Academia.eduAcademia.edu

Design of Wave Buoy for Coastal Wave High Monitoring

2018

Ocean wave has complex and random characteristics that makes, which may cause the wave height and period are difficult to measure and to predict. In this paper we describe the development of wave buoy instrument was made using the acceleration sensor to monitor of buoy's position in 3 axes (xyz). The measurement results shown metasentrum value is 2.5 which means that the buoy is stable. In addition, the difference in speed during the test successfully illustrated by means of the presence of two different frequencies with error is 0.01-0.07 m for a periode of 2.91 s and 4.95 s. Field measurement in the Palabuhan Ratu bay was succesfully obtaining some type of generated waves. The field trial that was done for 24 hours showed 4 significant period, clasisifield into 1 second and 3.37 second (wind wave), 1.20 hour (anomaly wave), and 12 hour (tidal wave). In conclusion, the wave buoy developed was successfully tested and performed well at sea trial, where the wave buoy capable of re...

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis ISSN Cetak : 2087-9423 ISSN Elektronik : 2620-309X Vol. 10 No. 1, Hlm. 1-14, April 2018 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt DOI: http://dx.doi.org/10.29244/jitkt.v10i1.21664 RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA WAVE BUOY SEBAGAI ALAT PENGUKUR TINGGI GELOMBANG PESISIR DESIGN OF WAVE BUOY FOR COASTAL WAVE HIGH MONITORING Erik Munandar1*, Indra Jaya2, dan Agus S Atmadipoera2 1 Program Studi Teknologi Kelautan, ITK-FPIK-IPB, Bogor 2 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB, Bogor *E-mail: [email protected] ABSTRACT Ocean wave has complex and random characteristics that makes, which may cause the wave height and period are difficult to measure and to predict. In this paper we describe the development of wave buoy instrument was made using the acceleration sensor to monitor of buoy's position in 3 axes (xyz). The measurement results shown metasentrum value is 2.5 which means that the buoy is stable. In addition, the difference in speed during the test successfully illustrated by means of the presence of two different frequencies with error is 0.01-0.07 m for a periode of 2.91 s and 4.95 s. Field measurement in the Palabuhan Ratu bay was succesfully obtaining some type of generated waves. The field trial that was done for 24 hours showed 4 significant period, clasisifield into 1 second and 3.37 second (wind wave), 1.20 hour (anomaly wave), and 12 hour (tidal wave). In conclusion, the wave buoy developed was successfully tested and performed well at sea trial, where the wave buoy capable of recording various wave spectrum. Keywords: wave, technology, wave buoy, wind wave, tide ABSTRAK Gelombang di laut memiliki pergerakan yang acak dan komplek, sehingga tinggi dan periode gelombang sulit untuk diukur dan dirumuskan secara akurat. Wahana terapung seperti wave buoy dengan sensor percepatan telah banyak digunakan untuk mengukur gelombang permukaan. Penelitian ini bertujuan merancang dan membuat wave buoy sederhana sebagai pengukur tinggi gelombang di perairan pantai serta menguji coba kinerja alat yang dihasilkan pada skala laboratorium dan skala lapang, sehingga alat yang dihasilkan mampu bekerja dengan baik. Hasil perhitungan terhadap dimensi atau ukuran buoy diperoleh nilai metasentrum sebesar 2,5 dimana hal ini menunjukkan bahwa wahana pelampung stabil. Selain itu, perbedaan kecepatan pada uji coba di laboratorium berhasil diperoleh gelombang yang memiliki dua frekuensi yang berbeda, dengan galat pengukuran yang diperoleh sebesar 0,01-0,07 m dengan periode yang terukur sebesar. Kinerja alat yang dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu diperoleh beberapa tipe gelombang yang dihasilkan. Pengujian selama 24 jam diperoleh 4 periode yang signifikan yang terbagi ke dalam tiga kelompok gelombang yakni periode 1 detik, 3,37 detik kelompok gelombang angin, 1,20 jam kelompok gelombang variasi angin dan 12 jam kelompok gelombang pasang surut. Alat yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik mampu menyimpan data, memiliki nilai akurasi yang tinggi dapat merekam gelombang dengan periode kecil hingga periode besar. Kata kunci: gelombang, teknologi, wave buoy, gelombang angin, gelombang pasut I. PENDAHULUAN Gelombang laut merupakan pergerakan air naik dan turun tegak lurus terhadap permukaan laut. Secara umum penyebab pembentukan gelombang permukaan laut adalah angin (Tirozzi et al., 2007). Pada perairan laut terbuka gelombang dapat diidentifikasi menjadi 5 tipe yaitu suara, kapiler, gravitasi, internal dan planet Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB @ ISOI dan HAPPI 1 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . (Tirozzi et al., 2007). Gelombang yang terjadi di laut memiliki pergerakan yang acak dan kompleks, sehingga tinggi dan periode gelombang sulit diukur dan dirumuskan secara akurat. Secara sederhana, gelombang merupakan superposisi dari gelombang tunggal yang berbentuk sinusoidal. Penelitian gelombang permukaan laut penting dilakukan untuk membantu pengambilan keputusan pada keselamatan di laut, operasi perairan maupun pertahanan pantai. Teknologi pemantauan gelombang laut telah berkembang selama 40 tahun terakhir (Pandian et al., 2010). Wahana terapung seperti wave buoy telah digunakan secara luas di seluruh dunia untuk mengukur gelombang permukaan yaitu sebagai referensi atau validasi data ramalan (Krogstad et al., 1999; Li and Saulter, 2012; Christensen et al., 2013), akan tetapi masih banyak instrument dalam pengukuran gelombang seperti ultrasonik altimeter (Sasaki et al., 2005; Christensen et al., 2013), Advanced Synthetic aperture radar (ASAR) (Li and Saulter, 2012) dan acoustic doppler current profiler (ADCP) (Bouferrouk et al., 2016). Spektrum gelombang adalah pendekatan statistik yang paling standar untuk menggambarkan kondisi gelombang, dan biasanya berasal dari data yang diukur oleh instrumentasi modern dan langsung dari model spektral numerik (Holthuijsen, 2007). Menurut Krogstad et al. (1999) melakukan pengukuran tinggi gelombang dengan menggunakan sensor motion reference unit (MRU) yang berpusat pada sistem koordinat kartesius tiga dimensi (XYZ) sebagai pengukur perpindahan posisi buoy yang memberikan gambaran nilai tinggi gelombang. Selain sensor MRU terdapat sensor yang memiliki prinsip perpindahan posisi sebagai nilai ukur yaitu sensor accelerometer dengan sistem perpindahan posisi sebagai percepatan yang berpatokan terhadap sitem koordinat kartesius (XYZ). Patra dan Jena (2013) mengukur tinggi gelombang dengan menggunakan sensor accelerometer dan GPS (global positioning system) yang digunakan 2 pada Datawell directional wave rider buoy. Penggunaan sensor accelerometer menjadi menjadi bagian dalam rancangan wave buoy dengan upaya untuk mengetahui kemampuan kerjanya. Berdasarkan penelitian terdahulu tersebut, maka dilakukan penelitian perancang bangun alat tinggi gelombang dengan sensor percepatan sebagai sensor ukur yang digunakan. Penelitian ini bertujuan merancang dan membuat wave buoy sederhana sebagai pengukur tinggi gelombang di perairan pantai serta menguji coba kinerja alat yang dihasilkan pada skala laboratorium dan skala lapang, sehingga alat yang dihasilkan mampu bekerja dengan baik. II. METODE PENELITIAN 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Rancang bangun instrumen dilakukan pada bulan Januari - Juli 2015. Lokasi uji alat dilakukan di desa Sakrawayang Kecamatan Simpenan (Gambar 1). Penempatan titik lokasi berdasarkan pada keterwakilan daerah pesisir yang masih memperoleh pengaruh gelombang dari laut terbuka. Pengolahan data dan perancangan alat dilakukan di Workshop AIK ITK IPB. 2.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada perancangan wave buoy adalah Dekko DCS30 dan HELES UX839TR, untuk mengukur tegangan dan arus pada rangkaian listrik. Selain itu, penggunaan alat potong menggunakan Makita 4323M, Krisbow KW07846, dan Maktec MT90 serta Eternal untuk membuat tubuh buoy. Bahan yang digunakan adalah Arduino Mega 2560 sebagai pengontrol utama elektronik, sensor accelerometer ADXL 345 berfungsi sebagai sensor pengukur kecepatan, Grove RTC DS 1307 berfungsi sebagai penanda waktu perekaman data, Sheeld Arduino Mega 2560 berfungsi untuk penempatan komponen, Micro SD Card Adapter berfungsi sebagai antar muka penyimpanan data, micro SD card berfungsi sebagai tempat penyimpanan data, Mepoxe http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Munandar et al. Gambar 1. Peta lokasi penempatan buoy. dan 157 BQTN sebagai komponen pembuatan tubuh buoy, dan beterai 5 volt 5600 mAH berfungsi sebagai power supply dari alat. 2.3. Perancangan Buoy 2.3.1. Perancangan Wahana Desain instrumen terdiri dari pelampung (buoy) untuk pemberi daya apung sekaligus peletakan komponen elektronika. Buoy ini dirancang untuk dapat mengikuti gerakan partikel air pada permukaan laut, sehingga dapat dideteksi perpindahannya (perubahan posisi vertikal dan horizontal). Pengukuran yang dilakukan menggunakan system penambatan pada satu titik tetap (single mooring system). Bentuk buoy terlihat pada Gambar 2. Bahan yang digunakan untuk buoy terbuat dari campuran resin dan matt (serat fiber). Sebagai penutup terbuat dari PVC dan penahan buoy terbuat dari bahan stainless steel 304 dengan diameter stainless steel 10 mm. Muhsinin dan Kurniawan (2012) menyatakan bahwa stainless steel 304 masih mampu bertahan terhadap korosi di daerah laut. 30 9 Ao Bo 27 Gambar 2. Desain rancangan wave buoy (centimeter). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 3 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . Gambar 3. Ilustrasi kestabilan benda yang terapung. Gaya berat benda (FG) merupakan nilai dari massa benda (𝛾𝑏 ) yang dikali dengan nilai diameter benda terapung (B) dan kedalaman dari benda yang tercelup (H. Gaya berat benda ini berkaitan dengan nilai gaya tarik bumi. Sementara itu, selain gaya berat pada buoy juga terjadi gaya buoyancy atau gaya apung (FB) yang dipengaruhi oleh diameter benda yang terapung (B) dan masa jenis dari benda tersebut (𝑝), dimana nilai dari massa jenis tergantung dari massa jenis air (𝛾𝑎𝑖𝑟 ) dengan kedalaman benda yang tercelup (H). Buoy yang dirancang memiliki nilai gaya apung (FB) lebih besar daripada gaya berat (FB) untuk memenuhi syarat sebagai wahana terapung. Kestabilan benda terapung yaitu sebuah benda tidak terpengaruh oleh gangguan kecil (gaya) yang mencobanya tidak seimbang (Gambar 3). Suatu benda terapung dalam keseimbangan stabil apabila titik pusat berat benda (Bo) berada di bawah titik pusat apung benda (Ao) dan jika sebaliknya maka benda dalam keseimbangan tidak stabil. Apabila titik pusat berat benda (Bo) berimpit dengan titik pusat apung benda (Ao) maka benda dikatakan dalam keseimbangan sembarang (indifferent). 2.3.2. Pembuatan Instrumen Pembuatan instrumen dilakukan melalui dua tahap, yaitu pembuatan perangkat keras dan pembuatan perangkat tegar. Komponen elektronik yang digunakan 4 pada instrumen sensor meliputi Arduino Mega 2560, Sheeld Arduino Mega 2560, 10 DOF MEMS IMU, Micro SD Card Adapter, Tiny RTC (Real Time Clock) I2C Modules dan beterai 5 volt 5600 mAH. Informasi waktu diperoleh dari Real Time Clock (RTC) DS1307 melalui antar muka I2C. Tinggi gelombang yang diukur merupakan hasil dari turunan percepatan yang diukur oleh sensor 10 dof (degree of freedom). Penyimpanan data dilakukan dalam micro SD card berkapasitas 2 GB dengan menggunakan antarmuka serial peripheral interface (SPI). Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa C Arduino. Alur pemrograman data seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gambar 4. Skematik sistem program pada wave buoy. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Munandar et al. 2.4. Tinggi Gelombang Pergerakan gelombang secara vertikal akan membentuk pola sinusoidal. Pergerakan ini dapat menentukan tinggi gelombang yang terjadi sebagai amplitudo gelombang sinusoidal. Asumsi yang dikembangkan yaitu dengan wahana sebagai partikel yang mengapung diperairan dan tertambat maka pengaruh pergerakan gelombang akan memberikan perubahan posisi dari setiap keadaan gelombang seperti pada Gambar 5. Gambar 5. Gerakan partikel di perairan. Sensor accelerometer berfungsi untuk merespon pergerakan wahana berdasarkan percepatannya terhadap titik awal. Titik awal adalah kondisi diam dari wahana (A), sehingga ketika terjadi perpindahan dari titik (A) menuju titik (B) dihitung sebagai percepatan (a) seperti pada Gambar 6. Sensor ini bekerja pada tiga sumbu axis (XYZ) dengan nilai percepatan yang diukur dalam satuan G (gravitasi). Uji putar yang dilakukan untuk melihat perubahan pergerakan wahana dari posisi awal terhadap waktu (Dunbar et al., 2015) dan perlakuan. bang adalah data percepatan pada arah vertikal. Data percepatan dalam satuan (g) merupakan satuan percepatan yang menunjukkan adanya pengaruh gravitasi bumi yang bekerja pada setiap benda. Nilai yang didapatkan kemudian dikalikan dengan percepatan gravitasi standar yang didefinisikan sebesar 9,81m/s2. Percepatan benda (a) ini kemudian dikonversi menjadi jarak (s) yang menunjukkan tinggi gelombang dalam satuan meter. Percepatan merupakan perubahan kecepatan (v) terhadap waktu (t) sedangkan kecepatan merupakan perpindahan posisi tiap satuan waktu, sehingga melalui Persamaan 1 dan 2 dapat diketahui jarak atau perpindahan posisi buoy terhadap titik sebelumnya: Δv = a x t .................................................... (1) Δs = v x t .................................................... (2) 2.5. Data Analisis Data pengukuran tinggi gelombang dinyatakan dalam fungsi waktu atau pada domain waktu (Group 2000) dan secara umum dianggap memiliki karakter periodik (Mathews and Fink 2004). Lama pengukuran (T) sedangkan fungsi untuk sample perekaman data (x(t)) dimana t adalah waktu. Pengukuran secara lapang secara sederhana akan ditentukan nilai rataan (m) sebagai faktor pengurang nilai rataan. Sementara itu, nilai hasil perekaman dilakukan pencarian nilai simpangan baku (𝜎) dan akar kuadratnya yaitu varian (𝜎2). Secara sistematis seperti : 𝑚= 𝜎2 = Gambar 6. Skema perpindahan posisi dari titik A ke B. Data perekaman wave buoy yang digunakan untuk perhitungan tinggi gelom- 1 𝑇 ∫ 𝑥(𝑡)𝑑𝑡 ........................................ (3) 𝑇 0 1 𝑇 2 ∫ (𝑥(𝑡) − 𝑚) 𝑑𝑡 ............................ (4) 𝑇 0 Power spektral merupakan karakteristik utama dari signal (data) pada domain frekuensi. Mathews and Fink (2004) menyatakan Perubahan domain waktu (periodik) menjadi frekuensi dilakukan dengan melakukan fourier series yaitu dengan mengasumsikan bahwa (f(x)) fungsi secara periodik maka Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 5 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . nilai fungsi (S(x)) secara fourier series adalah : 𝑆(𝑥) = 𝑎0 2 + ∑𝑁 𝑗=1 𝑎𝑗 cos(𝑗𝑥) + 𝑏𝑗 𝑠𝑖𝑛 (𝑗𝑥) ............ (5) Jika kita memasukan kedalam persamaan dari signal yang kita peroleh maka persamaan 5 maka nilai dari fourier series menjadi : 𝑓(𝑡) ≈ 𝑚 + ∑𝑁 𝑖=1 𝑎𝑖 cos(𝜔𝑖 𝑡) + 𝑏𝑖 𝑠𝑖𝑛 (𝜔𝑖 𝑡) ......... (6) Asumsi yang diambil dari persamaan 5 dan 6 adalah m sama dengan nilai rataan signal dan (𝜔𝑖 𝑡 = 𝑗𝑥 = 𝑖 .2𝜋/𝑇) serta nilai (ai=aj) dan (bi=bj) merupakan koefisien fourier (Group 2000). Nilai power spektral yang akan diperoleh : 𝑠̂𝑖 = (𝑎2𝑖 + 𝑏2𝑖 )/(2∆𝜔) ..................................... (7) Keterangan: ∆𝜔 merupakan sampling interval pada domain frekuensi. Nilai power spekral yang diperoleh adalah 𝑠̂ (𝜔𝑖 ) = (𝜔𝑖 , 𝑠̂𝑖 ). III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Wave Buoy Wahana buoy yang dihasilkan berbentuk setengah bola dengan bagian penutup berbentuk kerucut terpenggal. Wahana yang dibuat mampu mengikuti pola gelombang yang diharapkan. Hal ini dikarenakan bentuk permukaan yang menyentuh permukaan air dan permukaan masih dapat meminimalisir pengaruh dari luar. Parameter penting dari sebuah wahana mooring buoy adalah kestabilan, keseimbangan, dan kemampuan kembali ke kondisi seimbang (Jordán and Beltrán-Aguedo, 2004). Hasil kajian yang diperoleh dalam melihat parameter tersebut untuk wahana buoy yang berhasil dibuat dapat dilihat pada Tabel 1. Wahana buoy ditempatkan pada sebuah tempat terukur ditentukan luasan permukaan tercelup dengan volume air yang telah ditetapkan makan volume air yang keluar sebanding 6 dengan gaya apung yang diberikan sesuai dengan hukum archimedes. Gaya apung (FB) lebih besar dibandingkan dengan gaya berat benda (Fg) dengan demikian maka wahana ini mampu mengapung diatas permukaan air sehingga memenuhi syarat sebagai wahana pelampung. Nilai metasentrum (m) sebesar 2,5 maka wahana ini dapat dikatakan stabil karena nilai m>0. Tabel 1. Hasil uji wahana. Parameter FB (Gaya Apung) Hasil Satuan 24 Kg/m3 Fg(Gaya Berat) 0,06 Kg/m3 A (Luas Permukaan 0,00006 m2 tercelup) 561 kg/m3 𝜌 (Massa Jenis Benda) B (Diameter buoy) 0,3 m H (Kedalam benda 0,08 m tercelup) 1000 kg/m3 𝛾 𝑎𝑖𝑟 (Massa jenis air) 2,5 Kg 𝛾𝑏 (Massa jenis buoy) M (Metasentrum) 2,5 Instrumen sensor berfungsi untuk mengukur percepatan dari perubahan posisi yang terjadi pada wahana buoy. Selanjutnya data ini disimpan pada mikro SD. Rentang perekaman data yang mampu di simpan maksimum adalah 0,125 detik atau resolusi sebesar 8 Hz. Suatu mikrokontroler bekerja berdasarkan perangkat tegar yang telah di unggah dan disimpan dalam memori flash. Perangkat tegar dirancang untuk mengambil data dari sensor accelerometer dan penanda waktu kemudian disimpan pada media penyimpanan. 3.2. Uji Laboratorium 3.2.1. Kinerja Alat Kinerja alat dilihat dari sejauh mana alat merepresentasikan perubahan fisik yang ada, dalam hal ini posisi/jarak dari titik tengah roda ke tepi roda posisi dari alat http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Munandar et al. berada (r). Pengujian dilakukan menggunakan sistem roda (Gambar 7). Pada alat ini respon pengukuran alat dapat dilihat pada Gambar 8. Dari respon yang digambarkan dapat dilihat bahwa alat mendekati nilai amplitude pada saat pengujian yaitu dengan rata-rata amplitude yang diukur adalah 0,95 m. Hasil uji menunjukkan bahwa instrument mencatat pada setiap pengukuran. Selain itu, secara langsung dapat dilihat perbedaan kerapatan pola gelombang yang diukur berdasarkan perlakuan beda kecepatan pada setiap pengukuran yang dilakukan. Perbedaan ini dapat direspon langsung oleh sensor alat dalam bentuk kerapatan dari setiap gelombang yang dihasilkan seperti pada Gambar 8. Dengan adanya respon yang jelas dari alat terhadap perlakuan secara langsung dengan demikian sensor mampu bekerja dengan baik pada saat pengukuran. Gambar 9 menunjukkan nilai fourier transform yang yang menunjukkan dua nilai periode yang berbeda yaitu 2,91 detik dan 4,96 detik. Nilai ini mendekati dengan periode yang diberikan pada saat pengukuran yakni sebesar 3 detik dan 5 detik. Besaran nilai amplitudo sebanding dengan nilai spektral yang dihasilkan oleh alat. Nilai amplitudo yang ditunjukan oleh Gambar 9 terlihat bahwa amplitude dari kedua periode yang dihasilkan memiliki nilai yang besar, Walaupun periode 2,91 detik memiliki nilai amplitude yang lebih besar dibandingkan amplitude pada periode 4,96 detik. Gambar 7. Sketsa uji coba laboratorium. Gambar 8. Respon sensor terhadap perubahan posisi buoy. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 7 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . 2,91 detik 4,96 detik Gambar 9. FFT gelombang uji lab. 3.2.2. Akurasi Data Nilai yang yang direkam oleh alat dianalisis untuk melihat sejauh mana penyimpangan dari pengukuran yang dilakukan. Dikarenakan ada dua perlakuan yang dilakukan pada saat uji coba maka diperoleh nilai galat yang berbeda seperti yang terlihat pada Tabel 2. Galat yang terjadi pada kecepatan yang rendah yaitu frekuensi yang lebih kecil memiliki varian yang lebih kecil. Gambar 10a menunjukkan bahwa nilai simpangan terkecil ditunjukan pada puncak maupun lembah dari gelombang yaitu sebesar 0,01 m. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang diukur pada saat titik puncak maupun titik lembah hampir selalu sama. Akan tetapi, berbeda dengan nilai pada bagian slope (miring) galat yang diperoleh berbeda sebesar 0,07 m dibandingkan pada titik puncak maupun lembah. Selain nilai galat yang terukur, pada Periode 2,91 detik. Berbeda dengan kondisi kedua dimana kecepatan yang diberikan lebih lambat, galat hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 10b. Nilai galat yang terjadi pada kondisi ini hampir sama seperti pada Gambar 10a untuk pengukuran pada titik puncak ataupun lembah dari gelombang yaitu dengan nilai berkisar 0,01-0,07 m. 8 Tabel 2. Perbandingan elevasi terhadap nilai galat. Periode 2,91 detik Elevasi Galat (m) (m) 0,34 0,04 0,76 0,02 0,96, 0,01 0,90 0,02 0,59 0,04 0,13 0,03 -0,37 0,05 -0,78 0,04 -0,98 0,01 -0,89 0,03 -0,56 0,05 -0,09 0,06 Slope Puncak http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Periode 4,96 detik Elevasi Galat (m) (m) 0,13 0,06 0,43 0,06 0,68 0,06 0,86 0,04 0,96 0,02 0,97 0,01 0,88 0,03 0,70 0,06 0,45 0,07 0,07 0,16 -0,15 0,06 -0,43 0,06 -0,67 0,04 -0,86 0,03 -0,96 0,01 -0,97 0,01 -0,88 0,03 -0,70 0,05 -0,46 0,06 -0,17 0,07 Munandar et al. Puncak (a) Slope (b) Gambar 10. a. Galat pada periode 2,91 detik; b. Galat pada periode 4,96 detik. Nilai sebaran yang berbeda pada setiap pengukuran alat terjadi pada daerah slope dari grafik. Nilai galat yang lebih besar menunjukkan rentang pengukuran alat yang lebih besar jika kita melakukan pengukuran dengan frekuensi yang lebih rendah. Dengan galat dari alat yang diperoleh sangat kecil maka bias dikatakan bahwa nilai yang akan diukur oleh alat adalah baik. Jika dilihat dari gelombang laut yang akan diukur oleh alat memiliki ketelitian dari mulai centimeter hingga meter. 3.3. Uji Lapang Hasil uji lapang yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11, dengan lama perekaman data yang dilakukan selama 24 jam. Pengujian tinggi gelombang di lautan memiliki banyak faktor pembangkit, sehingga dalam perekaman diperoleh beberapa gelombang yang berbeda tergantung pembangkitnya yang menjadi satu nilai pengukuran. Berdasarkan grafik dapat dilihat bahwa fluktuasi tinggi gelombang yang diperoleh mencapai > 2 m. Hal ini terjadi dikarenakan gelombang yang terukur merupakan gabungan dari beberapa gelombang dengan periode yang berbeda, sehingga terjadi peningkatan nilai amplitudonya. Akumulasi amplitudo yang beragam mengakibatkan nilai fluktuasi yang diperoleh menjadi bervariasi. Perbedaan dari gelombang yang bekerja pada perekaman dilakukan melalui fourier transform untuk melihat sejauh mana frekuensi yang mampu terekam oleh alat seperti pada Gambar 12. Berdasarkan Gambar 12, nilai periode gelombang yang terekam oleh alat dengan selang kepercayaan 95% diperoleh empat periode gelombang yang signifikan. Pengamatan yang dilakukan yaitu untuk memperoleh semua data yang berhasil diukur oleh alat. Penggunakan sampling data Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 9 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . sebesar 8 hz, sehingga data yang diperoleh lebih dari 1/8 detik dianggap telah hilang dari noise. Periode kurang dari 15 detik termasuk ke dalam gelombang angin, sehingga pada periode 1 dan 3,37 detik masih termasuk kedalam gelombang angin. Akan tetapi, pada periode 1,2 jam diperoleh nilai yang signifikan disebabkan variasi dari perbedaan angin atau adanya gangguan cuaca; sedangkan pada periode 12 jam menunjukkan periode gelombang pasang surut. Gambar 11. Hasil pengukuran tinggi gelombang di Teluk Palabuhan Ratu. Wind shear Gravity Swell Capillary Wave 12 Jam Wind Varian Tide 1.2 jam 3.37 detik Gambar 12. FFT gelombang pengukuran alat. 10 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Munandar et al. 1 detik 3,37 detik 1,2 jam 12 jam 5 Agustus 2015 6 Agustus 2015 Gambar 13. CWT modulus gelombang. Berdasarkan waktu kemunculan dari gelombang, terdapat dua kemunculan yang terlihat jelas pada Gambar 13 yakni pada periode 1,2 jam dan periode 12 jam. Waktu kemunculan gelombang tersebut dapat terlihat bahwa pada periode 1,2 jam terjadi pada waktu sore hari dengan skala yang kecil. Kejadian ini muncul disebabkan oleh terjadinya variasi perubahan angin atau terjadi perubahan cuaca. Kejadian yang hanya muncul beberapa saat ini dapat mengindikasikan terjadinya anomali pada saat pengukuran, akan tetapi alat yang dibuat mampu menunjukkan terjadinya anomali tersebut. Periode pasang surut yang memiliki rentang sekitar 12-24 jam pada grafik wavelet hasil pengukuran alat dapat ditunjukkan dengan jelas, yakni adanya warna skala yang jelas yang menunjukkan terjadi gelombang dengan periode yang panjang. Dekomposisi dari gelombang yang berhasil terdeteksi oleh alat dapat dilihat pada gambar 14. Dekomposisi gelombang hanya dilakukan pada titik-titik puncak dari grafit FFT yang dihasilkan. Gelombang angin dengan periode 1 detik dan 3,37 detik memiliki grafik yang hampir mirip dengan data gelombang asli, namun memiliki nilai elevasi yang berbeda dimana periode yang lebih kecil memiliki elevasi yang lebih besar. Pada gelombang pasang surut yang berhasil terukur memiliki periode yang jelas dengan bentuk gelombang yang lebih teratur. Perbandingan nilai pasang surut dengan prediksi pasang surut yang dikeluarkan oleh BIG dapat dilihat pada Gambar 15. Tinggi pasang surut yang berhasil diukur memiliki sedikit perbedaan hasil, dimana tinggi pasang surut hasil perhitungan oleh alat sebesar 0,98 m sedangkan hasil prediksi oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) sebesar 1,15 m, sehingga terdapat selisih perhitungan sebesar 0,17 m dengan nilai koefisien korelasi 0,85. Namun demkian, pola yang dihasilkan oleh alat dengan prediksi BIG memiliki kesamaan yakni tipe pasang surut yang dihasilkan adalah tipe pasang surut dominan ganda, sehingga penggunaan data hasil pengukuran alat dapat dibandingkan dengan model. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 11 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . WW : Wind Wave WV : Wind Varian Gambar 14. Varian gelombang berdasarkan periode. Gambar 15. Perbandingan hasil pasang surut antara wave buoy dengan prediksi BIG. 12 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt Munandar et al. IV. KESIMPULAN Racang bangun buoy pengukur tinggi gelombang yang dibuat telah diuji kinerja dan menunjukkan hasil yang baik. Selain itu, rancangan wahana memiliki nilai yang stabil. Sistem elektronik yang didesain memiliki perangkat untuk menyimpan data hasil perekaman selama waktu yang ditentukan. Data yang diperoleh memiliki nilai galat yang kecil, sehingga secara fungsional alat ini mampu bekerja. Pengujian alat yang dilakukan mampu merekam data berdasarkan gelombang pembangkitnya. Gelombang angin atau gelombang yang dibangkitkan oleh angin dapat terekam dengan periode gelombang yang kecil. Sementara itu, untuk pasang surut yang memiliki periode gelombang yang panjang, alat mampu menunjukkan gambaran pasang surut dengan baik. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Muhammad Iqbal, M.Si yang telah membantu dalam pemrograman dan pengolahan data. Penelitian ini sebagian didanai melalui skim Riset Institusi IPB 20142016. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para reviewer yang telah banyak memberikan komentar dan masukan untuk meningkatkan mutu artikel ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Informasi Geospasial (BIG). 2015. prediksi elevasi pasang surut palabuhan ratu. http://tides.big.go.id/ pasut/graph.html. [Diunduh 23 Oktober 2016]. Bouferrouk, A., J.B. Saulnier, G.H. Smith, and L. Johanning. 2016. Field measurements of surface waves using a 5-beam ADCP. Ocean Engineering, 112:173-184. Christensen, K.H., J. Röhrs, B. Ward, I. Fer, G. Broström, Ø. Saetra, and Ø. Breivik. 2013. Surface wave measurements using a ship-mounted ultrasonic altimeter. Methods in Oceanography, 6:1-15. Dunbar, A.J., B.A. Craven, and E.G. Paterson. 2015. Development and validation of a tightly coupled CFD/6-DOF solver for simulating floating offshore wind turbine platforms. Ocean Engineering. 110:98-105. Group, W. 2000. A matlab toolbox for analysis of random waves and loads. Lund University, Lund Institute of Technology, Centre for Mathematic Sciences, Mathematical Statistics. 22p. Holthuijsen, L.H. 2007. Waves in oceanic and coastal waters. Cambridge University Press. US. 200p. Jordán, M.A. and R. Beltrán-Aguedo. 2004. Nonlinear identification of mooring lines in dynamic operation of floating structures. J. of Ocean Engineering, 31(3):455-482. Krogstad, H.E., S.F. Barstow, S.E. Aasen, and I. Rodriguez. 1999. Some recent developments in wave buoy measurement technology. Coastal engineer., 37(3):309-329. Li, J.G. and A. Saulter. 2012. Assessment of the updated Envisat ASAR ocean surface wave spectra with buoy and altimeter data. Remote Sensing of Environment, 126:72-83. Mathews, J.H. and K.D. Fink. 2004. Numerical methods using MATLAB. 4th ed. Prentice hall Upper Saddle River. New Jersey. 299p. Muhsinin, M.N. dan B.A. Kurniawan. 2012. Pengaruh polutan terhadap karakteristik dan laju korosi pada baja AISI 1045 dan stainless steel 304 di lingkungan Muara Sungai. J. Teknik Pomits., 1(1):1-5. Pandian, P.K., O. Emmanuel, J. Ruscoe, J. Side, R. Harris, S. Kerr, and C. Bullen. 2010. An overview of recent technologies on wave and current Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 10, No. 1, April 2018 13 Rancang Bangun dan Uji Kinerja Wave Buoy sebagai Alat Pengukur . . . measurement in coastal and marine applications. J. of Oceanography and Marine Science, 11(1):1-10. Patra, S.K. and B.K. Jena. 2013. Intercomparison of wave measurment by accelerometer and GPS wave buoy in shallow water off Cuddalore, east coast of India. J. of Geo-Marine Sciences, 43(1):45-49. Sasaki, W., S. Iwasaki, T. Matsuura, S. Iizuka, and I. Watabe. 2005. Changes in wave climate off Hiratsuka, Japan, as affected by storm activity over the 14 western North Pacific. J. of Geophysical Research Oceans, 110 (C9):1978–2012. Tirozzi, B., S. Puca, S. Pittalis, A. Bruschi, S. Morucci, E. Ferraro, and S. Corsini. 2007. Neural networks and sea time series: reconstruction and extremeevent analysis. Springer Science & Business Media. Boaton. 6p. Diterima Direview Disetujui : 18 Juli 2016 : 23 Agustus 2016 : 23 Maret 2018 http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt