Academia.eduAcademia.edu

TAHAP PENUNTUTAN ACARA PIDANA

Hukum acara pidana memiliki tujuan yang telah dituangkan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” Dalam pelaksanaannya hukum acara pidana memiliki beberapa proses tahapan yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, putusan hakim dan upaya hukum.

MAKALAH HUKUM ACARA PIDANA TAHAP PENUNTUTAN Disusun Guna Memenuhi Nilai Ujian Akhir Semester Disusun Oleh: Ida Ayu Dampaty Anja Anjani D1A020226 Hukum Acara Pidana B1 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2021 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Hukum pidana menurut Moelyatno merupakan suatu bagian dari hukum yang berlaku di suatu negara yang berfungsi membentuk dasar peraturan bagi perbuatan yang dilarang dengan disertai sanksi pidana bagi pelanggarnya. Tujuan dari dibentuknya hukum pidana itu sendiri ialah untuk melindungi dan memberikan rasa aman bagi warga negara karena hal tersebut merupakan kewajiban dari negara. Bila terjadi suatu tindak pidana maka untuk mengadilinya akan diatur dalam hukum acara pidana. Hukum acara pidana memiliki tujuan yang telah dituangkan ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu “Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan.” Dalam pelaksanaannya hukum acara pidana memiliki beberapa proses tahapan yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, putusan hakim dan upaya hukum. Rumusan Masalah Apa yang dimaksud dengan penuntutan dan wewenang apa yang dimiliki penuntut umum? Apa saja jenis penuntutan? Bagaimana proses pembuatan surat dakwaan? BAB II PEMBAHASAN Pengertian Penuntutan Menurut pasal 1 ayat 7 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tahapan penuntutan itu merupakan “Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.” Dalam melakukan penuntutan hal tersebut merupakan tugas dari penuntut umum hal ini dijelaskan dalam pasal 13 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana bahwa “Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.” Jaksa yang telah diberikan kekuasaan untuk menjadi penuntut umum memiliki beberapa wewenang yang diatur dalam pasal 14 Kitab Undang-Undang Acara Pidana yaitu: Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik; Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan ayat 4 dengan memberi petunjukdalam rangka menyempurnakan penyidikan dan penyidik. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan lanjutan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh penyidik; Membuat surat dakwan; Melimpahkan perkara kepengadilan; Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk dating pada sidang yang telah ditentukan; Melakukan penuntutan; Menutup perkara demi kepentingan hokum; Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai penuntut umum menurut undang-undang; Melaksanakan penetapan hakim. Tahap penuntutan dilaksanakan segera setelah rampungnya tahap penyidikan. Setelah seluruh berkas penyidikan terpenuhi dan bisa di ajukkan untuk melakukan penuntutan ke pengadilan, maka penuntut umum memiliki dua pilihan yaitu melakukan penuntutan atau menghentikannya. Penghentian penuntutan dapat terjadi apabila terdapat berkas penyidikan yang belum lengkap seperti yang dijelaskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana di pasal 140 ayat 2 bahwa “Dalam hal penuntut umum memutuskan untuk menghentikan penuntutan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum, penuntut umum menuangkan hal tersebut dalam surat ketetapan”. Jadi apabila berkas penyidikan belum lengkap maka penuntut umum harus mengembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi dan setelah lengkap akan dikembalikan oleh penyidik kepada penuntut umum. Proses inilah yang disebut prapenuntutan. Jika seluruh berkas perkara sudah lengkap maka proses penuntutan sudah dapat dilakukan dan penuntut umu harus membuat surat dakwaan sebagai langkah pertama dalam penuntutan. B. Jenis – Jenis Penuntutan Penuntutan suatu perkara dapat dilakukan dalam berbagai cara hal inilah yang ditentukan oleh berat atau ringannya suatu perkara. Berikut beberapa jenis penuntutan: Apabila suatu perkara tindak pidana memiliki ancaman kurungan pidana diatas satu tahun maka hal tersebut dianggap sebagai penuntutan biasa. Hal yang mengindikasikan suatu penuntutan sebagai penuntutan dengan cara biasa ialah adanya berkas perkara yang disusun secara lengkap dan rumit, serta dalam pelaksanaan tahap penuntutan selalu disertai dengan surat dakwaan yang disusun secara cermat oleh penuntut umum. Apabila suatu perkara tindak pidana memiliki ancaman kurungan pidana dibawah satu tahun maka hal tersebut dianggap sebagai penuntutan singkat. Hal yang mengindikasikan suatu penuntutan sebagai penuntutan singkat ialah adanya berkas perkara yang tidak rumit dan surat dakwaan yang sederhana. Apabila suatu perkara tindak pidana memiliki ancaman kurungan pidana tidak lebih dari tiga bulan maka hal tersebut dianggap sebagai penuntutan cepat. Hal yang mengindikasikan suatu penuntutan sebagai penuntutan cepat ialah ketidakadaan jaksa sebagai penuntut umum melainkan diwakili oleh penyidik dari kepolisian serta tidak adanya surat dakwaan dan digantikan oleh catatan kejahatan atau pelanggaran. C. Pembuatan Surat Dakwaan Dalam membuat surat dakwaan jaksa penuntut umum harus teliti dan cermat karena surat dakwaanlah yang akan dijadikan dasar pemeriksaan perkara oleh hakim. Dalam pasal 143 ayat 2 Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana dijelaskan bahwa surat dakwaan harus memuat hal-hal sebagai berikut yaitu: Nama lengkap,tempat lahir, umur, pekerjaan terdakwa. Uraian secara cermat, jelas dan lengkap menenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu (tempus delicti) dan tempat (locus delicti) terjadinya tindak pidana dilakukan oleh terdakwa. Nama lengkap, tempat lahir, umur dan pekerjaan terdakwa dimaksudkan sebagai syarat formil agar orang yang didakwa adalah benar-benar terdakwa yang sebenarnya dan bukan orang lain. Jika syarat formil ini tidak dipenuhi maka hakim dapat membatalkan karena ketidakjelasaan identitas terdakwa. Sedangkan tempus delicti dan locus delicti dimaksudkan sebagai syarat materiil dan harus diuraikan karena berkaitan erat dengan asas legalitas, alibi, kadaluarsa, serta hal yang memberatkan bagi terdakwa. Dalam pemeriksaan di pengadilan didasarkan pada surat dakwaan maka surat dakwaan harus sesuai dengan apa yang diperbuat terdakwa, karena terdakwa hanya dapat dijatuhi hukuman pidana apabila perbuatan yang ingin dibuktikan sesuai dengan apa yang tercantum di dalam surat dakwaan. Jadi apabila terdakwa benar terbukti melakukan tindak pidana namun tindak pidana tersebut tidak tercantum dalam surat dakwaan maka terdakwa dapat dibebaskan. Sehingga sangat penting bagi jaksa penuntut umum untuk membuat surat dakwaan secara cermat dengan menggunakan tata bahasa yang mudah dipahami dan tidak bertele-tele seperti dengan mencantumkan poin-poin utama terkait perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa. Hal ini bertujuan supaya hakim yang memeriksa perkara dapat mengingat kronologis kejadian dan perkara dapat diselesaikan dengan segera. Dalam membuat surat dakwaan ada tekniknya pertama yaitu penuntut umum harus menetukan bentuk dari surat dakwaan yang akan dibuat, berikut adalah bentuk surat dakwaan yaitu: Dakwaan tunggal, yaitu terdakwa didakwa satu perbuatan saja. Contohnya didakwa atas tindak pidana pencurian (Pasal 362 KUHP) Dakwaan alternatif, yaitu terdakwa didakwakan lebih dari satu tindak pidana, tetapi pada hakekatnya ia hanya didakwa satu tindak pidana saja. Jadi pembuktian dakwaannya tidak perlu dilakukan berurutan sesuai lapisan dakwaan melainkan langsung saja pada dakwaan yang dipandang terbukti. Contohnya didakwa atas pertama tindakan pencurian (Pasal 362 KUHP) dan tindakan kedua yaitu penadahan (Pasal 480 KUHP) Dakwaan subsidier, yaitu terdakwa didakwakan lebih dari satu dakwaan, dan terdiri dari lapisan dakwaan yang disusun secara sistematis dari tindak pidana dengan ancaman pidana tertinggi hingga ke ancaman pidana terendah. Dalam pembuktiannya harus dilakukan secara berurut pula mulai dari lapisan teratas hingga ke yang terendah. Contohnya didakwa atas pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan penganiayaan yang menyebabkan matinya orang (Pasal 351 ayat (3) KUHP). Dakwaan kumulatif, yaitu terdakwa didakwakan beberapa tindak pidana sekaligus, dan seluruh dakwaan harus dibuktikan kebenarannya satu persatu. Dakwaan kumulatif digunakan dalam kasus tindak pidana yang berdiri sendiri. Contohnya didakwa atas pemerkosaan (Pasal 285 KUHP), pembunuhan (Pasal 338 KUHP) dan pencurian (Pasal 362 KUHP) Dakwaan campuran, yaitu bentuk gabungan antara dakwaan kumulatif dengan dakwaan alternafif ataupun subsidier. Contohnya didakwa atas pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP), penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang (Pasal 351 ayat (3) KUHP). Selanjutnya dalam penyusunan surat dakwaan jaksa penuntut umum tidak harus mencantumkan pasal undang-undang pidana yang sama seperti yang dicantumkan oleh penyidik pada saat tahap penyidikan. Jaksa penuntut umum dapat mengganti pasal menjadi pasal yang dirasa lebih tepat seperti merubah dari pasal 353 tentang penganiayaan berencana yang diancam kurungan pidana paling lama empat tahun menjadi pasal 355 tentang penganiayaan berat berencana dengan ancaman kurungan pidana paling lama lima belas tahun. BAB III PENUTUP Kesimpulan Dalam hukum acara pidana ada lima tahapan yaitu penyelidikan, penyidikan, penuntutan, putusan hakim, dan upaya hukum. Penuntutan itu sendiri merupakan tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan dilakukan oleh jaksa penuntut umum sesuai dengan yang tertera di pasal 13 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Jaksa penuntut umum memiliki beberapa wewenang seperti menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau pembantu penyidik, mengadakan prapenuntutan, membuat surat dakwaan, melimpahkan perkara kepengadilan, melakukan penuntutan, menutup perkara demi kepentingan hokum dan melaksanakan penetapan hakim. Dalam membentuk surat dakwaan jaksa penuntut umum harus memerhatikan syarat materiil dan formil agar surat dakwaan tersebut sah, serta dalam penyusunan surat dakwaan jaksa penuntut umum harus bisa menguraikan tempus dan locus delicti secara jelas namun tetap ringkas agar mudah dipahami dan diingat oleh hakim. Selain itu dalam penyusunan surat dakwaan jaksa penuntut umum berhak untuk mengganti atau menambahkan pasal yang didakwakan terhadap terdakwa. Jadi pasal yang didakwakan tidak harus sama seperti yang dicantumkan oleh penyidik pada saat proses penyidikkan DAFTAR PUSTAKA Dr. Riadi Asra Rahmad, S.H., M.H. 2019. Hukum Acara Pidana. Depok: PT RajaGrafindo Persada. Bernaditha Aurelia Oktavira, S.H. Oktober 2019. “Kedudukan Penuntut Umum dalam Proses Peradilan”. https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5d94210cbf1d6/kedudukan-penuntut-umum-dalam-proses-peradilan/ [Diakses 6 Desember 2021] Marry Margaretha Saragi, S.H., LL.M. Maret 2012. “Bentuk-bentuk Surat Dakwaan” https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4f4c5a4ea3527/bentuk-bentuk-surat-dakwaan/ [Diakses 6 Desember 2021] ? 9