Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KEMISKINAN DI INDONESIA
Ahmad Soleh
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Dehasen Bengkulu
ABSTRAK
Ahmad Soleh; Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia dengan menggunakan data
sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Selama periode pengamatan tahun 2001-2011,
pertumbuhan ekonomi di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan
sebesar 5,33% per tahun sedangkan persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung mengalami
penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 16,13% per tahun. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun tingginya pertumbuhan ekonomi
suatu daerah tidak menjamin kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut, sebagaimana fenomena yang
terjadi di provinsi Papua Barat memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi secara nasional
(11,27% per tahun) namun persentase penduduk miskin di provinsi tersebut menduduki posisi nomor
dua tertinggi (35,77%) atau setelah provinsi Papua. Fenomena ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi
yang tidak berpihak pada penduduk miskin. Kawasan Barat Indonesia (KBI) memiliki keadaan yang
relatif lebih baik jika dibanding dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) baik dilihat dari indikator
pertumbuhan ekonomi maupun kemiskinan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi KBI sebesar 5,45% per
tahun diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dan persentase penduduk miskin sebesar 43%
sedangkan KTI sebesar 57%. Secara umum Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta beberapa daerah yang
tergabung dalam kawasan tersebut termasuk dalam kategori daerah tertinggal. Hendaknya pemerintah
secara sungguh-sungguh berupaya mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah dan percepatan
pertumbuhan ekonomi daerah, serta meningkatkan program-program pengentasan kemiskinan karena
secara akumulasi akan berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
ABSTRACT
Ahmad Soleh; Economic Growth and Poverty in Indonesia. Purpose of this observation to find out
economic growth and poverty in Indonesia using secondary data obtained from Badan Pusat
Statistik. During observation period in 2001-2011, the economic growth in Indonesia tend to
enhancement experience with growth average 5,33% by year whereas the poverty population
percentage in Indonesia is tend to reduction experience with average point 16,13% by year.The
high economic growth be expected able to increasing welfare society but the high economic
growth in one region not guarantee society welfare in that region, as the phenomenon that happen
in West Papua Province which have the highest economic growth average in national (11,27%
annually) but the poverty society percentage in West Papua occupy second position (35,77%), this
position is after Papua Province. This phenomenon show the economin growth that not take sides
at poverty society. Kawasan Barat Indonesia (KBI) has a adequately better condition if it
compared with Kawasan Timur Indonesia (KTT) whether is view from economic growth indicator
although view from the poverty. The KBI economic growth average is 5,45% annually and it’s
above of average national economic growth and the percentage of poverty society is 43% while
KTI is 57%. Generally Kawasan Timur Indonesia (KTI) and some region that incorporated in that
region and included in left behind category. Necessarily, government should taking seriously and
also make serious effort to decrease the disparity of development between territory and region
economic growth acceleration, and also increase programs poverty reduction because it will take
an effect to Indonesia economic matters entirely.
Kata Kunci: Pembangunan, Disparitas, Pertumbuhan Ekonomi, dan Kemiskinan
PENDAHULUAN
Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan. Sedangkan tujuan yang paling penting dari suatu pembangunan
adalah pengurangan tingkat kemiskinan yang dapat dicapai melalui pertumbuhan ekonomi
Ekombis Review – Ahmad Soleh
197
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
dan/atau melalui redistribusi pendapatan (Kakwani dan Son, 2003). Hal ini dilandasi pada teori
trickle-down effect yang dikembangkan pertama kali oleh Arthur Lewis (1954) dan diperluas
oleh Ranis dan Fei (1968). Teori tersebut menjadi salah satu topik penting di dalam literatur
mengenai pembangunan ekonomi di negara-negara sedang berkembang (Least Develop
Contries/LDCs) pada dekade 1950-an dan 1960-an.
Teori trickle-down effect menjelaskan bahwa kemajuan yang diperoleh oleh
sekelompok masyarakat akan sendirinya menetes ke bawah sehingga menciptakan lapangan
kerja dan berbagai peluang ekonomi yang pada gilirannya akan menumbuhkan berbagai kondisi
demi terciptanya distribusi hasil-hasil pertumbuhan ekonomi yang merata. Teori tersebut
mengimplikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh aliran vertikal dari
penduduk kaya ke penduduk miskin yang terjadi dengan sendirinya. Manfaat pertumbuhan
ekonomi akan dirasakan penduduk kaya terlebih dahulu, dan kemudian pada tahap selanjutnya
penduduk miskin mulai memperoleh manfaat ketika penduduk kaya mulai membelanjakan
hasil dari pertumbuhaan ekonomi yang telah diterimanya. Dengan demikian, maka pengaruh
pertumbuhan ekonomi terhadap penuruan angka kemiskinan merupakan efek tidak langsung
oleh adanya aliran vertikal dari penduduk kaya ke penduduk miskin. Hal ini berarti juga bahwa
kemiskinan akan berkurang dalam skala yang sangat kecil bila penduduk miskin hanya
menerima sedikit manfaat dari total manfaat yang ditimbulkan dari adanya pertumbuhan
ekonomi. Kondisi ini dapat membuka peluang terjadinya peningkatan kemiskinan sebagai
akibat dari meningkatnya ketimpangan pendapatan yang disebabkan oleh pertumbuhan
ekonomi yang lebih memihak penduduk kaya dibanding penduduk miskin.
Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat
berdampak positif bagi pengurangan kemiskinan bilamana pertumbuhan ekonomi yang terjadi
berpihak pada penduduk miskin. Siregar (2006) juga menyatakan bahwa pertumbuhan
ekonomi merupakan syarat keharusan (necessary condition) bagi pengurangan kemiskinan,
sedangkan syarat kecukupannya (sufficient condition) adalah pertumbuhan ekonomi tersebut
harus efektif dalam mengurangi kemiskinan. Artinya, pertumbuhan hendaklah menyebar di
setiap golongan pendapatan, termasuk di golongan penduduk miskin (growth with equity).
Secara langsung, hal ini berarti pertumbuhan itu perlu dipastikan terjadi di sektor-sektor
dimana penduduk miskin bekerja (pertanian atau sektor yang padat karya). Adapun secara
tidak langsung, hal itu berarti diperlukan pemerintah yang cukup efektif meredistribusi manfaat
pertumbuhan.
Kasus di beberapa negara cukup membuktikan kontribusi pertumbuhan ekonomi
terhadap penurunan tingkat kemiskinan. Kesuksesan negara-negara Asia Timur di tahun 1970an dan 1980-an menunjukkan bahwa tingginya pertumbuhan ekonomi yang dikombinasi
dengan rendahnya ketimpangan pendapatan dapat secara signifikan mengurangi kemiskinan
(World Bank, 1993 dalam Cord, 2007). Analisa yang dilakukan oleh Kakwani dan Son (2006)
terhadap beberapa negara Asia menunjukkan bahwa selama tahun 1990-an pertumbuhan
ekonomi Korea dan Vietnam tergolong pro-poor. Analisa yang menggunakan data panel negaranegara berkembang di tahun 1980-an dan 1990-an juga menunjukkan pentingnya pertumbuhan
ekonomi bagi penurunan kemiskinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Chici Shintia Laksani (2010) yang menganalisis ProPoor Growth di Indonesia melalui identifikasi pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap
ketimpangan pendapatan dan kemiskinan. Analisa dilakukan melalui data panel 26 propinsi di
Indonesia periode 1980-2008. Hasil analisa menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi
signifikan berpengaruh terhadap ketimpangan pada periode 1980-2008 dan 1999-2008.
Namun demikian, pengurangan kemiskinan kurang didorong oleh efek ketimpangan
pendapatan. Pengurangan kemiskinan akibat perubahan ketimpangan pendapatan yang
ditimbulkan pertumbuhan ekonomi hanya terjadi pada periode 1999-2008. Sedangkan
pertumbuhan ekonomi pada seluruh periode, signifikan berpengaruh terhadap pengurangan
kemiskinan. Meskipun demikian, elastisitas bruto dan neto kemiskinan terhadap pertumbuhan
ekonomi semakin tidak elastis.
Terkait dengan hal tersebut, maka saat ini pro-poor growth menjadi salah satu konsep
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di berbagai negara khususnya negara sedang
198
Ekombis Review – Ahmad Soleh
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
berkembang, dimana pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai salah satu alat untuk
mengurangi kemiskinan. Dalam penelitian ini menggunakan data time series tahun 2000-2011
yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan di Indonesia serta melihat pertumbuhan ekonomi dan
kemiskinan antar region (provinsi, pulau dan kawasan) di Indonesia.
LANDASAN TEORI
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Wijono (2005), pertumbuhan ekonomi secara singkat merupakan proses
kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, pengertian ini menekankan pada tiga hal
yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang. Proses menggambarkan perkembangan
perekonomian dari waktu ke waktu yang lebih bersifat dinamis, output per kapita mengaitkan
aspek output total (GDP) dan aspek jumlah penduduk, sehingga jangka panjang menunjukkan
kecenderungan perubahan perekonomian dalam jangka tertentu yang didorong oleh proses
intern perekonomian (self generating). Pertumbuhan ekonomi juga diartikan secara sederhana
sebagai kenaikan output total (PDB) dalam jangka panjang tanpa memandang apakah kenaikan
itu lebih kecil atau lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk dan apakah diikuti oleh
pertumbuhan struktur perekonomian atau tidak.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan
kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi (Tambunan, 2001). Pertumbuhan
ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan
pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Dengan kata lain, perekonomian
dikatakan mengalami pertumbuhan bila pendapatan riil masyarakat pada tahun tertentu lebih
besar dari pada pendapatan riil masyarakat pada tahun sebelumnya. Dalam pengertian ekonomi
makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan Produk Domestik Bruto (PDB), yang berarti
peningkatan Pendapatan Nasional/PN.
Menurut Sukirno (2011) pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan
dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam
masyarakat bertambah. Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan PDB atau PNB rill. Sejak
lama ahli-ahli ekonomi telah menganalisis faktor-faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berlaku di berbagai
negara dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan
pembangunan suatu negara adalah kekayaan sumber alam dan tanahnya, jumlah dan mutu
tenaga kerja, barang-barang modal yang tersedia, tingkat teknologi yang digunakan dan sistem
sosial dan sikap masyarakat. Beberapa teori telah dikemukakan yang menerangkan hubungan
diantara faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Pandangan teori-teori tersebut
diringkas sebagai berikut:
i. Teori Klasik: Menekankan tentang pentingnya faktor-faktor produksi dalam menaikkan
pendapatan nasional dan mewujudkan pertumbuhan. Akan tetapi yang terutama
diperhatikan adalah peranan tenaga kerja. Menurut mereka tenaga kerja yang berlebihan
akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
ii. Teori Schumpeter: Menekankan tentang peranan usahawan yang akan melakukan inovasi
dan investasi untuk mewujidkan pertumbuhan ekonomi.
iii. Teori Harrod-Domar: Mewujudkan peranan investasi sebagai faktor yang menimbulkan
pertambahan pengeluaran agregat. Teori ini pada dasarnya menekankan peranan segi
permintaan dalam mewujudkan pertumbuhan.
iv. Teori Neo-Klasik: Melalui kajian empirikal teori ini menunjukkan bahwa perkembangan
teknologi dan peningkatan kemahiran masyarakat merupakan faktor yang terpenting
yang mewujudkan pertumbuhan ekonomi.
Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah tingkat
pertumbuhan PDB. Ada beberapa alasan yang mendasari pemilihan pertumbuhan PDB dan
bukan indikator lainnya (seperti PNB) sebagai pertumbuhan. Alasan-alasan yang dikemukanan
oleh Susanti et al (2007) tersebut adalah:
Ekombis Review – Ahmad Soleh
199
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
1) PDB adalah jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam
perekonomian. Hal ini berarti peningkatan PDB juga mencerminkan peningkatan balas
jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut.
2) PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept). Artinya perhitungan PDB hanya
mencakup nilai produk yang dihasilkan pada satu periode tertentu. Perhitungan ini tidak
mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep
aliran guna menghitung PDB, memungkinkan untuk membandingkan jumlah output yang
dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya.
3) Batas wilayah perhitungan PDB adalah negara (perekonomian domestik). Hal ini
memungkinkan untuk mengukur sejauh mana kebijaksanaan-kebijaksanaan ekonomi
yang diterapkan pemerintah mampu mendorong perekonomian domestik.
Guna menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi, data PDB yang digunakan adalah
data PDB riil (atas dasar harga konstan) karena dengan penggunaan data PDB riil, pengaruh
perubahan harga terhadap nilai PDB (atas dasar harga berlaku) telah dihilangkan. Dengan
demikian, maka pertumbuhan PDB semata-mata hanya
Kemiskinan
Pada tahun 1990, World Bank mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan
dalam memenuhi standar hidup minimal. Kemudian pada tahun tahun 2004, World Bank
menguraikan kembali definisi kemiskinan secara lebih detail yaitu “Kemiskinan adalah
kelaparan. Kemiskinan adalah ketiadaan tempat tinggal. Kemiskinan adalah sakit dan tidak
mampu untuk periksa ke dokter. Kemiskinan adalah tidak mempunyai akses ke sekolah dan tidak
mengetahui bagaimana caranya membaca. Kemiskinan adalah tidak mempunyai pekerjaan dan
khawatir akan kehidupan di masa yang akan datang. Kemiskinan adalah kehilangan anak karena
penyakit yang disebabkan oleh air yang tidak bersih. Kemiskinan adalah ketidakberdayaan,
ketiadaaan keterwakilan dan kebebasan”.
Tidak jauh berbeda dengan definisi World Bank, UNDP juga mendefinisikan
kemiskinan sebagai kondisi kekurangan pendapatan dan kesulitan ekonomi. Namun,
kemiskinan juga dipandang sebagai suatu keadaan dimana kurangnya akses terhadap
pendidikan, kesehatan atau air minum yang bersih, atau untuk mempengaruhi proses politik
dan faktor lainnya yang penting bagi manusia. Dengan kata lain, UNDP memandang kemiskinan
sebagai suatu masalah multidimensi yaitu tidak hanya terbatas pada kekurangan pendapatan
dan sumber daya ekonomi.
Adapun definisi kemiskinan yang banyak digunakan di Indonesia terutama dalam
pengukuran kemiskinan secara nasional adalah definisi yang dikembangkan oleh BPS. Definisi
kemiskinan BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi
kebutuhan dasar, baik kebutuhan dasar makanan (2100 kcal/cap/hari) maupun kebutuhan
dasar bukan makanan. Sebelumnya, beberapa kelompok atau ahli telah mencoba merumuskan
mengenai konsep kebutuhan dasar ini termasuk alat ukurnya. Konsep kebutuhan dasar yang
dicakup adalah komponen kebutuhan dasar dan karakteristik kebutuhan dasar serta hubungan
keduanya dengan garis kemiskinan. Rumusan komponen kebutuhan dasar menurut beberapa
ahli (dalam BPS, 2008) adalah sebagai berikut:
a) Menurut United Nations, komponen kebutuhan dasar terdiri atas kesehatan, bahan
makanan dan gizi, pendidikan, kesempatan kerja dan kondisi pekerjaan, perumahan,
sandang, rekreasi, jaminan sosial, dan kebebasan manusia.
b) Menurut UNSRID, komponen kebutuhan dasar terdiri atas (i) kebutuhan fisik primer
yang mencakup kebutuhan gizi, perumahan, dan kesehatan; (ii) kebutuhan kultural yang
mencakup pendidikan, rekreasi dan ketenangan hidup; dan (iii) kebutuhan atas
kelebihan pendapatan.
c) Menurut Ganguli dan Gupta, komponen kebutuhan dasar terdiri atas gizi, perumahan,
pelayanan kesehatan pengobatan, pendidikan, dan sandang.
200
Ekombis Review – Ahmad Soleh
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
d) Menurut Green (1978), sebagaimana dikutip oleh Thee Kian Wie (1981), komponen
kebutuhan dasar terdiri atas: (i) personal consumption items yang mencakup pangan,
sandang, dan pemukiman; (ii) basic public services yang mencakup fasilitas kesehatan,
pendidikan, saluran air minum, pengangkutan, dan kebudayaan.
e) Menurut Esmara H (1986), komponen kebutuhan dasar primer untuk bangsa Indonesia
mencakup pangan, sandang, perumahan, pendidikan, dan kesehatan.
f) Menurut BPS, komponen kebutuhan dasar terdiri dari pangan dan bukan pangan yang
disusun menurut daerah perkotaan dan perdesaan berdasarkan hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS). Adapun jenis pangan yang diperhitungkan sebagai
kebutuhan dasar adalah padi-padian dan hasil-hasilnya, ubi-ubian dan hasil-hasilnya,
ikan dan hasil-hasil ikan lainnya, daging, telur, susu dan hasil dari susu, sayur-sayuran,
kacang-kacangan, buah-buahan, konsumsi lainnya, makanan yang sudah jadi, minuman
yang mengandung alkohol, tembakau, dan sirih. Sedangkan jenis kebutuahan dasar
bukan pangan adalah perumahan, bahan bakar, penerangan, dan air; barang-barang dan
jasa; pakaian, alas kaki, dan tutup kepala; barang-barang yang tahan lama; keperluan
pesta dan upacara.
KERANGKA ANALISIS
Peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi
Penurunan
Tingkat Kemiskinan
Gambar 1. Kerangka Analisis
PEMBAHASAN
Keadaan Struktur Ekonomi Indonesia
Struktur ekonomi dipergunakan untuk menunjukkan komposisi atau susunan sektorsektor ekonomi dalam suatu perekonomian. Sektor yang dominan atau yang diandalkan
mempunyai kedudukan yang paling atas dalam struktur tersebut menjadi ciri khas suatu
perekonomian. Sektor ekonomi yang dominan adalah sektor ekonomi yang menjadi sumber
mata pencaharian sebagian besar penduduk serta menjadi penyerap tenaga kerja yang besar.
Dapat juga dikatakan sektor yang memberikan kontribusi yang terbesar terhadap produk
nasional dengan laju pertumbuhan yang tinggi, yang menjadi ciri khas perekonomian. Untuk
menggambarkan struktur perekonomian dimaksud, berikut disajikan Produk Domestik Bruto
atas dasar harga konstan 2000 yang menggambarkan kondisi perekonomian pada tahun 20012011 di Indonesia.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan
Usaha (Miliar Rupiah) Tahun 2001-2011
LAPANGAN USAHA
2001
2003
2005
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan &
Perikanan
225.686
240.387
253.882
2. Pertambangan dan Penggalian
168.244
167.604
3. Industri Pengolahan
398.324
441.755
4. Listrik, Gas dan Air Bersih
5. Konstruksi
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran
7. Pengangkutan dan Komunikasi
8. Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan
9. Jasa-Jasa
PDB INDONESIA
Tahun
2007
2009
2011
271.509
295.883
315.036
165.223
171.278
180.200
189.761
491.561
538.085
570.102
633.782
9.058
10.349
11.584
13.517
17.136
18.921
80.080
89.622
103.598
121.809
140.267
159.993
234.273
256.517
293.654
340.437
368.463
437.199
70.276
85.458
109.262
142.327
192.198
241.298
123.086
140.374
161.252
183.659
209.163
236.146
133.957
145.105
160.799
181.706
205.434
232.537
1.442.985
1.577.171
1.750.815
1.964.327
2.178.850
2.464.676
Sumber: Statistik Indonesia 2001-2011 (diolah)
Ekombis Review – Ahmad Soleh
201
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
Tabel 1 menggambarkan peranan masing-masing sektor ekonomi terhadap
peranannya dalam pembentukan PDB Indonesia periode 2001-2011. Pada periode 2001-2011,
tiga sektor utama yaitu sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel & restoran serta
sektor pertanian, peternakan, kehutanan & perikanan memberikan kontribusi yang besar
terhadap pembentukan PDB nasional.
Pada tahun 2001 ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 59,48 persen.
sektor industri pengolahan memberi kontribusi sebesar 27,60 persen, sektor perdagangan,
hotel & restoran memberi kontribusi sebesar 16,24 persen dan sektor pertanian, peternakan,
kehutanan & perikanan memberi kontribusi sebesar 15,64 persen. Sedangkan pada tahun 2011
ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 56,23 persen. Sektor industri
pengolahan memberi kontribusi sebesar 25,71 persen, sektor perdagangan, hotel & restoran
memberi kontribusi sebesar 17,74 persen dan sektor pertanian, peternakan, kehutanan &
perikanan memberi kontribusi sebesar 12,78 persen.
Pertumbuhan Penduduk Indonesia
Hasil olah cepat sensus penduduk 2010 yang diselenggarakan pada bulan Mei 2010
menunjukkan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237.556.363 orang yang terdiri dari lakilaki sebanyak 119.507.580 orang dan perempuan sebanyak 118.048.783 orang. Bila
dibandingkan dengan hasil sensus penduduk 2000 yang berjumlah 205.132.458 orang, maka
selama sepuluh tahun terakhir penduduk Indonesia bertambah sekitar 32,5 juta orang atau
meningkat dengan tingkat (laju) pertumbuhan pertahun sebesar 1,49 persen. Trend
pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia cenderung meningkat (lihat gambar 2).
Gambar 2. Pertumbuhan Penduduk Indonesia Tahun 2001-2011
Sumber: Statistik Indonesia 2001-2011 (diolah)
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Indikator agregat ekonomi makro yang lazim digunakan untuk mengukur kinerja
ekonomi suatu wilayah adalah Produk Domestik Bruto (PDB) untuk tingkat nasional atau
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk tingkat provinsi atau kabupaten. PDRB adalah
jumlah dari keseluruhan nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh masing-masing daerah
(region) pada suatu periode tertentu biasanya satu tahun. Penelitian ini menggunakan data
PDRB atas dasar harga konstan tahun 2001. Untuk data PDRB periode 2001-2011 menurut
provinsi data diambil langsung dari laporan Badan Pusat Statistik. Sedangkan data PDRB
menurut pulau, merupakan penjumlahan dari total PDRB antar provinsi di wilayah tersebut.
Begitu halnya dengan data PDRB menurut kawasan, merupakan penjumlahan dari total PDRB
menurut provinsi atau pulau di kawasan masing-masing.
202
Ekombis Review – Ahmad Soleh
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
Gambar 3. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2001-2011
Sumber: Statistik Indonesia 2001-2011 (diolah)
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama periode pengamatan tahun 2001-2011
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 3 mengalami fluktuasi, namun secara umum trend
pertumbuhan ekonomi cenderung meningkat. Rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,33%
per tahun. Penurunan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi terjadi pada tahun 2009 yakni
mencapai 1,46% atau dari nilai 6,01% menjadi 4,55%. Penurunan ini lebih disebabkan oleh
penurunan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di sebagian besar daerah di Kawasan Barat
Indonesia (KBI). Hal ini menunjukkan bahwa peranan aktifitas ekonomi di Kawasan Barat
Indonesia (KBI) memberikan kontribusi yang cukup tinggi dalam pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia jika dibanding dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI).
Kemiskinan Di Indonesia
Kemiskinan merupakan permasalahan bangsa yang mendesak dan memerlukan
langkah-langkah penanganan dan pendekatan yang sistematik, terpadu dan menyeluruh, dalam
rangka mengurangi beban dan memenuhi hak-hak dasar warga negara secara layak melalui
pembangunan inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kehidupan yang
bermartabat. Kesenjangan antara region di Indonesia (antar provinsi, antar pulau maupun antar
kawasan) tidak saja terlihat dari nilai pertumbuhan ekonomi namun juga kesejahteraan
masyarakat atau kemiskinan di setiap daerah. Berdasar data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik, persentase penduduk miskin di Indonesia selama periode pengamatan cenderung
menurun. Kondisi ini berbanding terbalik dengan trend pertumbuhan ekonomi yang cenderung
meningkat. Penurunan persentase penduduk miskin di sebagian besar daerah berdampak
secara akumulatif pada persentase penduduk miskin secara nasional.
Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan) di
Indonesia pada periode 2001-2011 rata-rata sebesar 16,13%. Periode 2001-2004 persentase
penduduk miskin di Indonesia cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2001 persentase
penduduk miskin sebesar 18,40% (37,9 juta jiwa) dan pada tahun 2004 menjadi 16,66% (34,15
juta jiwa). Periode 2005-2006 persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung mengalami
peningkatan yakni masing-masing 16,69% (36,80 juta jiwa) dan 17,75% (39,30 juta jiwa).
Faktor yang menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan pada tahun 2006 antara lain
disebabkan oleh naiknya harga kebutuhan pokok dan inflasi umum sebesar 17,95 persen pada
Februari 2005 hingga Maret 2006.
Selanjutnya periode 2007-2011 persentase penduduk miskin di Indonesia kembali
mengalami penurunan. Tahun 2007 persentase penduduk miskin sebesar 17% (38,39 juta jiwa)
atau menurun sebesar 0,75% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2011 persentase penduduk
miskin di Indonesia menjadi 12,36% (29,79 juta jiwa).
Ekombis Review – Ahmad Soleh
203
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
Gambar 4. Persentase Penduduk Miskin Di Indonesia Tahun 2001-2011
Sumber: Statistik Indonesia 2001-2011 (diolah)
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Menurut Provinsi Di Indonesia
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang sangat luas. Perbedaan
kondisi demografis, kandungan sumber daya alam, kelancaran mobilitas barang dan jasa,
konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah serta alokasi dana pembangunan antar wilayah
merupakan faktor yang memicu terjadinya perbedaan pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan antar daerah di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi menurut provinsi di Indonesia
selama periode pengamatan tahun 2001-2011 cukup beragam. Terdapat beberapa provinsi
yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi atau di atas rata-rata pertumbuhan
ekonomi nasional namun terdapat juga beberapa provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi
yang rendah baik jika dibandingkan dengan daerah sekitar atau dengan rata-rata nasional.
Selama periode pengamatan, terdapat 60,61% atau sebanyak 20 provinsi yang memiliki
rata-rata pertumbuhan ekonomi diatas rata-rata nasional (5,33%). Lima provinsi yang memiliki
rata-rata pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi atau berada di atas rata-rata pertumbuhan
ekonomi nasional yaitu; (1) Provinsi Papua Barat memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi
11,27%. Tingginya rata-rata pertumbuhan ekonomi di provinsi Papua Barat disebabkan oleh
tingginya pertumbuhan ekonomi dalam dua tahun terakhir, pada tahun 2010 provinsi Papua
Barat memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi yakni mencapai 36,76% dan pada
tahun 2011 sebesar 27,22%. (2) Provinsi Sulawesi Tengah memiliki rata-rata pertumbuhan
ekonomi 7,79%. Provinsi ini memiliki pertumbuhan ekonomi relatif stabil disetiap tahunnya
yakni berkisar antara 5,62% sampai dengan 9,96%. (3) Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki
rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,66%. Provinsi ini juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang
relatif stabil di setiap tahunnya. Pertumbuhan ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yakni
sebesar 12,59% sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah terjadi pada tahun 2010 yakni
sebesar, 3.09%. (4) Provinsi Banten memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,32%.
Pertumbuhan ekonomi di provinsi Banten cenderung stabil, hanya pada tahun 2008 memiliki
pertumbuhan ekonomi yang sangat tinggi yakni sebesar 22,53%, sedangkan pada tahun yang
lain selama periode pengamatan, pertumbuhan ekonomi berkisar antara 4,69% sampai dengan
6,43%. (5) Provinsi Gorontalo memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi 7,29%. Provinsi
Gorontalo dapat dikatakan sebagai provinsi yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang paling
stabil jika dibanding dengan provinsi lain. Pertumbuhan ekonomi selama periode pengamatan
berkisar antara 6,51% sampai dengan 7,76%.
Sedangkan provinsi yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang rendah atau di
bawah rata-rata nasional yakni sebanyak 39,39% atau 13 provinsi. Lima diantaranya adalah (1)
Provinsi Papua memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi 0,07%. Berbeda halnya dengan
provinsi Papua Barat yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi, provinsi Papua
justru memiliki pertumbuhan ekonomi terendah. Rendahnya nilai rata-rata pertumbuhan
ekonomi ini diantaranya disebabkan oleh tidak stabilnya pertumbuhan ekonomi disetiap
204
Ekombis Review – Ahmad Soleh
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
tahunnya. Selama periode pengamatan. (2) Provinsi Riau memiliki rata-rata pertumbuhan
ekonomi 1,16%. rendahnya rata-rata pertumbuhan ekonomi di provinsi Riau diantaranya
disebabkan oleh rendahnya nilai pertumbuhan ekonomi disetiap tahunnya bahkan pada tahun
2003 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif sebesar -24,56%. (3) Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 1,20%. Rendahnya rata-rata
pertumbuhan ekonomi di provinsi ini juga disebabkan oleh tidak stabilnya nilai pertumbuhan
ekonomi yang terjadi, selama periode pengamatan terjadi lima pertumbuhan ekonomi negatif.
(4) Provinsi Kalimantan Timur memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi 2,94%. Provinsi
Kalimantan Timur sebenarnya merupakan salah satu provinsi yang memiliki kekayaan sumber
daya alam yang tinggi, namun pertumbuhan ekonomi yang terjadi disetiap tahun relatif kecil
baik jika dibandingkan dengan wilayah kepulauan maupun secara nasional. (5) Provinsi Nusa
Tenggara Barat memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 4,11% pertahun. Selama
periode pengamatan, pertumbuhan ekonomi di provinsi ini mengalami fluktuasi. Pertumbuhan
ekonomi tertinggi terjadi pada tahun 2009 yakni sebesar 12,11% sedangkan pertumbuhan
ekonomi terendah terjadi pada tahun 2011 yakni sebesar -3,18%.
Ditinjau dari aspek kemiskinan, persentase penduduk miskin yang terjadi di masingmasing provinsi di Indonesia sangat bervariasi. Terdapat provinsi yang memiliki persentase
penduduk miskin yang sangat kecil namun juga terdapat provinsi yang memiliki persentase
penduduk miskin yang sangat besar. Provinsi dengan rata-rata persentase penduduk miskin
terkecil diantaranya adalah (1) Provinsi DKI Jakarta yakni sebesar 3,73%, (2) Provinsi Bali
sebesar 6,38%, (3) Provinsi kalimantan Selatan sebesar 7,32%, (4) Provinsi Banten sebesar
8,43% dan (5) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 8,87%. Kelima provinsi tersebut
juga memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan di atas rata-rata pertumbuhan
ekonomi nasional.
Provinsi dengan rata-rata persentase penduduk miskin terbesar/terbanyak diantaranya
adalah (1) Provinsi Papua yakni sebesar 38,82%, (2) Provinsi Papua Barat sebesar 35,77%, (3)
provinsi Maluku sebesar 29,88%, (4) Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 27,06% dan (5)
Provinsi Gorontalo sebesar 26,70%. Kelima provinsi yang memiliki rata-rata persentase
penduduk miskin terbanyak sebagaimana tersebut di atas merupakan provinsi-provinsi yang
berada di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kondisi kontradiktif terjadi di provinsi papua Barat,
dimana provinsi ini memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi secara nasional
(11,27%) namun persentase penduduk miskin di provinsi menduduki posisi nomor dua
(35,77%) atau setelah provinsi Papua. Fenomena ini mengindikasikan bahwa pembangunan
yang terjadi di daerah tersebut tidak menyebar ke masyarakat lapisan bawah atau dapat
dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta merta mampu menurunkan
jumlah atau persentase penduduk miskin di daerah tersebut.
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Menurut Pulau Di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi ditinjau dari aspek kepulauan dapat disampaikan bahwa wilayah
kepulauan yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi dari yang tertinggi sampai dengan
yang terrendah adalah (1) Pulau Sulawesi memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar
6,74% per tahun. Tingginya rata-rata pertumbuhan ekonomi di wilayah ini tidak terlepas dari
kontribusi pertumbuhan ekonomi provinsi-provinsi di wilayah tersebut. Pertumbuhan ekonomi
rata-rata provinsi di pulau Sulawesi dapat dikatakan relatif merata yakni berkisar antara nilai
rata-rata pertumbuhan 5,52% sampai dengan 7,79%. (2) Pulau Jawa & Bali memiliki rata-rata
pertumbuhan ekonomi sebesar 5,69%. Provinsi yang memberikan kontribusi yang tinggi dalam
pembentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa & Bali adalah provinsi Banten
yakni sebesar 7,32% sedangkan provinsi D.I Yogyakarta memberikan kontribusi yang rendah
yakni sebesar 4,64%. (3) Pulau Sumatera memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar
4,80%. Terdapat kesenjangan pertumbuhan ekonomi antar provinsi di pulau Sumatera. Provinsi
yang memberikan kontribusi yang tinggi dalam pembentukan rata-rata pertumbuhan ekonomi
di pulau Sumatera adalah provinsi Kepulauan Bangka Belitung yakni sebesar 6,66% sedangkan
provinsi Riau memberikan kontribusi yang rendah yakni sebesar 1,16%. (4) Kepulauan Lainnya
Ekombis Review – Ahmad Soleh
205
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
yang terdiri atas pulau Papua, Maluku serta Nusa Tenggara memiliki rata-rata pertumbuhan
ekonomi sebesar 4,09%. Provinsi yang memberikan kontribusi yang tinggi dalam pembentukan
rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kepulauan Lainnya adalah provinsi Papua Barat yakni
sebesar 11,27% sedangkan provinsi Papua memberikan kontribusi yang rendah yakni sebesar
0,07%. Kesenjangan pertumbuhan ekonomi terjadi di pulau Papua sedangkan pertumbuhan
ekonomi di pulau Maluku dan Nusa Tenggara relatif lebih merata. (5) Pulau Kalimantan
memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi terendah jika dibanding dengan empat pulau lainnya
yakni sebesar 3,98%. Rendahnya rata-rata pertumbuhan ekonomi yang terjadi di provinsi
Kalimantan Timur turut memicu rendahnya nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di pulau
Kalimantan.
Selanjutnya ditinjau dari aspek kemiskinan, Kepulauan Lainnya merupakan wilayah
yang memiliki persentase penduduk miskin tertinggi jika dibanding dengan pulau lainnya.
Selama periode pengamatan, Kepulauan Lainnya memiliki nilai rata-rata persentase penduduk
miskin sebesar 29,98%. Tingginya persentase penduduk miskin di sebagian besar provinsi di
Kepulauan Lainnya memberikan kontribusi secara akumulatif terhadap persentase penduduk
miskin di Kepulauan Lainnya. Provinsi yang memiliki nilai rata-rata persentase penduduk
miskin terbanyak adalah provinsi Papua sebanyak 38,82% sedangkan provinsi yang memiliki
nilai rata-rata persentase penduduk miskin terkecil adalah Provinsi Maluku Utara yakni sebesar
11,94%. Fenomena ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di Kepulauan
Lainnya atau wilayah paling timur Indonesia cenderung lebih rendah jika dibanding dengan
pulau lain atau di Kawasan Barat Indonesia.
Pulau Sumatera juga memiliki nilai rata-rata persentase penduduk miskin yang tinggi
setelah Kepulauan Lainnya yakni sebesar 27,05%. Provinsi yang memiliki nilai rata-rata
persentase penduduk miskin terbanyak di pulau Sumatera adalah provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yakni sebesar 27,05% sedangkan terkecil adalah provinsi Kepulauan Bangka
Belitung yakni sebesar 8,87%. Pulau Sulawesi memiliki nilai rata-rata persentase penduduk
miskin lebih rendah jika dibanding dengan pulau Sumatera yakni sebesar 19,66%. Provinsi
Gorontalo merupakan provinsi yang memiliki nilai rata-rata persentase penduduk miskin
terbanyak di pulau Sulawesi yakni sebesar 26,70% sedangkan terkecil adalah provinsi Sulawesi
Utara yakni sebesar 10,83%. Dua pulau selanjutnya yang memiliki nilai rata-rata persentase
penduduk miskin terkecil masing-masing adalah pulau Kalimantan (7,35%) dan Pulau Jawa &
Bali (15,95%). Ditinjau dari aspek kepulauan, kesejahteraan masyarakat di pulau Kalimantan
dianggap lebih baik jika dibanding dengan masyarakat yang berada di pulau lain. Hal tersebut
tercermin pada rendahnya persentase penduduk miskin di masing-masing provinsi yang berada
di pulau Kalimantan yakni berkisar antara nilai 7,32% - 13,98%.
Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Menurut Kawasan Di Indonesia
Indonesia terbagi atas dua kawasan yakni Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan
Timur Indonesia (KTI). Kawasan Barat Indonesia terdiri atas pulau Sumatera dan pulau Jawa &
Bali sedangkan Kawasan Timur Indonesia terdiri atas pulau Kalimantan, pulau Sulawesi dan
Kepulauan Lainnya. Kesenjangan pembangunan ekonomi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI)
dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) baik ditinjau dari aspek pertumbuhan ekonomi, sumber
daya manusia, pendidikan, komunikasi maupun infrastruktur telah menjadi perhatian
pemerintah Indonesia sejak lama. Seperti pembentukan Dewan Pengembangan Kawasan Timur
Indonesia (DP-KTI) pada tahun 1993 dan pembentukan Kementerian Percepatan Pembangunan
Kawasan Timur Indonesia (PPKTI) pada tahun 2000. Selanjutnya tahun 2010 yang merupakan
sasaran jangka menengah dalam upaya pemerataan pembangunan khususnya wilayah yang
kurang berkembang seperti Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan daerah terpencil dengan
Kawasan Barat Indonesia (KBI) kesenjangan masih terjadi.
Kesenjangan antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia
(KTI) terlihat pada perbandingan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi dan nilai rata-rata
persentase penduduk miskin. Selama periode pengamatan tahun 2001-2011, Kawasan Barat
Indonesia (KBI) memiliki nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi jika dibanding
206
Ekombis Review – Ahmad Soleh
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) yakni sebesar 5,45% per tahun diatas rata-rata
nasional (5,33% per tahun). Pulau Jawa & Bali memberikan kontribusi yang lebih tinggi dalam
pembentukan nilai rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kawasan Barat Indonesia (KBI) jika
dibanding dengan pulau Sumatera. Selanjutnya Kawasan Timur Indonesia (KTI) memiliki nilai
rata-rata pertumbuhan ekonomi di bawah rata-rata nasional yakni sebesar 4,71% per tahun.
Rendahnya pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) ini disebabkan oleh
akumulasi pertumbuhan ekonomi yang terjadi di pulau pada kawasan tersebut seperti pulau
Kalimantan dan Kepulauan lainnya. Sedangkan pulau Sulawesi memiliki rata-rata pertumbuhan
ekonomi yang tinggi (6,74% per tahun) jika dibanding dengan pulau lain di Indonesia.
Selain melihat aspek pertumbuhan ekonomi, kesenjangan juga terlihat pada nilai ratarata persentase penduduk miskin di kedua kawasan tersebut. Persentase penduduk miskin di
Kawasan Barat Indonesia (KBI) lebih rendah jika dibanding dengan Kawasan Timur Indonesia
(KTI). Rata-rata persentase penduduk miskin Kawasan Barat Indonesia (KBI) sebesar 43%
sedangkan rata-rata persentase penduduk miskin Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 57%.
Dengan melihat indikator pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan, dapat disampaikan bahwa
kondisi Kawasan Barat Indonesia (KBI) relatif lebih baik jika dibanding dengan Kawasan Timur
Indonesia (KTI) dan ini merupakan tugas pemerintah pusat dan daerah dalam melanjutkan atau
menyusun alternatif kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya
Kawasan Timur Indonesia (KTI) serta memperkecil disparitas pembangunan dengan Kawasan
Barat Indonesia (KBI).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan:
1. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia selama periode pengamatan tahun 2001-2011
cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5,33% per
tahun sedangkan persentase penduduk miskin di Indonesia cenderung mengalami
penurunan dengan nilai rata-rata sebesar 16,13% per tahun.
2. Provinsi dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah Papua Barat dengan ratarata pertumbuhan ekonomi 11,27% per tahun sedangkan provinsi dengan rata-rata
pertumbuhan ekonomi terendah adalah Papua dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
0,07% per tahun. Selanjutnya ditinjau dari aspek kemiskinan, provinsi dengan persentase
kemiskinan tertinggi adalah provinsi Papua yakni sebesar 38,82% per tahun sedangkan
provinsi dengan persentase kemiskinan terendah adalah provinsi DKI Jakarta sebesar
3,73% per tahun.
3. Pulau dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah pulau Sulawesi memiliki
rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 6,74% per tahun sedangkan pulau dengan ratarata pertumbuhan ekonomi terendah adalah pulau Kalimantan sebesar 3,98% per tahun.
Ditinjau dari aspek kemiskinan, pulau dengan persentase kemiskinan tertinggi adalah
pulau Sumatera yakni sebesar 27,05% per tahun sedangkan pulau dengan persentase
kemiskinan terendah adalah pulau Kalimantan sebesar 7,35% per tahun.
4. Kawasan Barat Indonesia (KBI) memiliki keadaan yang relatif lebih baik jika dibanding
dengan Kawasan Timur Indonesia (KTI) baik dilihat dari indikator pertumbuhan ekonomi
maupun kemiskinan. Rata-rata pertumbuhan ekonomi KBI sebesar 5,45% per tahun diatas
rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dan persentase penduduk miskin sebesar 43%
sedangkan KTI sebesar 57%.
5. Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak menjamin kesejahteraan masyarakat
di daerah tersebut, sebagaimana fenomena yang terjadi di provinsi Papua Barat memiliki
rata-rata pertumbuhan ekonomi tertinggi secara nasional (11,27% per tahun) namun
persentase penduduk miskin di provinsi tersebut menduduki posisi nomor dua (35,77%)
atau setelah provinsi Papua. Fenomena ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang tidak
berpihak pada penduduk miskin.
Ekombis Review – Ahmad Soleh
207
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih terjadi kesenjangan pertumbuhan ekonomi
dan kemiskinan antar region (daerah) di Indonesia. Secara umum Kawasan Timur Indonesia
(KTI) serta beberapa daerah yang tergabung dalam kawasan tersebut termasuk dalam kategori
daerah tertinggal. Hendaknya pemerintah secara sungguh-sungguh berupaya mengurangi
disparitas pembangunan antar wilayah dan percepatan pertumbuhan ekonomi daerah, serta
meningkatkan program-program pengentasan kemiskinan karena secara akumulasi akan
berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu saran yang dapat
diberikan kepada pemerintah adalah:
1. Bagi pemerintah daerah hendaknya mendorong percepatan pembangunan dan
pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat
mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah
pengembangan ekonomi yang sinergis. Upaya ini dapat dilakukan melalui pengembangan
produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi,
keterpaduan dan kerjasama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat
dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.
2. Berbagai kebijakan dalam menanggulangi kemiskinan di Indonesia harus dilaksanakan
secara multisektor dengan dukungan berbagai pihak. Beberapa daerah perlu penanganan
yang serius dalam penanggulangan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2001-2011. Statistik Indonesia, BPS Jakarta Indonesia, Indonesia.
Cord, Louise. 2007. Delivering on the Promise of Pro-Poor Growth-Insight and Lessons from
Country Experiences: Overview. Copublication of Palgrave Macmillan and the World Bank.
Kakwani, N dan Son, HH. 2003. Pro-poor Growth: Concepts and Measurement with Country Case
Studies. The Pakistan Development Review, 42: 4 Part 1 pp 417-444.
Kakwani, N dan Son, HH. 2006. Pro-Poor Growth: The Asian Experience. UNU World Institute for
Development Economics Research (UNU-WIDER). Research Paper No. 2006/56.
Laksani, Chichi Shintia. 2010. (online) (diakses pada 12 Oktober 2013) tersedia di
http://lontar.ui.ac.id/
Peraturan Presiden Republik Indonesia No 15 Tahun 2010 Tentang Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan.
Siregar, H. 2006. Perbaikan Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi: Mendorong Investasi dan
Menciptakan Lapangan Kerja. Jurnal Ekonomi Politik dan Keuangan. INDEF. Jakarta.
Soleh, Ahmad. 2012. Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Pembangunan Ekonomi
Antar Region Di Indonesia Tahun 2001-2010. Jurnal Ekonomi Dan Perencanaan
Pembangunan (JEPP) Volume:04.No.03.
Sukirno, Sadono. 2011. Makroekonomi Teori Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.
Susanti et al. 2007. Indikator-Indikator Makroekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Tambunan, Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Ghalia Indonesia.
Jakarta.
208
Ekombis Review – Ahmad Soleh
Pertumbuhann Ekonomi dan Kemiskinan di Indonesia
Wijono, Wiloejo, Wiryo. 2005. Mengungkap Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Dalam Lima Tahun Terakhir, Jurnal Manajemen dan Fiskal, Volume V, Nomor 2, Jakarta.
Ekombis Review – Ahmad Soleh
209