Academia.eduAcademia.edu

GENDER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Latar belakang penulisan makalah ini adalah sebagai tugas dari ibu Zahro selaku dosen Pengantar Study Islam kepada mahasiswa prodi fisika 2013. Makalah ini dikerjakan secara kelompok dan kelompok kami membahas tentang "gender dalam perspektif Islam". Ibu Zahro melatih kami untuk terbiasa menjalin kerjasama dengan orang lain, bagaimana berorganisasi (berkelompok), bagaimana mengungkapkan pendapat dalam kelompok, mengatur jadwal, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar belakang penulisan makalah ini adalah sebagai tugas dari ibu Zahro selaku dosen Pengantar Study Islam kepada mahasiswa prodi fisika 2013. Makalah ini dikerjakan secara kelompok dan kelompok kami membahas tentang “gender dalam perspektif Islam”. Ibu Zahro melatih kami untuk terbiasa menjalin kerjasama dengan orang lain, bagaimana berorganisasi (berkelompok), bagaimana mengungkapkan pendapat dalam kelompok, mengatur jadwal, dan lain-lain. Latar belakang lain, makalah ini bermaksud untuk mengingat dan mendalami lagi tentang gender. Gender itu apa? Seperti apa? Kaitannya dalam Islam, serta integrasi-interkoneksinya dalam Al Qur’an dan Al Hadis. Ilmu pengetahuan dianalogikan seperti sebuah sungai yang mengalir menuju lautan lepas. Dimana awalnya tidak begitu luas, seiring air berjalan kita akan menuju ke luasnya samudra. Kami juga berharap semoga makalah ini bisa menjadi bekal bagi kami untuk lebih berpengetahuan lagi, bijak lagi, dan nilai filosofinya dapat kita terapkan dalam kehidupan. Meski tidak dipungkiri ilmu-ilmu ini belum teraplikasi sempurna. Untuk itu kami berharap ada orang-orang (mungkin kami sendiri, teman-teman kami, atau yang lain) yang mendalami prinsip-prinsip gender dan mengembangkannya untuk kemaslahatan umat. TUJUAN Untuk mengetahui konsep-konsep gender secara umum. Mengetahui tentang gender dalam islam. MANFAAT Pembaca diharapkan dapat mengetahui konsep-konsep gender dan menambah wawasan kita. Pembaca diharapkan dapat mengetahui tentang gender dalam islam. BAB II PEMBAHASAN GENDER Pengertian Gender Dari segi etimologi, kata gender berasal dari bahasa inggris “gender” yang berarti jenis kelamin. Berdasarkan arti kata tersebut, gender sama dengan seks yang juga berarti jenis kelamin. Namun, banyak dari para ahli yang meralat definisi ini. Artinya, kata “gender” tidak hanya mencakup masalah jenis kelamin. tapi lebih dari itu, analisis gender lebih menekankan pada lingkungan yang membentuk pribadi seseorang. Berikut ini pendapat dari para ahli tentang definisi gender: Dalam Webster’s New World Dictionary, gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan perilaku. Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep budaya pada suatu masyarakat tertentu yang berupaya membedakan laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik emosional yang berkembang dalam masyarakat tersebut. Menurut Ivan Illich, gender merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar jenis kelamin. Gender mencakup segala hal tentang pebedaan laki-laki dan perempuan yang bersumber pada tempat, waktu, lingkungan, serta kebudayaan. Mansoer Fakih (2006:71) berpendapat bahwa gender adalah sifat/karakter yang yang telah tertanam dalam diri manusia (laki-laki dan perempuan) yang dikonstruksikan secara sosial dan budaya yang berkembang dalam masyarakat. Santrock (2003:365) mengemukakan bahwa istilah gender dan seks memiliki perbedaan dari segi dimensi. Istilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi social budaya seorang laki-laki dan perempuan. Moore (Abdulloh,2003:19) mengemukakan bahwa gender berbeda dari seks dan jenis kelamin laki-laki dan perempuan yang bersifat biologis. Baron (2000: 188) mengartikan gender bahea gender merupakan sebagian dari konsep diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau perempuan. John M. Echols & Hasan Sadhily mengemukakan bahwa kata gender berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin Rahmawati (2004:19). Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku). Misalnya, dalam suatu masyarakat terkenal suatu prinsip bahwa seorang laki-laki harus kuat, mampu menjadi pemimpin, rasional, dan segala sifat lainnya. Sementara itu, seorang perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, penuh keibuan, peka terhadap keadaan, dll. Dan pembentukan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Jadi, istilah perbedaan gender sangat tergantung pada kondisi lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, perbedaan gender dibentuk oleh masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis). Gender adalah perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman. Gender adalah karakteristik laki-laki dan perempuan berdasarkan dimensi social kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku. GENDER DALAM ISLAM Agama islam sendiri tidak pernah mendiskriminasi keberadaan perempuan. Justru agama islamlah yang membebaskan perempuan dari kebudayaan jahiliyah dimasa lampau. Seperti yang kita tahu tentang kondisi perempuan pada masa jahiliyah. Apabila suatu masyarakat melahirkan seorang perempuan maka itu merupakan suatu aib sehingga perempuan terkadang harus dibunuh hidup-hidup oleh orang tuanya sendiri. Berlanjut dengan eksistensi Nabi SAW yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Posisi perempuan menjadi terselamatkan dan dijunjung harkat dan martabatnya. Ini lah yang patut menjadi refleksi bagi kita sebagai muslimin muslimat untuk menjaga ajaran yang dilakukan oleh utusan Tuhan kita yaitu Nabi SAW yang tidak pernah melakukan diskriminasi ataupun dikotomi negatif terhadap perempuan. Persepsi masyarakat mengenai status dan peran perempuan masih belum sepenuhnya sama. Ada yang berpendapat bahwa perempuan harus berada di rumah, mengabdi pada suami, dan mengasuh anak-anaknya. Namun ada juga yang berpendapat bahwa perempuan harus ikut berperan aktif dalam kehidupan sosial bermasyarakat dan bebas melakukan sesuai dengan haknya. Fenomena ini terjadi akibat belum dipahaminya konsep relasi gender. Dalam Agama Islam juga timbul perbedaan pandangan karena terdapat perbedaan dalam memahami teks-teks Al-Qur’an tentang Jender.Nabi Muhammad SAW,datang membawa ajaran yang menempatkan wanita pada tempat terhormat,setara dengan laki-laki.Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa wanita sejajar dengan laki-laki seperti : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka akan Kami berikan mereka kehidupan yang baik dan akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.”(Q.S. Al-Nahl:97) “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal yang dilakukan oleh kamu sekalian, kaum laki-laki dan perempuan.”(Q.S.Ali Imran:195) Seharusnya dapat dipahami bahwa Allah SWT tidak mendiskriminasi hamba-Nya. Siapapun yang beriman dan beramal saleh akan mendapat ganjaran yang sama atas amalnya.Dalam konteks ini laki-laki tidak boleh melecehkan wanita atau bahkan menindasnya. Pada dasarnya wanita memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan laki-laki,namun wanita memang diciptakan Allah dengan suatu keterbasan dibanding laki-laki. Maka dari itu tugas kenabian dan kerasulan tidak dibebankan kepada wanita karena perasaan sensitif yang dimiliki wanita. Dalam suatu ayat dijelaskan “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).”(Q.S. Al-Nisa’:34) Secara teologis, Allah menciptakan wanita dari “unsur” pria (wa khalaqa minha zaujaha)(Hasbi Indra,2004:5).Sehingga pada dasarnya laki-laki memililiki kelebihan daripada wanita. Kelebihan ini selanjutnya menjadi tanggung jawab laki-laki untuk membela dan melindungi wanita. Namun segala kekurangan yang ada dalam wanita tidak menjadi alasan wanita kehilangan derajatnya dalam kesetaraan Gender. Berikut adalah pandangan Islam terhadap kaum perempuan: Perempuan sebagai individu. Al-qur’an menyoroti perempuan sebagai individu. Dalam hal ini terdapat perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai individu dengan perempuan sebagai anggota masyarakat. Al-qur’an memperlakukan baik individu perempuan dan laki-laki adalah sama, karena hal ini berhubungan antara Allah dan individu perempuan dan laki-laki tersebut, sehingga terminologi kelamin(sex) tidak diungkapkan dalam masalah ini. Pernyataan-pernyataan al-Qur’an tentang posisi dan kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat sebagaimana berikut: Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban samauntuk beribadat kepadaNya sebagaimana termuat dalam Q.S. Adz-Dzariyat ayat 56. Perempuan adalah pasangan bagi kaum laki-laki termuat dalam Q.S. An-naba’ayat 8. Perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki juga akan mempertanggungjawabkan secara individu setiap perbuatan dan pilihannya termuat dalam Q. S. Maryam ayat 93-95. Sama halnya dengan kaum laki-laki mukmin, para perempuan mukminat yang beramal saleh dijanjikan Allah untuk dibahagiakan selama hidup di dunia danabadi di surga. Sebagaimana termuat dalam Q.S. An-Nahl ayat 97. Sementara itu, Rasulullah juga menegaskan bahwa kaum perempuan adalah saudara kandung kaum laki-laki dalam H.R. Ad-Darimy dan Abu Uwanah. Dalam ayat-ayat-Nya bahkan Al-qur’an tidak menjelaskan secara tegas bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya kedudukan dan statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Qur’an terhadap kaum laki-laki dan perempuan adalah sama dimana hak istri adalah diakui secara adil(equal) dengan hak suami. Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban atas perempuan,dan kaum perempuan juga memiliki hak dan kewajiban atas laki-laki. Karena hal tersebutlah maka Al-Qur’an dianggap memiliki pandangan yang revolusioner terhadap hubungan kemanusiaan, yakni memberikan keadilan hak antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dan Hak Kepemilikan Dalam Mansour Fakih (ed), Membincang Feminisme Diskursu Gender Persfektif Islam, Islam sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia yang berlandaskan keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan. Selain dalam hal pengambilan keputusan, kaum perempuan dalam Islam juga memiliki hak-hak ekonomi, yakni untuk memiliki harta kekayaannya sendiri, sehingga dan tidak suami ataupun bapaknya dapat mencampuri hartanya. Hal tersebut secara tegas disebutkan dalam An-Nisa’ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkanAllah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki adabagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dariapa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya.Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Kepemilikan atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat melalui warisan ataupun yang diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau maskawin dalam Islam harus dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan tidak bisadiambil kembali oleh suami.Sayyid Qutb menegaskan bahwa tentang kelipatan bagian kaum pria dibanding kaum perempuan dalam hal harta warisan, sebagaimana yang tertulisdalam Al-Qur’an, maka rujukannya adalah watak kaum pria dalam kehidupan, ia menikahi wanita dan bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya selain ia juga bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan keluarganya itu.Itulah sebabnya ia berhak memperoleh bagian sebesar bagian untuk dua orang,sementara itu kaum wanita, bila ia bersuami, maka seluruh kebutuhannya ditanggungoleh suaminya, sedangkan bila ia masih gadis atau sudah janda, maka kebutuhannya terpenuhi dengan harta warisan yang ia peroleh, ataupun kalau tidak demikian, iabisa ditanggung oleh kaum kerabat laki-lakinya. Jadi perebedaan yang ada di sini hanyalah perbedaan yang muncul karena karekteristik tanggung jawab mereka yang mempunyai konsekwensi logis dalam pembagian warisan. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa Islam memberikan jaminan yang penuhkepada kaum wanita dalam bidang keagamaan, pemilikan dan pekerjaan, dan realisasinya dalam jaminan mereka dalam masalah pernikahan yang hanya boleh diselenggarakan dengan izin dan kerelaan wanita-wanita yang akan dinikahkan itutanpa melalui paksaan. “Janganlah menikahkan janda sebelum diajak musyawarah,dan janganlah menikahkan gadis perawan sebelum diminta izinnya, dan izinnyaadalah sikap diamnya” (HR. Bukhari Muslim). Bahkan Islam memberi jaminan semua hak kepada kaum wanita dengan semangat kemanusiaan yang murni, bukan disertai dengan tekanan ekonomis atau materialis. Islam justru memerangi pemikiran yang mengatakan bahwa kaum wanita hanyalah sekedar alat yang tidak perlu diberi hak-hak. Islam memerangi kebiasan penguburan hidup anak-anak perempuan, dan mengatasinya dengan semangat kemanusiaan yang murni, sehingga ia mengharamkan pembunuhan seperti itu. Perempuan dan Pendidikan Islam memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan agar berilmu pengetahuan dan tidak menjadi orang yang bodoh. Allah sangat mengecam orang-orang yang tidak berilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun perempuan.Sebagaimana dalam Q.S. Az-Zumar ayat 9. Kewajiban menuntut ilmu juga ditegaskan nabi dalam hadis yang artinya,“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap laki-laki dan perempuan”(HR.Muslim). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Islam justru menumbangkan suatusistem sosial yang tidak adil terhadap kaum perempuan dan menggantikannya dengan sistem yang mengandung keadilan. Islam memandang perempuan adalah sama dengan laki-laki dari segi kemanusiannya. Islam memberi hak-hak kepada perempuan sebagaimana yang diberikan kepada kaum laki-laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya. Menjadi Kepala Rumah Tangga Dalam suatu riwayat disebutkan : “Setiap manusia keturunan Adama adalah kepala, maka seorang pria adalah kepala keluarga, sedangkan wanita adalah kepala rumah tangga.”(HR Abu Hurairah). Artinya kodrat wanita sebagai istri kelak akan menjadi kepala rumah tangga yang mana seorang istri melakukan tugas-tugas yang tidak dapat dilakukan suami seperti : memasak, mencuci, mengurus rumah tangga,mengasuh anak-anak dan lain-lain.Selain tugas wanita menjadi seorang istri yang mengabdi kepada suami,juga beribadah kepada Allah.Pada dasarnya beribadah inilah merupakan tugas utama. Sebagai Ibu dari Anak-Anaknya. Salah satu kodrat wanita yang cukup berat adalah saat wanita harus mengandung dan melahirkan.Bahkan karena sangat susah payahnya wanita dalam melahirkan hingga sampai bertaruh nyawa Allah menjanjikan pahala yang sama seperti para syuhada.Kedua hal ini merupakan kodrat wanita yang sangat mulia.Namun tidak berhenti cukup disitu,peran yang sebenarnya adalah dikala wanita menjadi ibu yang dapat mendidik anaknya menjadi anak yang cerdas,berakhlak dan taat dalam agamanya. KESETARAAN HUBUNGAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI DALAM ISLAM Di dalam ayat-ayat Al Qur an maupun hadits nabi yang merupakan sumber ajaran Islam terkandung nilai-nilai universal yang menjadi petunjuk bagi kehidupan manusia dulu, kini dan yang akan datang. Nilai-nilai tersebut antara lain nilai kemanusiaan, keadilan, kemerdekaan, kesetaraan dsb. Berkaitan dengan nilai keadilan dan kesetaraan, Islam tidak pernah mentolerir adanya perbedaan dan perlakuan diskriminasi di antara umat manusia. Pada dasarnya semangat hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh karena itu subordinasi terhadap kaum perempuan merupakan suatu keyakinan yang berkembang di masyarakat yang tidak sesuai atau bertentangan dengan semangat keadilan yang diajarkan Islam. Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat tidak ditemukan ayat Al Qur an dan hadits yang melarang perempuan aktif di dalamnya. Sebaiknya Al Qur an dan hadits banyak mengisyaratkan kebolehan perempuan aktif menekuni berbagai profesi. Dengan demikian keadilan gender adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan laki-laki untuk dapat mengaktualisasikan dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan negara. Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang memposisikan laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai hamba Tuhan yakni : Laki laki dan perempuan adalah sama-sama sebagai hamba. Dalam alqur’an (Az- Zariyat: 56) disebutkan : ‘’Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supayamereka menyembahku’’. Dalam kapasitasnya sebagai hamba, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Keduanya mempunyai potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal. Hamba ideal dalam al-Qur’an biasa diistilahkan dengan orang-orang yang bertakwa (muttaqin). Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di bumi. Maksud dan tujuan penciptaan manusia di muka bumi ini adalah di samping untuk menjadi hamba yang tunduk dan patuh serta mengabdi kepada Allah, juga untuk menjadi khalifah di bumi, sebagaimana tersurat dalam Alqur’an (Al-An’am: 165) : “Dan dialah yang menjadikan kalian penguasa penguasa di bumi danDia meninggikan sebahagian kalian atas sebahagian yang lain beberapa derjat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepada kalian. SesungguhnyaTuhan kalian amat cepat siksaanNya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagiMaha Penyayang”. Juga dalam Alqur’an (al-Baqarah: 30) disebutkan : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Merekaberkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang yangmembuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal kami selalu senantiasabertasbih kepadaMu dan mensucikan Mu. Tuhan berfirman, sesungguhnya akumengetahui apa yang tidak kalian ketahui:”. Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial. Menjelang sorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu harus menerima perjanjian dengan Tuhannya. Disebutkan dalam Alqur’an (Al-A’raf: 172): “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anakAdam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka(seraya berfirman) Bukankah Aku ini TuhanMu? Mereka menjawab: Betul (EngkauTuhan kami), kami menjadi saksi.(Kami lakukan). Sesungguhnya kami (Bani Adam)adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”. Dalam Islam tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak dikenal adanya diskriminasi kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama menyatakan ikrar ketuhanan yang sama. Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi. Tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan untuk meraih peluang prestasi. Disebutkan dalam Alquran (Al-Nisa: 124) : “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-lakimaupun wanita sedang ia orang yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalamsurga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun”. Juga (Al-Nahl: 97): “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. Juga (al-Mu’min:40): “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab”. Laki-laki dan perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai dengan pengabdiannya. “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.“ (An Nahl : 97) Adam dan hawa dalam cerita terdahulunya. “Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?" ( Al A’raaf : 22) Laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan dalam hak kehormatan. (surat Al Hujurat ayat 11) “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.  Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.” (Surat Al Hujurat ayat 12) “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.  Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.  Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” Laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan hak berpolitik. (Surat atTaubah ayat 71) “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin saja. Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan (distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan (discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis perempuan yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut tidak dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya. Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar. Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara lakilaki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang dikerjakannya. Adapun dalil-dalil dalam Al Qur an yang mengatur dalam kesetaraan gender adalah: Tentang hakikat penciptaan laki-laki dan perempuan. Surat Ar Ruum:21, surat An Nisaa:1, surat hujurat:13 yang intinya berisi bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia berpasang-pasangan yaitu laki-laki dan perempuan supaya mereka hidup tenang dan tentram agar saling mencintai dan menyayangi serta kasih mengasihi. Menunjukkan hubungan yang saling timbal balik antara laki-laki dan perempuan dan tak ada satupun yang superioritas. Tentang kedudukan dan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Surat Al Imran :195, An Nisaa: 124, surat An Nahl : 97, Surat At taubah : 71-72, Al Ahzab : 35. Ayat-ayat tersebut menunjukkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menegakkan nilai-nilai Islam dengan beriman, bertaqwa dan beramal. Allah juga memberikan peran dan tanggungjawab yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam menjalankan kehidupan spiritualnya. Dan Allah memberikan sanksi yang sama terhadap perempuan dan laki-laki untuk semua kesalahan yang dilakukannya. Kedudukan dan derajat antara laki-laki dan perempuan di mata Allah Swt adalah sama yang membuatnya tidak sama hanyalah keimanan dan ketaqwaannya. Tujuan Al Qur an adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam masyarakat mencakup segala segi kehidupan umat manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al Qur an tidak mentolerir segala bentuk penindasan baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan maupun jenis kelamin. Dengan demikian terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan. ALASAN MUNCULNYA GENDER Berikut dijelaskan sebab-sebab munculnya gender: Ketidaktahuan bahwa perempan memiliki kebebasan. Ketidaktahuan selalu menjadi substansial dalam kehidupan manusia. Sebenarnya sejarah telah mengajarkan bahwa jauh sebelum islam datang, wanita telah memainkan peran yang cukup signifikan dalam bidang sosial ekonomi sebagaimana kita lihat dalam sosok konglomerat wanita Khadijah r.a, istri pertama Nabi Muhammad SAW. Kita smua tahu bahwa sebelum menjadi Nabi, Nabi Muhammad bekerja untuk Khadijah. Sehingga sulit dipahami bila islam tidak memiliki gambaran wanita bekerja. Seperti yang dikemukakan N.M. Shaikh dalam bukunya Woman in Muslim Sociaty menjelaskan bahwa “wanita juga bebas berpartisipasi dalam aktivitas industri. Istri Abdullah Ibnu Mas’ud menjalankan sebuah perusahaan dengan sangat sukses dan dia dapat menopang suami dan anak-anaknya dengan income yang diperoleh” Istri-istri Nabi, tertama Aisyah, telah menjalankan peran politik penting. Umar bin Khotob pernah melihat Aisyah berjalan-jalan disekitar garis peperangan di seberang parit (ketika terjadi perang khandak). Selain aisyah ada Ummu Salamah (istri Nabi), Shafiyah, Laylah al-Ghaffariyah, dll Kemandekan tafsir ayat Al-qur’an dan Hadits Nabi SAW. Kemandekan tafsir terhadap ayat al-qur’an (surat an-nisa:34) yang disinyalir berisi konsep kepemimpinan keluarga. Opini yang sementara ini dianggap mapan dikalangan umat islam adalah bahwa laki-laki adalah pemimpin keluarga sehinggi wajar kalau istri harus taat pada suami. Itu telah digugat Dr. Zaitunah Subhan, misalnya yang cenderung mengartikan kata “qawwamuna” dengan ayat tersebut dengan makna penopang, pengayom, dan penegak, penanggung jawab dan penjamin, ini bila dikaitkan dengan kewajiban memberi nafkah. Selanjutnya Zaitunah juga menggugat makna kata “al-rijal”. Menurutnya kata ini bukan semata-mata bentuk jamak (plural) dari “rajul”, tapi bisa juga dari kata “rijil” (kaki) dan “rajil” yang merujuk pada makna “orang yang berusaha, mencari rizki”. UPAYA PENANGGULANGAN DAMPAK NEGATIF DARI MUNCULNYA GENDER DALAM ISLAM Ibu sebagai Pusat Pendidikan. Untuk mengembalikan nilai kerakyatan dan kemanusiaan pendidikan, Athiyah berpendapat bahwa pendidikan harus dipusatkan pada ibu. Apabila perempuan terdidik dengan baik, niscaya pemerataan pendidikan telah mencapai sasaran. Sebab, ibu adalah pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Minim sekali orang yang terlepas dari jangkauan ibunya. Ibu adalah sekolah bagi rakyat tanpa mengenal lelah, ekonomi, waktu dan dilakkukan penuh kasih sayang. Padahal inti demokrasi tertinggi adalah saat keterbukaan, kerelaan dan persaudaraan telah mencapai tingkat kasih sayang. Peran ini adalah pendidikan nonformal yang biasa dilakkukan perempuan di rumah. Presiden Tanzania, Nyerere pernah mengatakan, “Jika anda mendidik seorang laki-laki, berarti anda telah mendidik seorang person, tetapi jika anda mendidik seluruh orang perempuan berarti anda telah mendidik seluruh anggota keluarga.” Kondisi tersebut tidak bisa diperoleh lewat pendidikan yang meninggalkan nilai persamaan dan kemanusiaan. Sering dipahami bahwa perempuan didominasi perasaan daripada rasio. Karenanya mereka cenderung sensitive, berbeda dengan laki-laki yang lebih rasional karena yang dominan dalam dirinya adalah rasio sehingga perempuan tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi yang melibatkan rasio tersebut. Sebenarnya, kondisi yang sering disalah tafsirkan ini dari sisi kemanusiaan malah menunjukkan sebaliknya, yaitu perempuan memliki beberapa kelebihan diantaranya adalah lebih berperannya hati. Padahal, hati merupakan penentu nilai baik-buruk individu. Mereka yang dekat dengan alam, tekun dan teliti. Banyak bidang-bidnag yang membutuhkan kelebihan-kelebihan tersebut. Di samping itu, dengan hati nurani juga seseorang membongkar kemunafikan. Bila hati nurani jernih dan bersih, pasti sesuai dan sama dengan hati nurani bangsa serta rakyat secara keseluruhan. Memang, perempuan cenderung emosional dan sensitive. Karenanya, dengan hati dan kesensitivannya mereka mendapatkan firasat-firasat keibuan yang membuatnya menjadi peka dan memiliki intuisi tajam akan apa yang ada di permukaan dan kasih sayang. Hal inilah yang menjadi inti dari nilai kemanusiaan. Pusat pendidikan pada ibu, dapat memberi kepekaan diatas sebagaimana kata Rukmini, “Ibulah yang pertama kali tekun mendidik saya untuk memahami dunia dan kehidupan ini sebagai keutuhan sistem. Beliau selalu mengajak saya bangun pada malam hari melihat bintang dan menjelaskan soal jagad gededan kaitannya dengan jagad cilik. Dari beliau saya bisa belajar mengenai bagaimana memahami keberadaan hidup ini dengan cara pandang yang taembus ruang dan waktu.”Dengan kasih sayangnya Rukmini melakukan pembelaan terhadap siapa yang lemah dan tertindas. Kepedulian seperti itu tak akan dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki hati nurani. Reintepretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang bisa gender dilakukan secara kontinu agar ajaran agama tidak dijadikan justifikasi sebagai kambing hitam untuk memenuhi keinginan segelintir orang. Muatan kurikulum nasional yang menghilangkan dikotomis antara laki-laki dan perempuan, demikian pula kurikulum local dengan berbasis kesetaraan, keadilan dan keseimbangan. Kurikulum disusun sesuai dengan kebutuhan dan tipologi daerah yang dimulai dari tingkat pendidikan Taman Kanak-Kanak sampai ketingkat Perguruan Tinggi. Pemberdayaan kaum perempuan di sector pendidikan informal seperti pemberian fasilitas belaja rmulai di tingkat kelurahan sampai kepada tingkat kabupaten disesusaikan dengan kebutuhan daerah. Pemberdayaan disektor ekonomi untuk meningkatkan pendapatan keluarga terutama dalam kegiatan industri rumah tangga. Dengan demikian akan menghilangkan ketergantungan ekonomi kepada laki-laki karena salah satu terjadinya marginalisasi pada perempuan adalah ketergantungan ekonomi keluarga kepada laki-laki. Pendidikan politik bagi perempuan agar dilakukan secara intensef untuk menghilangkan melek politik bagi perempuan. Karena masih ada anggapan bahwa politik itu hanya milik laki-laki dan politik itu adalah kekerasan, padahal sebaliknya politik adalah seni untuk mencapai kekuasaan. Dengan demikian kuota 30% sesuai dengan amanah Undang-Undang segera terpenuhi, mengingat pemilih terbanyak adalah perempuan. Pemberdayaan disektor keterampilan, baik keterampilan untuk kebutuhan rumah tangga maupun yang memiliki nilai jual ditingkatan, terutama kaum perempuan di pedasaan agar terjadi keseimbangan antara perempuan yang tinggal di perkotaan dengan pedesaan sama-sama memiliki keterampilan yang relative bagus. Sosialisasi Undang-Undang Anti Kekerasan dalam Rumah Tangga lebih intens dilakukan agar kaum perempuan mengetahui hak dan kewajiban yang harus dilakukan sesuai dengan amanah dari UUK. SEJARAH PERJUANGAN PEREMPUAN MENUJU KESETARAAN DI INDONESIA Perempuan Indonesia juga memiliki catatan sejarah tersendiri dalam memperjuangkan hak gender di Indonesia. Berikut adalah penjelasannya : Sebelum perang dunia II R.A Kartini (21 April 1879-17 september 1904) oleh kaum indonesia dianggap sebagai kaum pelopor. Terbukti dengan surat-surat Habis Gelap Terbitlah Terang tentang cita-citanya seputar perempuan indonesia. Sesudah perang dunia II Banyak organisasi-organisasi perempuan yang yang ditujukan untuk membantu proses kemerdekaan RI. Contohnya Kowani (Kongres Wanita Indonesia) dan KPI (Kongres Perempuan Indonesia) yang mendiskusikan tentang RUU Perkawinan yang berkeadilan. BAB III KESIMPULAN Gender adalah suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat (kondisi sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku). Gender dalam islam di tegaskan bahwa Islam sejak awal sudah memberikan hak-hak pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia termasuk di dalamnya secara implicit kesetaraan laki-laki dan perempuan sebagai hak dasar manusia yang di anugrahkan Allah SWT padanya, yang disini dapat di simpulkan menjadi tiga prinsip utama, persamaan manusia, martabat manusia dan kebebasan manusia. Tujuan Al Qur an adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat. Keadilan dalam masyarakat mencakup segala segi kehidupan umat manusia baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Al Qur an tidak mentolerir segala bentuk penindasan baik berdasarkan kelompok etnis, warna kulit, suku bangsa, kepercayaan maupun jenis kelamin. Dengan demikian terdapat suatu hasil pemahaman atau penafsiran yang bersifat menindas atau menyalahi nilai-nilai luhur kemanusiaan. DAFTAR PUSTAKA Istibsyaroh, 2004, Hak-Hak Perempuan, Relasi Jender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Jakarta:Teraju Sukri, Sri Suhandjati, 2002, Bias Jender dalam Pemahaman Islam, Yogyakarta:Gama Media Subhan, Zaitunah, 1999, Tafsir Kebencian:Studi Bias Gender dalam Qur’an, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta Najwah, Nurun, 2005, Dilema Perempuan, Dalam Lintas Agama dan Budaya, Yogyakarta: IISEP-CIDA 18