Academia.eduAcademia.edu

Ayat Kursi, Amalan Peraih Kursi Setingkat Menteri

2021, Buku Doa "Isra' + Mikraj" dari Pesantren ke Harvard + istana?

Ayat Kursi, Amalan Peraih Kursi Setingkat Menteri Muhammad Yazid Pesantren Nawesea│ [email protected] Suatu waktu ketika ayahnya kyai yudian shalat tahajut, sang ibu yang tengah mengandung Yudian di usia kandungan tiga atay empat bulan, tiba-tiba meminta untuk diantarkan ke kamar mandi yang letanya berada di luar rumah. Bagitu pulang dari kamar mandi ayah kyai yudian melihat sinar terang yang jatuh dari langit masuk kedalam rumahnya. (hal. 49). Bagi sebagaian orang khususnya orang jawa, pertanda “sinar terang yang jatuh pada malam hari” tersebut diyakini sebagai sebuah isyarat atau pentunjuk bahwa ia (sang anak) akan menjadi seorang pemimpin atau menduduki sebuah kursi pemerintahan. Begitupun bagi ayah kyai yudian, sinar tersebut merupakan pulung wahyu bahwa sang anak kelak, kyai yudian, akan menduduki kursi kementrian agama dikemudian hari. Sebuah hari kapan seorang anak itu dilahirkan dan bagamana tanda-tanda atau isyarat yang mengiringinya baik saat masih dalam kandungan maupun ketika lahiran diyakini sebagian orang sebagai pertanda sang anak bakal menjadi apa kelak dikumudian hari. Sebagaian orang mengaitkan petanda atau isyarat tersebut sebagai sebuah harapan bahkan ramalan akan sang anak akan menjadi orang besar dan berpengaruh dikumudian hari. Bagitu pun dengan bapaknya kyai mengartikan pertanda “sinar terang yang jatuh pada malam hari” tersebut sebagai sebuah ramalan dan harapan bahwa sang anak yang baru lahir akan menjadi seorang menteri agama kelak. Maka tidak heran misalnya, dikemudian hari sang ayah mengirim anaknya ke pesantren Tremas Pacitan meskipun sang anak pribadi sangat ingin sekali ia menjadi dokter. Sang ayah nampaknya sadar dan tahu betul bahwa salah satu syarat untuk mewujudkan mimpi sang anak menjadi Menteri Agama saat itu maka dibutuhkan minimal penguasaan akan ilmu-ilmu agama. Betapa kagetnya sang ayah Kyai Yudian apabila tahu bahwa yang menjadi Menteri Agama sekarang adalah seorang Jenderal TNI AD dari kalangan militer bukan dari santri atau sipil dari kalangan pesantren. Di mana disaat yang bersamaan anaknya kini menjadi penjabat setingkat menteri sebagai kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI. Di buku tersebut diceritakan, suatu waktu dalam sebuah perjalanan spiritual Kyai Yudian mendapatkan berita gaib dati empat orang yang dikenal ahli makrifat. Mereka meyampaikan kabar bahwa kepadanya bahwa ia akan menjadi menteri agama. Dibalik berita gembira tersebut ada perasaan pesimis. Selain Ia tidak memiliki “orang dalam” di partai politik disamping ia juga dituntut untuk tetap netral dan tidak bergabung dengan partai poliyik tertentu karena ia seorang PNS (hal. 5). Dari situlah kenmudian ia berdoa dan diberi berita gaib berupa perintah mendirikan “Majelis Ayat Kursi”. Majelis Ayat Kursi dan tarekat sunan anbia Majelis Ayat Kursi sendiri merupakan salah satu amalan dalam Tarekat Sunan Anbia selain amalan-amalan lain seperti Shalat Hajat, Hisb Revolusi Industri, dan Tahlil Tarekat Sunan Anbia. Oleh karena itu, Majelis Ayat Kursi disini tidak bisa dipisahkan dari historisitas Tarekat Sunan Anbia (hal. 23). Terkait bagaimana pandangan Kyai Yudian terhadap prartik suatu tarekat dan alasan kenapa ia memutuskan untuk mendirikan sebuah tarekat di dalam buku tersebut menarik untuk diketahui. Disebutkan dalam buku tersebut bahwa, semenjak ke khalifahan islam Ali Bin Abi Thalib berakhir dan berpindah tangan ke Muawiyah Bin Abi Sufyan secara politis dan dianggap sebagain kalangan tidak sah dan tidak adil. Banyak yang mengira bahwa Daulah bila dibandingkan dengan barat waktu itu. Hanya saya orang-orang Umayyah tiba-tiba hidup glamor dan congkak setelah menjadi Orang Kaya Baru. Pada akhirnya moral masyarakat pun juga ikut berubah dan mengalami kemorosotan karena menjadi terlalu cinta dunia. Disaat seperti ini lah muncul Hasan Al Basri mengajak orang-orang untuk kembali ke jalan Allah, selalu mengingat kematian dan akhirat melalui ajaran tarekat (tasawuf). Dari situ jugalah orang-orang mulai beranggapan bahwa tarekat (tasawuf) lahir sebagai bentuk protes atas kebangkrutan moral spiritual waktu itu. Banyak orang berpendapat langkah Hasan Al Basri tersebut sebagai kritik moral terhadap Umayyah. Namun bagi Kyai Yudian, agama (tasawuf/tarekat) hanyalah digunakan sekedar sebagai pelarian dari kenyataan (kalah politik) bukan sebagai jelan pembebasan (hal.41). Dalam keadaan seperti itu, tarekat/tasawuf hanya akan melahirkan generasi terbelakang yang sulit beradaptasi dengan berbagai tuntutan di era modern saat ini. Perilakunya hanya bersifat ukhrawi (spiritual) sehingga urusan duniawi terabaikan. Jika tidak dilakukan perubahan, bukan tidak mungkin umat islam akan semakin terbelakan dan tertindas. Untuk itu Kyai Yudian berusaha untuk mendekontruksi dan meluruskan kembali pemahaman yang salah akan praktik suatu tarekat tersebut dengan mendirikan Tarekat Sunan Anbia. Ia sebut sebagai Tarekat Eksistensialis-Positivis-Kontemporer karena tarekat ini mengajarkan berkerja (beramal) setelah berdoa; tarekat yang berusaha menghadirkan surga di dunia sebelum surga di akhirat (minimal ilmu, minta sampai ke harvart; rezeki, minta sampai menjadi konglomerat; dan kursi, minta jabatan hingga menteri atau presiden); tarekat yang mewujudkan “dunia adalah ladang menuju akhirat” (hal.46). Didirikannya Mejelis Ayat Kursi sendiri dimaksudkan sebagai salah satu amalan dalam Tarekat Sunan Anbia yang dimaksudkan sebagai amalan atau cara berdoa yang baik dan benar untuk mencapai tujuan diatas. Resepsi Al Qur’an dan Majelis Ayat Kursi Majelis Ayat Kursi adalah suatu amalan yang tersusun dari kalimat-kalimat zikir, ayatayat al qur’an dan doa. Substansi dari amalan tersebut adalah doa, memohon, meminta atau pujian kepada allah. Sebagian besar isi majelis ayat kursi adalah ayat-ayat atau dzikir-dzikir yang ditujukan sebagai sanjungan sebelum memanjatkan doa. Yang sebelumnya telah didahului dengan shalat hajat dua rekaat. Majelis Ayat Kursi sendiri terdiri dari enam bagian yaitu, 1) basmalah, 2) syahadatain, 3) shalawat dan tawasul, 4) dzikir dan bacaan Al Qur’an, 5) ayat kursi, dan ditutup dengan, 6) doa. Pada bagian keempat, dintara kalimat-kalimat tersebut ada yang berbentuk satu ayat penuh dan da juga yang memuat penggalan-penggalan ayat dari surat tertentu dalam al qur’an. Adapun pada bagian kelima hanya memuat ayat kursi (hal. ). Dilantik Menjadi Rektor UIN Sunan Kalijaga Majelis Ayat Kursi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Tarekat Sunan Anbia yang didirikan Kyai Yudian pada 17 April 2015. Kurang lebih setahun setelahnya tepatnya pada 12 Mei 2016, Kyai Yudian dilantik menjadi Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggantikan rektor sebelumnya Akh Minhaji. Dibeberapa kali kesempatan, tepatnya beberapa bulan sebelum beliau dilantik menjadi rektor UIN Sunan Kalijaga, Kyai Yudian beberapa kali menceritakan isyarat akan dilantiknya dirinya menjadi rektor beserta isyarat bantuan yang menyertainya. Dikemudian hari diketahui, isyarat bantuan tersebut adalah sebuah “Peraturan menteri Agama” yang dikeluarkan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin ditahun 2016. Dilantiknya beliau menjadi pejabat setingkat rektor menguatkan keyakinan kita akan keampuhan shalat hajat dan doa-doa ayat kursi yang menyertainya. Meraih Kursi Setingkat Menteri Bagi Kyai Yudian, doa yang paling mustajab ialah doa yang diucapkan setelah melaksanaakan shalat hajat. Salah satu nikmat dan buah dari amalan yang rutin ia amalkan sejak 2 agustus 1982 (hal. 83) itu ialah dilantiknya beliau menjadi Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada 5 Februari 2020 yang lalu. Pada praktiknya pelaksanaannya Kyai Yudian menganjurkan untuk membaca ayat kursi sebanyak 21 kali pada rekaat pertama. Ayat tersebut perlu diulang-ulang sebagai wujud pengakuan tentang keesaan-nya sekaligus membebaskan diri dari segala bentuk kemusyikan (hal. 83). Sedangkan, pada rekaat kedua Kyai Yudian mengajurkan membaca Surat Al-Qadar sebanyak 21 kali. Baginya ayat tersebut memuat janji terbesar pertama Allah kepada umat manusia. Janji yang ia maksud ialah lailah al-qadr khair min alfi syarh yang ia tafsirkan sebagai pembebasan umat manusia dari segala bentuk ketidaksetaraan, penjajahan dan penindasan dalam berbagai aspek kehidupan. Oleh karena itu, umat islam harus terus besyukur sekaligus memohon janji allah yang lain, seperti ilmu sampai ke Harvart, harta sampai menjadi Konglomerat, dan terakhir tahta sampai ke jabatan setingkat Presiden (hal. 86). Itu semua merupakan setidaknya sebagai sebuah simbol terbebasnya umat islam dari kebodohan, kemiskinan dan ketertindasan. Secara umum karya tulisan Opisman secara umum sudah sangat bagus. Sebagai penulis, Opisman mampu mendeskripsikan dan mengulas pratik Majelis Ayat Kursi Tarekat Sunan Anbia pimpinan Kyai Yudian Wahyudi. Mengingat salah satu fadilah yang diberikan oleh Majelis Ayat Kursi ialah berupa kursi atau jabatan di dunia. Perlu kiranya penulis mengulas lebih tentang tema ini. Masih ada sedikit yang belum diulas oleh penulis terkait isyarat atau pertanda yang datang tiap-tiap kali sebelum Kyai Yudian mendapat kursi. Sama halnya dengan ayah Kyai Yudian yang mendapat pertanda “sinar terang yang jatuh pada malam hari”. Kyai Yudian pun setiap kali mau mendapatkan jabatan kursi yang baru selalu mendapatkan isyarat-isyarat tersebut. Secara umum, buku ini sangat layak dibaca bagi kalangan manapun terutama bagi orang yang ingin lebih mengenal pribadi dan laku tarekat yang dipraktikan Kyai Yudian beserta buah manfaatnya laku tarekat tersebut.