Academia.eduAcademia.edu

DEFINISI DAN SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

HUKUM ACARA PERDATA DEFINISI DAN SUMBER HUKUM Oleh: Ida Ayu Dampaty Anja Anjani D1A020226 Hukum Acara Perdata C1 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM 2021 DEFINISI HUKUM ACARA PERDATA Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur tentang tata cara dan pengaturan untuk menuntut hak hak yang lahir dari hubungan hukum yang berakhir menjadi konflik. Hubungan hukum yang dimaksud disini ialah seperti tukar-menukar, sewa-menyewa, jual-beli dan sebagainya. Hukum acara perdata juga mengatur tentang penyelesaian sengketa di luar peradilan dan di dalam pengadilan, serta menyiapkan tata cara untuk memperoleh kepastian hukum dalam keadaan tidak bersengketa atau mencegah terjadinya sengketa di masa depan. Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. hukum acara perdata merupakan peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim. Di dalam hukum acara perdata diatur tuntutan hak. Tuntutan hak merupakan tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hukum yang diberikan pengadilan guna mencegah terjadinya eigenrichting atau main hakim sendiri. Jadi hukum acara perdata merupakan peraturan hukum yang mengatur terkait proses penyelesaian perkara perdata secara litigasi, sejak diajukan gugatan, diperiksanya gugatan, diputusnya sengketa sampai pelaksanaan putusan hakim. SUMBER HUKUM ACARA PERDATA Dalam ilmu hukum dikenal beberapa sumber hukum seperti: Undang – undang; Perjanjian; Kebiasaan; Doktrin; Yurisprudensi. Berikut sumber hukum acara perdata: Herziene Inlandsch Reglemen (HIR) HIR adalah hukum acara perdata yang berlaku di daerah pulau Jawa dan Madura. HIR dituangkan pada pasal 115-245 yang dimuat dalam BAB IX, namun pasal 115-117 tidak berlaku semenjak penghapusan Pengadilan Kabupaten oleh UU No. 1 Darurat Tahun 1951, sementara pasal 118-194 juga sudah tidak berlaku semenjak adanya UU No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan Rechtsreglement voor de Buitengewesten (RBg.) RBg. Merupakan hukum acara perdata yang dibawa Belanda ke Indonesia tapi ternyata tidak cocok dengan Indonesia sehingga dibawalah HIR sebagai hukum acara perdata di Indonesia. Namun kemudian akibat ketidakcocokan HIR dijadikan hukum acara perdata di Jawa dan Madura saja sementara di luar Jawa dan Madura menggunakan RBg sebagai hukum acara perdatanya. RBg terdiri dari lima bab namun yang berlaku kini hanyalah BAB II Title IV dan V bagi Pengadilan Negeri. Burgerlijk Wetboek Kitab Undang Undang Hukum Perdata meskipun sebagai kodifikasi hukum perdata materiil tetapi juga memuat Hukum Acara Perdata pada beberapa pasalnya. Ordonansi Tahun 1867 Nomor 29 Memuat ketentuan hukum acara perdata tentang kekuatan pembuktian tulisan kaum bumiputera. Pasal-pasal ordonansi ini diambil alih dalam penyusunan RBg. Wetboek van Koophandel Kitab Undang Undang Dagang yang merupakan kodifikasi hukum perdata materiil memuat beberapa pasal terkait hukum acara perdata. UU No. 37 Tahun 2004 Merupakan Undang-undang terkait Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang memuat ketentuan hukum acara perdata khusus kasus kepailitan. UU No. 20 Tahun 1947 Merupakan Undang Undang tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura yang diberlakukan sejak 24 Juni 1947 yang menyebabkan peraturan HIR pasal 188-194 tidak berlaku lagi. UU Darurat No. 1 Tahun 1951 Merupakan Undang Undang tentang Tindakan-tindakan sementara untuk menyelenggarakan Kesatuan Sususnan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan-pengadilan Sipil yang berlaku sejak 14 Januari 1951. UU No. 4 Tahun 2004 Merupakan Undang-Undang yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman yang berlaku sejak diundangkan pada 15 Januari 2004. Dalam pasal 5 ayat (2) dan pasal 36 ayat (3) termuat ketentuan terkait hukum acara perdata. UU No. 1 Tahun 1974 Undang-Undang yang mengatur tentang perkawinan ini memuat ketentuan Hukum Acara Perdata khusus guna memeriksa, mengadili, dan memutuskan serta menyelesaikan perkara-perkara perdata mengenai perkawinan, pencegahan perkawinan, pembatalan perkawinan dan perceraian. UU No. 14 Tahun 1985 Merupakan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung yang sempat mengalami beberapa perubahan namun pasal tentang hukum acara perdatanya tidak mengalami perubahan. UU No. 2 Tahun 1986 Merupakan Undang-Undang tentang Peradilan Umum. Dalam Undang-Undang ini Hukum Acara termuat pada pasal 50,51,60, dan 61. Undang Undang ini pun sempat mengalami perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009. UU No. 18 Tahun 2003 Merupakan Undang Undang tentang Advokat yang diberlakukan sejak 5 April 2003. Selain itu ada juga UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industri dan UU. No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang merupakan sumber hukum acara perdata. Yurisprudensi Yurisprudensi dari Mahkamah Agung sangat penting dalam mengisi kekosongan dalam peraturan perundang-undangan Hukum Acara Perdata peninggalan Hindia Belanda. Peraturan Mahkamah Agung Pasal 79 UU No. 14 Tahun 1985 memuat tentang dasar hukum bagi Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung. Adat Kebiasaan Adat kebiasaan yang dimaksud disini menurut Wirjono Prodjodikoro merupakan kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam melaksanakan pemeriksaan perkara perdara. Adat kebiasaan hakim yang tidak tertulis dalam melaksanakan pemeriksaan dapat menjadi sumber hukum acara guna menjamin kepastian hukum. Doktrin Merupakan ajaran atau pendapat sarjana hukum terkemuka. Doktrin dapat dijadikan sumber hukum karena pendapat umum menyatakan bahwa manusia tidak boleh menyimpang dari pendapat umum para sarjana, hal inilah yang menyebabkan mengapa doktrin memiliki kekuatan mengikat. Namun perlu diingat bahwa doktrin bukanlah hukum. Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung Kini banyak Instruksi dan Surat Edaran yang dikeluarkan Mahkamah Agung yang dijadikan sumber atau pedoman hukum acara. Namun dalam Ilmu Hukum Instruksi dan Surat Edaran bukanlah sumber hukum hal ini dibuktikan dengan tidak adanya Instruksi dan Surat Edaran dalam Pasal 7 UU. No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tetapi dalam praktiknya Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung dijadikan salah satu rujukan pedoman bagi para hakim.