DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR1
DAFTAR ISI1
BAB I PENDAHULUAN1
LATAR BELAKANG2
PERMASALAHAN3
TUJUAN1
BAB II PEMBAHASAN4
PENTINGNYA LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF5
PERILAKU YANG TIDAK SESUAI DALAM BELAJAR6
KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR1
UPAYA MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF1
BAB III PENUTUP4
KESIMPULAN4
SARAN4
DAFTAR PUSTAKA4
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Lingkungan belajar adalah bagaimana keadaan tempat kita belajar, baik lingkungan fisik maupun lingkungan non fisik. Prestasi belajar akan baik jika lingkungan tempat belajarnya kondusif. Kondusif adalah kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila suasana di ruang kelas dan di lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses belajar siswa. Proses belajar yang kondusif akan menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
RUMUSAN MASALAH
Pentingnya lingkungan belajar yang kondusif
Perilaku yang tidak sesuai dalam belajar
Keberagaman peserta didik dalam belajar
Upaya dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif
TUJUAN PENULISAN MAKALAH
Sebagai tugas psikologi pendidikan
Untuk menambah pengetahuan bagi calon pendidik
Memahami bagaimana cara mengelola lingkungan belajar
BAB II
PEMBAHASAN
PENTINGNYA LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF
Salah satu faktor penting yang dapat memaksimalkan kesempatan pembelajaran bagi anak adalah penciptaan lingkungan pembelajaran yang kondusif. Lingkungan pembelajaran dalam hal ini, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan interaksi antara anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Ada 2 faktor penentu tercipta atau tidaknya suasana belajar yang kondusif.
1. Suasana dalam Kelas.
Guru menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan kondusif atau tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru menguasai situasi belajar siswa. Guru tidak hanya perlu menguasai materi pelajaran, namun yang lebih penting adalah mampu menguasai dinamika kelas yang dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika guru tidak mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan gaduh dan ribut oleh sikap dan perbuatan siswa yang beraneka ragam.
Lingkungan di Sekitar Kelas atau Sekolah
Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila didukung suasana yang nyaman dan tentram di sekitar kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang berada terlalu dekat dengan keramaian, seperti; pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik cenderung mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar. Tidak hanya persoalan bunyi, bau tak sedap pun dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa dalam belajar. Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat suasana belajar menjadi tidak kondusif.
Menurut Saroni (2006) dalam Kusmoro (2008), lingkungan pembelajaran terdiri atas dua hal utama, yaitu lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
Lingkungan fisik dalam hal ini adalah lingkungan yang ada disekitar siswa belajar berupa sarana fisik baik yang ada dilingkup sekolah, dalam hal ini dalam ruang kelas belajar di sekolah. Lingkungan fisik dapat berupa sarana dan prasarana kelas, pencahayaan, pengudaraan, pewarnaan, alat/media belajar, pajangan serta penataannya.
lingkungan sosial merupakan pola interaksi yang terjadi dalam proses pembelajaran. Interaksi yang dimaksud adalah interkasi antar siswa dengan siswa, siswa dengan guru, siswa dengan sumber belajar, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, lingkungan sosial yang baik memungkinkan adanya interkasi yang proporsional antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
Penataan ruang kelas juga dapat mempengaruhi kondisi belajar. Ada lima gaya penataan kelas, yaitu :
Gaya auditorium, adalah gaya susunan kelas di mana semua siswa duduk menghadap guru.
Gaya tatap muka, adalah gaya susunan kelas di mana siswa saling menghadap.
Gaya off-set, adalah gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa (biasanya tiga atau empat anak) duduk di bangku, adalah tetapi tidak duduk berhadapan langsung satu sama lain.
Gaya seminar, adalah gaya susunan kelas di mana sejumlah besar siswa (sepuluh atau lebih) duduk disusunan berbentuk lingkaran, atau persegi, atau bentuk U.
Gaya klaster, adalah gaya susunan kelas di mana sejumlah siswa (biasanya empat sampai delapan anak) bekerja dalam kelompok kecil.
Ada dua aspek penting yang perlu dikembangkan oleh seorang guru sehingga mampu menciptakan pembelajaran yang kondusif bagi siswa, yaitu pribadi guru dan suasana pembelajaran. Perpaduan kedua aspek tersebut akan menjadikan dimensi inspiratif semakin menemukan momentum untuk mengkristal dan membangun energi perubahan positif dalam diri siswa. Kepribadian guru sebagai orang dewasa dapat menjadi model sekaligus pengarah dan fasilitator belajar yang tercermin dari suasana atau iklim pembelajaran yang diciptakan di dalam kelas. Kedua aspek ini, pada gilirannya akan mampu mengakumulasi potensi diri para siswa untuk semakin meningkatkan kapasitas dan kapabilitasnya.
PERILAKU YANG TIDAK SESUAI DALAM BELAJAR
Tidak dipungkiri bahwa tujuan utama dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah agar siswa dapat menguasai bahan-bahan ajar sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Untuk itu guru melakukan berbagai upaya mulai dari penyusunan rencana pembelajaran, penggunaan strategi belajar mengajar yang relevan, sampai dengan pelaksanaan penilaian dan umpan balik. Namun demikian, kenyataan menunjukkan bahwa setelah kegiatan belajar mengajar berakhir masih saja ada siswa yang tidak menguasai materi pelajaran dengan baik sebagaimana tercermin dalam nilai atau hasil belajar lebih rendah dari kebanyakan siswa-siswa sekelasnya.
Beberapa perilaku yang tidak sesuai dalam belajar :
Mengobrol saat guru menerangkan
Mencontek saat ujian
Tidak memperhatikan pelajaran dengan baik (misalnya main hp saat proses pembelajaran berlangsung)
Tidak memperhatikan guru
Tidur didalam kelang
Tidak mengerjakan PR dirumah
Menyalin tugas teman
Tidak serius saat proses pembelajaran berlangsung
Evertson et al (2003) dalam Slavin (2009) mengemukakan strategi untuk mengatasi masalah perilaku buruk yang rutin sebagai berikut:
Pencegahan; perilaku buruk peserta didik dapat dicegah dengan menyajikan pelajaran yang menarik dan hidup, menjelaskan peraturan dan prosedur kelas, mengupayakan siswa tetap sibuk dalam tugas-tugas yang bermakna, dan menggunakan teknik manajemen kelas yang efektif lainnya. Selain itu juga guru dapat menggubah isi pelajaran, menggunakan berbagai jenis bahan dan pendekatan, memperlihatkan humor dan antusiasme, dan menerapkan pembelajaran kerja sama atau pembelajaran yang berbasis proyek yang semuanya dapat mengurangi masalah perilaku buruk yang diakibatkan oleh kebosanan.
Isyarat Nonverbal; guru dapat menghilangkan banyak perilaku buruk rutin di kelas tanpa memutus daya gerak pembelajaran melalui penggunaan isyarat non-verbal (nonverbal cue) sederhana. Misalnya kontak mata dengan peserta didik yang berperilaku buruk, bergerak menghampiri, tepukan ringan di bahu, dan sebagainya. Sebab isyarat nonverbal hanya mempunyai efek terhadap siswa yang berperilaku buruk tanpa mengganggu aliran konsentrasi bagi banyak orang lain.
Memuji perilaku yang bertentangan dengan perilaku buruk; pujian dapat menjadi sarana motivasi yang ampuh bagi peserta didik. Untuk mengurangi perilaku buruk bisa dilakukan dengan memastikan untuk memuji peserta didik atas perilaku yang bertentangan dengan perilaku buruk yang ingin dukurangi. Maksudnya, tangkaplah peserta didik dalam tindakan yang benar dan berikan pujian pada saat ada diantara mereka yang berperilaku buruk.
Peringatan lisan; apabila isyarat dan pujian dirasakan mustahil atau tidak efisien, peringatan lisan sederhana dapat dijadikan pilihan untuk mengatasi masalah perilaku buruk peserta didik. Peringatan tersebut seharusnya diberikan langsung setelah peserta didik berperilaku buruk, sebab peringatan yang ditunda biasanya tidak akan efektif. Dan yang terpenting adalah peringatan tersebut menyatakan apa yang seharusnya dilakukan peserta didik, bukan membicarakan apa yang telah dilakukannya dengan keliru. Sebab kalimat peringatan positif akan mengkomunikasikan harapan yang lebih positif bagi perilaku masa depan peserta didik. Juga, peringatan seharusnya terfokus pada perilaku, bukan pada peserta didiknya.
Peringatan berulang; kadang-kadang peserta didik menguji ketetapan hati guru dengan tidak melakukan apa yang telah diminta dari mereka biasanya dengan berdalih ataupun membantah. Ujian ini akan hilang secara perlahan jika peserta didik belajar tentang gurunya yang bersungguh-sungguh dengan apa yang dikatakan dan akan mengambil tindakan yang sesuai untuk menegakkan lingkungan kelas yang teratur dan produktif. Ketika peserta didik menolak untuk mentaati peringatan sederhana, selanjutnya bisa dilakukan dengan mengulangi peringatan tersebut dengan mengabaikan setiap dalih atau bantahan yang tidak relevan.
Menerapkan konsekuensi; Konsekuensi adalah hukuman yang mesti diberikan kepada peserta didik yang tidak taat. Konsekuensi karena tidak mematuhi permintaan guru seharusnya sedikit tidak menyenangkan, berlangsung singkat, dan diterapkan sesegera mungkin setelah terjadi perilaku buruk. Satu hal yang harus diingat oleh guru dalam menggunakan strategi ini bahwa kepastian jauh lebih baik dari pada kekejaman, karena kekejaman hanya akan melahirkan kebencian dalam diri peserta didik dan perilaku yang menyimpang. Konsekuensi yang ringan tetapi pasti mengkomunikasikan kepedulian terhadap peserta didik bahwa ia berhak memulai sesuatu yang baru setelah menerima konsekuensi dari perlaku buruknya.
Beberapa faktor yang bersumber dari siswa yang tidak sesuai atau dapat menghambat proses belajar mengajar, antara lain :
a. Tingkat kecerdasan rendah
Tidak diragukan lagi bahwa taraf kecerdasan atau kemampuan dasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar. Kemampuan dasar yang tinggi pada seseorang anak memungkinkannya dapat menggunakan pikirannya untuk belajar dan memecahkan persoalan-persoalan baru secara tepat, cepat, dan berhasil. Sebaliknya tingkat kemampuan dasar yang rendah dapat mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam belajar.
b. Kesehatan sering terganggu
Belajar tidak hanya melibatkan pikiran, tetapi juga jasmaniah badan yang sering sakit-sakitan, kurang vitamin, dan kurang gizi, dapat membuat seseorang tidak berdaya, tidak bersemangat, dan tidak memiliki kemampuan dalam belajar, maka besar kemungkinan orang yang bersangkutan tidak dapat mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan.
c. Alat penglihatan dan pendengaran kurang berfungsi dengan baik
Penglihatan dan pendengaran merupakan alat indera yang terpenting untuk belajar. Apabila mekanisme mata atau telinga kurang berfungsi, maka tanggapan yang disampaikan dari dunia luar umpamanya dari guru, tidak mungkin dapat diterima oleh orang yang bersangkutan. Oleh sebab itu, siswa tidak dapat menerima dan memahami bahan-bahan pelajaran, baik yang disampaikan langsung oleh guru maupun melalui buku-buku bacaan.
d. Gangguan alat perseptual
Setelah sesuatu pesan diterima oleh mata dan telinga, langkah berikutnya dalam proses belajar adalah mengirimkan pesan itu ke otak, sehingga pesan itu dapat ditafsirkan. Langkah itu disebut persepsi. Apa sebenarnya yang terjadi dalam persepsi adalah proses pengolahan tanggapan baru (yang diterima melalui indera) dengan pertolongan ini akan menghasilkan dan memberikan arti atau makna tertentu kepada tanggapan yang diterima tetapi persepsi itu bisa juga salah, kalau ada gangguan-gangguan pada alat perseptual. Dalam hal ini tanggapan yang diterima oleh alat indera tidak dapat diartikan sebagaimana mestinya.
e. Tidak menguasai cara-cara belajar
Kegagalan belajar tidak semata-mata disebabkan oleh tingkat kecerdasan rendah atau faktor-faktor kesehatan, tetapi juga dapat disebabkan karena tidak menguasai cara-cara belajar yang baik. Ternya terdapat hubungan yang berarti antara cara-cara belajar yang diterapkan dengan hasil belajar yang dicapai. Ini berarti bahwa siswa yang cara-cara belajarnya lebih baik cenderung memperoleh hasil yang lebih baik pula, dan demikian pula sebaliknya. Untuk memungkinkan siswa tersebut dapat menerapkan cara-cara belajar yang baik, sejak dini siswa hendaklah diperkenalkan dan dibiasakan menerapkan cara-cara belajar yang baik dalam kehidupannya sehari-hari, baik di sekolah maupun di rumah.
KEBERAGAMAN PESERTA DIDIK DALAM BELAJAR
Pemahaman bahwa belajar merupakan proses aktif, menggeser peran guru dari pengajar menjadi pembelajar. Kegiatan yang dilakukan guru adalah pembelajaran, yaitu: seperangkat kegiatan membantu peserta didik belajar. Agar cakap dalam menjalankan fungsinya, guru harus memahami keragaman peserta didik sebagai individu beserta implikasinya terhadap kegiatan pembelajaran. Sumber-sumber individualitas atau keragaman peserta didik meliputi: kecerdasan, status sosial ekonomi, budaya, dan jenis kelamin.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang meliputi unsur-unsur kecerdasan sebagai berikut:
1.Kecerdasan matematika-logika, menunjukkan kemampuan seseorang dalam berpikir secara induktif dan deduktif, berpikir menurut aturan logika, memahami dan menganalisis pola angka-angka, serta memecahkan masalah dengan menggunakan kemampuan berpikir.
2.Kecerdasan bahasa, menunjukkan kemampuan seseorang untuk menggunakan bahasa dan kata-kata, baik secara tertulis maupun lisan, dalam berbagai bentuk yang berbeda untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya.
3.Kecerdasan musikal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap suara-suara nonverbal yang berada di sekelilingnya, termasuk dalam hal ini adalah nada dan irama.
4.Kecerdasan kinestetik, menunjukkan kemampuan seseorang untuk secara aktif menggunakan bagian-bagian atau seluruh tubuhnya untuk berkomunikasi dan memecahkan berbagai masalah.
5.Kecerdasan interpersonal, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan orang lain.
6.Kecerdasan intrapersonal, Kecerdasan intrapersonal menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap perasaan dirinya sendiri.
7.Kecerdasan naturalis, menunjukkan kemampuan seseorang untuk peka terhadap lingkungan alam.
8.Kecerdasan eksistensial agama, pemahaman yang baik akan hubungan vertikal, yang teraplikasikan dalam hubungan horisontal.
Status sosial ekonomi, yang merupakan gabungan antara pendapatan, pekerjaan, dan tingkat pendidikan keluarga peserta didik, terbukti merupakan salah satu faktor yang berhubungan erat dengan performans peserta didik. Pengaruh status sosial ekonomi ini bekerja melalui: kebutuhan dasar dan pengalaman, keterlibatan orangtua, dan sikap-sikap serta nilai-nilai. Untuk membantu semua siswa, terlepas dari status sosial ekonominya, guru harus menciptakan lingkungan belajar yang aman dan terstruktur, menggunakan contoh yang bagus, mengaitkan bahan belajar dengan kehidupan siswa, dan menggiatkan ineraksi dalam kegiatan belajar.
Kebudayaan yang menunjuk pada sikap-sikap, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan, dan pola perilaku yang menjadi ciri suatu kelompok sosial, mempengaruh keberhasilan dalam sekolah melalui sikap, nilai, dan cara pandang terhadap dunia. Sebagai bagian dari budaya, latar belakang etnik juga mempengaruhi keberhasilan peserta didik melalui sikap dan nilai-nilai. Implikasi praktik keragaman budaya bagi guru adalah bahwa dia harus memahami peserta didiknya dengan: (1) berusaha mempelajari kebudayaan peseta didik yang diajarnya, dan (2) berusaha menyadarkan peserta didik terhadap nilai-nilai dan keberhasilan orang-orang dari etnik dan budaya minoritas.
UPAYA DALAM MENCIPTAKAN LINGKUNGAN BELAJAR YANG KONDUSIF
Faktor penting yang menentukan hasil belajar adalah lingkungan belajar. Dalam lingkungan yang menyenangkan, siswa akan senang belajar, dan secara langsung akan meningkatkan hasil belajar. Sebaliknya jika lingkungan belajar tidak nyaman maka tidak akan mendukung hasil belajar yang maksimal.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif :
1. Pengaturan ruang kelas. Aturlah ruang kelas sehingga ruang kelas menjadi nyaman. Ruang kelas harus memiliki jendela dan ventilasi yang cukup sehingga terjadi pergantian udara secara bebas. Atur meja-kursi guru di tempat yang baik dan dapat memandang ke seluruh ruang kelas.
2. Menjaga kebersihan kelas. Kelas harus dijaga kebersihannya oleh semua warga kelas. Sediakan tempat sampah di luar kelas.
3. Pengaturan dinding kelas. Aturlah dinding kelas dengan berbagai sumber belajar, media, kata-kata mutiara, dan hasil-hasil karya siswa. Dinding kelas yang baik adalah bukan dinding kelas yang bersih tanpa tempelan tetapi dinding kelas yang bermanfaat sebagai sumber belajar.
4. Atur meja dan kursi siswa dengan formasi yang berubah-ubah, paling tidak setiap 2 hari sekali. Perubahan formasi meja dan kursi siswa ini akan mempengaruhi pola interaksi antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa lainnya. Dengan perubahan seperti ini maka siswa tidak akan merasa bosan di kelas.
5. Buatlah sudut baca/perpustakaan kelas yang menjamin siswa untuk aktif membaca dan menelusuri informasi. Isi perpustakaan kelas dengan bacaan-bacaan yang manarik yang sesuai dengan usia siswa. Buku-buku di perpustakaan kelas ini jangan hanya buku-buku pelajaran saja tetapi sebaiknya adalah buku-buku yang menarik dan inspiratif.
6. Menghindari kebisingan. Kebisingan merupakan masalah yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang ada di perkotaan.
7. Sediakan tempat besosialisasi. Sekolah bukan hanya merupakan tempat belajar berbagai mata pelajaran, tetapi juga untuk besosialisasi. Oleh sebab itu sekolah perlu menyiapkan tempat untuk mereka bersosialisasi. Sediakan kursi di luar kelas yang dapat digunakan oleh siswa untuk berdiskusi, bersosialisasi, atau hanya sekedar beristirahan setelah jenuh belajar di kelas.
Hubungan antara Peran Guru dengan Perilaku siswa
Peran dan tugas guru berhubungan dengan perananya sebagai pembimbing adalah seorang guru harus mengumpulkan data tentang siswa, mengamati tingkah laku siswa dalam situasi sehari-hari, mengenal para siswa yang memerlukan bantuan khusus, mengadakan pertemuan atau hubungan dengan orang tua siswa, baik secara individu maupun secara, kelompok, untuk memperoleh saling pengertian tentang pendidikan anak, bekerjasama dengan masyarakat dan lembaga-lembaga lainya untuk membantu memecahkan masalah siswa. Membuat catatan kepribadian siswa, ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan menciptakan tujuan (Slameto, 2002).
Begitu pentinya peranan guru dalam keberhasilan peserta didik maka hendaknya guru mampu beradaptasi dengan berbagai perkembangan yang ada dan meningkatkan kompetensinya sebab guru pada saat ini bukan saja sebagai pengajar tetapi juga sebagai pengelola proses belajar mengajar. Sebagai guru tidak tergantikan oleh unsur yang lain, lebih-lebih dalam masyarakat kita yang multikultural dan multidimensional, dimana peranan teknologi untuk menggantikan tugas-tugas guru sangat minim. Guru memiliki perana yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Guru yang profesional diharapkan menghasilkan lulusan yang berkualitas.
BAB II
PENUTUP
KESIMPULAN
Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila suasana di ruang kelas dan di lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses belajar siswa. Proses belajar yang kondusif akan menghantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal. Kemampuan seorang guru dalam mengelola perilaku buruk yang rutin akan bergantung pada situasi dan konteks perilaku yang terjadi. Sehingga dapat dilakukan dengan strategi yang tepat untuk proses pembelajaran yang bermakna dan produktif, memberikan kesan yang bermanfaat untuk masa depan peserta didik.
SARAN
Bagi calon guru hendaknya memikirkan suatu cara yang terbaik untuk menciptakan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan bagi para peserta didik agar peserta didik mampu memahami pembelajaran yang diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://mahmuddin.wordpress.com/2010/02/18/menciptakan-lingkungan-pembelajaran-yang-kondusif/
http://selviemaya.wordpress.com/2012/05/31/menciptakan-lingkungan-kelas-yang-kondusif/
http://uda-go-blog.blogspot.com/2013/09/pentingnya-suasana-belajar-kondusif.html#.UnBM_nC-2So
ASPEK PSIKOLOGIS DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN BELAJAR
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
KELOMPOK DELAPAN :
ELSA TRIA HARINA / 1303552
PRIDATA GENI PUTRI / 1301387
WIDIA RAHMADINI / 1301771
PRILLI IFELICIA / 1305848
-
MATA KULIAH UMUM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013