IKHTISAR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998
Disusun Oleh:
OGI MUCHAMAD RIZALI
09/282581/EK/17561
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNINERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
IKHTISAR
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998
Pengertian Bank Umum
Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran; (Pasal 1, ayat 3)
Asas
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. (Pasal 2)
Fungsi
Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat. (Pasal 3)
Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak. (Pasal 4)
Jenis Bank
Menurut jenisnya Bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (Pasal 5, Ayat
1), Bank Umum dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu. (Pasal 5, Ayat 2)
Usaha Bank Umum
Usaha Bank Umum meliputi:
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito
berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan hutang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas
perintah nasabahnya:
1. surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya
tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat
dimaksud;
1
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
2. surat pengakuan hutang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih
lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3. kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4. Sertifikat Bank Indonesia (SBI(;
5. obligasi;
6. surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7. instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu tahun);
memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank
lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel
unjuk, cek atau sarana lainnya;
menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan
dengan atau antar pihak ketiga;
menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak;
melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
dihapus
melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat;
menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 6)
Usaha Lain
a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia;
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang
keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta
lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia;
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan
kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus
menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia; dan
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku. (Pasal 7)
Kewajiban
(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum
wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan
kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.(Pasal 8, Ayat
1)
2
(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. (Pasal 8, Ayat 2)
(3) Bank Umum yang menyelenggarakan kegiatan penitipan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf i, bertanggung jawab untuk menyimpan harta milik penitip, dan memenuhi
kewajiban lain sesuai dengan kontrak.(Pasal 9, Ayat 1)
(4) Harta yang dititipkan wajib dibukukan dan dicatat secara tersendiri.(Pasal 9, Ayat 2)
(5) Dalam hal bank mengalami kepailitan, semua harta yang dititipkan pada bank tersebut
tidak dimasukkan dalam harta kepailitan dan wajib dikembalikan kepada penitip yang
bersangkutan. (Pasal 9, Ayat 3)
Larangan
a. melakukan penyertaan modal, kecuali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b dan
huruf c;
b. melakukan usaha perasuransian;
c. melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan
Pasal 7. (Pasal 10)
d. Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang
melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip
Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).(Pasal 11, Ayat
4A)
Ketetapan
(1) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat
berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam
atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh melebihi 30%tiga
puluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan investasi surat
berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada:
a. pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal
disetor bank;
b. anggota Dewan Komisaris;
c. anggota Direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e. pejabat bank lainnya; dan
f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
3
(4) Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10%
(sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia. (Pasal 11)
Kerja Sama
(1) Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui
pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank Indonesia
dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum. (Pasal 12)
Agunan
Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan maupun
di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau
berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah
Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli
tersebut wajib dicairkan secepatnya. Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan
pencairannya sebagaimana diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (Pasal 12 A, ayat
1 dan 2)
Perizinan
(1) Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank
Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri. (Pasal 16, Ayat
1)
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang Perbankan;
e. kelayakan rencana kerja (Pasal 16, Ayat 2)
(3) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan
Bank Indonesia.
(4) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri
dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(5) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih dahulu
kepada Bank Indonesia. (Pasal 18, ayat 1,2, dan 3)
Badan Hukum
Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah. (Pasal 21, Ayat 1)
4
Kepemilikan
(1) Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara asing dan
atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan dimiliki oleh warga negara Indonesia,
badan hukum Indonesia yang seluruh pemiliknya warga negara Indonesia, pemerintah daerah,
atau dapat dimiliki bersama diantara ketiganya. (Pasal 23)
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum koperasi, kepemilikannya
diatur berdasarkan ketentuan dalam undang-undang tentang perkoperasian yang berlaku.
(pasal 24)
Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang berbentuk hukum perseroan terbatas,
sahamnya hanya dapat diterbitkan dalam bentuk saham atas nama. (Pasal 25)
Saham
(1) Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2) Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, dan atau badan
hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, secara langsung dan atau melalui bursa
efek.
(3) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 29
(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek
lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai
dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah danmelakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan
kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui
bank.
(5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2,) ayat (3),
dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
5
Pasal 30
(1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan
mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan
buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang
diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan
penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
(3) Keterangan tentang bank yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak diumumkan dan bersifat rahasia.
Pasal 31
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.
Pasal 31A
Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
Pasal 33
(1) Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A bersifat
rahasia.
(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal
31A ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 34
(1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi
tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
(2) Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib
terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik.
(3) Tahun buku bank adalah tahun takwim.
Pasal 35
Bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba/rugi dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Pasal 36
Bank Indonesia dapat menetapkan pengecualian dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 ayat (2) bagi Bank Perkreditan Rakyat.
Pasal 37
(1) Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,
Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
6
a. pemegang saham menambah modal;
b. pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
c. bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d. bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
e. bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak
lain;
g. bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank atau
pihak lain.
(2) Apabila:
a. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem
Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan
memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum
Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim
likuidasi.
(3) Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada
pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank,
penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 37A
(1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah
setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat
membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.
(2) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan
terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada badan
dimaksud.
(3) Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu :
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham
termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan
Komisaris bank;
c. menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik
atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak
manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
7
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
d. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang
mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus
merugikan bank ;
e. menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang
saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui penawaran umum;
f. menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya
kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur;
g. mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
h. melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui
pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
i. melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat
Paksa;
j. melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak
bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat
negara penegak hukum yang berwenang;
k. melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang
diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun
yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang merugikan
bank dalam program penyehatan tersebut;
l. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program
penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang
bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut
akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
m. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham
bank dalam program penyehatan;
n. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat
(3) adalah sah berdasarkan undang-undang ini.
Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam
program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan bukubuku dan berkas
yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan
dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan
kegiatan kepada Menteri Keuangan.
Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya,
Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
8
Pasal 37 B
(1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang
bersangkutan.
(2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan
hukum Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
9