Academia.eduAcademia.edu

APRILIALA uasimb

april

Moderasi menurut KBBI artinya ada dua, yaitu: (1) pengurangan kekerasan, dan (2) penghindaran keekstreman. Jadi jika dikatakan orang itu bersikap moderat, maka dapat diartikan orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja dan tidak ekstrem. Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi bermakna tawazun, tawasuth, tasamuh dan i’tidal (Ali Mutahar,2005: 1220). Secara sederhana, makna moderasi beragama dapat dipahami sebagai sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah-tengah (wasathiyah), selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem kanan atau kiri dalam praktik beragama. Kata wasathan diartikan moderat sedang moderasi menjadi kata sifat yaitu sikap atau pikiran yang berada di jalan tengah. Pengertian wasathan mencakup tiga arti: (1) Baik karena berada di antara dua makna ekstrem; (2) Menjadi penengah/wasit; dan (3) Adil. ( A.W.Munawwir,1984: 1662-1663).

NAMA : APRILIA LAURITA ADRIANA NIM : 2101016003 KELAS : BPI-A2 a. Pengertian dan Karakteristik Moderasi Beragama Moderasi adalah ajaran inti beragama. Dalam Islam, moderat adalah paham keagamaan yang sangat relevan dalam konteks keberagaman dalam segala aspek, baik agama, adat- istiadat, suku dan bangsa itu sendiri. Tak pelak lagi, ragam pemahaman keagamaan adalah sebuah fakta sejarah dalam Islam. Keragaman tersebut, salah satunya, disebabkan oleh dialektika antara teks dan realitas itu sendiri, dan cara pandang terhadap posisi akal dan wahyu dalam menyelesaikan satu masalah. Konsekuensi logis dari kenyataan tersebut adalah munculnya terma-terma yang mengikut di belakang kata Islam. Sebut misalanya, Islam Fundamental, Islam Liberal, Islam Progresif, Islam Moderat, dan masih banyak label yang lain. Islam pada dasarnya adalah agama universal, tidak terkotak-kotak oleh label tertentu, hanya saja, cara pemahaman terhadap agama Islam itu kemudian menghasilkan terma seperti di atas. Diterima atau tidak, itulah fakta yang ada dewasa ini yang mempunyai akar sejarah yang kuat dalam khazanah Islam. Moderasi Beragama dalam bahasa Arab disebut dengan al-Wasathiyyah ad-Diniyyah. Al-Qaradawi menyebut beberapa kosa kata yang serupa makna dengannya termasuk katan Tawazun, I'tidal, Ta'adul dan Istiqamah. Sementara dalam bahasa inggris sebagai Religious Moderation. Moderasi Beragama adalah sebuah pandangan atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga salah satu dari kedua sikap yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang. Dengan kata lain, seorang muslim moderat adalah muslim yang memberi setiap nilai atau aspek yang berseberangan bagian tertentu tidak lebih dari porsi yang semestinya. Karena manusia-siapa pun ia- tidak mampu melepaskan dirinya dari pengaruh dan bias baik pengaruh tradisi, pikiran, keluarga, zaman dan tempatnya, maka ia tidak mungkin merepresentasikan atau mempersembahkan moderasi penuh dalam dunia nyata. Hanya Allah SWT. yang mampu melakukan hal itu. Dalam realitas kehidupan nyata, manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah ad-Diniyyah mengapresiasi unsur rabbaniyyah (ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan), mengkombinasi antara Maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme), menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal {reason), antara maslahah ammah (al-jamaaiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah). Konsekuensi dari moderasi beragama (baca: Islam) sebagai agama, maka tidak satupun unsur atau hakikat-hakikat yang disebutkan di atas dirugikan. Konsep moderasi dalam Islam terekam dalam berbagai disiplin ilmu; akidah, fiqh, tafsir, pemikiran, tasawuf dan dakwah. c. Islam sebagai Agama Rahmatan Lil ‘Alamin Makna “Islam Rahmatan lil ‘Alamin” adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam semesta. Rahmatan lil’alamin adalah istilah qurani dan istilah itu sudah terdapat dalam Alquran, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al- Anbiya’ ayat 107 “Dan tiadalah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Ayat tersebut menegaskan bahwa ajaran Islam yang dipahami secara benar akan mendatangkan rahmat untuk semua orang, baik Islam maupun non muslim, bahkan untuk seluruh alam. Islam tidak membenarkan ada diskriminasi karena perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling berpecah belah. Seorang muslim mempercayai, bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Dan Adam diciptakan dari tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya. Allah swt menegaskan demikian dalam QS. Ar-Rum : 22 “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasa kalian dan warna kulit kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” Demikianlah pandangan orang mukmin seharusnya terhadap umat manusia. Tiada perasaan kebanggaan tentang nasab, tempat kelahiran, tidak ada perasaan dengki antara kelompok satu dengan yang lain, antara individu satu dengan yang lain dan yang ada hanyalah perasaan cinta kasih, persamaan dan persaudaraan. Karena Islam memang agama yang menyebarkan benih-benih kasih sayang, cinta dan damai. d. Konsep moderasi beragama dalam tradisi islam Moderasi beragama merupakan suatu perilaku, sikap maupun pemikiran yang mampu menjadi penengah (washith) dalam upaya menyikapi atau menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan agama, baik pengamalan ajaran agama yang dianut oleh pemeluknya maupun terhadap perbedaan atau pertentangan yang berhubungan dengan masalah antar agama yang berbeda, sehingga persoalan yang dihadapi itu menemukan solusi (jalan keluar) dengan menghindari kekerasan atau keekstriman. Dalam hal yang berkaitan dengan pengamalan ajaran agama yang dianut oleh pemeluknya, umat Islam dituntut untuk menjiwai ajaran agamanya dengan mengedepankan berpikir, berperilaku, dan bersikap yang didasari sikap tawazun (seimbang), sehingga merasakan keasyikan dan kenikmatan dalam mengimplementasikan ajaran agamanya. Sementara terhadap umat yang berbeda agama, umat Islam dituntut untuk mengembangkan sikap menghargai perbedaan keyakinan, toleransi, menghormati cara beribadah, menghindari kekerasan dan bersikap ekstrim yang berdampak memojokkan (pejoratif) terhadap penganut agama lain. Karena itu dalam berdialog atau berdiskusi dengan umat yang berbeda agama, Islam melarang berdebat dengan sikap kasar dan argumen yang menyudutkan serta menyakiti perasaan umat yang berlainan agama. Dalam Surah Al-Ankabut ayat 46 dijelaskan: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik…”. Selain itu, ajaran Islam juga melarang menjelek-jelekkan, menghina, dan memaki Tuhan yang disembah oleh penganut agama lain guna menghindari terjadinya ketersinggungan dan tindakannegatif yang melampaui batas dari penganut agama yang dihina, sebagaimana peringatan Allah swt. dalam Surah Al-An’am ayat 108: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” Selanjutnya Islam juga membuka peluang dalam mewujudkan toleransi kepada umat yang berbeda agama dengan berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka, selama mereka memelihara dua hal utama, yakni tidak memerangi umat Islam karena agama dan tidak mengusir kaum Muslimin dari negeri yang sah mereka tempati. Hal ini ditegaskan dalam Surah Al-Mumtahanah ayat 8: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” Di samping itu pula, sikap moderasi beragama yang luhur dalam Islam adalah perintah kepada umatnya untuk senantiasa menegakkan kebenaran dan keadilan terhadap siapa saja, kapan saja, dan dimana saja, termasuk membela keadilan untuk umat yang berbeda agama demi tegaknya kebenaran. Secara umum, perintah tersebut termaktub dalam Surah Al-Maidah ayat 8: “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Dengan mencermati kandungan dalil-dalil Al-Qur’an sebagaimana dipaparkan di atas, dapatlah dipahami bahwa moderasi beragama merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ajaran Islam. Kemuliaan sikap dan perilaku umat Islam di hadapan Allah ternyata tidak saja dinilai berdasarkan kesalehan pribadinya menjalankan ibadah mahdhah kepada Allah, tetapi juga dinilai sejauh mana kesalehan sosialnya dalam memelihara hubungan baik di masyarakat, termasuk terhadap umat yang berbeda agama. PERAN MAHASISWA DALAM MODERASI BERAGAMA Oleh : APRILIA LAURITA ADRIANA Abstrak Moderasi menurut KBBI artinya ada dua, yaitu: (1) pengurangan kekerasan, dan (2) penghindaran keekstreman. Jadi jika dikatakan orang itu bersikap moderat, maka dapat diartikan orang itu bersikap wajar, biasa-biasa saja dan tidak ekstrem. Sedangkan dalam bahasa Arab, moderasi bermakna tawazun, tawasuth, tasamuh dan i’tidal (Ali Mutahar,2005: 1220).  Secara sederhana, makna moderasi beragama dapat dipahami sebagai sikap dan perilaku  selalu  mengambil  posisi  di  tengah-tengah  (wasathiyah),  selalu  bertindak adil, dan tidak ekstrem kanan atau kiri dalam praktik beragama. Kata wasathan diartikan moderat sedang moderasi menjadi kata sifat yaitu sikap atau pikiran yang berada di jalan tengah. Pengertian wasathan mencakup tiga arti: (1) Baik karena berada di antara dua makna ekstrem; (2) Menjadi penengah/wasit; dan (3) Adil. ( A.W.Munawwir,1984: 1662-1663). Sebagai kalangan terpelajar, mahasiswa  memiliki peranan penting untuk menerapkan moderasi beragama dalam kehidupan. Karena dengan keilmuan yang menjunjung tinggi nilai toleransi, mahasiswa bisa menjadi garda terdepan untuk mengedukasi masyarakat soal moderasi beragama. Konsep moderasi beragama bukanlah memaksakan orang lain agar melaksanakan pemahaman agama kita kepada agama orang lain. Ini pemahaman yang keliru. Moderasi beragama adalah bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai luhur ajaran agama yang diyakininya ke dalam kehidupan masyarakat yang plural. Untuk apa? Untuk mewajudkan kerukunan inter dan antarumat beragama. PENDAHULUAN Moderasi beragama perlu diberikan kepada setiap orang yang beragama (Anwar, 2021a). Moderasi beragama perlu tertanam pada mahasiswa sebagai generasi muda dan penerus bangsa (Christanti and Anwar, 2019). Moderasi beragama pada hakikatnya adalah meyakini doktrin mutlak agama dan memberi ruang pada agama yang diyakini orang lain (Ali, 2020). Nilai moderat atau wasathiyah penting untuk dipertahankan sebagai kesadaran kolektif umat Islam di Indonesia (Hiqmatunnisa and Zafi, 2020). Kementerian agama mengusung model moderasi beragama hari ini untuk berfikir inklusif dan mengembalikan semangat kerjasama sebagai anggota masyarakat (Asrori, 2020). Moderasi sangat erat kaitannya dengan toleransi, karena makna toleransi merupakan usaha yang sungguh-sungguh bersedia menghormati, menghargai dan menerima perbedaan yang ada pada orang lain atau agama lain. Dalam beragama, kesediaan menghormati, menghargai dan menerima seperti itu sama sekali tidak berarti mengurangi, atau menghilangkan dogma pokok-pokok dalam ajaran agama . Moderasi beragama sama sekali bukan berarti kita melakukan kompromi untuk menukarkan aqidah atau keyakinan, akan tetapi saling menghormati, saling menghargai, saling mendengarkan tentang agama dan keyakinan orang lain. Intinya  lebih mencari titik temu ajaran agama, daripada memperbesar perbedaan agama dan ajaran agama. Sejak awal kita sudah berbeda, maka perbedaan bukan menjadi faktor tidak bisa mewujudkan kerukunan, malah sebaliknya dengan perberbedaan kita buktikan dapat rukun dan damai. PEMBAHASAN Penyebaran radikalisme dan paham yang menyimpang mengenai agama bukan tidak mungkin di negara yang majemuk dan mudah terakses dunia luar ini, kemajuan teknologi juga mempermudah untuk menyebar informasi hoax dan mengadu domba antar pemeluk agama, membuat mereka merupakan toleransi yang harusnya diterapkan di negara yang memiliki 6 agama yaitu, Islam, Kristen Protestan, Khatolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu.  Contohnya saja, bom bunuh diri yang diledakkan di tempat beribadah dengan alasan membela agama. Tentunya pemikiran-pemikiran yang salah ini harus diberantas bukan hanya memecah belah antar warga tetapi juga menghilangkan nyawa orang yang tidak bersalah. Terkadang Mahasiswa kurang selektif sehingga mereka terjerumus, inilah mengapa pentingnya untuk selektif dalam memilih organisasi yang akan diikuti, mengikuti sebuah organisasi keagamaan adalah untuk mengembangkan diri menjadi lebih baik dan menjaga tali silaturahim bukan untuk menyudutkan agama lain. Mahasiswa sebagai generasi muda memiliki peran penting dalam menggalakkan sikap moderasi beragama, melalui seminar dan webinar yang diadakan oleh pihak kampus, menanamkan betapa pentingnya moderasi beragama kepada semua mahasiswa sehingga menjaga kerukunan hidup beragama ditengah-tengah keberagaman. Peran mahasiswa dalam moderasi beragama 1. Membangun citra sebagai manusia yang kamil dan umat yang khair secara pribadi maupun kolektif yang bersedia dan mampu mengemban amanah : amar ma’ruf nahi munkar dengan menumbuhkan karakter : a. Al Shidq b. Al Amanah wa al wafa bi alahdi c. Al Adalah d. Al Ta’awun e. Al Istiqamah 2. Menumbuh kembangkan sikap dan perilaku sosial yang meliputi a. Tawasuth dan I’tidal b. Tawazun c. Amar ma’ruf nahi munkar Sikap dan perilaku sosial tersebut akan membentuk komitmen : a. Menjunjung nilai dan norma ajaran Islam b. Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi c. Menjunjung tinggi persaudaraan dan persatuan serta nilai kasih sayang d. Menjunjung tinggi kejujuran dalam berpikir, bersikap dan bertindak e. Menjunjung tinggi kesetiaan kepada agama, bangsa dan negara f. Menjunjung tinggi kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Membangun sikap moderasi beragama dengan mahasiswa dilakukan melalui diskusi dengan mahasiswa tentang pemahaman mereka tentang terjadi di masyarakat. Mahasiswa diminta untuk mengobservasi kasus yang berhubungan dengan moderasi beragama, sikap ekstremisme, dan radikalisme yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Melakukan riset lapangan dan melaporkannya untuk dipresentasikan dihadapan dosen dan mahasiswa lainnya, apabila terdapat hal-hal menyimpang, maka dosen memberikan pemahaman yang sebenarnya. Bila terdapat mahasiswa yang mempunyai pemahaman sedikit berlebihan dalam beragama, maka dosen memberikan penjelasan dan meluruskan kekeliruan pemahaman tersebut dengan tetap menjaga etika dalam menyeru kebaikan dalam Islam, tidak memaksa secara paksa dan memarahi mahasiswa tersebut. Temuan ini sesuai dengan perintah Islam dalam menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dengan cara hikmah, pelajaran yang baik (mauizhah hasanah), dan membantah dengan cara yang lebih baik (Departemen Agama RI, 2017, p. 268). Metode pembentukan moderasi beragama mahasiswa melalui kegiatan penunjang dilakukan melalui mengikuti seminar dengan tema kerukunan dan toleransi beragama, pemahaman agama Islam secara kaffah, dan pembentkan sikap moral agama. Keberadaan agama merupakan landasan, langkah awal, dan awal terciptanya masyarakat yang bermoral. Moralitas inilah yang kemudian mampu menstimulasi naluri dan hati nurani manusia untuk menjadi makhluk yang beradab sehingga pada akhirnya dapat terlaksananya kegiatan bangsa dan negara yang adil dan makmur (Rohmaniah, 2018). Membentuk sikap moderasi beragama mahasiswa yang tak kalah penting adalah proses evaluasi dengan merujuk empat indikator moderasi beragama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan kearifan terhadap budaya local. KESIMPULAN Dalam moderasi beragama maka ditemukanlah toleran, fleksibel dan terbuka sehingga hal ini bisa menjadi pencerah untuk konflik yang ada di masyarakat. Dalam kehidupan yang beragam ini perlu akan adanya sikap pemahaman dan kesadaran akan perbedaan yang ada, bagaimana toleran kepada yang berbeda, saling menghargai dan tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lain. Dalam menghadapi perbedaan moderasi jelas diperlukan sebagai bentuk upaya pengurangan konflik karena perbedaan tersebut. Selain itu, peran seluruh elemen masyarakat juga diperlukan terutama para generasi muda agar persatuan dan kesatuan Indonesia tetap terjaga keseimbangannya. DAFTAR PUSTAKA A.W.Munawwir,1984. Kamus Al-Munawwir (Arab-Indonesia Terlengkap) Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pon-Pes “Al-Munawwir” Krapyak Yogyakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online Akhmadi, A. (2019) ‘Moderasi Beragama Dalam Keragaman Indonesia Religious Moderation in Indonesia’s Diversity’, Jurnal Diklat Keagamaan, 13(2), pp. 45–55. Azizah, L. and Purjatian, A. (2015) ‘Islam di Tengah Masyarakat Multikultural Indonesia (Studi Atas Konsep Multikultural Abdul aziz Sachedina)’, Toleransi: Media Komunikasi Umat Beragama, 7(1), pp. 70–88. Kesuma, G. C. et al. (2019) ‘Deradikalisasi Paham Agama Melalui Organisasi Ekstra Kampus Di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung’, Fikri : Jurnal Kajian Agama , Sosial dan Budaya, 4(2), pp. 154–166. Sadiah, D. (2018) ‘Strategi Dakwah Penanaman Nilai-nilai Islam dalam Menangkal Paham Radikalisme di Kalangan Mahasiswa’, Anida: Aktualisasi Nuansa Ilmu Dakwah, Vol. 18(2), pp. 219–238. Departemen Agama RI (2017) Syamil Al Quran dan Terjemahan. Bandung: PT. Syamil Cipta Media Rohmaniah, S. (2018) „Peran Agama dalam Masyarakat Multikultural‟, Ri’ayah, 3(1), pp. 43–56. Yusuf al-Qaradhawi, kalimat fi al-Wasathiyyah wa Madlimiha, (Kairo: Dar al-Syuruq, 2011), hal. 13.