Academia.eduAcademia.edu

Jurnal ekonomi Islam

Financing the development of the Islamic banking can not be separated from the role of the accounts officer who became most important marketing personnel on the financial product. By running the functions and role of an account officer at Islamic banking financing the improvement can be realized. This is evident from the increase in 2013 amounted to 80.85% of the total disbursements of Islamic banking or Rp135, 58 trillion invested in financing activities. Growth is directed to financing the real sector in the form of financing (Mudaraba and Musharaka), accounts receivable (Murabaha, Istisna, and Qardh), and in the form of Ijarah financing. The development financing in 2013 still dominated Murabaha receivables amounting to Rp80, 95 trillion or 59.71% followed Musharaka financing that amounted to Rp25, 21 trillion (18.59%) and Mudaraba financing amounting to Rp11, 44 trillion (8.44%), and Qardh receivables amounting to Rp11, 19 trillion (8.25%).

Peran Account Officer Dan Perkembangan Pembiayaan Pada Perbankan Syariah PERAN ACCOUNT OFFICER DAN PERKEMBANGAN PEMBIAYAAN PADA PERBANKAN SYARIAH Oleh : Ahmad Syakir Dosen Fak. Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN SU Email: [email protected] Abstract Financing the development of the Islamic banking can not be separated from the role of the accounts officer who became most important marketing personnel on the financial product. By running the functions and role of an account officer at Islamic banking financing the improvement can be realized. This is evident from the increase in 2013 amounted to 80.85% of the total disbursements of Islamic banking or Rp135, 58 trillion invested in financing activities. Growth is directed to financing the real sector in the form of financing (Mudaraba and Musharaka), accounts receivable (Murabaha, Istisna, and Qardh), and in the form of Ijarah financing. The development financing in 2013 still dominated Murabaha receivables amounting to Rp80, 95 trillion or 59.71% followed Musharaka financing that amounted to Rp25, 21 trillion (18.59%) and Mudaraba financing amounting to Rp11, 44 trillion (8.44%), and Qardh receivables amounting to Rp11, 19 trillion (8.25%). Factor of quality accounts officer was instrumental in supporting the development of Islamic banks, and on the one hand improve the ability of the real sector in employment. The proximity of an account officer sharia to achieve high customer loyalty is known as Relationship Marketing. Keywords : Islamic banking, financing, account officer, relationship marketing. A. Pendahuluan Perbankan syariah mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara (intermediary institution) yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Selanjutnya yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.1 Pada dasarnya kegiatan usaha bank syariah terdapat dalam 3 (tiga) jenis produk, yaitu : Produk simpanan (liability based product) seperti giro, deposito dan tabungan, produk asset (assets based product) seperti seperti pembiayaan dan produk jasa-jasa 1 Pasal 1 UU Perbankan Syariah Tahun 2008. (service based product), seperti pengiriman uang, save deposit box, bank garansi, letter of credit, dan sebagainya.2 Seiring dengan perkembangan perbankan syariah di Indonesia yang begitu pesat, berkembang juga jasa pengelolaan kekayaan (wealth management) bagi nasabahnasabah yang mempunyai simpanan dalam jumlah besar di bank syariah. Jasa pengelolaan kekayaan nasabah ini pada dasarnya merupakan pengembangan jasa bank dan bersifat ekslusif, dikenal juga dengan istilah jasa private banking, personal banking, nasabah prima, dan sebagainya. Dari semua kegiatan usaha tersebut bank syariah mendapatkan income atau penghasilan berupa margin keuntungan, bagi hasil, fee (ujrah) dan pungutan lainnya, seperti biaya administrasi. Meskipun demikian, dari berbagai kegiatan usaha tersebut pendapatan bank syariah sebagian besar masih berasal dari imbalan (bagi hasil/margin/fee). Imbalan tersebut diperoleh bank syariah dari kegiatan usaha berupa pembiayaan. Karenanya, pembiayaan masih merupakan kegiatan paling dominan pada bank syariah. Pembiayaan pada Bank Syariah Salah satu jenis kegiatan usaha bank syariah adalah pembiayaan. Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa : a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk murabahah, dan musarakah; b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istisna’; d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard; dan e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentu ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima fasilitas) yang mewajibkan pihgak lain yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.3 2 A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012, hal. 78 3 Pasal 1 angka 25 UU Perbankan Syariah Tahun 2008 Berdasarkan PBI No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dibersamakan dengan itu berupa: a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudarabah dan musharakah; b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik; c. transaski jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istisna’; d. transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard; dan e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentu ijarah untuk transaksi multijasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima fasilitas) yang mewajibkan pihgak lain yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.4 Dari pengertian pembiayaan di atas dapatlah disimpulkan bahwa, 1) Sesuai dengan fungsinya, dalam transaksi pembiayaan bank syariah bertindak sebagai penyedia dana. 2) Setiap nasabah penerima fasilitas (debitur) yang telah mendapat pembiayaan dari bank syariah apa pun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil. B. Produk-produk Pembiayaan Bank Syariah dan Perkembangannya Pembiayaan merupakan salah satu produk perbankan syariah yang penting dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu: 1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. 2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa. 4 Pasal 4 ayat (1) UU Perbankan Syariah dan angka III. SEBI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 Perihal Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. 3. Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual-beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi-hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati di muka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adaiah musyarakah dan mudharabah. 1. Prinsip Jual Beli (Ba'i) Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang seperti: a. Pembiayaan Murabahah Murabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah. Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. b. Salam Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, kualitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Dalam praktek perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau secara cicilan. Ketentuan umum Salam:  Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya. Misalnya jual beli 100 kg mangga harum manis kualitas "A" dengan harga Rp5000 / kg, akan diserahkan pada panen dua  bulan mendatang. Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai  dengan pesanan. Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persediaan (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam. c. Istishna Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Ketentuan umum:  Spesifikasi barang pesanan harus jelas seperti jenis, macam ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual yang telah disepakati dicantumkan dalam akad istishna dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan dari kriteria pesanan dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya tambahan tetap ditanggung nasabah. 2. Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahaan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. 3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah: a. Musyarakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat atau kongsi). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersamasama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel. b. Mudharabah Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan sebagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masingmasing pihak harus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan merusak ajaran Islam. Ketentuan umum  Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas  tahapannya dan disepakati bersama. Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara: ¥ (Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) ¥ (Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an,  kecurangan dan penyalahgunaan dana. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewajiban, dapat dikenakan sanksi administrasi. Mudharabah Muqayyadah Karakteristik mudharabah muqayadah pada dasarnya sama dengan persyaratan di atas. Perbedaannya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaan pemilik modal. 4. Akad Pelengkap Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul. a. Hiwalah (Alih Utang-Piutang) Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktek perbankan syariah fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang. Katakanlah seorang supplier bahan bangunan menjual barangnya kepada pemilik proyek yang akan dibayar dua bulan kemudian. Karena kebutuhan supplier akan likuiditas, maka ia meminta bank untuk mengambil alih piutangnya. Bank akan menerima pembayaran dari pemilik proyek. b. Rahn (Gadai) Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria :    Milik nasabah sendiri. Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar. Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab. Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Dalam hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah menutupi kekurangannya. c. Qardh Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu : Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya ke haji. Sebagai pinjaman tunai (cash advanced) dari produk kartu pembiayaan syariah, dimana nasabah diberi keleluasaan untuk menarik uang tunai milik bank melalui ATM. Nasabah akan mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya secara cicilan melalui pemotongan gajinya. d. Wakalah (Perwakilan) Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso dan transfer uang. Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau musyakarah. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung jawab bank, kecuali kegagalan karena force majeure menjadi tanggung jawab nasabah. Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain, kecuali dengan seizin nasabah. Tugas, wewenang dan tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank. e. Kafalah (Garansi Bank) Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan. Dengan semakin berkembangnya serta inovatifnya produk-produk pembiayaan pada perbankan syariah maka fungsi perbankan syariah sebagai lembaga keuangan akan berjalan dengan baik dan peranannya terhadap sektor perekonomian masyarakat berdampak. Perkembangan pembiayaan p a d a t a h u n 2 0 1 3 tetap didominasi piutang Murabahah sebesar Rp80,95 triliun atau 59,71% diikuti pembiayaan Musyarakah yang sebesar Rp25,21 triliun (18,59%) dan pembiayaan Mudharabah sebesar Rp11,44 triliun (8,44%), serta piutang Qardh sebesar Rp11,19 triliun (8,25%).5 Seperti halnya pencapaian pada tahun 2012, perbankan syariah tetap berkomitmen untuk menggerakkan sektor riil dan mengoptimalkan pencapaian tersebut. Pembiayaan sebagai upaya lembaga keuangan dalam menggerakkan sektor riil telah mendapat perhatian tinggi dari perbankan syariah. Sebesar 80,85% dari total penyaluran dana perbankan syariah atau Rp135,58 triliun di investasikan ke dalam aktivitas pembiayaan. Pertumbuhan pembiayaan ini tertuju kepada sektor riil baik berupa pembiayaan (Mudharabah dan Musyarakah), piutang (Murabahah, Istisna, dan Qardh), dan dalam bentuk pembiayaan Ijarah. Peningkatan pembiayaan ini terjadi dengan tetap menjaga prinsip kehatihatian, sehingga Non Performing Financing (NPF) dapat dijaga dalam situasi stabil. Secara rerata NPF gross menurun dari 3,11 % pada tahun 2012 menjadi 2,58% tahun 2013. Meningkatnya pembiayaan dan perbaikan kualitas pembiayaan turut mendorong perolehan laba dan efisiensi biaya, sehingga dapat menjaga rentabilitas bahkan meningkat, yang selanjutnya akan meningkatkan juga akumulasi laba yang dapat memperkuat permodalan. C. Peranan Account officer terhadap Perkembangan Pembiayaan pada Perbankan Syariah Pesatnya perkembangan perbankan syariah di tanah air, khususnya dari sektor pembiayaan dikarenakan semakin gencarnya informasi dan edukasi yang diterima oleh masyarakat. Salah faktor terakomodirnya keperluan akan informasi dan edukasi mengenai produk-produk pembiayaan bank syariah tersebut adalah dengan adanya upaya perbankan syariah untuk memiliki sumber daya insani yang memiliki skill dan kompetensi pada sektor pembiayaan ini. Di sinilah peran seorang Account officer banyak dilibatkan. Account officer atau AO adalah petugas yang melakukan pemasaran pembiayaan, kemudian melakukan analisis pembiayaan. Seorang account officer mengawalinya dengan membuat perencanaan, usaha apa saja yang layak dibiayai di wilayahnya, dan berapa kira-kira dana yang diperlukan untuk menyalurkan pembiayaannya. Kemudian account officer akan melakukan kunjungan ke usaha 5 http://bi.go.id nasabah, melakukan wawancara, menggali sebetulnya apa yang diperlukan oleh nasabah tersebut sehingga dapat membuat suatu keputusan apakah permohonan pembiayaan yang diajukan oleh calon debitur atau debitur pantas untuk dibiayai.6 Banyak sekali dijumpai, nasabah sebetulnya hanya tahu bahwa dia perlu pinjaman, tapi belum jelas berapa dan untuk apa. Disini diperlukan keahlian seorang account officer untuk melakukan probing, agar kebutuhan pinjaman memang sesuai dengan keperluan nasabah (ada unsur tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran). Account officer juga sekaligus menjadi konsultan, karena bagi nasabah kecil, tak jarang mereka bisa bercerita, menunjukkan bon-bon, bukti penjualan atau pesanan, tetapi tak bisa membuat laporan keuangan. Disini account officer memandu nasabah agar dapat membuat neraca perkiraan usaha nasabah, serta cash flow kemampuan membayarnya. account officer juga harus sensitif, apakah nasabah mengatakan yang sebenarnya (disinilah perlunya melakukan probing, cek dan re-cek), kemudian melakukan analisa. Selanjutnya account officer akan mengusulkan dalam bentuk memorandum analisis pembiayaan kepada atasannya, dan atasan akan meneruskan kedalam komite pembiayaan (loan Comittee) untuk mendapat putusan, apa berupa persetujuan maupun penolakan. Hubungan account officer dan nasabah dapat diibaratkan sebagai hubungan yang mirip dengan suami isteri. Jika account officer memilih usaha yang tepat, maka usaha berjalan lancar, dan usaha akan meningkat/membesar, serta Bank syariah tempat account officer bekerja akan memperoleh laba. Namun jika usaha nasabah mengalami penurunan, sama seperti seorang isteri yang jatuh sakit, akan mempengaruhi kelangsungan hidup suami, karena suami akan sibuk mengupayakan penyembuhan. Demikian juga seorang account officer, jika usaha nasabah turun, maka account officer yang baik akan segera mengevaluasi apa yang menjadi penyebabnya, apakah persaingan yang ketat sehingga kalah bersaing di pemasaran. Account officer akan menjadi seperti seorang dokter, mendiagnosis penyebab sakitnya usaha nasabah dan berusaha menyembuhkan. Disini diperlukan kerjasama dari kedua belah pihak. Apabila portfolio nasabah yang dibina oleh account officer semua dalam kondisi lancar, maka perusahaan akan memetik laba dari interest margin. Namun sebaliknya kegagalan pembinaan account officer terhadap nasabahnya juga dapat menyebabkan pendapatan Bank syariah menurun. 6 Noel Chabannel Tohir, Panduan Lengkap Menjadi Account Officer, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. Apa hubungannya dari sektor riil? Penulis mencoba membuat ilustrasi, Seorang account officer di Kantor Cabang Bank Syariah Medan membiayai usaha peternakan ikan lele, pembiayaan yang diberikan Rp 5 juta rupiah pada akhir tahun 2000. Pengusaha(sebut Asy) tersebut tidak memahami laporan keuangan, sehingga account officer mengajarkan dan membuatkan laporan keuangan berdasarkan wawancara dan bukti-bukti pembukuan yang sangat sederhana. Usaha nasabah berkembang, dari peternakan ikan lele kecil-kecilan di daerah Medan Tembung, dia membangun warung yang menjual kebutuhan sehari-hari. Warung ini berkembang, menjadi sebuah toko dan kemudian berkembang menjadi mini market. Karena merasakan sulitnya mendapat sayuran segar untuk mengisi mini marketnya, maka Asy melakukan kerjasama dengan petani sayuran di Berastagi yang nantinya berkembang menjadi usaha khusus pengumpul sayuran. Saat ini, setelah berjalan di atas 13 tahun, usaha Asy telah meningkat pesat, jumlah pinjaman > Rp.5 miliar dan pekerjanya lebih dari 50 orang. Asy saat ini berperan sebagai komisaris, karena telah menunjuk Direktur yang memimpin perusahaan, yang awalnya juga mulai bekerja di perusahaan Asy sejak dari bawah. Ini adalah contoh hubungan antara account officer dan pengusaha yang akhirnya sukses. Apabila account officer di seluruh Indonesia bisa berperan seperti ini, mulai mengajarkan bagaimana agar Asy memahami laporan keuangan (agar dia bisa mengontrol jalannya perusahaan), serta bagaimana tata cara melakukan ekspor (usaha Asy saat ini juga merambah ekspor asinan dari terong ke Jepang, serta makanan lain), maka kita akan memperoleh wirausaha handal yang juga akan menyerap banyak tenaga kerja. Jadi meningkatkan kemampuan account officer agar berkualitas merupakan kebutuhan Bank syariah, agar dapat menyalurkan pembiayaan sesuai sasaran, serta di lihat dari sisi debitur (nasabah) pinjaman tadi dapat meningkatkan usahanya, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Pembinaan terhadap nasabah, dapat dimulai dari nasabah kecil, yang secara pasti akan meningkat kemampuan usahanya, dan juga meningkat jumlah pinjamannya, dan pada saat nasabah menjadi besar maka akan terjalin hubungan timbal balik yang positif antara Bank dan nasabah, serta diperoleh nasabah-nasabah yang loyal bagi Bank syariah tersebut. Tak dapat dipungkiri, banyak pelajaran berharga yang diperoleh saat terjadi krisis ekonomi, Bank syariah yang cepat recovery-nya adalah Bank syariah yang mempunyai nasabah potensial dan loyal. Kalaupun usaha nasabah mengalami kemunduran, maka nasabah tadi akan berusaha sekuat tenaga, dibantu oleh account officer Bank syariah untuk segera memperbaiki usahanya. Keberhasilan restrukturisasi/penyehatan usaha nasabah, faktor terpenting adalah kemauan atau itikad baik dari nasabah untuk menyelamatkan usahanya. Tanpa kemauan dan itikad baik nasabah, usaha apapun yang dilakukan bank akan sulit berhasil. Oleh karena itu, faktor adanya account officer yang berkualitas sangat berperanan dalam menunjang perkembangan Bank syariah, dan di satu sisi dapat meningkatkan kemampuan sektor riil dalam penyerapan tenaga kerja. Namun penulis perlu menambahkan lagi point-point penting bagi seorang account officer khususnya AO syariah yang memang perlu nilai tambah pada personal dan kemampuannya di bidang pembiayaan-pembiayaan syariah yang ada pada perbankan syariah. Kedekatan seorang account officer syariah untuk mencapai loyalitas tinggi customer tersebut dikenal dengan sebutan Relationship Marketing. 1. Account officer syariah selalu mengambil inisiatif untuk bersilaturrahim terhadap calon maupun nasabahnya. 2. Account officer syariah fokus pada customer retention (hubungan jangka panjang). 3. Account officer syariah berorientasi pada kehalalan dan keberkahan produk serta pelayanan perbankan syariah. 4. Account officer syariah berkomitmen tinggi pada customer. D. Penutup Dengan terjalinnya suatu relationship yang baik dengan customer kemungkinan besar mereka akan membantu pemasaran jasa layanan perbankan syariah kepada relasi bisinisnya pula. Dengan relationship marketing yang baik dengan customer juga dapat menghemat biaya promosi dan pemasaran suatu bank syariah yang juga akan berefek pada perkembangan produk-produk pembiayaan perbankan syariah. Seperti telah penulis paparkan di atas, bahwa dengan menerapkan relationship marketing yang baik akan meningkatkan profitabilitas perbankan syariah. Selain hal tersebut keuntungan yang akan diperoleh oleh perbankan syariah adalah :  Memiliki format dan data yang sama untuk semua bagian yang membutuhkan data relationship information, sehingga mudah untuk di-up-date.  Memiliki akses ke data yang sangat lengkap.  Meningkatkan workflow dan teamwork.  Meningkatkan implementation of policy.  Good respons pada kebutuhan customer dengan cepat.  Mempercepat proses kredit dengan waktu yang lebih efesien.  Meningkatkan efesiensi biaya operasi dan jumlah.  Menghilangkan keadministrasian dari fungsi AO.  Menciptakan spesialisasi.  Meningkatkan konsistensi dan efesiensi.  Memperbaiki kualitas manajemen resiko pembiayaan. Demikianlah sudah menjadi kewajiban bagi setiap perbankan syariah yang ada di tanah air ini untuk menyiapkan sumber daya insaninya di bidang pembiayaan, sehingga hubungan antara perbankan syariah tidak sebatas sebagai lembaga keuangan dengan customernya saja, namun lebih dari itu melalui peran account officer yang syarat dengan kepribadian dan product knowledge yang sesuai akan kesyariahannya akan berperan penting pada pemenuhan masyarakat akan produk pembiayaan syariah sehingga akan terwujud kemakmuran perekonomian umat. Wallahu ‘alam. Pustaka Acuan A. Wangsawidjaja Z., Pembiayaan Bank Syariah, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. Bank Indonesia, PBI No: 9/19/PBI/2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan dan Penyaluran dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. _____________, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2013, Direktorat perbankan Syariah. _____________, Outlook Perbankan Syariah, Direktorat Perbankan Syariah, 2013. Muhammad, Bank Syariah; Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2005. Muhammad Nejatullah Siddiqi. Bank Islam. Bandung. Penerbit Pustaka Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah; dari Teori ke Praktek, Jakarta, Gema Insani Press, 2001. Muslimin H. Kara, Bank Syariah di Indonesia: Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Perbankan Syariah, Yogyakarta, UII Press, 2005. Noel Chabannel Tohir, Panduan Lengkap Menjadi Account Officer, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2012. Peraturan Bank Indonesia (PBI). Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Islam Di Indonesia, Bandung. Citra Aditya Bakti, 2002. UU No 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Zainul Arifin. Memahami Bank Syariah. Bandung, Alvabet, 2000. _______________. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Bandung. Alvabet. Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakrata, Prenada, 2005. Website : http://www.asbisindo.org http://www.bi.go.id http://www.mui.or.id http://www.pkesinteraktif.com http://www.zonaekis.com