LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan
Vol. 14 No. 2 (Edisi Dies Natalis XXXIV 2019) 166 - 174
ISSN : 0216-7433
REVOLUSI PENDIDIKAN TARI
Suwarjiya1
1. Dosen Program Studi Pendidikan Seni Tari STKIP PGRI Banjarmasin
ABSTRAK
Pendidikan sebagai transformasi budaya dapat dikatakan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Pendidikan justru
mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok dan mentransformasikan
nilai budaya sehingga dapat membentuk karakter. Keunggulan yang paling menonjol
terhadap pemanfaatan TIK dalam pembelajaran tari adalah pewujudannya
divisualisasikan dalam presentasi terbukanya akses pembelajaran tari yang tak
terbatas, utamanya terkait dengan persoalan: time, location, speed, person/guru.
Artinya dengan model pembelajaran tari e-Learning, perkembangan seni budaya
sebagai pembentuk karekter bangsa melalui nilai-nilai tari akan dapat berlangsung
secara efektif dan efisien. Regenerasi kepenarian kian mengarah pada pengembangan
ide persoalan : time, location, speed, person/guru. Artinya dengan model
pembelajaran tari e-Learning, perkembangan seni budaya sebagai pembentuk
karekter bangsa melalui nilai-nilai tari akan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien. Dengan kata lain, regenerasi kepenarian kian mengarah pada pengembangan
ide-ide modern. Sehingga penerapan TIK dalam pembelajaran tari dapat
dimaanfaatkan pula untuk pengembangan manajemen pendidikan tari ke depannya.
Dari model pembelajaran yang terikat oleh persoalan person, time, location, dan
speed, kini dengan memanfaatkan TIK persoalan itu time, location, dan speed, kini
dengan memanfaatkan TIK persoalan itu dapat diatasi. Dengan memanfaatkan TIK,
sangat memungkinkan perkembangan seni budaya tradisi, khususnya seni tari akan
terlepas dari sekat-sekat wilayah bahkan akan dapat dipelajari oleh masyarakat
internasional. Mereka dapat belajar dengan baik melalui, seperti halnya CD-interaktif
atapun software-software pembelajaran tari yang dieksplore melalui internet, dalam
bentuk pembelajaran jarak jauh. Maka dapat dikatakan, dengan pemanfaatan TIK,
akan dapat terjadi revolusi pendidikan tari.
Kata Kunci: Revolusi, Pendidikan, Tari, TIK
PENDAHULUAN
Sejak adanya manusia di muka bumi ini dengan peradapannya maka sejak itu
pula pada hakikatnya ada kegiatan pendidikan dan pengaharan. Berbeda dengan masa
sekarang, di mana pendidikan dan pengajaran itu diselenggarakan di sekolah maka
pada masa lampau kegiatan dilaksanakan di dalam kelompok-kelompok masyarakat,
yang dewasa ini kita sebut dengan istilah pendidikan in formal.
166
Revolusi Pendidikan Tari
Dari tonggak sejarah dapat kita lihat bagaimana persoalan-persoalan yang
timbul mereka pecahkan. Kita akan mengetahui bagaimana para nabi menyampaikan
ajaran-ajaran Tuhan kepada umatnya dengan mengumpulkan sejumlah orang dan
kepada mereka diberikan wejangan-wejangan dan ajaran-ajaran Tuhan kepada
umatnya keagamaan tentang kebenaran dan keingkaran, tentang yang baik dan yang
buruk dan lain-lain. Orang-orang itu dikumpulkan mungkin di atas goa, di atas bukit,
di kemah-kemah, atau di dalam bangunan keagamaan yang telah ada pada waktu itu,
seperti kuil, gereja, masjid, pesantren dan lain-lain.
Proses pendidikan di Indonesia adalah menggunakan sistem tutur-tinular.
Transformasi sistem nilai bergerak dari orang ke orang. Dari orang terdekat, ayah ke
pada anak, cucu, sampai dengan kerabat terjauh, proses pendidikan mereka berbentuk
nyantrik. Karena itu kemudian terbangun sistem kekerabatan keluarga yang kuat,
kesukuan yang kuat hingga bangsa Indonesia memiliki suku-suku bangsa yang
beraneka ragam pola kehidupannya. Tahap selanjutnya menggunakan model
pembelajaran baca-tulis atau sistem literet. Teks-teks dibuat dengan media daun
ataupun benda-benda alam sekitar lainnya yang dapat dijadikan media untuk menulis
pesan. Dari masa ini, kita bisa mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bangsa Indonesia berkembang pesat, sampai pada pernah merasakan
kejayaan pada jaman Sriwijaya dan Majapahit. Ironis memang, memasuki kehidupan
modern pola kemajuan intelektual dan kesadaran akan kehidupan berbangsa
bernegara Indonesia tertinggal, kemudian hidup dalam masa penjajahan. Seiring
dengan itu, perkenalannya dengan teknologi pendidikan modern (industri kertas dan
alat tulis menulis) muncullah tokoh-tokoh nasional yang menjadi aktor intelelektual
bangsa. Diantaranya berbentuk pendidikan jarak jauh menggunakan jasa surat
menyurat pos sehingga kita mengenal kumpulan surat-surat RA. Kartini "Habis Gelap
Terbitlah Terang." dengan kerabat terjauh, proses pendidikan mereka berbentuk
nyantrik. Karena itu kemudian terbangun sistem kekerabatan keluarga yang kuat,
kesukuan yang kuat hingga bangsa Indonesia memiliki suku-suku bangsa yang
beraneka ragam pola kehidupannya. Tahap selanjutnya menggunakan model
pembelajaran baca-tulis atau sistem literet. Teks-teks dibuat dengan media daun
ataupun benda-benda alam sekitar lainnya yang dapat dijadikan media untuk menulis
pesan. Dari masa ini, kita bisa mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bangsa Indonesia berkembang pesat, sampai pada pernah merasakan
kejayaan pada jaman Sriwijaya dan Majapahit. Ironis memang, memasuki kehidupan
modern pola kemajuan intelektual dan kesadaran akan kehidupan berbangsa
bernegara Indonesia tertinggal, kemudian hidup dalam masa penjajahan. Seiring
dengan itu, perkenalannya dengan teknologi pendidikan modern (industri kertas dan
alat tulis menulis) muncullah tokoh-tokoh nasional yang menjadi aktor intelelektual
bangsa. Diantaranya berbentuk pendidikan jarak jauh menggunakan jasa surat
menyurat pos sehingga kita mengenal kumpulan surat-surat RA. Kartini "Habis Gelap
Terbitlah Terang."
Kini dunia pendidikan di Indonesia sampai pada tahap pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK). Walaupun TIK secara jaringan telah merambah
kesegenap penjuru nasional, akan tetapi dalam hal penerapannya belumlah familiar
benar. Apalagi dalam hal pemanfaatannya bagi dunia pendidikan. Mungkin
kebanyakan masih asyik berlama-lama menikmati kecanggihan komputer termasuk
167
Suwarjiya / LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan
Vol. 14 No.2 (Juli – Desember 2019 Edisi Dies Natalis XXXIV) 166 - 174
sarana dan prasarananya seperti halnya bermain game dan ber-internet ria. Padahal
jelas bahwa kondisi geografis Indonesia yang amat luas serta terbagi atas berbagai
propinsi maupun kabupaten tentu merupakan sebuah tantangan dalam pengembangan
akses dan peningkatan mutu pendidikan nasional sebagai bentuk kesadaran akan
pentingnya peran guru sebagai agen perubahan dan transformator sistem nilai.
Artinya, agar kemajuan intelektual peserta didik senantiasa terkontrol oleh sistem
nilai. Intelektualitas peserta didik harus senantiasa diimbangi dengan wawasan
jatidirinya sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya Indonesia. guru sebagai agen
perubahan dan transformator sistem nilai. Artinya, agar kemajuan intelektual peserta
didik senantiasa terkontrol oleh sistem nilai. Intelektualitas peserta didik harus
senantiasa diimbangi dengan wawasan jatidirinya sebagai bangsa Indonesia yang
berbudaya Indonesia.
Adanya persentuhan langsung antara pendidik dan peserta didik, pada
akhirnya akan menjadi kunci dan faktor penentu dalam penerapan teknologi
pendidikan TIK (e-Learning). Mengingat dibanding dengan cara lama, memang ada
perbedaan yang signifikan antara sistem e-Learning dengan sistem lama.
Model lama vs E-Learning Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
merupakan kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain.
Pendidikan merupakan proses pemanusiaan untuk menjadikan manusia memiliki rasa
kemanusiaan, menjadi manusia dewasa, dan manusia seutuhnya agar mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsi secara penuh dan mengembangkan
budaya. Kebudayaan dan pendidikan memiliki hubungan timbal balik sebab
kebudayaan dapat dilestarikan dan dikembangkan dengan jalan mewariskan
kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan. Pendidikan
berbasis budaya menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar
sepanjang hayat dalam mengatasi segala tantangan kehidupan yang berubah-ubah dan
semakin berat. Selain itu pendidikan memberikan jawaban dan solusi atas penciptaan
budaya yang didasari oleh kebutuhan masyarakat sesuai dengan tata nilai dan sistem
yang berlaku di dalamnya.
Pendidikan sebagai transformasi budaya dapat dikatakan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lainnya. Pendidikan justru
mempunyai tugas menyiapkan peserta didik untuk hari esok dan mentransformasikan
nilai budaya sehingga dapat membentuk karakter. Pendidikan tanpa nilai-nilai budaya
bagaikan bertepuk sebelah tangan. Pendidikan tanpa orientasi nilai-nilai adalah
omong kosong yang mustahil. Karena itulah, tak berlebihan apabila Ary H. Gunawan
mendefinisikan pendidikan sebagai proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai,
pengetahuan, sikap, dan keterampilan (Gunawan, 2000).
METODE PENULISAN
Penulisan makalah ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
deskriptif. Metode tersebut merupakan cara yang digunakan untuk mendeskripsikan
dan menggambarkan secara faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang ada serta
hubungan antara fenomena yang diteliti. Metode deskriptif analitis dari fakta yang
diperoleh diharapkan dapat menemukan kecenderungan atau kemungkinan adanya
fenomena revolusi pendidikan seni tari.
168
Revolusi Pendidikan Tari
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Revolusi Pendidikan Seni Tari
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tahapan proses pendidikan di
Indonesia ada 3 tahapan, yaitu masa tutur-tinular, literet atau baca-tulis, dan sekarang
sedang memasuki tahap pemanfaatan TIK. Terkait dengan pembelajaran seni tari,
selama ini digunakan 2 model yaitu tutur-tinular dan literet. Karena itu, pembelajaran
seni tari hanya dapat berlangsung apabila peserta didik bertemu dengan orang yang
bisa menari. Akibatnya, pembelajaran tari di Jawa sejak awal hanya terpusat di
lingkungan keraton. Para empu keraton mengajar tari di pendapa-pendapa milik
pejabat-pejabat keraton.
Di Banjar, tari berkembang di sanggar-sanggar tari milik para seniman tari
dan bentu tarinya mengikuti aliran para seniman yang mengajarkannya seperti AW
Sarbaini dengan sanggar Ading Bastari di Barikin, Sanggar Perpekindo Banjarmasin
yang identik dengan gaya Drs, Hariyadi Haris dan lain-lain. Dengan kata lain, para
seniman tari bentuk tari yang mereka ajarkan memiliki ciri khas berbeda-beda. Itu
artinya seni tari tradisi sejak awal memiliki nilai-nilai interpretatif dan kreatif. Bentuk
pendidikannya sampai sekarang seperti halnya Program Studi Pendidikan Seni Tari
STKIP PGRI Banjarmasin, sanggar-sanggar tari, berlangsung dalam bentuk tatap
muka antara guru tari dengan peserta didik. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa yang
dimaksud revolusi pendidikan tari dalam tulisan ini adalah adanya kemungkinan
bahwa dengan memanfaatkan TIK berbasis android misalnya, orang akan dapat
belajar menari tanpa harus bertemu dengan orang yang dapat menari. Artinya, melalui
model pembelajaran e-Learning peserta didik dapat belajar tari sendiri tanpa guru.
Tentu saja, sebagaimana dipetakan pada 3 model pembelajaran di atas,
masing-masing bentuk pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebihan
masingmasing. Hal yang paling menonjol adalah persoalan panutan, cara lama
tergantung panutannya, cara baru yaitu model e-Learning tanpa panutan.
Keunggulan yang paling menonjol terhadap pemanfaatan TIK dalam
pembelajaran tari adalah .. Pewujudannya divisualisasikan dalam presentasi
terbukanya akses pembelajaran tari yang tak terbatas, utamanya terkait dengan
persoalan: time, location, speed, person/guru. Artinya dengan model pembelajaran
tari e-Learning, perkembangan seni budaya sebagai pembentuk karekter bangsa
melalui nilai-nilai tari akan dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Coba
bandingkan dengan sistem pembelajaran sebelumnya yang sangat terikat oleh
persoalan : time, location, dan speed. Itupun masih diperhadapkan dengan kualitas
orang-perorang yang menjadi panutan tari atau gurunya. Mengingat, dapat dikatakan
bahwa dalam proses regenerasi guru tari tidak berlangsung dalam proses kontinyuitas
kualitas yang terus menerus meningkat.
Dengan kata lain, regenerasi kepenarian kian mengarah pada pengembangan
idepersoalan : time, location, speed, person/guru. Artinya dengan model
pembelajaran tari e-Learning, perkembangan seni budaya sebagai pembentuk
karekter bangsa melalui nilai-nilai tari akan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien. Dengan kata lain, regenerasi kepenarian kian mengarah pada pengembangan
ideide modern.
169
Suwarjiya / LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan
Vol. 14 No.2 (Juli – Desember 2019 Edisi Dies Natalis XXXIV) 166 - 174
Sebagai gambaran, 2017 terjadi konflik tradisimodern yaitu antara karya
sendratari kolosal Ramayana Full Story karya mahasiswa Prodi Tari STKIP PGRI
Banjarmasin dianggap tidak sesuai dengan tari tradisi, sehingga setelah pementasn
yang disaksikan sekitar 4000 penonton dalam 2 sesi mendapat cemooh. Hal ini dapat
ditengarai adanya nilai-nilai pembelajaran tari yang tidak terkomunikasikan secara
optimal dalam pendidikan tari. Mengingat, bukankah sejak awal para empu tari juga
melakukan pengembangan interpretatif dan kreatif terhadap tari tradisi, sehingga
melahirkan aliran-aliran tari. Mengapa interpretasi dan kreativitas dalam Sendra Tari
Kolosal Ramayana Full Story dipermasalahkan? Hal demikian tentu dapat dipandang
sebagai bentuk kerawanan transformasi budaya yang berkaitan dengan ketidak
maksimalnya proses transformasi nilai-nilai pendidikan tari.
2. Peran TIK dalam Manajemen pendidikan
Terkait dengan pemanfaatan TIK dalam manajemen pendidikan, dapat
diandaikan bahwa apabila sejak dulu telah digunakan TIK dalam proses pendidikan
tari, tentu kita sekarang ini masih dapat belajar dengan para empu tari yang terwakili
oleh CD-interaktifnya. Artinya kita masih dapat merasakan dan melihat guru-guru tari
yang handal di masa lalu, seperti halnya AW Sarbaini, Rustam Effendi, Ibu Yur,
Syaiful Akhmmad, M.Pd (Dosen STKIP) dan lain-lain. Keadaan keterputusan itu,
saat ini sebenarnya masih bisa diupayakan ketersambungannya. Salah satunya dengan
cara memenejemen semua bentuk dokumen peninggalan para empu tari baik yang
berupa tulisan, gambar, foto, film/video untuk selanjutnya dikemas menjadi media
pembelajaran e-Learning. Dengan demikian penerapan TIK dalam pembelajaran tari
dapat dimaanfaatkan pula untuk pengembangan manajemen pendidikan tari ke
depannya. Artinya, kedepannya nanti regenerasi kualitas guru tari dapat ditingkatkan
secara kontinyu dari generasi ke generasi. Dengan demikian kemajuan pendidikan tari
akan berlangsung secara signifikan dari waktu ke waktu. menejemen semua bentuk
dokumen peninggalan para empu tari baik yang berupa tulisan, gambar, foto,
film/video untuk selanjutnya dikemas menjadi media pembelajaran e-Learning.
Dengan demikian penerapan TIK dalam pembelajaran tari dapat
dimaanfaatkan pula untuk pengembangan manajemen pendidikan tari ke depannya.
Artinya, kedepannya nanti regenerasi kualitas guru tari dapat ditingkatkan secara
kontinyu dari generasi ke generasi. Dengan demikian kemajuan pendidikan tari akan
berlangsung secara signifikan dari waktu ke waktu. Terkait dengan upaya-upaya
perbaikan yang terus menerus dalam pendidikan tari, maka pemanfaatan TIK dalam
perannya sebagai media pendidikan sebaiknya dipahami sebagai suatu bagian integral
dari proses pendidikan di sekolah, dan menjadi suatu bidang yang harus dikuasai oleh
setiap guru professional (Oemar Hamalik, 1994:1). Selanjutnya pengertian media
pembelajaran yang dimaksud adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan materi pembelajaran dari guru ke siswa sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa tari sehingga proses
belajar terjadi (lihat Arief S. Sadiman, dkk: 2006:7).
Apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan dan pembelajarannya,
maka sebagaimana dinyatakan Achsin, teknologi mempunyai pengertian sebagai
perluasan konsep tentang media, di mana teknologi bukan sekedar benda, alat, bahan
170
Revolusi Pendidikan Tari
atau perkakas, tetapi tersimpul pula sikap, perbuatan, organisasi dan manajemen yang
berhubungan dengan penerapan ilmu (dalam Azhar Arsyad, 2007:5). Adapun
teknologi e-Learning yang dimaksud, secara alamiah sering dipasangkan sebagai
belajar jarak jauh dan metoda belajar yang fleksibel. Kecuali itu, sebenarnya eLearning juga dapat digunakan sebagai pelengkap pengajaran temu muka. Karena itu
dalam pembuatan media e-Learning sebaiknya dapat merangkum keberhasilan dari
pengalaman-pengalaman model pembelajaran tari di masa lalu. Misalnya, bagaimana
para empu tari dahulu dalam menyampaikan pengajaran tari. Dari pengalaman
mereka, setidaknya dapat diperoleh bentuk pengajaran yang baik.
3. Manfaat TIK dalam Pembelajaran Tari
Pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran harus senantiasa didudukkan
pada kepentingan pendidikan. Karena itu, penting kiranya akan kesadaran guru
terhadap tujuan tiap pengajaran sebagaimana dinyatakan Rooijakkers (1980) yaitu
menimbulkan atau menyempurnakan pola laku dan membina kebiasaan, sehingga
peserta didik trampil menjawab tantangan situasi hidup secara manusiawi; karena itu
selalu diperlukan adanya penyegaran. Dari pemahaman itu, kita bisa memahami akan
arti pentingnya pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sebagai bentuk baru yang
menyegarkan. Selanjutnya agar terbangun jalinan mata rantai keberhasilankeberhasilan pembelajaran tari dengan yang sebelumnya, maka dalam pembuatan
media pembelajaran e-Learning harus senantiasa bertolak dari pengalamanpengaaman di masa lalu.
Mengingat kualitas pembelajaran tari yang dilakukan para guru-guru
terdahulu telah pula menunjukkan hasil yang baik. Misalnya kita bisa berangkat dari
pengalaman teknik/metode mengajar Heriyadi Haris dan M. Fery Fauzan (alumni
STKIP) yang sekarang melanjutkan mengelola sanggar Posko-La Bastari Kandangan.
Dari hasil pembelajarannya, keduanya berhasil melahirkan para penari yang bagusbagus. Menurut Rahmani 2019. teknik/metode mengajar kedua empu tari tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut. M. Fery Fauzan selaras dengan kekuatannya
sebagai seorang pemain gamelan ia menyajikan materi pelajaran banyak
menggunakan tuntunan melalui pola irama karawitan dengan pola irama gerak tari.
Bentuknya bisa berupa hitungan atau dalam bentuk menyuarakan kendangannya. Ia
dapat menegaskan setiap gerak tari perpaduannya dengan hitungan gerak dan bentuk
kendangan tarinya. Dalam hal ini siswa dipacu untuk mengembangkan penalarannya
ketika M. Fery Fauzan mendektekan hitungan gerak atau suara kendangan. Contoh
gerakan tari diberikan seperlunya, dipadu dengan penjelasan tekniknya, misalnya
caranya, patokannya, pengembangannya, dll.
Dalam hal irama tari, M. Fery Fauzan memiliki kesadaran bahwa itu
merupakan faktor yang bersifat pembawaan yang dipengaruhi oleh postur tubuh
seseorang. Oleh karena itu penyesuaiannya dengan gerak tari, M. Fery Fauzan
memberikan kesempatan yang luas kepada siswanya untuk menemukannya sendiri.
Artinya dalam pengembangan irama, ia tidak memberikan semacam ikatan yang
harus diikuti. Namun demikian kontrol tetap dilakukan, utamanya terkait dengan
ukuran dasar atau patokan tarinya, sehingga sangat berpengaruh dalam evaluasinya.
Ketatnya evaluasi yang dilakukan secara subyektif tampak pada pemilihan penari
171
Suwarjiya / LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan
Vol. 14 No.2 (Juli – Desember 2019 Edisi Dies Natalis XXXIV) 166 - 174
pada saat pementasan (di Posko-La Bastari). Secara obyektif tampak dari
penilaiannya yang cukup ketat dan selektif..
Heritadi Haris, kekuatannya justru terletak pada kemampuannya sebagai
penari. Heriyadi Haris dalam menyajikan materi pelajaran banyak menggunakan
tuntunan dalam bentuk peragaan, dengan sedikit dilengkapi ketukan gerak. Dalam hal
tuntunan hitungan ini Heriyadi Haris sering menggunakan pola ketuk 4/8 untuk
menegaskan irama gerak tari. Dalam penyampaian materi Heriyadi Haris cenderung
berpola imitatif, yaitu siswa menirukan gerakan-gerakan secara langsung.
Kebanggaan Heriyadi Haris sebagai penari tampak dari semangatnya memberikan
contoh-contoh gerakan secara utuh, hal inilah yang sekaligus menjadi daya tarik bagi
siswanya karena kakaguman dan kesempatannya melihat gerak sesungguhnya.. Oleh
karena itu, dalam metode pengajarannya tampak sering mengulang-ulang peragaan
yang sama.
Dalam sistem pembelajaran ini siswa dipacu untuk mengembangkan
pengamatannya secara cermat karena ia berhadapan langsung dengan teknik dan
detail gerak sekaligus. Di satu sisi siswa dapat menangkap detail gerak (wilet), di satu
sisi terkadang menimbulkan proses pemahaman yang lama. Keuntungannya, ia bisa
menangkap gaya tari Heriyadi Haris secara detail. Oleh karena itu, hasil didikan
Heriyadi Haris kemudian cenderung berpola gerak persis seperti apa yang dilakukan
Heriyadi haris. Jadi meskipun Heriyadi Haris memberi keleluasaan pula terhadap para
siswanya untuk mengembangkan tarinya, ternyata pada ujungnya gaya tari Heriyadi
Haris tetap menancap dalam dirinya. Hal itu bisa dimaklumi karena kelekatan mereka
dalam meniru setiap detail gerak Heriyadi haris. Adapun mengenai evaluasi, secara
subyektif tergantung pada rasa pantas dan luwesnya pembawaan tari. Artinya, ia tidak
menganggap patokan sebagai harga mati. Dengan kata lain interpretasi terhadap satu
tarian dengan yang lain bisa sangat berbeda patokannya, Dengan mencermati
pengalaman guru-buru tari terdahulu, akan diperoleh gambaran bagaimana bentuk
pembelajaran tari berlangsung. Pemahaman itu kemudian dapat dipadukan dengan
pengalaman pribadi guru dalam mengajar tari. Dengan demikian, akan tercapai
bentuk-bentuk pemanfaatan TIK dalam pembelajaran tari yang signifikan. Dalam hal
pembuatannya harus dipahami halhal apa yang sebaiknya berbentuk video, hal apa
yang sebaiknya berbentuk animasi, penjelasan apa yang sebaiknya dipresentasikan
dengan suara, bentuk-bentuk apa yang sebaiknya berupa gambar, dan seterusnya.
Dari pengalaman mengajar kedua empu tari di atas kiranya dapat dikemas ke dalam
sistem pembelajaran e-Learning melalui bentuk media CD-Interaktif.
Selanjutnya, dalam hal pembuatannya harus dapat mengekspose kelebihankelebihan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran tari. Sebaliknya juga harus dapat
meminimalisir kelemahan-kelemahannya. Kelemahan dalam pemanfaatan TIK
memang bukannya tidak ada, CD-interaktif pembelajaran tari menegaskan bahwa
persoalan greget tentu akan sulit diproyeksikan. Mengingat persoalan greget tari,
menyangkut detail gerak yang bersumber dari daya ekspresi tari.
Tari Baksa Kembang misalnya, tentu akan memiliki greget yang berbeda
dengan gerakan tari Radap Rahayu. Walaupun, sekaran geraknya sama, tetapi antara
gerakan tari Baksa Kembang dengan Radap Rahayu akan memiliki greget yang
berbeda. Tetapi greget bisa diproyeksikan, misalnya dengan meng-close up
pengambilan gambarnya. Karena greget itu sebenarnya sebagaimana halnya
172
Revolusi Pendidikan Tari
breakdance, yaitu gerak yang sangat detail. Terkait dengan upaya mengekspose detail
gerak tersebut, kini telah dirintis adanya kamera yang dipadukan dengan mikroskop.
Karena itu, perwujudan sekecil apapun dari suatu motif atau bentuk dapat diperbesar
ke dalam bentuk yang sangat jelas. Bahkan media ini, yaitu kamera yang dipadukan
dengan mikroskop, akan sangat membantu bagi pengembangan ide-ide kreatif yang
bersumber dari objek-objek yang tidak terlihat oleh mata biasa. setelah mencermati
adanya CD-interaktif pembelajaran tari menegaskan bahwa persoalan greget tentu
akan sulit diproyeksikan. Mengingat persoalan greget tari, menyangkut detail gerak
yang bersumber dari daya ekspresi tari.
Apabila pemanfaatan TIK sedemikian bergunanya bagi kegiatan pembelajaran
dan pengembangan manajemen pendidikan, pada gilirannya seperti halnya pembuatan
CD-interaktif pembelajaran tari, nantinya akan dapat memicu pertumbuhan adanya
industri kreatif dari para guru professional dan ciptaannya CD-interaktif pembelajaran
dibeli oleh penerbit terkemuka di Indonesia.
KESIMPULAN
Menyadari akan arti pentingnya kemajuan, maka pemanfaatan teknologi
modern merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Termasuk pemanfaatan
TIK dalam pembelajaran dan manajemen pendidikan. Dalam studi kasus terhadap
pembelajaran tari ini, terbukti dapat menimbulkan gejala perubahan yang sangat besar
dan sangat prinsipil. Dari model pembelajaran yang terikat oleh persoalan person,
time, location, dan speed, kini dengan memanfaatkan TIK persoalan itu time,
location, dan speed, kini dengan memanfaatkan TIK persoalan itu dapat diatasi.
Dengan memanfaatkan TIK, sangat memungkinkan perkembangan seni budaya
tradisi, khususnya seni tari akan terlepas dari sekat-sekat wilayah bahkan akan dapat
dipelajari oleh masyarakat internasional. Mereka dapat belajar dengan baik melalui,
seperti halnya CD-interaktif atapun software-software pembelajaran tari yang
dieksplore melalui internet, dalam bentuk pembelajaran jarak jauh. Maka dapat
dikatakan, dengan pemanfaatan TIK, akan dapat terjadi revolusi pendidikan tari.
DAFTAR PUSTAKA
Arief S. Sadiman, 2006. Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Azhar Arsyad, 2007. Media Pembelajaran. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Budi Santosa, 2004. " Pertunjukan Tari Samgita Pancasona Karya Sardono W.
Kusuma di RRI Surakarta : Dalam Fenomena konflik Tradisi-Modern
Masyarakat Seni Pertunjukan Surakarta Tahun 1970-an" Tesis PPS ISI
Yogyakarta.
Oemar Hamalik, 1994. Media Pendidikan. Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.
173
Suwarjiya / LENTERA Jurnal Ilmiah Kependidikan
Vol. 14 No.2 (Juli – Desember 2019 Edisi Dies Natalis XXXIV) 166 - 174
---------. 2001. Proses Belajar Mengajar.Jakarta: PT Bumi Aksara
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010. Pengenbangan Pendidikan
Kewirausahaan. Jakarta: Balitbang Kemendiknas.
Supriyoko. 2003. Sistem Pendidikan Nasional dan Peran Kebudayaan Dalam
Pembangunan Berkelanjutan. Denpasar: Makalah Seminar Pembangunan
Hukum Nasional VIII Dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. RI.
Suwardana, Hendra. 2017. Revolusi Industri 4. 0 Berbasis Revolusi Mental. JATI
UNIK, Vol.1, No.2. Hal. 102-110
Tilaar, H.A.R. 1991. Sistem Pendidikan Nasional yang Kondusif bagi Pembangunan
Masyarakat Industri Berdasarkan Pancasila. Jakarta: LIPI.
------ 1999. Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional Dalam Perspektif
Abad 21. Magelang: Tera Indonesia.
------ 2000. Pendidikan Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
174