Academia.eduAcademia.edu

Potret Dokumentasi Indonesia

2022, Tugas Mata Kuliah Penerbitan Media

Dokumentasi berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu documentation yang memiliki dua pengertian. Pengertian yang pertama yaitu dokumentasi adalah sebuah kegiatan memberikan informasi atau bukti resmi yang berguna dalam bentuk catatan, dan pengertian yang kedua yaitu upaya mencatat dan mengkategorikan suatu informasi dlam bentuk tulisan, gambar, video, foto, dan lain-lain. Dokumentasi menurut KBBI adalah 1) pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan; 2) pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain). Dokumen tidak hanya berbentuk gambar, tulisan, foto, dan video saja, tetapi benyak bentuk lainnya seperti rekaman, partitur musik. Dokumen berperan penting dalam kehidupan saat ini. Dokumen merupakan bukti eksistensi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Kejadian-kejadian penting yang terekam dalam sejarah juga merupakan dokumen. Dokumentasi muncul pada akhir abad ke-19 oleh Paul Otlet dan Henri La Fontaine, ditandai dengan munculnya International Institute of Bibliography (IIB) pada 1895. Dokumentasi kemudian berkembang dan muncul tokoh-tokoh baru dalam studinya. Dokumentasi di Indonesia diawali dengan dibentuknya Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) pada tahun 1961. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus informasi yang menjadi sangat massif dan perkembangan teknologi yang semakin pesat pada masa pandemi ini menyebabkan dokumentasi di Indonesia turut berkembang dengan sangat pesat.

Potret Dokumentasi Indonesia Yunda Faniya¹ 1 Program Studi Ilmu Perpustakaan, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Soedarto, SH, Kampus Undip Tembalang, Semarang, Indonesia *) Korespondensi: [email protected] Abstrak Dokumentasi berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu documentation yang memiliki dua pengertian. Pengertian yang pertama yaitu dokumentasi adalah sebuah kegiatan memberikan informasi atau bukti resmi yang berguna dalam bentuk catatan, dan pengertian yang kedua yaitu upaya mencatat dan mengkategorikan suatu informasi dlam bentuk tulisan, gambar, video, foto, dan lain-lain. Dokumentasi menurut KBBI adalah 1) pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan; 2) pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain). Dokumen tidak hanya berbentuk gambar, tulisan, foto, dan video saja, tetapi benyak bentuk lainnya seperti rekaman, partitur musik. Dokumen berperan penting dalam kehidupan saat ini. Dokumen merupakan bukti eksistensi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Kejadian-kejadian penting yang terekam dalam sejarah juga merupakan dokumen. Dokumentasi muncul pada akhir abad ke-19 oleh Paul Otlet dan Henri La Fontaine, ditandai dengan munculnya International Institute of Bibliography (IIB) pada 1895. Dokumentasi kemudian berkembang dan muncul tokohtokoh baru dalam studinya. Dokumentasi di Indonesia diawali dengan dibentuknya Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) pada tahun 1961. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa arus informasi yang menjadi sangat massif dan perkembangan teknologi yang semakin pesat pada masa pandemi ini menyebabkan dokumentasi di Indonesia turut berkembang dengan sangat pesat. Kata kunci: dokumentasi; perkembangan dokumentasi di Indonesia. Pendahuluan Dokumentasi berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu documentation yang memiliki dua pengertian. Pengertian yang pertama yaitu dokumentasi adalah sebuah kegiatan memberikan informasi atau bukti resmi yang berguna dalam bentuk catatan, dan pengertian yang kedua yaitu upaya mencatat dan mengkategorikan suatu informasi dlam bentuk tulisan, gambar, video, foto, dan lain-lain. Dokumentasi menurut KBBI , adalah 1) pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dalam bidang pengetahuan; 2) pemberian atau pengumpulan buktidan keterangan (seperti gambar, kutipan, guntingan koran, dan bahan referensi lain). Dokumentasi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah kegiatan menyimpan data, catatan, atau keterangan yang dibuat danatau diterima oleh LIPI (Peraturan Kepala LIPI 02/E/2010) (Sudarsono, 2016:29). Menurut Sugiyono (2013:240) Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, ataukarya-karya monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life histories), cerita, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lainlain. Menurut Paul Otlet dalam InternationalEconomic Conference 1905 yaitu Dokumentasi ialah kegiatan khusus berupa pengumpulan, pengolahan, penyimpanan, penemuan kembali dan penyebaran dokumen. (Setiawan, 2021) Dokumentasi merupakan hasil dari kegiatan berpikir manusia yang menghasilkan dokumen sebagai hasil dari mengabadikan kegiatan-kegiatan yang dinilai penting dan bermakna yang kemudian menghasilkan sebuah persepsi atau pemikiran baru. Dokumen sebagai wadah pengetahuan dan tidak terbatas pada yang tercetak, apapun yang bernilai sebagai bukti danyang mendokumentasikan sesuatu dapat disebut sebagai dokumen. Manusia juga merupakan dokumen itu sendiri. Dokumentasi dimaknai sebagai objek, sebagai proses dan sebagai ilmu. Dokumentasi sebagai objek seringkali disandingkan dengan objek yang dihasilkan dari proses dokumentasi yaitu dokumen (contoh: cerita, buku, jurnal, lukisan, pahatan, ukiran, foto, video, dsb.). Sedangkan, dokumen sebagai persepsi adalah proses dikaitkan dengan proses membuat jadi dokumen-dokumen (contoh: menulis, melukis, memahat, mengukir, memfoto, memvideo, dsb.). Sementara, dokumen sebagai ilmu memiliki makna sebagai bahan kajian, yang artinya baik dalam artian sebagai objek maupun proses dilihat dalam sudut pandang dan konteks teoritik serta konseptual. Dokumentasi sebagai ilmu bukanlah ranah kaum awam (masyarakat luas), sebab ranah teoritik dan konseptual (dalam ilmu apa pun) merupakan ranah kaum akademisi (ilmuwan ilmu dokumentasi, baik dosen, peneliti, dan mahasiswa). Dokumentasi muncul pada akhir abad ke-19 oleh Paul Otlet dan Henri La Fontaine, ditandai dengan munculnya International Institute of Bibliography (IIB) pada 1895. Ini kemudian muncul tokoh-tokoh baru seperti Suzanne Briet dengan pemikirannya dalam sebuah manifesto yaitu Qu’est-ce que la documentation yang mengemukakan bahwa dokumen adalah bukti yang mendukung fakta. Tokoh selanjutnya yaitu Frits Donker Duyvis dan Siyali Ramamrita Ranganathan. Dokumentasi di Indonesia ditandai dengan Indonesia menjadi anggota International Federation de Documentation (FID) pada 1950 yang tercatat dalam laporan Suzanne Briet. Dokumentasi kemudian mengalami keterlupaan, kejadian ini tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga dunia Internasional. Setelah kejadian itu muncul tokoh-tokoh yaitu Warden Boyd Rayward, Michael Keeble Buckland, Niels Winfield Lund yang menumbuhkan konsep dokumentasi baru yang diwadahi dalam pembentukan Document Academy dan seri pertemuan Document Academy Meeting (DOCAM). Dari pertumbuhan inilah dokumentasi kemudian menjadi sebuah era baru. Di era ini muncul juga tokoh-tokoh lain yaituJoacim Hansson, Maurizio Ferraris, dan E. A. Pleshkevich yang melengkapi pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh sebelumnya. Seiring dengen berjalannya waktu perkembangan dokumentasi ini berpengaruh pada lembaga-lembaga dokumentasi yang ada. Yang pada awalnya berfokus pada bentuk fisik beralih menjadi berfokus pada fungsionalisme dokumen tersebut. Dokumentasi yang awalnya berfokus pada dokumen konvensional atau dokumen pustaka turut mengakomodasi lembaga dokumentasi lainnya selain perpustakaan, arsip, dan museum juga kebutuhan akan informasi yang meningkat memunculkan konsep baru yaitu konvergensi lembaga dokumentasi. Konvergensi lembaga-lembaga dokumentasi ini juga menjadi fasilitas tersebar luasnya pengetahuan dan ketersediaan pengetahuan yang ada. Landasan teori Pada awal mula adalah hasrat (kehendak) manusia untuk mengekspresikan apa yang dirasakan dan/atau yang dipikirkannya. Kalimat tersebut adalah hasil memaknai dokumentasi oleh Blasius Sudarsono, 2017. Pada kalimat tersebut di atas dapat ditentukan kata kunci berikut pada awal mula adalah kehendak manusia untuk mengekspresikan apa yang dirasakan dan/atau yang dipikirkan-nya. Penjabaran Kata Kunci a. Awal Mula Menyatakan awal tindakan atau apa yang dikerjakan manusia. Apabila digunakan system referensi umum dalam pernyataan fungsi (x,y,z,t), maka nilai “t” pada Awal Mula ini adalah sama dengan nol (t = 0). b. Kehendak Manusia Kata kunci ini mengandung makna “sengaja” atau “aktif”. Bukan tindakan tanpa maksud, maka memang suatu tindakan yang dikehendaki. Suatu tindakan “sadar”, bukannya tidak sadar. Dalam kehendak ini manusia menyatakan keberadaan atau eksistensinya. Dalam bahasa filsafati dapat dikatakan bahwa manusia “mengada” c. Mengekspresikan Padan kata ekspresi menurut Eko Endarmoko (2007) adalah: cetusan, luapan, pernyataan, ungkapan, air/seri muka, roman muka, rona, rupa, tampang. Kamus besar Bahasa Indonesia (1983) menerangkan arti ekspresi adalah: 1) pengungkapan atau proses menyatakan (yaitu memperlihatkan atau menyatakan maksud, gagasan, perasaan dsb.). 2) pandangan air muka yang memperlihatkan perasaan seseorang. Metode penelitian Adapun metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori teori yang relevan dengan masalah – masalah penelitian. Bagian ini mengkaji dokumentasi dari berbagai sumber yang ada baik jurnal, buku, dan lain-lain oleh para ahli di bidang dokumentasi. Hasil dan Pembahasan A. Perkembangan Dokumentasi Gerakan dokumentasi ada pada akhir abad ke-19 di Eropa oleh dua orang tokoh yaitu Henri La Fontaine dan Paul Otlet dengan berdirinya International Institute of Bibliography. Ide dan pemikiran Paul Otlet terdapat tiga pokok yaitu dokumen, jaringan kerja sama, dan organisasi atau lembaga yang disebut Mundaneum. Dokumen sebagai tempat merasuknya pengetahuan dan menjadikannya objektif dan menempatkannya dalam status sosial tertentu. Dokumen tersebut tidak terpaku pada satu bentuk tercetak saja objek fisik, gambar dan ilustrasi, partitur musik, dan apapun yang bernilai sebagai bukti yang mendokumentasikan adalah dokumen. Otlet memandang perpustakaan, lembaga arsip, dan museum sebagai aspek lembaga tunggal dokumentasi yang dalam hal dokumen tekstual perlu diidentifikasi apa saja pengetahuan penting dan baru yang terdapat pada dokumen tersebut. Tujuannya agar dapat menemukan informasi yang bernilai yang kemudian diklasifikasikan dengan kerangka pola klasifikasi yang mengadaptasi Dewey Decimal Classification dan diberi nama Universal Decimal Classification (UDC). Lembaga informasi, seperti perpustakaan, dan museum harus bertransformasi atau dilahirkan kembali menjadi lembaga dokumentasi yang saling terhubung agar efektif. Jaringan ini berpola dengan Mundaneum sebagai pusatnya dan disekitarnya akan tumbuh kota dunia (world city) secara simbolik. Selanjutnya, Suzanne Briet menjadi pionir dokumentasi setelah Paul Otlet dan Henri La Fontaine. Pemikiran Briet tentang dokumentasi diterbitkan dengan judul Qu’est-ce que la documentation. Pamflet ini terdiri atas tiga bagian 1) Technique of Intellectual Work, 2) Distinct Proffesion, dan 3) Necessity of Our Time. Dalam pamflet ini juga Briet menjelaskan batasan dokumen yang tidak terbatas pada teks yang diawali dengan pertanyaan “Is a living nimal a document?” dan menyebutkan tentang antelope yang ditangkap dari hutan dan digunakan sebagai bahan penelitian. Briet mendefinisikan sebagai “bukti yang mengandung fakta” (evidence in support of fact). Ide Briet tersebut kemudian dikembangkan menjadi dokumen adalah apapun wujud fisik atau tanda maupun simbol yang diabadikan atau direkam guna menunjukkan fenomena konseptual ataupun fenomena fisik (any physical or symbolic sign, preserved and recorded to demonstrate a physical or conceptual phenomenon). Frits Donker Duyvis memandang dokumen bukan hanya dari sisi fisik atau materi tetapi juga sisi spiritual. Donker Duyvis memaknai dokumen sebagai ekpresi pikiran manusia seperti halnya pendapat Paul Otlet dan menggunakan proses pendekatan mengikuti kerangka Anthroposophy (suatu gerakan spiritual berbasis paham bahwa ada dunia spiritual yang komprehensif pada pikiran yang murni dan hanya dapat diakses oleh tingkatan tertinggi mental knowledge). Donker Duyvis sangat sensitif dengan aspek kognitif media pesan. (Sudarsono, 2017a) Siyali Ramamrita Ranganathan terkenal dengan pemikirannya yakni The Five Laws of Library Science. Ranganathan berpendapat bahwa dokumen dua dimensi dan tertulis dan tercetak dan secara fisik harus dapat dipegang dan menolak memasukkan materi audio visual, radio, dan komunikasi melalui televisi sebagai dokumen. (Sudarsono, 2016, 2017a) Istilah informasi kemudian menggeser ketenaran istilah dokumentasi. Istilah informasi banyak disandingkan dengan istilah dokumentasi pada lembaga-lembaga yang ada. Dalam lingkup perpustakaan dan pustakawan dikenal istilah “pusdokinfo”. Di luar Amerika Serikat istilah dokumentasi mulai terlupakan dengan tergantinya nama lembaga American Documentation Institute (ADI) yang pada akhirnya berubah menjadi American Institute for Information Science and Technology (ASIST). Ilmu informasi mulai tenar dan istilah dokumentasi terlupakan karena dianggap kuno. Pemikiran Otlet dan Briet tentang definisi dokumen dapat digunakan menjadi titik awal studi dokumentasi baru. otlet telah memasukkan dokumen tiga dimensi dan Briet memasukkan hewan hidup yang digunakan dalam keilmuan tertentu. Kebangkitan kembali dokumentasi terjadi setelah Warden Boyd Rayward menulis disertasi tentang Paul Otlet juga karya Briet yang memicu Michael Buckland memulai gerakan dokumentasi baru. Gerakan dokumentasi baru (Neo-documentalist) dipelopori oleh Warden Boyd Rayward, Michael Keeble Buckland, dan Niels Windfeld Lund dengan membentuk Document Academy dan seri pertemuan Document Academy Meeting (DOCAM). Rayward mempelajari biografi Paul Otlet dan membangun micro-theory tentang dokumentasi yang mulai mendefinisikan ulang terkait konsep dokumen dan dokumentasi melalui proses penulisan disertasi tentang biografi Paul Otlet tersebut. Pada awalnya Buckland mempermasalahkan bangkai burung yang disimpan di Museum Zoology, University of New South Wales, permasalahan tersebut terjawab setelah ia membaca pamflet Suzanne Briet yang berjudul Qu’est-ce que la documentation?. Selanjutnya hasil dari rapat-rapatnya di DOCAM menghasilkan teori baru dokumentasi yang intinya adalah studi dokumen. Interaksi maupun kontrol sosial itu lama-lama semakin tidak langsung karena menggunakan dokumen dan Buckland menyebutkan bahwa istilah “document society” lebih tepat daripada "information society". Penelusuran Lund akan makna dokumentasi berawal dari mencari arti kata itu dalam kamus kuno Bahasa Prancis. Lund menemukan inti dari dokumen yaitu pertama, dokumen pada dasarnya adalah objek tertulis. Kedua, dokumen adalah bukti. Ketiga, dokumen adalah pembawa informasi. Lund kemudian membangun teori umum dokumentasi yang disebut complementary theory of documents. Adanya DOCAM sangat berguna untuk kemajuan dokumentasi, DOCAM mewadahi dan mendorong kemunculan buah pemikiran dari para ahli yang berfungsi memantau perkembangan konsep dan teori dokumentasi. Joachim Hansson menulis konsep Document Studies- An Alternative Paradigm in Library and Information Science. Ia menekankan bahwa Ilmu perpustakaan dan Informasi yang saat ini terpaku pada konsep informasi, ternyata konsep tersebut sudah kehilangan makna utamanya sehingga tidak menarik untuk dipelajari. Maurizzio Ferraris menggagas teori baru yaitu Theory of Documentality dengan tiga objek yaitu objek fisik, objek sosial, dan objek ideal. Teori ini berdasar dari pemikiran seorang filsuf Amerika, John R. Searle tentang objek sosial. E. A. Pleshkevich mengakui bahwa studi tentang dokumen berkembang dnegan pendekatan interdisiplin serta adanya teori dokumentalitas. Pleshkevich kemudian mengusulkan empat konsep pendekatan tentang studi dokumen yaitu 1) the legal concepts, 2) source- study concepts, 3) gnoseoligical concepts, dan 4) management concepts. Konsep konvergensi lembaga documenter berdasarkan pada argumen Rayward mengapa harus terjadi konvergensi dikarenakan dunia semakin mendigital. Sumberdaya yang ada dalam perpustakaan, arsip, dan museum mengalami digitalisasi ataupun memang terlahir sudah digital. Semua itu lebih mudah terakses melalui jaringan global. B. Perkembangan Dokumentasi di Indonesia Informasi awal kegiatan dokumentasi di Indonesia ditemukan dalam dua dokumen negara, yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1956 tentang pembentukan Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dan Peraturan Presiden nomor 20 Tahun 1961. MIPI kemudian dibubarkan dan dibentuklah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) oleh presiden. Organisasi profesi yang menghimpun pustakawan, arsiparis dan dokumentalis dibentuk pada tahun 1956, bernama Perhimpunan Ahli Perpustakaan, Arsip, dan Dokumentasi Indonesia (PAPADI). Pada tahun 1962 PAPADI berubah menjadi Asosiasi Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Indonesia (APADI). Kemudian pada 1969 (HPCI).(Sudarsono, 2017b) lahir Himpunan Pustakawan Chusus Indonesia Kesungguhan usaha MIPI membangun pusat dokumentasi dan informasi dibuktikan dengan diselenggarakan rapat pada 21 April 1959 dengan agenda membentuk Panitia Dokumentasi dengan tugas mempersiapkan berdirinya Pusat Dokumentsi Ilmiah Nasional. Konsep dokumentasi menurut LIPI tidak hanya sebatas pada Peraturan Presiden nomor 20 Tahun 1961 yang menyatakan bahwa dokumentasi adalah “…menyediakan keteranganketerangan dalam bentuk dokumen baru tentang pengetahuan dalam arti kata yang luas sebagai hasil kegiatan manusia, dan untuk keperluan itu mengumpulkan dan Menyusun keteranganketerangan tersebut. Akan tetapi, dalam Peraturan Presiden tersebut pada Pasal 1 jelas membatasi arti dokumen tasi dengan menyatakan “…yang dimaksud dengan “Dokumentasi” dalam Peraturan Presiden ini ialah Dokumentasi Pustaka”, sudah jelas bahwa dokumentasi benda yang termasuk bahanbahan dokumentasi bagi museum-museum dan gudang-gudang tidak termasuk dalam Peraturan Presiden ini. Jadi, dokumentasi yang dimaksudkan oleh MIPI adalah dokumentasi secara keseluruhan, baik dokumentasi pustaka maupun non-pustaka atau dokumentasi dalam artian umum yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Objek non Pustaka ditemukan dalam berbagai wujud atau bentuk lain seperti specimen, artefak, contoh batuan, prototipe, model, rancangan, arsip, peranti keras maupun peranti lunak, yang mengandung data dan informasi ilmiah. Peraturan-peraturan yang ada saat ini membuktikan bahwa perpustakaan dan dokumentasi telah menjadi perhatian pemerintah sejak dulu. Dari peraturan tersebut kita dapat membentuk ulang makna dokumentasi, batasan juga tujuan dokumentasi. Peraturan tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 1961 yang sangat disayangkan tidak dimanfaatkan dengan efektif oleh lembaga-lembaga yang ada dan dipertanyakan apakah masih berlaku atau tidak. Penetapan peraturan tersebut membuktikan bahwa pemerintah sangat mengapresiasi kegiatan dokumentasi dan perpustakaan. Keberadaan unit dokumentasi dalam lembaga pemerintahan sangat penting untuk menyediakan keterangan- keterangan dalam bentuk dokumen baru yang berisi pengetahuan yang diperlukan lembaga guna menyelenggarakan tugas, kewajiban, dan pekerjaan lembaga terkait. C. Potensi peluang pengembangan dokumentasi di Indonesia Masyarakat umum saat ini seakan haus informasi terbaru setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah beralih pada era baru yakni era masyarakat informasi. Keadaan ini didukung oleh terdigitalisasi nya seluruh kegiatan masyarakat akibat pandemi covid-19 dan semakin berkembangnya teknologi yang ada. Perubahan ini juga merupakan suatu perkembangan teknologi dan informasi menjadi sebuah reformasi yang tidak terhindarkan dalam memasuki era 4.0. Arus informasi yang menjadi sangat masif membuat keberadaan teknologi menjadi wadah tersendiri bagi masyarakat dalam memenuhi haknya yakni memperoleh akses untuk berkomunikasi yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. (Faidlatul Habibah & Irwansyah, 2021) Wiji Suarno (2010) menyatakan bahwa masyarakat informasi adalah suatu keadaan masyarakat ketika produksi, distribusi, dan manipulasi suatu informasi menjadi kegiatan utama (Ketut Masriastri, 2018). Adanya informasi sangat memengaruhi kehidupan masyarakat seharihari, dan dapat dikatakan bahwa masyarakat sangat bergantung dengan adnaya informasi. Perkembangan masyarakat informasi ini tentunya menjadi kesempatan untuk dokumentasi terus berkembang di Indonesia. Penggunaan teknologi informasi pada lembaga-lembaga dokumentasi seperti perpustakaan dan museum sangat membantu dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat. Hal yang sudah nampak jelas saat ini yaitu berkembangnya perpustakaan-perpustakaan digital di Internet. Digitalisasi bentuk-bentuk dokumen, contohnya jurnal, sangat membantu dalam menemukan informasi dan pengetahuan dalam waktu yang relatif singkat, sesuai dengan pendapat Rayward yang menyatakanbahwa pengguna tidak perlu (mau) tahu di mana sebenarnya “informasi” yang dicari itu berada atau dari mana asalnya. Penggunaan media sosial seperti Instagram yang awalnya merupakan aplikasi fotografi, karena popularitasnya semakin meningkat fitur-fitur baru pun banyak ditambahkan seperti hashtag, photo filter, dukungan untuk foto resolusi tinggi, stories, live streaming dan lainya. Dengan banyaknya fitur pendukung pada Instagram, komunikasi dan pencarian informasi pengguna pun dapat semakin mudah. Perpustakaan juga dapat menggunakannya untuk dapat selalu memberikan layanan dan informasi dengan efektif dan cepat. Berikut data yang diperoleh penulis terkait penggunaan Instagram oleh tiga perpustakaan perguruan tinggi di Indonesia (Suharso & Muntiah, 2020). Dalam dunia perpustakaan pihak perpustakaan yang merupakan pelaku usaha yang menawarkan produk jasa. Lewat Instagram Perpustakaan dapat menginformasikan mengenai produk perpustakaan yang ditawarkan. Buku baru, Koleksi lain perpustakaan, layanan yang ada di perpustakaan, pemanfaatan perpustakaan, dll. Disini perpustakaan menginformasikan kepada pemustaka sebagai calon pengguna jasa lewat Instagram. Pemustaka dapat melihat secara langsung apa saja produk yang ditawarkan perpustakaan sehingga tidak asing dengan produk-produk tersebut dan tahu apa yang berguna dan bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan masing-masing pemustaka.(Suharso & Pramesti, 2020) Ini menjadi peluang bagi pustakawan, arsiparis, dan museolog agar menyiapkan semua kebutuhan akan informasi tersebut dapat ditampilkan di internet secara profesional. Di Indonesia sendiri pengembangan serta konvergensi lembaga-lembaga dokumentasi agaknya perlu untuk disegerakan. Pengembangan serta konvergensi lembaga-lembaga tersebut tentunya menjadi potensi agar pemanfaatannya dapat dimaksimalkan dan menjadikan masyarakat Indonesia sebagai masyarakat informasi dengan segala kemudahannya apabila hal tersebut dapat dicapai. Simpulan Perkembangan-perkembangan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa kegiatan dokumentasi ini sangat penting bagi kehidupan manusia. Kegiatan dokumentasi ada sebagai upaya agar manusia dapat diingat eksistensinya selama kehidupannya. Baik itu karya-karyanya, jasa-jasanya, bahkan kejadian-kejadian yang dialaminya. Dokumentasi membantu manusia untuk terus berkembang, dokumentasi menjadi pengetahuan bagi manusia untuk berevolusi. Dokumentasi tidak hanya sebagai sebuah objek tetapi juga sebagai sebuah sebagai proses dan sebagai ilmu yang dipelajari. Dokumentasi dapat diartikan sebagai sebuah kegiatan mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyebarluaskan informasi. Adanya dokumentasi ini menjadi dasar untuk ilmu-ilmu lainnya. Dokumentasi tidak hanya penting bagi perseorangan tetapi juga penting bagi sebuah badan. Hasil dari pemikiran-pemikiran tokoh-tokoh mulai dari Paul Otlet, dan Henri La Fontaine hingga Warden Boyd Rayward sangat membantu pengembangan konsep pemikiran dokumentasi. Hasil dari proses dokumentasi yaitu dokumen tidak terbatas hanya dokumentasi pustaka saja tetapi juga dokumentasi korporil, dokumen digital, dan dokumen-dokumen lainnya. Daftar Pustaka Christiani, L. (2021). Konsep Kunci Ilmu Dokumentasi Baru. [Word Document] Faidlatul Habibah, A., & Irwansyah, I. (2021). Era Masyarakat Informasi sebagai Dampak Media Baru. Jurnal Teknologi Dan Sistem Informasi Bisnis, 3(2), 350–363. https://doi.org/10.47233/jteksis.v3i2.255 Ketut Masriastri, I. G. A. (2018). Perpustakaan dan Masyarakat Informasi. Al Maktabah , 3(2), 73–83. https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/almaktabah/article/view/1373/1163 (2020). Kamus Besar Bahasa Indonesia. https://artikatakbbi.com/dokumentasi Setiawan, S. (2021, November 9). Dokumentasi – Pengertian, Jenis, Tugas, Fungsi, Pengkodean, Perbedaan, Para Ahli. Gurupendidikan. https://www.gurupendidikan.co.id/dokumentasi/ Sudarsono, B. (2016). Menuju Era Baru Dokumentasi (T. D. Aprianita, Ed.; 1st ed., Vol. 1). LIPI Press. Sudarsono, B. (2017a, September 19). Lebih Lanjut Tentang Integrasi Dokumentasi. Kappa Sigma Kappa. kappasigmakappa.id/2019/03/integrasi-dokumentasi.html Sudarsono, B. (2017b). Memahami Dokumentasi. Acarya Pustaka, 3(1), 47. https://doi.org/10.23887/ap.v3i1.12735 Suharso, P., & Muntiah, A. (2020). PEMANFAATAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM PADA PERPUSTAKAAN PERGURUAN TINGGI. EDULIB: Journal of Library and Information Science, 10(1), 1–15. https://ejournal.upi.edu/index.php/edulib/article/view/20984 Suharso, P., & Pramesti, A. N. (2020). Promosi Perpustakaan Melalui Instagram: Studi di Perpustakaan Universitas Airlangga. Publication Library and Information Science, 3(2), 66. https://doi.org/10.24269/pls.v3i2.2074