem.14 Lebih
lanjut, Islam moderat menurut Abou el-Fadl adalah Muslim yang teguh
pendiriannya terhadap agama Islam (berakidah kuat), menghormati
peribadatan orang lain kepada Tuhan meskipun agamanya berbeda, dan
berkeyakinan kuat bahwa agama Islam adalah agama yang relevan dengan
perkembangan zaman, baik dulu, sekarang dan masa depan (sepanjang zaman).
Bentuk dari keyakinan itu, maka Islam moderat mengadopsi sebuah
pencapaian-pencapaian di masa lalu kemudian ditarik ke masa sekarang dan
direimplementasi sesuai konteks saat ini, agar bisa menjadi solusi terhadap
masalah-masalah yang sedang terjadi.15
Sedangkan Islam Radikal adalah nama lain bagi mereka yang mengusung
jargon “al-Islām dīn wa al-dawlah” (Islam adalah agama dan negara), yaitu
keyakinan bahwa negara dan agama sebagai satu kesatuan, dimana kedaulatan
negara di tangan Tuhan dengan syariat sebagai hukum positif. Dalam konteks
Indonesia, Islam radikal adalah kelompok Islam yang menginginkan
perubahan secara ekstrem dan menyeluruh dalam penerapan ideologi dan
ajaran Islam yang mereka yakini dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara, mereka mencita-citakan berdirinya sebuah negara yang dikuasai
oleh pemerintahan Islam, sehingga terus melakukan berbagai upaya untuk
12
Al-wast} diartikan oleh Hans Wehr sebagai middle-way yaitu jalan tengah. Lihat Hans Wehr,
Modern written Arabic (Gottingen: Otto Harrassowitz Verlag, 1979), 1066.
13
Afifuddin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis (Situbondo:
Tanwirul Afkar, 2018), 1-2.
14
Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Musthofa (Jakarta:
SERAMBI, 2005), 27-28.
15
Chafid Wahyudi, “Tipologi Islam Moderat dan Puritan: Pemikiran Khaled M. Abou ElFadl”, Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 1, No. 1 (Juni 2011). 81-82. Saihu, Saihu.
"Qur’anic Perspective On Total Quality Management (TQM) And Its Implementation In The
Institution Of Islamic Education." Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran Dan Keislaman 4.01 (2020): 13-26.
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 44
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), mengganti dasar dan
konstitusi negara yaitu Pancasila dan UUD 1945.16
Abdul Jamil Wahab17 dalam buku karyanya yang berjudul “Islam Radikal
dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam Indonesia” memberikan
beberapa keyword (kata kunci) agar mudah mengenali perbedaan Islam moderat
dan Islam radikal di Indonesia, yakni melalui pemaknaan terhadap beberapa
isu yang sedang terjadi di tengah masyarakat. Penjabarannya pada tabel 1, di
bawah ini:
Tabel 1. Tipologi Islam Moderat dan Islam Radikal
No Isu-Isu
1.
Hubungan
Islam
dan
Negara
2.
Penerapan
Syariat Islam
3.
Pandangan
terhadap
Jihad
Pandangan Islam Moderat
Paradigma simbiotik yaitu
agama dan negara saling
bertimbal balik serta saling
membutuhkan.
Konsep
negara yang ideal adalah
NKRI dengan dasar negara
Pancasila.
Tidak tepat menerapkan
syariat Islam. Implementasi
syariat
Islam
dapat
dilakukan melalui pranata
hukum
negara.
Tujuan
negara sejatinya sejalan
dengan tujuan syariat Islam
yaitu adil, makmur dan
berketuhanan Yang Maha
Esa.
Jihad
hukumnya
wajib,
akan tetapi tidak hanya
dimaknai sebagai perang.
Menjalankan
kewajiban
Ibadah (salat, zakat, puasa,
haji), mencari ilmu, berkata
Pandangan Islam Radikal
Paradigma integratif yaitu
agama dan negara satu
kesatuan
tidak
boleh
terpisah (di>n wa dawlah).
Konsep negara yang ideal
adalah Khilafah Islamiyah
(negara Islam).
Tahki>mus
Syari>’ah
(menegakkan
syariat
Islam) hukumnya wajib,
tidak ada hukum yang
autentik kecuali hukum
Allah, hanya Allah yang
berhak menjadi al-hakim.
Jihad bermakna berperang
di jalan Allah, bertujuan
untuk
menegakkan
kalimat
Allah,
menghilangkan
kemusyrikan,
melawan
16
Abdul Jamil Wahab, Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam
Indonesia., 24-25.
17
Abdul Jamil Wahab adalah seorang peneliti yang sehari-hari bekerja di Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama. Dalam menjalankan profesinya sebagai peneliti, ia banyak
mendapat tugas ke berbagai daerah di Indonesia dan mancanegara seperti Arab Saudi, Jerman
dan Belanda, hal tersebut menjadikannya sosok yang banyak memahami potret kehidupan
keagamaan masyarakat.
45| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
4.
5.
jujur, berbuat adil, mencari
nafkah untuk memenuhi
kebutuhan pokok agar tidak
miskin dan lapar adalah
termasuk jihad.
Pandangan
Terorisme
adalah
terhadap
penyalahgunaan
konsep
Terorisme
jihad,
terorisme
dalam
segala bentuknya adalah
haram.
Pandangan
Toleran,
mampu
hidup
terhadap
berdampingan,
saling
Hubungan
menjaga perdamaian dan
dengan Non- saling bekerja sama dalam
Muslim
hubungan
sosial.
Mengedepankan
konsep
Islam rahmatan lil ‘alamin.
Berpedoman pada dalil QS.
Al-Anbiya: 107.
kaum
kafir
yang
memerangi umat Islam.
Hukumnya wajib bagi
setiap individu (fardlu
‘ain).
Terorisme adalah bagian
dari praktik jihad yang
bernilai pahala.
Intoleran,
cenderung
menjauhi dan memusuhi
Non-Muslim
karena
dianggap kafir, mereka
adalah musuh Allah dan
musuh kaum muslimin.
Berpedoman pada dalil
QS. Al-Maidah: 51.
2. Batasan Moderasi
Agar dapat menentukan paham, dan perilaku beragama seseorang, tentulah
harus ada ukuran serta batasan, apakah orang tersebut tergolong moderat ataukah
non-moderat (ekstrem). Untuk menjawab persoalan itu, dapat merujuk pada
sumber-sumber yang akurat, yakni nash-nash agama, konstitusi negara, serta
konsensus bersama. Pemahaman moderasi beragama harus mengacu pada sikap
beragama yang seimbang, tidak berlebihan dalam pengamalan syariat agamanya
sendiri, dan memberikan bentuk penghormatan (toleransi) terhadap praktik agama
lain.18
Keseimbangan-keseimbangan inilah yang akan memberikan dampak baik
terhadap umat, berupa terhindar dari sikap ekstrem dan fanatik berlebihan dalam
beragama. Hadirnya moderasi ini adalah sebagai bentuk solusi terhadap dua kutub
paham menyimpang dalam beragama yaitu ekstrem kanan yang diisi oleh aliran
konservatif, dan ekstrem kiri yang diisi oleh kaum liberal. Dengan kata lain
moderasi adalah kunci terciptanya toleransi serta kerukunan umat di dunia. Dengan
moderasi maka akan tercipta keseimbangan peradaban, buah dari keseimbangan
akan menghasilkan perdamaian, terlebih lagi dalam konteks Indonesia yang
terdapat masyarakat multikultural dengan berbagai kemajemukan beragama, maka
18
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 18.
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 46
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
moderasi bukan hanya sebagai pilihan, melainkan sebuah keniscayaan
(keharusan).19
Pada tataran praksisnya, wujud moderat atau jalan tengah dalam Islam dapat
diklasifikasi menjadi empat wilayah pembahasan, yaitu moderat dalam konteks
akidah, moderat dalam konteks ibadah, moderat dalam konteks akhlak (budi
pekerti), dan moderat dalam konteks tasyri’ (pembentukan syariat).20 Moderat dalam
konteks akidah, yakni ajaran Islam sesuai dengan fitrah kemanusiaan, berada di
tengah antara mereka yang percaya pada khurafat dan mitos, dan mereka yang
mengingkari segala yang berwujud metafisik. Selain mengajak untuk beriman
kepada yang gaib, Islam pun mengajak akal manusia untuk membuktikan ajarannya
secara rasional.21 Moderat dalam konteks ibadah, Islam juga mewajibkan
penganutnya untuk melakukan ibadah dalam bentuk dan jumlah yang sangat
terbatas, misalnya salat lima kali dalam sehari, puasa sebulan dalam setahun, dan
haji sekali dalam seumur hidup. Hal itu suatu bentuk keseimbangan atau posisi
tengah antara tugas manusia sebagai khalifah fi al-ard dan hamba Allah yang harus
beribadah kepada-Nya. 22
Moderat dalam konteks akhlak (budi pekerti), ajaran Islam mengakui dan
memfasilitasi adanya unsur jasad dan ruh pada diri manusia. Dengan demikian
manusia didorong untuk selalu menikmati kesenangan dan keindahan yang ada di
bumi, sementara unsur ruh mendorongnya untuk menggapai petunjuk langit.23
Lebih dari itu, pada unsur ruh Tuhan menyematkan dua unsur lagi sebagai lambang
kesempurnaan manusia, yaitu akal dan nafsu.24 Keseimbangan komponen yang
melekat pada diri manusia tersebut pada waktu bersamaan menumbuhkan watak
keseimbangan pada perilaku dan budi pekerti manusia dalam berinteraksi sosial
sehari-hari. Dimana akal mampu menaklukkan nafsu untuk bermuara dan mengajak
kepada kebajikan.25 Moderat dalam konteks tasyri’ (pembentukan syariat), yakni
keseimbangan dalam menentukan hukum-hukum dalam Islam seperti halnya halal
dan haram yang selalu mengacu pada alasan manfaat-mudarat, suci-najis, serta
19
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 18. Saihu, Saihu. "Rintisan
Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa Turunnya Adam As Ke-Dunia." Mumtaz: Jurnal
Studi Al-Quran dan Keislaman 3.2 (2019): 268-279.
20
Abu Yasid, Membangun Islam Tengah: Refleksi Dua Dekade Ma’had Aly Situbondo (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2009), 37-38.
21
Fauzul Iman, “Menyoal Moderasi Islam”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama:
dari Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 385.
22
Fauzul Iman, “Menyoal Moderasi Islam”.
23
Fauzul Iman, “Menyoal Moderasi Islam”, 385.
24
Dalam al-Qur’a>n, 91:7-10 Allah berfirman: “Dan jiwa serta penyempurnaannya, maka
Allah mengilhamkan kepada jiwa tersebut kefasikannya dan ketaqwaanya, sungguh beruntung
orang yang mensucikan jiwa tersebut dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.”
25
Ibrahim Siregar, “Aktualisasi Nilai-Nilai Moderasi Islam dalam Sistem Kekeluargaan
Masyarakat Dalihan Natolu”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk
Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 150-151.
47| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
bersih-kotor.26 Dengan kata lain tolak ukur yang digunakan Islam dalam penentuan
halal dan haram adalah maslahah umat atau dalam bahasa kaidah fikihnya disebut
jalbu al-mashalih wa dar-u al-mafasid (upaya mendatangkan kemaslahatan dan
mencegah kerusakan).27
3. Prinsip Dasar Moderasi
Di negara Indonesia diskursus tentang moderasi (wasathiyah) di uraikan
dalam tiga prinsip dasar yaitu: moderasi pemikiran, moderasi gerakan, dan
moderasi perbuatan.28 Perihal prinsip yang pertama, moderasi dalam pemikiran
keagamaan yakni dikenali dengan kemampuan untuk mensistesiskan antara teks
dan konteks, sebagai contoh dalam pembacaan akan nash-nash kitab suci tidak hanya
dipahami semata-mata lewat keadaan teks secara zahir saja, kemudian menafikan
unsur konteks dibaliknya. Moderasi dalam pemikiran keagamaan yaitu memadukan
keduanya secara dinamis agar mendapatkan pemahaman yang kompleks,
menghasilkan muslim moderat yang tidak semata tekstual, tetapi juga kontekstual.29
Karena pendekatan kontekstual penting untuk memahami Islam dalam kerangka
konteksnya, baik ruang dan waktu.30
Prinsip yang kedua, adalah moderasi dalam gerakan, yakni aktivitas
penyebaran (dakwah) agama yang bertujuan mengajak kepada kebaikan dan
menjauhi kemungkaran, harus digaris bawahi bahwa dalam gerakan untuk
mengajak tersebut tidak boleh menggunakan jalan kekerasan dan memaksa.
Sebaliknya, harus menggunakan jalan yang baik, ramah, santun tanpa adanya niatan
menyakiti dan menghakimi orang lain.31 Harus mampu menampakkan wajah ramah
bukan marah, dan selalu mengedepankan cinta kasih bukan yang membawa
semangat kebencian.32 Prinsip ketiga, adalah moderasi dalam perbuatan (praktik
keagamaan), adalah penguatan akan hubungan agama dan kebudayaan (tradisi)
masyarakat setempat. Agama hadir tidak dengan karakter kolot (saklek) terhadap
budaya, justru keduanya bersikap saling terbuka untuk berdialog dan menghasilkan
kebudayaan baru. Sebagai salah satu ciri muslim moderat yaitu sikapnya yang tidak
anti terhadap budaya setempat, selama tidak bertentangan dengan syariat agama
tentu sah-sah saja bila diaplikasikan bahkan dibuat sarana untuk semakin
26
Dalam kaitan ini Allah berfirman: “Rasul itu menyuruh mereka mengerjakan yang bajik
(ma’ruf) dan melarang mereka dari mengerjakan yang jelek (munkar) dan menghalalkan bagi mereka
segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka.” (al-Qur’a>n, 7: 157).
27
Abu Yasid, Membangun islam Tengah., 45-46.
28
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 27.
29
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama. 28.
30
Masdar Hilmy, Membaca Agama: Islam Sebagai Realitas Terkonstruksi (Yogyakarta:
KANISISUS, 2009), 71.
31
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 28.
32
Ahmad Nurcholish, Merajut Damai Dalam Kebinekaan (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2017), 14.
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 48
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
memperteguh nilai-nilai keimanan.33 Jadi, secara tidak langsung pendekatan budaya
juga menjadi pintu masuk bagi moderasi beragama.34
Singkatnya, sikap moderat dalam beragama akan lebih mudah diwujudkan
apabila seseorang memiliki tiga karakter dalam dirinya, yakni kebijaksanaan,
ketulusan, dan keberanian.35 Bijaksana dalam bersikap karena keluasan pengetahuan
agamanya, ketulusan hati dalam bersikap tanpa terbebani oleh godaan-godaan yang
menerpa, dan keberanian diri menyampaikan pandangan yang berdasar pada ilmu,
tanpa disertai sifat egois merasa paling benar sendiri, sehingga mampu mengakui
kebenaran orang lain.36
4. Makna Moderasi dalam Perspektif Hadis
Moderasi bukan hanya diajarkan oleh Islam, tetapi juga agama lain. Lebih
jauh, moderasi merupakan kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial
dan keseimbangan dalam kehidupan secara personal, keluarga, dan masyarakat,
hingga hubungan antarmanusia yang lebih luas.37 Pada agama-agama dan
peradaban lain juga memiliki tradisi yang mengajarkan kemoderatan. Sebagaimana
pernyataan yang disampaikan oleh Muhammad Rifa’i38:
Pada prinsipnya setiap agama pasti menjunjung tinggi nilai moderasi,
meskipun di satu sisi setiap pemeluknya harus fanatik pada agamanya sendirisendiri. Lebih lanjut, kefanatikan terhadap agama itu boleh, tidak ada yang
melarang, namun jangan sampai memaksakan kefanatikan itu kepada orang lain.
Karena hakikat moderasi beragama itu tercermin dalam tindakan serta perilaku
umat yang proporsional dalam menerapkan ajaran agamanya kepada orang lain.39
Diakui atau tidak semua ajaran agama sangat menjunjung tinggi nilai kasih
sayang, kejujuran, adil dan kesetaraan. Sebaliknya, perbuatan zalim (aniaya) serta
berlebih-lebihan sangat ditentang dalam agama, tidak ada satupun agama yang
menganjurkan sikap-sikap tersebut untuk dilakukan oleh penganutnya.40
33
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 28.
Mudofir Abdullah, “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal
Wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi
Beragama dari Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 274.
35
Mudofir Abdullah, “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal
Wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”.
36
Mudofir Abdullah, “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (Lokal
Wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”.
37
Tim Penyusun Kementerian Agama RI, Moderasi Beragama., 19-20.
38
Muhammad Rifa’i adalah salah satu dosen yang ditunjuk mewakili UIN Sunan Ampel
Surabaya untuk mengikuti program pelatihan instruktur moderasi beragama yang diadakan oleh
Kemenag pada tanggal 30 Desember 2019 di Jakarta.
39
Muhammad Rifa’i (Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya), Wawancara,
Surabaya, 21 Januari 2020.
40
Nur Syam, Islam Nusantara Berkemajuan: Tantangan dan Upaya Moderasi Agama (Semarang:
FATAWA PUBLISHING, 2018), 214.
34
49| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
Sikap moderat sendiri termasuk salah satu ajaran budi pekerti yang baik
dalam agama Islam dan selayaknya mendapatkan perhatian yang lebih.41 Landasan
untuk bersikap moderat merujuk pada dalil dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi
Muhammad Saw. Salah satu dalil dalam al-Qur’an terdapat pada surat al-Baqarah
ayat 143, yang berbunyi:
ُ د
َ قِيًدا ةَ ةَا ةََة بََةا باْ قِ بَْةَة
ًا قْلَ ة كُوُكوا ك
ََة بي كُ بْ ة
اّْ ك
اِ ةََة كُوَة ر
ََةى اَْر ق
ُو كُ ة
َ ةًِةا ةَ ة
ةَ ةَُةا قْ ةَ ةََة بََةا كُ بْ أ ك رََد ةَ ة
َ قِْة بي قِ ةَ قاَ ةُاُ ب
ََةى اْرَقََة
اْرَقي كُ ة
ُو ةُ قَ رَّ َةَِة قَ ك
اّْ ك
ََة بي ةِا قا رّ قَْة بََة ةْ ةََ َةَ ر قْ كُ ر
يًّ د قا رّ ة
ََة ىى ة
ُ ة
َْ ة
ةْ ْة ةُ قْ ة
ٌَْ رّ قِي م
اِ ْة ةّ كَ م
كِي ةُ اقَ ةّاُة كُ بْ اق رَ اَْرـِة بقاَْر ق
ةًَةى اَْرـِك ةَ ةَا ةُاَة اَْرـِك قْي ق
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi
kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti
Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyianyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia. (QS. Al-Baqarah: 143)42
Maksud dalam ayat tersebut yang dilabeli sebagai umat moderat
parameternya adalah hubungan antar-umat, umat Islam bisa disebut sebagai umat
moderat hanya jika mampu bermasyarakat dengan umat yang lain (hablum
minannas). Karenanya, jika kata wasatha43 dipahami dalam konteks agama,
konsekuensinya adalah sebuah tuntutan kepada umat Islam untuk menjadi saksi
dan sekaligus objek yang disaksikan, agar menjadi teladan bagi umat lain.44 Dapat
dikatakan bahwa tinggi rendahnya komitmen seseorang terhadap moderasi
sesungguhnya juga menandai sejauh mana komitmennya terhadap nilai-nilai
keadilan. Semakin seseorang mampu bersikap moderat dan berimbang semakin
besar pula peluang untuk berbuat adil. Begitupun sebaliknya, jika seseorang tidak
mampu bersikap moderat dan berimbang, maka besar kemungkinan ia akan berbuat
tidak adil.45
41
Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007), 144.
al-Qur’a>n, 2:143.
43
Al-Qur’an menggunakan istilah wasatha untuk menyebut moderasi Islam. Kata tersebut
kemudian diderivikasi oleh bahasa Indonesia untuk menyebut profesi netral dalam suatu kegiatan
yang melibatkan dua belah pihak yang bersaing, yaitu wasit. Sebagaimana halnya seorang wasit,
yang diperagakan olehnya mesti netralitas, menghindar dari keberpihakan. Seperti itu pula kualitas
umat Islam yang harus mengambil jalan tengah, diantara ekstremisme dan liberalisme. Lihat
Mahmud, “Moderasi Karakter Asli Agama Islam”, Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi Beragama: dari
Indonesia untuk Dunia (Yogyakarta: LKiS, 2019), 69.
44
Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat., 144-145.
45
Tarmizi Taher, Berislam Secara Moderat.
42
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 50
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
Hal itulah yang menunjukkan bahwa dalam tradisi Islam, Nabi Muhammad
Saw, sangat menganjurkan agar umatnya untuk selalu memilih jalan tengah, yang
diyakini sebagai jalan terbaik.46 Seperti halnya dalam sabda Nabi yang berbunyi:
ُ ك
ً ةِا
وّ أ ة بَ ة
ةَي كبّ اأ ك كَ ق
47
Sebaik-baik urusan adalah jalan tengah.
Berdasarkan hasil penelusuran penulis dalam al-kutub al-tis’ah dengan melalui
cara mu’jam, dengan mengacu pada kalimat أََ ًَُاditemukan hadis tentang
keharusan menerapkan moderasi beragama dari periwayatan yang lain, dengan
rincian sebagai berikut: Shahih Bukhari 3 hadis; Sunan Tirmidzi 2 hadis; Sunan Ibn
Majah 1 hadis; Musnad Ahmad 4 hadis. Berikut redaksi lengkapnya:
a. Shahih Bukhari
ًِثَا َوُى بَ اُّاَيل ًِثَا ًَْ اْواًِ بَ زَاد ًِثَا اأَّش:٣٠٩١ صحيح اْْخاّي
ُ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجيَ ُوح َأََِ فيِو:ََُ أبي صاْح ََ أبي َُيً قا
ُا تَاْى َل بَغْ فيِوُ َُْ أي ّب فيِوُ أََِ َل بَغُْ فيِوْوَ ّ َا َاَُا ََ ُْي فيِو
َْوح ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ صَى ا ََيِ ََُْ َأََِ فَشًِ أُِ قً بَغ ََو قوِْ َل ذُّه
ًَُْ{ َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ } َاْوُط ا
Shahih Bukhari 3091: Telah bercerita kepada kami Musa bin Isma'il telah bercerita
kepada kami 'Abdul Wahid bin Ziyad telah bercerita kepada kami Al A'masy dari Abu
Shalih dari Abu Sa'id berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "(Pada
hari qiyanat) Nabi Nuh dan ummatnya datang lalu Allah Ta'ala berfirman: "Apakah
kamu telah menyampaikan (ajaran)?" Nuh menjawab: "Sudah, wahai Rabbku".
Kemudian Allah bertanya kepada ummatnya: "Apakah benar dia telah menyampaikan
kepada kalian?" Mereka menjawab: "Tidak. Tidak ada seorang Nabi pun yang datang
kepada kami". Lalu Allah berfirman kepada Nuh: "Siapa yang menjadi saksi atasmu?"
Nabi Nuh berkata: "Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan ummatnya." Maka
kami pun bersaksi bahwa Nabi Nuh telah menyampaikan risalah yang diembannya kepada
ummatnya. Begitulah seperti yang difirmankan Allah Yang Maha Tinggi (Dan
demikianlah kami telah menjadikan kalian sebagai ummat pertengahan untuk menjadi
saksi atas manusia) (QS. al-Baqarah: 143). Al-Washathu maksudnya adalah al-'Adl (adil).
ََ َّّ ًِثَا َوُف بَ ّاًَ ًِثَا ََّّ َأبو أُاََ َاَْفظ ْج:٤١٢٧ صحيح اْْخاّي
ُ قاُ ُّو:ُاأَّش ََ أبي صاْح َقاُ أبو أُاََ ًِثَا أبو صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي قا
ْا صَى ا ََيِ ََُْ ًََى ُوح َوم اِْياََ فيِوُ ْْيَ ًََََُ َا ّب فيِوُ َل بَغ
ََِفيِوُ َُْ فيِاُ أََِ َل بَغُْ فيِوْوَ َا أتاُا ََ ََُّ فيِوُ ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأ
ََفَشًََِ أُِ قً بَغ { ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا } فََْ قوِْ َل ذُّه { َََُْ ََََاُْ أ
ًًََُُْا َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا } َاْوُط ا
Shahih Bukhari 4127: Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Rasyid Telah
menceritakan kepada kami Jarir dan Abu Usamah dan lafazh ini milik Jarir dari al A'masy
46
47
Afifudin Muhajir, Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis., 4.
Ibnu al-Atsir, Ja>mi‘ al-Ushu>l fi> Ahadi>ts al-Rasu>l (Beirut: Dar al-Fikr, 1969), Juz II, 318-319.
51| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
dari Abu Shalih, Abu Usamah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Shalih dari
Abu Sa'id Al Khudri berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
"Pada hari kiamat, Nuh akan dipanggil (Allah) dan ia akan menjawab: 'Labbaik dan
Sa'daik, wahai TuhanKu!' lalu Allah bertanya: 'Apakah telah kau sampaikan pesan
Kami?' Nuh menjawab: 'Ya.' Kemudian Allah akan bertanya kepada bangsa (umat) Nuh:
'Apakah ia telah menyampaikan pesan kami kepadamu sekalian?' Mereka akan berkata:
'Tidak ada yang memberikan peringatan kepada kami.' Maka Allah bertanya: 'Siapa yang
menjadi saksimu?' Nuh menjawab: 'Muhammad dan umatnya.' Maka mereka (umat
Muhammad) akan bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan pesan (Allah). {wayaku>nar
rasu>lu 'alaikum syahi>da} (Dan Rasul menjadi saksi atas kalian) dan itulah maksud dari
firman Allah jalla dzikruh: {wakadzalika ja'alna>kum ummatan wasathan litaku>nu>
syuhada>-a 'alanna>si wayaku>nar rasu>lu 'alaikum syahi>da} (Demikianlah kami
jadikan kalian sebagai umat yang adil supaya kamu menjadi saksi atas manusia. Dan
Rasul menjadi saksi atas kalian). (QS. al Baqarah (2): 143).
ًِثَا اُحاق بَ ََصوّ ًِثَا أبو أُاََ ًِثَا اأَّش ًِثَا أبو:٦٨٠٣ صحيح اْْخاّي
ََ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجاَ بَوح َوم اِْيا:ُصاْح ََ أبي َُيً اْخًّي قا
ََ ُفيِاُ ِْ َل بَغْ فيِوُ َُْ َا ّب فَسأُ أََِ َل بَغُْ فيِوْوَ َا َاَُا ََ ََُّ فيِو
َََُْ { ََُْ َِِودك فيِوُ َحًّ َأََِ فيجاَ بُْ فَشًََِ ثْ قّأ ُّوُ ا صَى ا ََي
} ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ ًَّ { َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا
َََ ََفّ بَ َوَ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي ََ اَْْي صَى ا
ََيِ ََُْ بَِا
Shahih Bukhari 6803: Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah
menceritakan kepada kami Abu Usamah telah menceritakan kepada kami Al A'masy telah
menceritakan kepada kami Abu Shalih dari Abu Sa'id alkhudzri berkata: "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Nabi Nuh didatangkan pada hari kiamat lantas
ditanya, 'Sudahkah kamu menyampaikan? ' ia menjawab, 'Benar ya Rabbi'. Ummatnya
kemudian ditanya, 'Apakah dia memang benar telah menyampaikan kepada kalian? '
Mereka menjawab, 'Belum ada seorang pemberi peringatan kepada kita.' Lantas Allah
bertanya lagi: 'Siapa yang menjadi saksimu? ' Nuh menjawab, 'Muhammad dan
umatnya.' Lantas kalian didatangkan dan kalian bersaksi." Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam membaca ayat: '(Dan demikianlah Kami jadikan kalian umat
yang wasath) ' (Qs. Albaqarah 143). Kata Al A'masy, wasath artinya adil '(Agar kalian
menjadi saksi atas semua manusia dan agar rasul sebagai saksi atas kalian) ' (Qs.
Albaqarah 143). Dan dari Ja'far bin Aun telah menceritakan kepada kami al A'masy dari
Abu Shalih dari Abu Sa'id alkhudzri dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ini."
b. Sunan Tirmidzi
ََ ًِثَا أًِّ بَ ََيُ ًِثَا أبو ََاَََ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح:٢٨٨٦ ََُ اَََّْي
ُأبي َُيً ََ اَْْي صَى ا ََيِ ََُْ في قوِْ { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ ًَّ قا
أبو َيسى ََا ًَِث ِسَ صحيح
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 52
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
Sunan Tirmidzi 2886: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani' telah
menceritakan kepada kami Abu Muawiyah telah menceritakan kepada kami Al A'masy
dari Abu Shalih dari Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, Tentang firman
Allah: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat yang pertengahan." (AlBaqarah: 143) beliau bersabda: "(maksudnya adalah) Adil." Abu Isa berkata: Hadits ini
hasan shahih.
ًِثَا ًَْ بَ ِّيً أَُّْا ََفّ بَ َوَ أَُّْا اأَّش ََ أبي صاْح:٢٨٨٧ ََُ اَََّْي
َُْ ُ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ ًََى ُوح فيِاُ َل بَغْ فيِو:ََُ أبي َُيً قا
ُفيًَى قوَِ فيِاُ َل بَغُْ فيِوْوَ َا أتاُا ََ ََُّ ََا أتاُا ََ أًِ فيِاُ ََ َِودك فيِو
َحًّ َأََِ قاُ فيؤتى بُْ تشًََِ أُِ قً بَغ فََْ قوُ ا تَاْى{ َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا
ًََُُْْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْوُ ََيُْ َِيًا } َاْوُط ا
قاُ أبو َيسى ََا ًَِث ِسَ صحيح ًِثَا َحًّ بَ بشاّ ًِثَا ََفّ بَ َوَ ََ اأَّش
ُحوه
Sunan Tirmidzi 2887: Telah menceritakan kepada kami 'Abd bin Humaid telah
mengabarkan kepada kami Ja'far bin 'Aun telah mengabarkan kepada kami Al A'masy
dari Abu Shalih dari Abu Sa'id ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Nuh dipanaggil lalu ditanya: "Apakah telah kau sampaikan?" Nuh menjawab:
"Ya." Lalu kaumnya dipanggil kemudian ditanya: "Apakah dia telah menyampaikan pada
kalian?" Mereka menjawab: "Tidak ada pemberi peringatan yang mendatangi kami dan
tidak ada seorang pun yang mendatangi kami." Nuh ditanya: "Siapa saksi-saksimu?"
Nuh menjawab: "Muhammad dan ummatnya." Beliau melanjutkan sabdanya: "Lalu
kalian didatangkan, kalian bersaksi bahwa Nuh telah menyampaikan, itulah maksud
firman Allah Ta'ala: 'Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam),
umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.' (Al-Baqarah: 143) dan wasath
(pertengahan) maknanya adalah adil."
Abu Isa berkata: Hadits ini hasan shahih. Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Basyar telah menceritakan kepada kami Ja'far bin 'Aun dari Al A'masy seperti di atas.
c. Sunan Ibnu Majah
ََ ًِثَا أبو َُُّ َأًِّ بَ َُاَ قاّ ًِثَا أبو ََاَََ ََ اأَّش:٤٢٧٤ َََُِ ابَ َا
َ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجيَ اَْْي َََِ اَّْل:ُأبي صاْح ََ أبي َُيً قا
َََِجيَ اَْْي َََِ اْثلثَ َأُثّ ََ ذَْ َأقل فيِاُ ِْ َل بَغْ قوََ فيِوُ َُْ فيًَى قو
فيِاُ َل بَغُْ فيِوْوَ ّ فيِاُ ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأََِ فًََى أََ َحًّ فيِاُ َل بَغ
ََا فيِوْوَ َُْ فيِوُ ََا ََُّْ بََْ فيِوْوَ أَُّْا ُْيَا بََْ أَ اُّْل قً بَغوا فصًقَاه
ُقاُ فَُْْ قوِْ تَاْى { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْو
} ََيُْ َِيًا
Sunan Ibnu Majah 4274: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Ahmad
bin Sinan keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al
A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Seorang Nabi akan datang bersama dengan dua orang laki-laki, dan
53| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
Nabi yang lain akan datang pula bersama dengan tiga orang, dan ada juga yang lebih
banyak dari itu atau lebih sedikit. Kemudian di katakan kepadanya: "Apakah kamu telah
menyampaikan (ajaran Allah) kepada kaummu?" ia menjawab: "Ya." maka kaumnya di
panggil: "Apakah ia telah menyampaikannya kepada kalian?" mereka menjawab: "Tidak."
maka di tanyakan (kepada Nabi tersebut): "Siapakah yang menjadi saksi atas pernyataan
itu?" Ia menjawab: "Muhammad dan ummatnya." kemudian ummat Muhammad
dipanggil dan ditanya: "Apakah ia (nabi tersebut) telah menyampaikan?" mereka (ummat
Muhammad) menjawab: "Ya." Penanya bertanya: "Apa alasanmu tentang hal itu?"
mereka menjawab: "Nabi kami telah memberitahukan kepada kami bahwa para Rasul telah
menyampaikan (risalah Allah), dan kami pun mempercayainya." begitulah kondisi kalian
yang disebutkan dalam firman Allah: "Dan demikianlah Kami jadikan kalian ummat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (aperbuatan) manusia dan agar rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas perbuatan kalian."
ًِثَا أبو ََاَََ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً ََ اَْْي:١٠٦٤٦ ًَِّسًَ أ
ًَّ ُصَى ا ََيِ ََُْ في قوِْ َز ََل { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قا
Musnad Ahmad 10646: Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata:
telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id dari Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam, tentang firman Allah 'azza wajalla: "dan kami jadikan
kalian umat yang tengah-tengah", beliau bersabda: "Yaitu adil."
ََ ًِثَا َُيُ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي:١٠٨٤١ ًَِّسًَ أ
} اَْْي صَى ا ََيِ ََُْ اْوُط اًَُْ { ََََاُْ أََ ًَُا
Musnad Ahmad 10841: Telah menceritakan kepada kami Waki' berkata: telah
menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri dari
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "pertengahan adalah adil, dan kami
jadikan kalian umat yang pertengahan."
ُ قا:ُ ًِثَا َُيُ ََ اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي قا:١٠٨٥٣ ًَِّسًَ أ
َُْ ُُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ ًََى ُوح ََيِ اْسلم َوم اِْياََ فيِاُ ِْ َل بَغْ فيِو
ََ فيًَى قوَِ فيِاُ ِْْ َل بَغُْ فيِوْوَ َا أتاُا ََ ََُّ أَ َا أتاُا ََ أًِ قاُ فيِاُ َْوح
َُشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأََِ قاُ فََْ قوِْ { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ اْوُط اًَُْ قا
ُْفيًَوَ فيشًََِ ِْ باْْلغ قاُ ثْ أًَِ ََي
Musnad Ahmad 10853: Telah menceritakan kepada kami Waki' dari Al A'masy dari
Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Pada hari kiamat Nuh 'Alaihis salam dipanggil, lalu dikatakan kepadanya:
'Apakah engkau telah menyampaikannya? ' ia menjawab: 'Ya, ' kemudian kaumnya
dipanggil dan dikatakan kepada mereka: 'Apakah ia telah menyampaikannya? ' mereka
menjawab: 'Tidak ada seorang pemberi peringatan yang datang kepada kami, -atau beliau
mengatakan, - 'tidak ada seorang pun yang datang kepada kami, '" beliau bersabda: "Lalu
ditanyakan kembali kepada Nuh: 'Siapa yang bisa bersaksi untukmu? ' lalu ia berkata:
'Muhammad dan umatnya, ' beliau bersabda: "Maka disitulah (kebenaran) firman Allah:
"Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 54
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
pilihan.." beliau bersabda: "pertengahan adalah adil, " beliau bersabda: "Lalu mereka
dipanggil dan bersaksi untuknya (Nuh) bahwa ia telah menyampaikan, " beliau bersabda:
"Kemudian aku bersaksi atas kalian."
ًِثَا أبو ََاَََ ًِثَا اأَّش ََ أبي صاْح ََ أبي َُيً اْخًّي:١١١٣٢ ًَِّسًَ أ
َََِ قاُ ُّوُ ا صَى ا ََيِ ََُْ َجيَ اَْْي َوم اِْياََ َََِ اَّْل َاَْْي:ُقا
ْاَّْلَ َأُثّ ََ ذَْ فيًَى قوَِ فيِاُ ِْْ َل بَغُْ ََا فيِوْوَ ّ فيِاُ ِْ َل بَغ
قوََ فيِوُ َُْ فيِاُ ِْ ََ َشًِ َْ فيِوُ َحًّ َأََِ فيًَى َحًّ َأََِ فيِاُ ِْْ َل بَغ
ََََْا قوَِ فيِوْوَ َُْ فيِاُ ََا ََُّْ فيِوْوَ َاَُا ُْيَا فأَُّْا أَ اُّْل قً بَغوا ف
ُقوِْ { َََُْ ََََاُْ أََ ًَُا } قاُ َِوُ ًَّ {َُْوُوا ًَِاَ ََى اَْاِ ََُوَ اُّْو
}ََيُْ َِيًا
Musnad Ahmad 11132: Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah berkata:
telah menceritakan kepada kami Al A'masy dari Abu Shalih dari Abu Sa'id Al Khudri ia
berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pada hari kiamat ada seorang
Nabi yang datang dengan seorang pengikut dan ada juga Nabi yang datang dengan dua
orang pengikut atau lebih dari itu, lalu kaumnya akan dipanggil dan dikatakan kepada
mereka: 'Apakah orang ini telah menyampaikan kepada kalian? ' mereka menjawab:
'Belum, ' lalu dikatakan kepada Nabi tersebut: 'Apakah telah engkau sampaikan kepada
kaummu? ' ia menjawab: 'Ya, sudah.' Kemudian ditanyakan kepadanya: 'Siapakah yang
bisa menjadi saksimu? ' ia menjawab: 'Muhammad dan umatnya.' Lalu dipanggillah
Muhammad dan umatnya, kemudian dikatakan kepada mereka: 'Apakah orang ini telah
menyampaikan kepada kaumnya? ' mereka menjawab: 'Ya, sudah, ' lalu ditanyakan:
'Darimana kalian tahu? ' mereka lalu menjawab: 'Nabi kami telah datang kepada kami
dan mengabarkannya kepada kami, bahwa para Rasul telah menyampaikannya, ' dan itu
sesuai dengan firman Allah: "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat
Islam) umat yang pertengahan, " Abu Sa'id berkata: "Beliau bersabda: "Yaitu adil, " agar
kalian menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi
saksi atas (perbuatan) kalian."
5. Implikasi Pemahaman Moderasi Beragama
Lemahnya pemahaman tentang moderasi beragama membuat bangsa
Indonesia menghadapi munculnya sikap intoleransi di tengah masyarakat, bahkan
bisa masuk pada level teror. Fenomena tersebut menyasar dan dirasakan hampir
semua agama, sehingga bisa menjadi indikator menurunnya kualitas hubungan
umat beragama. Hadirnya moderasi beragama berimplikasi kuat dalam upaya
menangani masalah-masalah keagamaan tersebut.
Tidaklah mudah memang untuk membangun kesadaran di kalangan
masyarakat bahwa pluralitas agama dan keyakinan adalah sebuah keniscayaan
sejarah. Namun sikap moderat dalam beragama memiliki semangat dialog dan
kesediaan saling berbagi (toleransi) menerapkan prinsip kebersamaan, sehingga bisa
berkonsistensi dengan kelompok lain. Sebagaimana indikator dalam moderasi
55| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
beragama yakni adanya pluralisme dan interdependensi antar manusia sebagai
prinsip sosial yang tidak bisa ditolak.
Menurut penulis ada beberapa catatan yang harus dicermati dalam
mengimplementasikan moderasi beragama, yaitu: pertama, untuk dapat menjadi
moralitas publik, moderasi beragama membutuhkan partisipasi semua pihak.
Gagasan dan gerakan moderasi beragama harus bersifat top down, sehingga gagasan
dan strateginya bisa didiskusikan di internal kelompok-kelompok agama. Kedua,
untuk percepatan dan penguatan moderasi keagamaan di masyarakat, dibutuhkan
struktur yang memberikan support atas diseminasinya di masyarakat. Dalam hal ini
bukan berarti struktur yang menghagemoni, tetapi agen-agen sosial, tokoh-tokoh
masyarakat dan tokoh-tokoh agama yang ada di sekeliling kita yang perlu didorong
untuk benar-benar berperan aktif dalam mendiseminasikan moderasi keagamaan
dalam sikap, tindakan dan budi pekerti, hingga masyarakatlah nanti yang akan
menyerap dan akhirnya dapat menunjukkan sikap moderat dalam beragama
D. KESIMPULAN
Dalam pemaknaan moderasi pada berbagai riwayat hadis, dapat ditarik
kesimpulan bahwa esensi moderasi beragama yakni pemahaman dan praktik
beragama yang adil, santun, mampu bertoleransi dengan perbedaan dan jauh dari
kekerasan. Selain landasan kuat melalui berbagai riwayat hadis, terdapat pula hujjah
lain melalui aspek kehidupan sosial di Indonesia. Mengingat Negara Indonesia yang
secara kodrati majemuk memiliki akar kultural yang cukup kuat, juga memiliki
modal sosial yang besar, rasanya sangat cukuplah seluruh kemajemukan itu juga
menjadi dasar acuan kuat untuk menerapkan moderasi beragama dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut hemat penulis, moderasi beragama harus menjadi paradigma baru
bagi semua kalangan umat beragama. Karena hanya dengan moderasi beragama,
para pemeluknya belajar tentang etika pergaulan, etika dialog, dan teknik
memecahkan masalah yang tepat. Dengan menjadikan moderasi beragama sebagai
paradigma, maka pemecahan-pemecahan masalah terkait relasi antar pemeluk
agama dapat dikendalikan dari dalam, yakni dari pandangan dunia mereka sendiri
yang toleran dan dialogis
MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57 | 56
Yoga Irama, Liliek Channa AW.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mudofir. “Argumen Pengarusutamaan Budaya dan Kearifan Lokal (local
wisdom) dalam Proyek Moderasi Beragama di Indonesia”. Ahmala Arifin (ed.)
dalam Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS, 2019.
Al-Atsir, Ibnu. Jāmi‘ al-Ushūl fī Ahadīth al-Rasūl. Beirut: Dar al-Fikr. Juz II, 1969.
Dictionaries, Oxford Learner’s. http://oxfordlearnersdictionaries.com. Diakses 20
Januari 2020.
El Fadl, Khaled Abou. Selamatkan Islam dari Muslim Puritan, terj. Helmi Musthofa.
Jakarta: SERAMBI, 2005.
Hilmy, Masdar. Membaca Agama: Islam Sebagai Realitas Terkonstruksi. Yogyakarta:
KANISISUS, 2009.
Indonesia, Kamus Besar Bahasa. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/moderasi.
Diakses 10 Januari 2020.
Iman, Fauzul. “Menyoal Moderasi Islam”. Ahmala Arifin (ed.) dalam Moderasi
Beragama: dari Indonesia untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS, 2019.
Junaedi, Edi. “Inilah Moderasi Beragama Perspektif Kementerian Agama”, Jurnal
Multikultural dan Multireligius. Vol. 18, No. 2, 2019.
Muhajir, Afifuddin. Membangun Nalar Islam Moderat: Kajian Metodologis. Situbondo:
Tanwirul Afkar, 2018.
Nashir, Haedar. Indonesia dan Keindonesiaan Perspektif Sosiologis. Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2019.
Nurcholish, Ahmad. Merajut Damai Dalam Kebinekaan. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2017.
RI, Tim Penyusun Kementerian Agama. Moderasi Beragama. Jakarta: Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama RI, 2019.
Rifa’i, Muhammad (Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Ampel Surabaya).
Wawancara. Surabaya, 21 Januari 2020.
Shihab, M. Quraish. Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama.
Tangerang: Lentera Hati, 2019.
Siregar, Ibrahim. “Aktualisasi Nilai-Nilai Moderasi Islam dalam Sistem
Kekeluargaan Masyarakat Dalihan Natolu”. Ahmala Arifin (ed.) dalam
Moderasi Beragama: dari Indonesia untuk Dunia. Yogyakarta: LKiS, 2019.
Syam, Nur. Islam Nusantara Berkemajuan: Tantangan dan Upaya Moderasi Agama.
Semarang: FATAWA PUBLISHING, 2018.
Taher, Tarmizi. Berislam Secara Moderat. Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2007.
Wahab, Abdul Jamil. Islam Radikal dan Moderat: Diskursus dan Kontestasi Varian Islam
Indonesia. Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2019.
Wahyudi, Chafid. “Tipologi Islam Moderat dan Puritan: Pemikiran Khaled M. Abou
El-Fadl”. Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam. Vol. 1, No. 1, Juni 2011.
Wikipedia,http://id.m.wikipedia.org/wiki/yin_yang. Diakses 17 Maret 2020.
Yasid, Abu. Membangun Islam Tengah: Refleksi Dua Dekade Ma’had Aly
Situbondo. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2010.
57| MUMTAZ: Jurnal Studi Al-Qur’an dan Keislaman, Vol. 4, No. 01, 2020, 41-57