Academia.eduAcademia.edu

DILEMA KOALISI DALAM SISTEM PRESIDENSIAL

Koalisi secara terminologi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam prakteknya di Indonesia koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai atau gabungan partai politik dengan tujuan agar dapat membangun pemerintahan yang kuat.

DILEMA KOALISI DALAM SISTEM PRESIDENSIAL Oleh: Rusdianto Sudirman Mahasiswa Prodi Magister Hukum Pasca Sarjana UMI Koalisi secara terminologi adalah persekutuan, gabungan atau aliansi beberapa unsur, di mana dalam kerjasamanya, masing-masing memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Aliansi seperti ini mungkin bersifat sementara atau berasas manfaat. Dalam prakteknya di Indonesia koalisi adalah sebuah pemerintahan yang tersusun dari koalisi beberapa partai atau gabungan partai politik dengan tujuan agar dapat membangun pemerintahan yang kuat. Secara konstitusional koalisi sebenarnya hanyalah merupakan persyaratan untuk mengajukan pasangan calon Presiden dan wakil Presiden. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 A ayat (2) UUD NRI 1945 yang menyatakan “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum dilaksanakan pemilihan umum”. Selain itu dengan adanya syarat Presidential Thresshold yang ditetapkan dalam Pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang menyatakan bahwa “pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.” memaksa para partai politik untuk melakukan koalisi demi mengajukan capres dan cawapresnya masing-masing. Dalam UU Pilpres menyebutkan bahwa penyelenggaraan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat sehingga mampu menjalankan fungsi kekuasaan pemerintahan negara dalam rangka tercapainya tujuan nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, pengaturan terhadap Pemilu Presiden dan Wakil Presiden juga dimaksudkan untuk menegaskan sistem presidensiil yang kuat dan efektif. Presiden dan Wakil Presiden terpilih tidak hanya memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, tetapi dalam rangka mewujudkan efektivitas pemerintahan juga diperlukan basis dukungan dari DPR. UU Pilpres inimengatur mekanisme pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden untuk menghasilkan Presiden dan Wakil Presiden yang memiliki integritas tinggi, menjunjung tinggi etika, dan moral serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang baik. Melihat sejarah koalisi di Indonesia, ternyata koalisi masih sangat sulit untuk mewujudkan pemerintahan yang kuat, Dimulai dari hasil dari pemilu 1999, dimana PDI-P merupakan partai pemenang pemilu pada saat itu, namun ternyata PDI-P memilih untuk tidak berkoalisi dengan partai manapun dalam proses pemilihan presiden, sehingga mendorong partai yang berideologi Islam seperti PPP, PAN, PBB, dan PKS membentuk koalisi untuk mengusung seorang presiden, yaitu Abdurrahman Wahid atau Gusdur. Akhirnya pemilu presiden pada waktu itu memenangkan Gusdur sebagai Presiden Republik Indonesia.Walaupun pada akhirnya pada tahun 2001 Gusdur digantikan sebagai seorang presiden oleh Megawati soekarno Puteri, dimana pada saat itu Gusdur di makzulkan sendiri oleh partai yang mengusungngnya sebagai Presiden. Selanjutnya pada pemilu 2004, merupakan pemilihan presiden yang dilaksanakan secara langsung oleh rakyat untuk pertama kalinya sesuai UUD NRI 1945 pasal 6A (1) bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Pada saat itu Golkar merupakan partai pemenang pemilu, akan tetapi pada saat itu SBY yang terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Padahal SBY hanya diusulkan oleh partai-partai yang mempunyai suara minoritas di DPR dengan persentase kursi kurang lebih 12 %. Sehingga saat itu terjadi suatu pemerintahan yang berifat minoritas (government minority). Akibatnya jalan buntu (deadlock) akan sering terjadi antara presiden dan DPR karena komposisi dukungan presiden didalam DPR itu sangat kurang. Sehingga kebijakan-kebijakan pemerintah yang membutuhkan persetujuan DPR tersebut sedikit terganggu, kemudian menyebabkan efektifitas dan stabilitas jalannya pemerintahan kurang stabil akibat pengawasan DPR (legislative heavy) yang begitu kuat, sehingga presiden sering menemukan jalan buntu (deadlock) ketika berhadapan dengan DPR. Begitupun dengan hasil pemilu 2009 yang menempatkan partai Demokrat sebagai pemenang pemilu dan mengantarkan SBY terpilih kembali sebagai Presiden periode kedua..Walaupun partai yang mengusung SBY itu sebagai pemenang pemilu, ternyata belum dapat mencapai suara mayoritas didalam DPR. Sehingga presiden dituntut untuk melakukan koalisi, agar semua kebijakan-kebijakan pemerintah yang membutuhkan persetujuan DPR dan tidak menemui jalan buntu (deadlock). Akan tetapi Setgab koalisi yang dibangun ternyata mudah keok, anggota setgab koalisi seperti PKS sering melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah seperti yang terjadi pada hak angket century dll. Koalisi di Indonesia adalah sebuah realitas politik yang tak dapat dibendung. Yang perlu dipahami bahwa saat ini Indonesia menganut sistem presidensial. Dan ketika sistem presidensial dikombinasikan dengan sistem multipartai maka sangat sulit untuk menciptakan suatu kestabilan dalam jalannya pemerintahan yang demokratis. Semoga saja dalam pemilihan Presiden 2014 nanti, koalisi yang dibangun oleh masing-masing partai politik untuk mengusung Capres dan Cawapres dapat melahirkan pemerintahan yang kuat tanpa harus saling sandera kepentingan masing-masing partai, sehingga Presiden terpilih nantinya dapat mewujudkan tujuan nasional dan cita-cita bangsa yang termuat dalam pembukaan UUD NRI 1945