KAJIAN PEREDARAN KAYU RAKYAT DI WILAYAH JAWA
BAGIAN BARAT
(Analysis of Circulation of Wood from Community in
Western Part of Java Island)
Oleh / By :
Ismatul Hakim*), Hariyatno Dwiprabowo*) dan Rachman Effendi*)
Peneliti di Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Kehutanan
Jalan Gunung Batu No. 5, Bogor, Jawa Barat
Telp. (0251) 8633944 Fax. (0251) 8634924
E-mail:
[email protected]
Naskah diterima : 08 Januari 2009 / Edit terakhir : 25 Februari 2009
ABSTRACT
Wood from community forests has become an alternative for raw material to fulfill demand from households and
wood industries, as wood supply from natural forests source and from Perhutani in Java have decreased. From supply side,
the production of wood from community came from Banten and West Java Provinces and it tend this to increase year by
year. Production increase happened in the study site such as in districts of Pandeglang, Lebak, Ciamis and Sukabumi.
The study results showed that in West Java Province, the wood supply from community in 2005 was 715,832 m3 and part
of them came from Ciamis and Sukabumi Districts; from Banten province up to 1,035,498 m3 of log and most of them
came from Pandeglang and Lebak Districts. Hence, total wood production forest from community in western part of Java
is 1,751,330 m3. The supply was far below the total demand for wood in West Java, Banten, and DKI Jakarta problems
in 2005 which is estimzated 6,624,003.93 m3. It means have was lack of 4,872,673.93 m3. The lack of the raw
materials supply from outer Java is have to industries local wood was party substituted by using wood from community. As
wood from community play advances rate to support the wood industries on western part of Java, the whole cycle (upstream
to down stream) need supports from government (national and local), private industries, BUMN and NGO for improving
community forest management, capital provision, and product distribution.
Keywords: Wood from community, community forest, suply dimand, wood industries
ABSTRAK
Kayu rakyat sudah menjadi alternatif sumber pemenuhan bahan baku bagi masyarakat dan
industri perkayuan, sejalan dengan semakin berkurangnya pasokan kayu dari hutan produksi alam di
luar Jawa dan perhutani di Pulau Jawa. Dari sisi pasokan menunjukkan bahwa produksi kayu rakyat di
wilayah Jawa Bagian Barat berasal dari Propinsi Banten dan Propinsi Jawa Barat cenderung meningkat
dari tahun ke tahun. Hal tersebut terjadi di wilayah sampel penelitian seperti di Kabupaten Pandeglang,
Kabupaten Lebak, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa di Propinsi Jawa Barat, pasokan kayu rakyat tahun 2005 mencapai 715.832 m3 diantaranya berasal
dari Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sukabumi dan di Propinsi Banten mencapai 1.035.498 m3 dalam
bentuk kayu bulat sebagian besar berasal dari Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Total
pasokan kayu rakyat dari wilayah Jawa Bagian Barat untuk tahun 2005 mencapai 1.751.330 m3. Pasokan
kayu rakyat tersebut disalurkan untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan bahan baku kayu bulat di
wilayah Propinsi Jawa Barat, Propinsi Banten dan Propinsi DKI Jakarta yang pada tahun 2005 mencapai
6.624.003,93 m3, berarti terdapat kekurangan bahan baku kayu bulat sebesar 4.872.673,93 m3.
Kekurangan bahan baku kayu ini disebabkan oleh menurunnya pasokan kayu dari luar Jawa yang terlihat
15
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
dari kecenderungan dari beberapa unit industri perkayuan sudah menyerap pasokan bahan baku kayu
rakyat. Demikian pentingnya peranan kayu rakyat dalam menghidupi industri perkayuan di wilayah
Jawa Bagian Barat memerlukan perhatian para pihak mulai dari hulu sampai hilir seperti pemerintah
(pusat dan daerah), BUMN, swasta termasuk LSM untuk mengelola lahan dan hutan rakyat mulai dari
dukungan kemudahan, permodalan dan penguatan kelembagaannya.
Kata kunci: Kayu rakyat, hutan rakyat, pasokan, permintaan, industri perkayuan
I. LATAR BELAKANG
Hutan rakyat merupakan alternatif sumber bahan baku kayu bagi masyarakat dan
pembangunan. Sumber bahan baku dari hutan negara di Jawa yang berasal dari PT. Perhutani
(untuk jenis kayu komersial jati, mahoni dan pinus) dan dari luar Jawa semakin menurun.
Keterbatasan produksi kayu Perhutani di Pulau Jawa yang hanya 730.000 m3 pada 2005
dibandingkan dengan kebutuhan yang diperkirakan 6-7 juta m3 menyebabkan kelangkaan
pasokan bahan baku (Suara Merdeka, 2005). Menurut Sofyan Hanafi (Kepala Perhutani Unit
I Propinsi Jawa Tengah), pada tahun 2001 supply kayu dari berbagai jenis mulai dari jati, rimba
dan Kalimantan sebanyak 467.560 m3, pada 2002 sebesar 586.131 m3 dan 2003 turun menjadi
429.760 m3. Sementara permintaan pada 2001 sebesar 1.783.000, 2002 meningkat sebanyak
1.913.100 dan pada 2003 kembali naik 2.043.200 (Suara Merdeka, 2004).
Sejalan dengan tingkat pertumbuhan penduduk dan pembangunan khususnya
industri perkayuan, maka kebutuhan akan bahan baku kayu di pulau Jawa semakin meningkat
sementara kemampuan tingkat pasokan relatif menurun. Adanya penurunan pasokan bahan
baku kayu dari Luar Jawa dan dari Perum Perhutani cenderung telah mendorong kontribusi
pasokan dari hutan rakyat di Pulau Jawa. Hutan Rakyat menjadi salah satu alternatif sumber
bagi pemenuhan kebutuhan akan pasokan kayu di Pulau Jawa.
Pengertian Hutan Rakyat selama ini adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang
dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas`minimal 0,25 hektar dan
penutupan tajuk kayu-kayuan lebih dari 50% dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak
minimal 500 batang tanaman. Sedangkan Kayu Rakyat adalah kayu yang berasal dari tanaman
Hutan Rakyat pada lahan milik (pekarangan, kebun, tegalan) dan lahan milik negara di luar
kawasan hutan. Meskipun Hutan Rakyat telah memberikan kontribusi besar dalam memasok
bahan baku kayu untuk kepentingan pasar dan industri, hingga saat ini dirasakan masih
minimnya perhatian yang diberikan dalam konteks pengembangan ekonomi kerakyatan dari
para pihak terutama pemerintah (pusat dan daerah) dan dunia usaha perkayuan.
Sehubungan dengan itu, maka diperlukan adanya kajian/penelitian tentang potensi
pasokan dan permintaan kayu rakyat di Pulau Jawa, karena segmen pasar kayu rakyat berbeda
dengan segmen pasar kayu dari hutan alam produksi dari Luar Jawa dan dari Perum Perhutani
baik dari segi mutu, harga, jenis industri penggunanya dan kontinuitas pasokan kayunya.
Informasi mengenai segmen pasar (konsumen) bahan baku kayu yang dipenuhi oleh
Perhutani, Kayu Luar Jawa, maupun dari Hutan Rakyat belum banyak diketahui dengan baik.
Sementara itu, karakteristik jenis, mutu maupun ketersediaan bahan baku kayu antara
Perhutani, Kayu Luar Jawa maupun Hutan Rakyat adalah berbeda. Kesenjangan teknologi,
manajemen, dan kelembagaan diantara pengelolaan sumber bahan baku kayu memerlukan
analisis yang dapat meningkatkan mutu dan jumlah pasokan bahan baku kayu.
Penelitian ini lebih difokuskan untuk mengkaji kondisi pasokan dan permintaan
terhadap kayu rakyat di Jawa Bagian Barat. Dengan mengetahui hal tersebut, diharapkan
dapat diketahui potensi hutan rakyat dalam memenuhi kebutuhan akan bahan baku kayu
16
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
untuk memenuhi kepentingan masyarakat dan industri perkayuan.
II. TUJUAN PENELITIAN
Kajian ini bertujuan mengkaji peredaran kayu rakyat dari beberapa sumber menuju
sentra-sentra industri kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah:
1. Mengetahui potensi, luasan dan jenis kayu rakyat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi
2. Mengetahui asal dan jumlah kayu rakyat yang dipasok ke konsumen kayu rakyat di wilayah
Jawa Bagian Barat
3. Mengetahui jumlah dan daerah tujuan pendistribusian kayu rakyat dari beberapa sumber
menuju sentra industri di wilayah Jawa Bagian Barat.
4. Mengetahui penggunaan kayu rakyat di wilatyah Jawa Bagian Barat.
Luaran yang akan dihasilkan dari kajian ini adalah:
1. Gambaran potensi, luasan dan jenis kayu rakyat yang mempunyai nilai guna tinggi
2. Gambaran mengenai asal dan jumlah kayu rakyat yang dipasok ke konsumen kayu rakyat
di wilayah Jawa Bagian Barat.
3. Gambaran mengenai jumlah dan daerah tujuan pendistribusian kayu rakyat menuju sentra
industri di wilayah Jawa Bagian Barat.
4. Gambaran menengenai penggunaan kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat.
III. METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Kajian pasokan dan permintaan kayu rakyat di wilayah jawa bagian barat dibatasi pada
jenis kayu rakyat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti jati, mahoni, sengon dll.
Volume kayu rakyat adalah volume kayu rakyat yang dimanfaatkan oleh pengguna yang ada di
wilayah Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta. Penelitian ini akan dilakukan di wilayah Jawa Bagian
Barat yang meliputi : Propinsi Jawa Barat, Propinsi DKI Jakarta dan Propinsi Banten. Untuk
mengumpulkan data pasokan kayu rakyat dilakukan di Propinsi Jawa Barat dengan
mengambil sampel di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sukabumi dan Propinsi Banten
dengan mengambil sampel di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan yang semakin
meningkat, menyebabkan permintaan terhadap kayu makin meningkat pula. Sementara itu,
pasokan kayu dari hutan negara semakin menurun, sehingga perlu dicari alternatif sumber
kayu. Salah satu alternatif sumber kayu adalah dari hutan rakyat. Informasi mengenai pasokan
dan permintaan kayu dari hutan rakyat masih kurang, oleh karena itu perlu dilakukan kajian
mengenai pasokan dan permintaan kayu rakyat di Jawa Bagian Barat. Untuk memahami hal
tersebut terdapat beberapa pertanyaan yang memerlukan jawaban :
1) Seberapa besar luasan dan potensi hutan rakyat yang ada di Jawa Bagian Barat ?
2) Seberapa besar pangsa pasar (market share) hutan rakyat di Jawa Bagian Barat dan
komposisi atau proporsi penguasaan pasar dari masing-masing jenis kayu dari hutan
17
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
rakyat?
3) Berapakah volume dan harga kayu rakyat ?
C. Hipotesis
1) Belum ada kebijakan pemerintah yang kondusif bagi upaya pengembangan hutan rakyat,
terutama dari sisi pasokan dan distribusinya
2) Pasokan dan permintaan kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat dipengaruhi oleh keluar
masuknya kayu rakyat propinsi lain baik dalam bentuk pemasok maupun sebagai
konsumsi kayu rakyat
3) Mekanisme pasar bebas akan mempengaruhi sektor pasokan dan permintaan kayu rakyat,
yang cenderung merugikan petani
D. Kerangka Analisis
Kebutuhan kayu di Jawa Bagian Barat semakin meningkat seiring dengan
perkembangan jumlah penduduk. Salah satu pemasok kebutuhan tersebut adalah kayu yang
berasal dari hutan rakyat. Untuk mengetahui potensi kayu rakyat, konsumsi dan penggunaan
kayu rakyat di Jawa Bagian Barat, diperlukan tinjauan mengenai pasokan dan permintaannya.
S
u
p
p
l
y
Hutan Rakyat
di Jabar (S1)
Hutan Rakyat
Sumsel/Lampu
ng (Sj)
D
e
m
a
n
d
/
K
o
n
s
u
m
s
i
Hutan Rakyat
di Banten (S2)
Hutan Rakyat
Jateng/Jatim
(Sj)
Pedagang
Besar/Pengumpul
Pengguna
Jateng/Jatim
Pengguna
Sumsel/Lampung
Sumsel / Lampung
Pedagang
Pengecer
Sentra Industri
Kayu Rakyat
Jabar, DKI, Banten
Jateng/Jatim
Gambar 1. Diagram kerangka analisis kaji peredaran kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat
(Figure 1). (Framework analysis on circulation of wood from community in western part of Java)
18
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
Berdasarkan diagram diatas, maka besarnya pasokan kayu rakyat di Jawa Bagian Barat
adalah :
Shr = S1 + S2 + .... +Sj
Dimana :
Shr = Pasokan Kayu Rakyat Jawa Bagian Barat
S1 = Pasokan Kayu dari Propinsi ke-1
S2 = Pasokan Kayu dari Propinsi ke-2
Sj = Pasokan Kayu dari propinsi ke-j
Sedangkan besarnya kebutuhan (konsumsi) ril kayu rakyat di Jawa Bagian Barat:
Dhr = Dpb + Dind + Dbb + Djt
Dimana :
Dhr = Konsumsi kayu rakyat di Jawa Bagian Barat
Dind = Konsumsi kayu rakyat untuk industri primer (penggergajian)
Ddb = Konsumsi kayu rakyat untuk bahan bangunan
Dkr = Konsumsi kayu rakyat untuk barang kerajinan, peti kemas dan mainan
Djt = Konsumsi kayu rakyat untuk wilayah di luar Jawa Bagian Barat
Pendekatan yang digunakan dalam kajian adalah :
1. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan pencatatan statistik produksi kayu
dari Data Statistik Kehutanan, survey dan wawancara dengan responden yang terdiri dari
instansi pemerintah (Dinas Kehutanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, BPS),
sentra industri kayu rakyat, pedagang kayu besar, dan developer besar.
2. Sample responden dipilih secara purposive terhadap para pelaku usaha kayu rakyat
tersebut di beberapa Kabupaten sampel yaitu : Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Ciamis,
Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan DKI Jakarta.
3. Data disajikan dan diolah dengan menggunakan teknik tabulasi untuk memperoleh
besaran estimasi. Angka-angka disajikan dalam bentuk kisaran (range) dan rataan (average).
IV. HASIL PENELITIAN
A. Pasokan Kayu Rakyat di Wilayah Jawa Bagian Barat
1. Volume kayu berdasarkan daerah asal
Kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat dipasok dari Hutan Rakyat di Propinsi Jawa
Barat dan Propinsi Banten. Untuk mengetahui volume kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian
Barat diperoleh dengan membuat model hubungan (fungsi) antara produksi, jumlah
batang, jumlah petani hutan rakyat dan luasan hutan rakyat. Sedangkan mengenai data
diameter/luas bidang datar (LBDS), tingkat kesuburan lahan (bonita) dan kelas
umur (KU) pohon diperlukan analisa lebih mendalam pada tingkat unit manajemen Hutan
Rakyat. Untuk sementara guna mendapatkan data gambaran luasan hutan rakyat dan volume
produksi kayu rakyat didasarkan pada realisasi produksi kayu yang bersumber dari data
Statistik Kehutanan Propinsi dan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH).
Data mengenai luasan dan volume produksi kayu rakyat di Propinsi Jawa Barat dapat
dilihat pada Tabel 1 dan 2 berikut.
19
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
Tabel 1. Perkembangan Luas Hutan Rakyat di Provinsi Jawa Barat dari Tahun 2000 s/d
2004 (Ha)
(Table 1). (Development of community forest area in West Java from 2000 - 2004, in ha)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Kabupaten/Kota (Districts)
2000
2001
2002
2003
2004
Bogor
635,0
50,0 13.320,0 12.848,4 14.965,3
Sukabumi
11.832,5 12.785,3 14.664,6 14.664,6 30.153,9
Cianjur
15.163,0 32.787,6 29.566,5 29.256,2 35.886,3
Karawang
406,0
406,0
4.251,4
4.251,4
4.251,4
Bekasi
391,0
391,0
78,4
78,4
935,7
Purwakarta
389,7
88,9
9.119,0
9.119,0
3,6
Subang
1.620,0
206,0
6.198,0
6.709,0
8.065,0
Bandung
2.403,5
278,0 13.043,8 23.130,0
23,8
Garut
8.307,0 11.701,0 11.091,0
601,8
6.018,6
Sumedang
10.302,0 10.302,0 14.377,7 14.377,7 14.338,7
Majalengka
6.446,9
8.491,0
9.639,1
9.639,1
2.990,0
Tasikmalaya
22.796,0 23.626,8 27.187,5 23.784,9 23.784,9
Ciamis
28.945,5 28.945,5 255.910,0 255.910,0 23.806,4
Cirebon
2.949,0
2.952,0
4.639,0
5.677,7
5.677,7
Kuningan
9.004,4
1.525,9 20.184,9 15.446,9 15.446,9
Indramayu
633,0
633,0
1.315,0
1.315,0 24.372,5
Kota Tasikmalaya
0
0
3.348,3
3.799,3
2.439,6
Kota Banjar
0
0
995,5
2.190,9
1.732,2
122.204,4 134.516,9 438.929,5 438.219,0 214.892,4
Jumlah (Total )
6.789,13 7.473,16 24.384,97 24.345,50 11.938,47
Rata-rata (Average )
Sumber (Source): Statistik Kehutanan Propinsi Jawa Barat (Forestry statistics of West Java Province) (2005)
Keterangan (Remark): Penambahan jumlah luasan hutan rakyat berasal dari tambahan luasan
penanaman dari proyek Gerhan (Gerakan Rehabilitasi Lahan) dari
Departemen Kehutanan dan GRLK (Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis)
dari APBD (The addition of community forest area from the area of land
rehabilitation project of Forestry Department and rehabilitation of critical land project
from local government)
Luas (Hektar)
500,000.00
400,000.00
300,000.00
Luas
200,000.00
100,000.00
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Gambar 2. Perkembangan Luas Hutan Rakyat di Provinsi Jawa Barat dari Tahun 2000-2004
(Figure 2). (Progress of the community forest area in West Java Province from 2000 - 2004)
20
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
Tabel 2. Perkembangan Produksi Kayu Rakyat di Propinsi Jawa Barat dari Tahun 2000 s/d
2004 (setara kayu bulat dalam m3)
(Table 2). (Development of wood production from community in West Java Province from 2000 - 2004)
(in m3round wood equivalent)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Kabupaten/Kota (Districts)
Bogor
Sukabumi
Cianjur
Karawang
Bekasi
Purwakarta
Subang
Bandung
Garut
Sumedang
Majalengka
Tasikmalaya
Ciamis
Cirebon
Kuningan
Indramayu
Kota Tasikmalaya
Kota Banjar
Jumlah (Total)
Rata-rata (Average)
2000
367,5
11.149,0
7..916,7
156,0
457,0
31.782,0
1.079.568,0
14.916,0
15.785,0
23.769,0
21.510,0
180.000,00
28.028,8
775,0
4.650,8
346,0
0
0
1.421.177,0
615.750,84
2001
2002
2003
2004
432,0 444.000,0 112.795,20 130.909,8
1.678,5
16.742,9 167,429.00 22.041,25
5.114,6
17.542,7 581,603.40
14.184,1
143,0
7.495,0
74,950.00
2.716,0
134,0
25.723,1 25.7231.00
65.499,0
7.699,0
8.468,9
8.468,90
468,3
136.612,0
48.147,0
53,340.00
48.296,0
5.613,4
6.295,2
49,245.00
3.068,5
2.244,5
7.476,1
21,318.00
7.476,0
29.876,0
36.259,8
36.259,80
43.933,7
3.652,5
5.474,5
54,745.00
3.000,0
240.000,0 608.453,0 356.773,00 190.456,0
25.542,3
60.792,6
60.792,6 214.070,24
783,6
771,9
7,022.00
771,9
3.279,3
77.833,6 141,955.00
31.841,3
4.534,0
1.594,4
15,944.00
2.580,7
0
7.437,0 155,261.00
19.516,8
0
0
13,840.00
14.329,7
482.445,4 1.310.457,6 1.305.926,80 815.132,29
300.362,36 72.803,20
72.551,49 216.071,1
Sumber (Source): Statistik Kehutanan Propinsi Jawa Barat (Forestry statistics in Wes Java Province)
(2005)
Jumlah Produksi Kayu
Rakyat di Propinsi Jawa
Jum lah P rod uksi
1,600,000.00
1,400,000.00
1,200,000.00
1,000,000.00
800,000.00
600,000.00
400,000.00
200,000.00
2000
2001
2002
2003
2004
Tahun
Gambar 3. Perkembangan Produksi Kayu Rakyat di Propinsi Jawa Barat dari Tahun 2000
s/d 2004
(Figure 3). (Development of wood production from community in West Java in 2000 - 2004)
Sumber (Source): Statistik Kehutanan Propinsi Jawa Barat (Forestry statistics of West Java) (2005)
21
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
Volume produksi riil kayu rakyat di Propinsi Jawa Barat sejak tahun 2002 sampai 2004
mengalami kenaikan berturut-turut: 1.310.457,60 m3, 1.305.926,80 m3 dan 815.132,29 m3
kayu bulat (Statistik Kehutanan Propinsi Jawa Barat, 2005). Dari Dinas`Kehutanan
Propinsi diperoleh data bahwa pada tahun 2005 mengalami penurunan cukup drastis hingga
mencapai 715.832,29 m3 kayu bulat. Sedangkan untuk tahun 2006 hingga bulan Februari
diperoleh angka produksi kayu bulat rakyat sebanyak 134.508,146 m3. Berdasarkan pada
trend angka rata-rata bulanan tahun 2006, diperkirakan angka produksi tahun 2006 hanya
akan mencapai angka 789.048,84 m3 kayu bulat.
Porsi produksi kayu rakyat di setiap kabupaten di Jawa Barat tampak tidak konsisten
(mengalami naik turun). Pada tahun 2002 Kabupaten Bogor mencapai 33% dan kabupaten
Tasikmalaya mencapai 46%. Sedangkan tahun 2003, porsi terbesar dicapai oleh Kabupaten
Tasikmalaya sebesar 45%. Pada tahun 2004 kayu rakyat berasal dari Kabupaten Ciamis
mencapai 26%-nya, sedangkan Kabupaten Tasikmalaya mencapai 23%, sementara untuk
Kabupaten Sukabumi mencapai hanya 3%-nya. Selanjutnya pada tahun 2005, Kabupaten
Ciamis mencapai porsi 46% dan Kabupaten Tsikmalaya mencapai 17%-nya, sedangkan
Kabupaten Sukabumi mencapai hanya 4%. Di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten
Ciamis pada umumnya termonitor dengan baik karena pada umumnya kayu rakyat diserap
oleh industri pengolahan kayu yang ada di kedua wilayah tersebut. Sedangkan untuk
Kabupaten Sukabumi, umumnya kayu rakyat dikirim keluar wilayah kabupaten seperti DKI
Jakarta, Bekasi dan ke daerah Jawa.
Di Propinsi Banten, kayu rakyat berasal dari Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten Serang. Dari tahun 2002 sampai tahun 2005, volume produksi
kayu rakyat di Propinsi Banten selalu mengalami kenaikan secara konsisten.
Tabel 3.
(Table 3).
Perkembangan produksi kayu rakyat di Propinsi Banten dari tahun 2002-2006
(m3 setara kayu bulat)
(Development of wood production for community in Banten Province from 2002-2006, in m3
round wood equivalent)
Kabupaten (District)
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Tahun
2002
Kayu Bulat
Kayu Olahan
2003
Kayu Bulat
Kayu Olahan
2004
Kayu Bulat
Kayu Olahan
2005
Kayu Bulat
2006
Kayu Bulat
Serang
49.800
Pandeglang
Lebak
Prop. Banten
29.880
74.394
4.741
41.792
85.165
1.978
49.912
137.259
49.639
52.572
165.315
11.764
92.131
252.898
6.983,52
147.548,50
111.272
5.702
63.342
148.342
13.729
80.768
224.305
16.211
134.583
298.331
55.341
145.794
388.051
32.753
213.736
562.368
29.953
332.043,50
130.082,62
309.882,07
595.533,40
1.035.498,09
159.251,61
(s/d Mei)
217.178,17
(s/d Sept)
418.801,20
(s/d Juli)
795.230,98
Sumber (Source): Laporan Dinas Kehutanan Propinsi Banten (2006), Laporan Dinas Kehutanan Kabupaten
Pandeglang (2006), Laporan Dinas Kehutanan Dan Perkebunan Kabupaten Lebak (2006) (Report
of Forestry Service in Banten Province, Forestry Service of Pandeglang District and Forestry and Plantation service
of Lebak District) (2006)
22
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
1,200,000.00
Produksi Kayu
1,000,000.00
Prop. Banten
800,000.00
600,000.00
400,000.00
200,000.00
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 4. Perkembangan Produksi Kayu Rakyat di Provinsi Banten
(Figure 4). (Development of wood production from community in Banten Province)
Sumber (Source): Laporan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Propinsi Banten (2006) (Report
of Forestry and Estate Crop Service of Banten Province 2006)
Tahun 2002 mencapai angka produksi sebesar 298.331 m3, tahun 2003 mencapai
388.051 m3, tahun 2004 mencapai 562.368 m3 dan tahun 2005 mencapai 1.035.498,09 m3 kayu
bulat, dan tahun 2006 (s/d Juli) mencapai 795.230,98 m3 dimana porsi rata-rata terbesar
berasal dari Kabupaten Lebak 45 persen dan Kabupaten Pandeglang sebesar 37%, dan
sisanya dihasilkan dari Kabupaten Serang sebesar 18 persen.
Berdasarkan data dari Propinsi Jawa Barat dan Propinsi Banten, selama 5 tahun (20022006) didapatkan volume produksi kayu rakyat yang dipasok dari wilayah Jawa Bagian Barat
seperti terdapat pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4. Volume produksi kayu rakyat yang dihasilkan dari Wilayah Jawa Bagian Barat (20022006)
(Table 4). (Production of wood from community in westernpart of Java Island)
2
Propinsi
Jawa Barat
Banten
Total (Jawa
Bagian
Barat)
Tahun (meter kubik kayu bulat) / Year (m round wood eq.)
2002
2003
2004
2005
2006
1.310.458
1.305.927
815.132
715.832
134.508
298.331
388.051
562.368
1.035.498
759.231
1.608.798
1.693.942
1.377.500
1.751.330 893.739 s/d
bulan
Februari
dan Juli
23
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
Volume Produksi (m3)
2,000,000.00
1,800,000.00
1,600,000.00
1,400,000.00
1,200,000.00
1,000,000.00
800,000.00
600,000.00
400,000.00
200,000.00
-
Jawa Barat
Banten
Wilayah Jawa
Bagian Barat
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 5. Volume Produksi Kayu Rakyat yang dihasilkan dari Wilayah Jawa Bagian Barat
(2002-2006)
(Figure 5). (Production of wood from community in western part of Java Island, 2002-2006)
Berdasarkan pada data pada Tabel 4 diatas diperoleh gambaran sementara atas dasar
Data Statistik Kehutanan dan realisasi SKSHH dari beberapa Kabupaten sampel bahwa,
potensi volume produksi kayu di wilayah Jawa Bagian Barat yang bersumber di propinsi Jawa
Barat dan propinsi Banten mencapai rata-rata pertahun dari tahun 2002-2005 adalah
1.607.892,5 meter kubik kayu rakyat.
1. Karakteristik Pasokan Kayu Rakyat
Karakterisasi terhadap pasokan kayu rakyat berkaitan erat dengan Hutan Rakyat
sebagai salah satu sumber bahan baku kayu. Hingga saat ada belum ada data dan informasi
yang akurat dan lengkap mengenai Hutan Rakyat baik dilihat dari aspek manajemen,
teknologi (sistem silvikultur) dan kelembagaan usahanya. Hal ini yang menyebabkan kesulitan
para pihak baik pemerintah (pusat, propinsi dan daerah), dunia usaha (BUMN dan Swasta)
dan lembaga pembiayaan/keuangan/perbankan untuk mengembangkan hutan rakyat.
Berbeda dengan sistem pengelolaan hutan produksi (alam dan tanaman) yang
dilakukan oleh pihak swasta dan BUMN seperti yang dilakukan oleh HPH untuk hutan alam
dan HTI untuk hutan tanaman dilihat dari aspek tersebut diatas. Beberapa indikator pokok
yang yang harus dipahami dalam upaya pengembangan hutan rakyat diantaranya adalah : jenis
kayu, harga dan luasan hutan, pengguna kayu rakyat, pengaturan kelas umur, bonita
(kesuburan tanah) dan sistim silvikultur hutan rakyat.
a. Jenis Kayu Rakyat
Pada dasarnya kayu rakyat di lokasi sampel di wilayah Jawa Bagian Barat didominasi
dengan jenis-jenis lokal yang sudah terbiasa dibudidayakan oleh masyarakat. Akan tetapi
sejak dimulainya program dan gerakan penanaman oleh pemerintah seperti Gerakan Karang
Kitri pada tahun 1952, Gerakan Gandrung Tatangkalan (Rakgantang) tahun 1972, Reboisasi
dan Penghijauan, Sengonisasi dan Usahatani Konservasi dan Gerakan Rehabilitasi Hutan dan
24
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
lahan (GERHAN) dimulai tahun 2003, masyarakat banyak membudidayakan jenis-jenis baru
(komersial) seperti sengon, mahoni, jati dan buah-buahan.
Jenis-jenis kayu yang dihasilkan dari Hutan Rakyat sangat bervariasi yang terdiri dari
durian (Durio zybetinus), kelapa (Cocos nucifera), lame atau pulai, karet (Hevea brasiliensis),
rasamala (Altingia excelsa), suren (Toona sureni), kecapi, manii (Maesopsis eminii), randu, sengon
(Paraserianthe falcataria), jati (Tectona grandis), mahoni (Swietenia maacrophylla), sonokeling
(Dalbergia latifolia), pinus (Pinus merkusii) dan jenis rimba campuran lain. Masuknya jenis-jenis
baru di masyarakat terutama jenis-jenis komersial telah mengisi pasaran kayu rakyat di wilayah
Jawa Bagian Barat. Di beberapa kabupaten sample seperti Ciamis dan Sukabumi (Propinsi
Jawa Barat) dan kabupaten Lebak dan Pandeglang (Propinsi Banten), kayu rakyat tersebut
sudah mendominasi pasaran kayu, terutama sejak terjadinya penurunan pasokan kayu dari
kawasan Hutan Negara (Perhutani) di Pulau Jawa dan dari luar Pulau Jawa.
Sebagai gambaran daripada komposisi jenis kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat
dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Komposisi produksi jenis-jenis dominan kayu rakyat di wilayah Jawa Bagian Barat
tahun 2004
(Table 5). (Production by wood species from community in western part of Java Island)
Pinus
Jati
Mahoni
Sengon
Rimba
(Pinus Campuran Total
(Tectona
No Kabupaten (Paraserianthes (Swiethenia
grandis) merkusii)
macrophylla)
falcataria)
(Others)
1 Ciamis
11.956,5
76.959,3 21.393,0
972,9
788,5 214.070,2
(SKSHH)
2 Sukabumi
463,8
6.996,7
9.117,1
3.161
2.302,2 22.041,2
(SKSHH)
3 Lebak
13.932,9
606,7
302,9
12.645,5 27.497,1
(SIT)
464,9
36,7
267,5
33.093,4 33.862,5
4 Pandeglang
(SKSHH)
Data untuk
1 Bulan
(Februari
2004)
5 Bogor
20.515,4
8.252,1
41,9
15.637,9 44.447,3
(SKSHH)
b. Harga kayu rakyat
Secara teoritis, harga kayu rakyat di pasaran ditentukan oleh tingkat penawaran dan
permintaaan di pasaran. Tingkat penawaran ditentukan oleh potensi ketersediaan kayu di
hutan rakyat. Tingkat permintaan akan kayu rakyat dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan
industri pengguna kayu rakyat. Terdapat kecenderungan bahwa saat ini telah muncul unitunit usaha penggergajian kayu di beberapa sentra Hutan Rakyat seperti terjadi Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sukabumi.
Harga kayu rakyat masih ditentukan oleh pembeli dan pengguna. Bahkan setelah
pasokan kayu dari luar Jawa menurun sejak diberlakukannya Instruksi Presiden No. 00 Tahun
2005 tentang pemberantasan illegal logging dan illegal trading, banyak perusahaan industri
25
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
perkayuan di Sentra-Sentra Industri seperti di Serang (Karangantu), Tangerang, Bekasi,
Sukabumi dan Ciamis dan di DKI Jakarta mengalihkan bahan bakunya ke jenis-jenis kayu
rakyat.
Tekanan terhadap potensi kayu di hutan rakyat menjadi sangat tinggi, akan tetapi
petani hanya mendapatkan bagian harga yang relatif rendah dibandingkan dengan pedagang
dan pengguna (industri) kayu rakyat. Bahkan keterbatasan pasokan kayu dari luar
Jawa`menyebabkan ancaman terhadap kelestarian Hutan Rakyat, disamping dorongan
kebutuhan hidup petani yang sulit menyebabkan kayu berumur pendek dan jenis-jenis kayu
buah-buahan seperti durian, mangga, nangka dan melinjo menjadi sasaran empuk untuk
ditebang. Oleh karena itu, perlu adanya pengendalian terhadap ketersediaan pasokan di
tingkat lapngan dan konsumsi/kebutuhan akan kayu rakyat dari pihak pengguna.
Salah satu Nilai penting dari kayu rakyat akibat menurunnya pasokan kayu dari hutan
negara (public forest land) dan permintaan yang makin tinggi harus dikendalikan agar terjadi
redistribusi manfaat (profit) antara petani, pedagang dan pengguna/industri pengolahan
kayu. Produksi kayu rakyat yang terus meningkat seperti tersebut diatas menunjukkan tingkat
pasokan kayu yang terus meningkat dengan berkembangnya sentra-sentra Hutan Rakyat.
Tingkat harga berbagai jenis kayu rakyat di tingkat petani untuk berbagai jenis yang
dibudidayakan oleh para petani di Wilayah Jawa Bagian Barat dapat dilihat pada Tabel 6
berikut.
Tabel 6. Sebaran tingkat harga kayu bulat rakyat per meter kubik di tingkat petani untuk
berbagai jenis di beberapa kabupaten wilayah Jawa Bagian Barat (Rupiah/m3)
(Table 6). (Processed log price per m3 by species from community at farm gate in several district of western part
of Java rupiah/m3)
No
1
2
3
4
Jenis Kayu Rakyat
(Wood species)
Sengon (Paraserianthes
falcataria)
Jati (Tectona grandis)
Mahoni (Swietenia
macrophylla)
Lame/pulai (Alstonia
scholaris)
Kab.
Ciamis
400.000
Kab.
Sukabumi
200.000
Kab.
Lebak
300.000
Kab.
Pandeglang
250.000
1.500.000
(olah)
750.000
500.000
(olah)
400.000
1.200.000
(olah)
700.000
1.000.000
(olah)
600.000
-
-
300.000
250.000
c. Luasan dan kepemilikan hutan rakyat
Salah satu ciri utama Hutan Rakyat adalah unit pengelolaan (Manajemen Unit)-nya
adalah skala rumah tangga dengan bentuk kepemilikannya berbentuk girik atau tanah adat
yang terdaftar pada Kantor Kepala Desa dengan luasan areal lahannya rata-rata dibawah 1
(satu) hektar. Akan tetapi di beberapa tempat seperti di Pandeglang dan di Kabupaten Lebak,
terdapat beberapa lahan tanaman Hutan rakyat dengan luasan diatas 1 hektar (1-5 hektar) yang
dimiliki oleh petani setempat atau pemiliknya orang dari luar desa yang digarap oleh
masyarakat setempat yang dikelola dengan sistim bagi hasil dengan petani setempat. Tanaman
Hutan Rakyat dengan dengan jenis-jenis komersial seperti sengon, mahoni, jati, Acacia
mangium telah menjadi bentuk-bentuk pengelolaan Hutan Rakyat skala kecil.
26
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
Guna kepentingan pengembangan Unit Manajemen Hutan Rakyat, luasan hutan
rakyat yang ukurannya kecil dan menyebar secara terpencar (tidak pada satu hamparan)
merupakan salah satu kesulitan menonjol dalam proses perencanaan pengelolaannya secara
lestari. Di pihak lain, otoritas pengelolaannya juga terletak di pundak para individu petani
yang mengelola Hutan Rakyat.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya posisi tawar petani adalah lemahnya
permodalan, tingkat kesejahteraan rendah dan rendahnya akses terhadap pasar dan industri
pengguna bahan baku kayu rakyat. Akan tetapi secara budaya, para petani sudah banyak
berhasil dalam mengembangkan Hutan Rakyat. Bahkan banyak petani Kebun Rakyat-pun
yang mengembangkan tanaman kayu-kayuan. Kayu rakyat yang sudah banyak meramaikan
pasaran kayu dan mengisi pasokan industri kayu di sentra-sentra industri kayu dan perumahan
rakyat bersumber dari petani (kelompok tani) Hutan Rakyat dan petani kebun Rakyat.
Dari hasil penelitian terhadap tingkat kepemilikan lahan Hutan Rakyat per orang petani di
wilayah Jawa Bagian barat diperoleh data penyebaran kepemilikan Hutan Rakyat seperti
terdapat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Distribusi tingkat kepemilikan lahan Hutan Rakyat per orang petani (hektar/orang)
(Table 7). (Distribution of landtenure level of forestry community each farmer (hectare/person)
Jumlah pemilik dalam
Luas Lahan Rata-rata per
untuk skala satu
Keterangan
Kabupaten
petani (Hektar/orang) hamparan/blok Hutan
No
(Remarks)
(District)
(Area/farmer)
Rakyat (orang) (Number
of owners per landscape)
1 Lebak
Sumber : 6 desa di
Kecamatan Cipanas
0,78
231
2 Pandeglang
Sumber : 2 desa di
Kecamatan
0,83
250
Cibaliung
Sumber (Source): Diolah dari laporan Penyuluh Kehutanan Lapangan di Kabupaten Lebak
dan Kabupaten Pandeglang (Calculated from report of forest extension in Lebak
and Pandeglang Districts)
Dari Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat kepemilikan lahan Hutan
Rakyat untuk setiap orang petani adalah sebesar 0,78-0,83 hektar atau dibawah 1 (satu) hektar.
Hal ini yang yang menjadi bahan pemikiran bagi aparat desa, Pemerintah (pusat, propinsi dan
daerah) BUMN dan swasta kehutanan serta para pedagang dan pengguna hasil hutan dari
kayu rakyat untuk menjadi bahan pertimbangan dalam kebijakan dan program
pengembangan Hutan Rakyat sebagai salah satu sumber pasokan bahan baku kayu potensial
di masa depan.
Pengertian dan penafsiran serta program pengembangan tentang Hutan Rakyat sudah
harus disesuaikan dengan kondisi di lapangan agar upaya pengembangan teknologi,
manajemen dan kelembagaan Hutan Rakyat lebih insentif (dorongan) dan inovatif dalam
memelihara budaya masyarakat dalam membudidayakan tanaman kehutanan di lahan
miliknya.
27
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
Pengertian-pengertian tersebut, jangan sampai menimbulkan kesan sebagai bentuk
intervensi pemerintah yang kontra produktif bagi pengembangan gerakan penanaman pohon
yang sedang digalakkan. Pengelolaan tanaman kayu oleh rakyat yang dikembangkan secara
swadaya, dengan modal biaya, lahan dan tenaga kerja sendiri harus terlepas dari berbagai
hambatan birokratis seperti aturan SKSHH (Surat keterangan Sahnya Hasil Hutan) dan SIT
(Surat Ijin Tebang) harus dibuat untuk dalam rangka penataan, pengaturan dan pengurusan
serta pengembangan Hutan Rakyat yang berorientasi kelestarian lingkungan dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.
Pemerintah di satu pihak harus dapat pengendalian terhadap produksi dan distribusi
serta harga dan mutu kayu (termasuk kayu rakyat) dalam menggairahkan dunia usaha
perkayuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, di lain pihak di bagian hulu aspek
konservasi dan rehabilitasi melalui program pemerintah dengan gerakan penanaman pohon
harus berhasil dengan baik. Hutan Rakyat yang telah menjadi salah satu sumber bahan baku
industri kayu (rakyat) merupakan salah satu indikator keberhasilan gerakan penanaman yang
dilakukan oleh pemerintah di masa lalu.
B. Kebutuhan Kayu Rakyat di Wilayah Jawa Bagian Barat
Pendekatan dalam penghitungan jumlah permintaan kayu rakyat dilakukan
berdasarkan kepada data dan informasi dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, Balai Peredaran dan Penertiban Hasil Hutan baik di tingkat
propinsi maupun di tingkat kabupaten.
1. Kebutuhan kayu rakyat di Propinsi Jawa Barat
Data sementara terbaru tahun 2006 dari hasil inventarisasi oleh Dinas Kehutanan
Propinsi Jawa Barat ternyata kebutuhan bahan baku kayu untuk berbagai jenis industri seperti
kayu pertukangan, kayu lapis, moulding, furniture, alat musik, kerajinan, pallet/peti kemas, wood
working dll berjumlah 15.019.655 m3. Kabupaten terbesar adalah Kota Bekasi 4,918.183 m3,
Kota Sukabumi sebesar 3.917.082 dan Kota Cirebon sebesar 1.500.000 m3. Dengan
mengeluarkan angka ketiga kota dari data diatas maka kebutuhan bakan baku kayu bulat
Propinsi Jawa Barat hanya 4, 358,537 m3 kayu bulat dimana kabupaten yang terbanyak
kebutuhan bahan baku kayunya terdiri dari : Ciamis, Bekasi, Indramayu, Tasikmalaya dan
Sukabumi. Sedangkan tahun 2003, proyeksi kebutuhan akan bahan baku kayu mencapai
1.402.596 m3. Sementara itu, hasil penelitian Wiradinata (1989) menyatakan bahwa
kebutuhan kayu pertukangan untuk penduduk adalah 0,09 m3/tahun dan industri sebesar 0,04
m3/tahun. Dengan jumlah penduduk Jawa barat sekitar 38,7 juta jiwa maka perkiraan
kebutuhan kayu di Jawa barat sekitar 5 juta m3/tahun setara kayu bulat.
2. Kebutuhan kayu rakyat di Propinsi Banten
Permintaan kayu rakyat di Propinsi Banten dihitung berdasarkan hasil inventarisasi
yang telah dilaksanakan oleh Dishutbun Propinsi Banten tahun 2004 diperoleh gambaran
bahwa kebutuhan kayu untuk masyarakat dan industri pengolahan kayu adalah sebesar
1.897.085,93 m3 dengan rincian kebutuhan masyarakat sebesar 597.085,93 m3 dan untuk
industri dan kayu lapis sebesar 1.300.000 m3. Sementara hasil penghitungan yang dilakukan
dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan kebutuhan industri perkayuan lokal ditambah
28
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
dengan jumlah kayu rakyat yang keluar wilayah kabupaten (SKSHH) Pandeglang, Lebak dan
Serang dan ditambah dengan jumlah kebutuhan sentra industri I (Serang) dan Sentra Industri
II (Tangerang) didapatkan data kebutuhan untuk industri kayu sebesar 1.385.852 m3. Untuk
mengantisipasi kebutuhan masyarakat (dengan data tahun 2004) maka total kebutuhan kayu
propinsi Banten adalah sebesar 1.983.937,93 m3 kayu bulat. Data sebaran jenis dan kota
tujuan kayu rakyat di kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak secara lebih detail dapat
dilihat pada lampiran.
3. Kebutuhan kayu rakyat di Propinsi DKI Jakarta
Permintaan bahan kayu di DKI Jakarta diambil dari masing-masing 5 wilayah
Kotamadya yang bersumber dari Dinas Perindag DKI Jakarta. Secara umum dibagi atas
kelompok (1) industri barang-barang dari kayu, bahan bangunan dan barang kerajinan/
anyaman sebesar 92.851,7 m3 dan (2) industri furniture 188.678 m3, sehingga total kebutuhan
bahan baku kayu sebesar 281.529,7 m3.
C. Peredaran kayu rakyat di wilayah Propinsi Jawa Barat
Dengan menggunakan data pertumbuhan penduduk Propinsi Jawa Barat 5 tahun
terakhir (2002-2006) dan asumsi kebutuhan akan bahan baku kayu perkapita sebesar 0,13
m3/tahun (Wiradinata S., 1989) maka didapatkan data kebutuhan akan permintaan kayu
seperti terlihat pada tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8. Data Pasokan dan Kebutuhan permintaan Kayu Rakyat di Propinsi Jawa Barat
(Table 8). (Log supply from community and estimated wood demand in West Java Province)
No
1
2
3
4
5
Tahun (Year)
2002
2003
2004
2005
2006
(prediksi)
Supply Kayu (Wood supply)
1,310,458.00
1,305,927.00
815,132.00
715,832.00
789,048.00
Demand Kayu (Wood demand)
4,881,308.90
4,983,379.70
5,088,133.70
5,194,298.20
5,302,307.40
Dari Tabel 8 terlihat bahwa pasokan bahan baku kayu rakyat untuk memenuhi
kebutuhan permintaan kayu dalam bentuk kayu pertukangan untuk masyarakat dan industri
kayu Propinsi Jawa Barat dalam 5 tahun terakhir rata-rata sebesar 20,75 persennya. Berarti
sisanya sebesar 79,25 persennya dipenuhi dari sumber lainnya seperti dari kayu luar jawa, dari
Perum Perhutani dan dari kayu rakyat dari propinsi lain di Pulau Jawa seperti Propinsi Banten,
Propinsi Jawa Tengah, Propinsi DI Yogyakarta dan Jawa Timur.
Disamping memperoleh pasokan kayu rakyat dari propinsi lainnya di Pulau Jawa,
ternyata banyak juga kayu rakyat yang berasal dari Propinsi Jawa Barat yang keluar untuk
memenuhi kebutuhan permintaan kayu rakyat di propinsi lainnya. Hal ini dapat dilihat pada
kasus penyebaran kayu rakyat di Kabupaten Ciamis dan di Kabupaten Sukabumi.
29
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
Volume Produksi Kayu (m3)
Supply Demand Kayu Rakyat di Propinsi Jawa Barat Tahun 2002-2006
6,000,000.00
5,000,000.00
4,000,000.00
Supply Kayu
Demand Kayu
3,000,000.00
2,000,000.00
1,000,000.00
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 6. Grafik laju perkembangan supply demand kayu rakyat di propinsi Jawa Barat
(Figure 3). (Trend of supply and demand of wood from community in West Java Province)
Data tahun 2006 baru masuk untuk 2 bulan, sehingga belum mencerminkan angka
kemampuan supply tahun 2006 yang sebenarnya. Sementara data tahun 2002 sampai dengan
2004 diambil dari data statistik kehutanan yang dikoreksi melalui klarifikasi kepada beberapa
Dinas Kehutanan Kabupaten.
Ketersediaan data penyebaran kayu rakyat berdasarkan jenis-jenisnya dan kota tujuan
di kabupaten lain di dalam Propinsi Jawa Barat dan ke propinsi lainnya masih belum menjadi
perhatian Pemerintah (Dinas Kehutanan) Propinsi Jawa Barat. Demikian pula dengan harga
dari setiap jenis kayu yang beredar di Jawa Barat, masih belum menjadi perhatian. Gambaran
mengenai hal tersebut dapat dilihat di masing-masing kabupaten (Ciamis dan Sukabumi).
1. Pasokan dan peredaran kayu rakyat di Kabupaten Ciamis
Data pasokan kayu rakyat di Kabupaten Ciamis dari tahun 2002-2006 menunjukkan
pertumbuhan yang cukup besar, meskipun jika dilihat dari kebutuhan perkapitanya relatif
sangat kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena pertumbuhan industri kayu di
Kabupaten Ciamis berkembang sangat pesat. Data yang tercatat di Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Ciamis tahun 2004 menunjukkan bahwa pasokan kayu rakyat hampir menyamai
angka permintaan kebutuhan bahan bakun kayu rakyat per kapita penduduk pertahunnya.
Dari data SKSHH tahun 2006, ternyata kayu rakyat dari Kabupaten Ciamis juga
mengalir ke kabupaten lain di dalam Propinsi Jawa Barat dan banyak pula yang keluar ke
kabupaten lain di Jawa Barat dan di luar Propinsi Jawa Barat seperti Banten, DKI Jakarta, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Data perkembangan supply deman kayu rakyat di Kabupaten Ciamis
dapat dilihat pada Tabel 9.
30
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
Tabel 9. Data pasokan dan kebutuhan permintaan kayu rakyat di Kabupaten Ciamis (20022006)
(Table 9). (Supply and demand of wood from community in Ciamis District, 2002-2006)
Tahun (Year)
2002
2003
2004
2005
2006
No.
1
2
3
4
5
Demand Kayu (Wood demand)
214,861.40
216,895.90
218,969.40
220,996.10
222,877.20
Supply Kayu (Wood supply)
60,792.60
60,792.60
214,070.24
130,082.62
33,291.40
Volume Produksi Kayu (m3)
Demikian pula berdasarkan jenisnya, kayu rakyat dalam bentuk kayu bulat di
Kabupaten Ciamis yang dominan terdiri dari jenis mahoni, jati, sengon, kayu kelapa dan
akasia. Sedangkan untuk jenis lain yang merupakan jenis kayu dominan untuk pasokan dalam
bentuk kayu olahan adalah jenis kayu sengon, jenis kayu campuran, jenis kayu afrika dan jenis
lainnya dalam porsi yang kecil. Data laju pertumbuhan pasokan dan kebutuhan permintaan
kayu rakyat di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 7. Dalam grafik pada Gambar 7
tersebut, angka produksi kayu rakyat tahun 2006 baru tercatat untuk 2 bulan.
250,000.00
200,000.00
Demand Kayu
Supply Kayu
150,000.00
100,000.00
50,000.00
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 7. Data perkembangan pasokan dan kebutuhan permintaan kayu rakyat di
kabupaten Ciamis
(Figureb 7). (Development of supply and demand of wood from community in Ciamis district)
Hasil survei tentang industri kayu dari Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat
menunjukkan bahwa di Kabupaten Ciamis saat ini terdapat kurang lebih 831 unit pabrik
pengolahan kayu termasuk untuk kebutuhan kayu bakar yang terdiri dari penggergajian kayu
sebanyak 440 unit yang membutuhkan bahan baku kayu (rakyat) sebesar 791.808 m3, mebel
dan moulding sebanyak 100 unit yang membutuhkan bahan baku kayu olahan sebanyak 9.687
m3, industri bata merah sebanyak 70 unit yang membutuhkan bahan baku berupa kayu bakar
sebanyak 25.636 Stafel Meter (SM), industri kerupuk 87 unit yang membutuhkan bahan baku
31
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
berupa kayu baker sebanyak 26.100 SM, dan industri tahu sebanyak 134 unit yang
membutuhkan bahan baku berupa kayu baker sebanyak 12.060 SM (Dinas Kehutanan Prop
Jawa Barat, 2006).
1. Pasokan dan peredaran kayu rakyat di Kabupaten Sukabumi
Untuk kabupaten Sukabumi, data pasokan kayu rakyat tampak masih sangat minim,
sehingga seolah-olah kayu rakyat lebih banyak terdistribusi keluar kabupaten. Belum ada
upaya dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk menginventarisir potensi Sumber bahan
baku dari kayu rakyat. Demikian pula dengan data perkembangan industri kayu rakyatnya,
masih belum tersedia data akurat dari Dinas Perindag tentang kebutuhan bahan baku kayu
untuk industri kayu di Kabupaten dan Kotamadya Sukabumi. Data yang tercatat di Dinas
Kehutanan Propinsi Jawa Barat dan dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Sukabumi dapat
dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Data pasokan dan kebutuhan kayu rakyat di kabupaten Sukabumi
(Table 10). (Supply and demand of wood from community in Sukabumi district)
No.
Tahun
1
2
3
4
5
2002
2003
2004
2005
2006
Demand
Kayu
282,123.40
287,666.60
293,364.50
299,083.20
304,909.80
Supply
Kayu
16,742.90
167,429.00
22,041.25
29,382.75
28,402.97
Sedangkan dari data SKSHH seperti terdapat pada Gambar 8, diperoleh keterangan
bahwa jenis kayu dominan yang berasal dari Kabupaten Sukabumi adalah jenis lain-lain
sebanyak 37,24 persen, kayu sengon sebanyak 22,25 persen, kayu manii (Maesopsis eminii)
sebanyak 37,24 persen, kayu campuran sebanyak 9,63 persen, kayu durian sebanyak 7,11
persen dan kayu bayur sebanyak 5,12 persen.
Persentase Jenis Kayu Dominan di Kabupaten Sukabumi
Albazia, 22.25
Lain-Lain ,
37.24
Bayur, 5.12
Campuran,
9.63
Mani'i, 18.65
Durian, 7.11
Gambar 8. Sebaran jenis kayu dominan yang diperoleh dari data SKSHH di Kab. Sukabumi
(Figure 8). (Proportion by dominant species based on SKSHH data in Sukabumi district)
32
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
Sedangkan untuk sebaran kayu rakyat berdasarkan kota tujuannya diperoleh bahwa
kayu rakyat dari kabupaten Sukabumi sebagian besar (32 persen) untuk memenuhi kebutuhan
lokal, sedangkan sisanya menyebar ke beberapa kabupaten dan propinsi lain seperti Bogor (19
persen), Jakarta (14 persen), lain-lain (12 persen), Bekasi (11 persen) dan Tangerang (10
persen). Data sebaran kota tujuan kayu rakyat dari kabupaten Sukabumi dapat dilihat pada
Gambar 9.
Persentase Kota Tujuan Dominan dari Kabupaten
Sukabumi
Lain-lain ,
12.36
Bekasi, 11.10
Tangerang,
10.27
Bogor, 19.38
Jakarta, 14.26
Sukabumi,
32.63
Gambar 9. Data sebaran kota tujuan kayu rakyat dari Kabupaten Sukabumi
(Figure 9). (Destination of wood from community from Sukabumi districts)
Supply Demand Kayu Rakyat Kabupaten Sukabumi Tahun 2002-2006
Volume Produksi Kayu (m3)
350,000.00
300,000.00
250,000.00
Demand Kayu
Supply Kayu
200,000.00
150,000.00
100,000.00
50,000.00
2002
2003
2004
2005
2006
Tahun
Gambar 10. Grafik perkembangan pasokan dan kebutuhan permintaan kayu rakyat di
Kabupaten Sukabumi
(Figure 10). (Development of supply and demand of wood from community in Sukabumi districts)
33
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
D. Permasalahan kelembagaan kayu rakyat
Karena kayu rakyat sudah menjadi sumber bahan baku alternatif bagi pemenuhan
kebutuhan dan konsumsi kayu bagi dunia usaha industri kehutanan khususnya para pengguna
dan industri kayu di Pulau Jawa baik untuk kepentingan lokal maupun ekspor. Untuk itu,
maka Hutan Rakyat sebagai pemasok kebutuhan kayu rakyat harus ditata, diatur, diurus dan
dikembangkan secara komprehensif oleh para pihak terutama pemerintah (pusat, propinsi
dan daerah), kalangan dunia usaha (swasta dan BUMN) pengguna hasil kayu rakyat terutama
Usaha Skala Kecil dan Menengah/Koperasi (UKMK), kalangan lembaga keuangan/
perbankan dan Asosiasi Pedagang/Pengusaha Kayu lokal dan nasional.
Sebagai sebuah bentuk Unit Manajemen, Hutan Rakyat memerlukan peningkatan dari
segi teknologi, manajemen, kelembagaan dan berbagai alternatif model pembiayaan usahanya
agar dapat berkesinambungan baik dari aspek ekologis, ekonomi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Agar kemampuan daya dukung Hutan Rakyat lahannya secara
terjaga kelestariannya dan sebagai pemasok akan kebutuhan dan konsumsi kayu dapat
terjamin.
Pengaturan dan pengembangan Hutan Rakyat jangan sampai menimbulkan kesan
sebagai bentuk intervensi pemerintah yang kontra produktif bagi pengembangan gerakan
penanaman pohon yang sedang digalakkan. Pengelolaan tanaman kayu oleh rakyat yang
dikembangkan secara swadaya, dengan modal biaya, lahan dan tenaga kerja sendiri harus
terlepas dari berbagai hambatan birokratis seperti aturan SKSHH (Surat keterangan Sahnya
Hasil Hutan) dan SIT (Surat Ijin Tebang) harus dibuat untuk dalam rangka penataan,
pengaturan dan pengurusan serta pengembangan Hutan Rakyat yang berorientasi kelestarian
lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas.
Adanya aturan tentang SKAU melalui otoriotas Kepala Desa untuk jenis-jenis sengon,
kelapa dan karet juga masih banyak menimbulkan kekhawatiran bagi pihak Pemerintah
Daerah (Dinas Kehutanan dan Perkebunan).
Pemerintah di satu pihak harus dapat pengendalian terhadap produksi dan distribusi
serta harga dan mutu kayu (termasuk kayu rakyat) dalam menggairahkan dunia usaha
perkayuan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, di lain pihak di bagian hulu aspek
konservasi dan rehabilitasi melalui program pemerintah dengan gerakan penanaman pohon
harus berhasil dengan baik. Hutan Rakyat yang telah menjadi salah satu sumber bahan baku
industri kayu (rakyat) merupakan salah satu indikator keberhasilan gerakan penanaman yang
dilakukan oleh pemerintah di masa lalu.
Pengembangan Hutan Rakyat sebagai pemasok bahan baku kayu harus dibebaskan
dari berbagai permasalahan hambatan baik hambatan teknis maupun hambatan non-teknis.
Dari hasil wawancara dengan para pihak diperoleh keterangan bahwa diantara permasalahan
yang menonjol dalam mengembangkan hutan rakyat adalah sebagai berikut:
1) Hutan Rakyat berada di tanah milik
Tanah milik yang disebut Hutan Rakyat saat ini muncul dari pihak pemerintah, dimana
masyarakat sendiri baru mengenalnya yang berarti komunitas pepohonan ini memiliki fungsi
ganda sebagai penyelaras lingkungan (ekologis), peningkatan pendapatan dan penciptaan
kesempatan kerja dan usaha masyarakat. Padahal jenis lahan yang ditanami pepohonan ini
dijadikan hutan karena alasan tertentu misalnya lahan yang kurang subur, kondisi topografi
yang sulit, dll.
34
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
2) Luasan dan kepemilikan Hutan Rakyat tidak mengelompok
Hutan Rakyat tidak mengelompok, tetapi tersebar berdasarkan letak dan luas
kepemilikan lahan serta keragaman pola wanatani. Untuk menjadikannya menjadi satu Unit
Manajemen Hutan Rakyat memerlukan waktu dan proses tertentu.
Pemahaman dan program pengembangan tentang Hutan Rakyat sudah harus
disesuaikan dengan kondisi di lapangan agar upaya pengembangan teknologi, manajemen
dan kelembagaan Hutan Rakyat dapat menjadi insentif (dorongan) dan inovatif dalam
memelihara budaya masyarakat dalam membudidayakan tanaman kehutanan di lahan
miliknya.
Pengertian Hutan Rakyat selama ini adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang
dibebani hak milik maupun hak lainnya dengan ketentuan luas minimal 0,25 hektar dan
penutupan tajuk kayu-kayuan lebih dari 505 dan atau pada tanaman tahun pertama sebanyak
minimal 500 batang tanaman. Sedangkan Kayu Rakyat adalah kayu yang berasal dari tanaman
Hutan Rakyat pada lahan milik (pekarangan, kebun, tegalan) dan lahan milik negara di luar
kawasan hutan.
3) Basis pengelolaan Hutan Rakyat berada pada tingkat keluarga
Basis pengelolaan Hutan Rakyat berada pada tingkat keluarga, dimana setiap keluarga
melakukan pengembangan dan pengaturan secara terpisah satu sama lain.
4) Pemanenan dilakukan berdasarkan sistem tebang butuh
Hal ini menyebabkan konsep kelstarian hasilnya belum berdasarkan kepada
kontinuitas hasil yang dapat diperoleh dari perhitungan pemanenan yang sebandung dengan
pertumbuhan (riap) tanaman.
5) Kelembagaan usaha
Kelembagaan usaha hutan rakyat masih sebatas kelompok tani yang kegiatan masih
terbatas pada proyek dan penyuluhan-penyuluhan. Belum terdapat insentif diberikan oleh
para pihak (pemerintah) dan pengusaha swasta/BUMN yang mampu mendorong penguatan
kelembagaan usaha Hutan Rakyat.
6) Peran lembaga pemerintah
Hingga saat ini belum ada perencanaan pengelolaan hutan hutan, sehingga tidak ada
petani hutan rakyat yang berani memberikan jaminan terhadap kontinuitas pasokan kayu bagi
industri. Dalam hal ini peranan lembaga pemerintah (khususnya Pemerintah Daerah) perlu
lebih pro-aktif dalam memberikan dukungan dalam pengembangan Hutan Rakyat mulai dari
tahap perencanaan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, penebangan, pengolahan dan
pemasaran hasilnya. Adanya beberapa PERDA masih terbatas dalam rangka meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah, belum dalam konteks pengembangan HR secara kommprehensif.
Paling Tidak Dinas Kehutanan dan Dinas Perindag harus bekerja secara kolaboratif dalam
rangka mendukung program Hutan Rakyat Lestari.
35
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)
7) Petani Hutan Rakyat mendapatkan margin pendapatan yang rendah
dibandingkan dengan pedagang dan pengguna/industri kayu rakyat.
Mekanisme perdagangan kayu rakyat berada di luar kendali petani hutan rakyat sebagai
produsen, sehingga keuntungan terbesar dari pengelolaan hutan rakyat tidak dirasakan oleh
petani hutan rakyat. Peran Kelompok Tani Hutan dan Asosiasi Kelompok Tani Hutan
Rakyat harus diberdayakan untuk meningkatkan posisi tawar petani.
Permasalahan tersebut menunjukkan demikian rentannya kelestarian (usaha) hutan
Rakyat oleh para petani akibat adanya peningkatan kebutuhan industri berbasis kehutanan,
terutama bahan baku kayu. Hal ini diperparah lagi dengan menurunnya produktivitas kayu
dari Hutan Alam dan Hutan Tanaman yang disebabkan oleh penebangan liar dan kegagalan
pembuatan tanaman hutan (HTI).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kayu rakyat sudah merupakan alternatif sumber pemenuhan bahan baku kayu terutama
bagi industri kayu skala usaha kecil dan menengah guna memenuhi kebutuhan lokal dan
kebutuhan industri di luar kota baik di wilayah Jawa bagian Barat (Banten, Jawa Barat dan
DKI Jakarta) maupun untuk memenuhi kebutuhan dari propinsi lain. Beberapa industri
perkayuan sudah banyak beralih kepada penggunaan kayu rakyat, karena pasokan kayu
dari Perum perhutani dan dari hutan produksi alam di luar Jawa semakin menurun.
2. Di beberapa kabupaten seperti Pandeglang dan Lebak di Propinsi Banten dan Kabupaten
Ciamis dan Sukabumi, Propinsi Jawa Barat pasokan kayu rakyat semakin meningkat.
Beberapa jenis kayu rakyat memiliki nilai komersial tinggi dan harganya cenderung
meningkat seperti durian, sengon, mahoni, maesopsis, pulai dan lain-lain. Terdapat
kecenderungan kurangnya pengendalian terhadap penebangan kayu rakyat sehingga
jenis-jenis kayu buah-buahan seperti nangka, mangga, melinjo dll menjadi sasaran untuk
penebangan oleh masyarakat.
Saran
Pemerintah Daerah disarankan agar lebih komprehensif dalam mengelola Hutan
Rakyat terutama dari segi teknologi, kelembagaan dan kebijakannya baik di tingkat on-farmnya
dan off-farmnya misalnya dengan membuat Peraturan Daerah yang memberikan jaminan
perlindungan usaha, merangsang para pedagang dan pengusaha kayu rakyat untuk
memberikan insentif kepada petani dalam bentuk peningkatan kualitas bibit, penguatan
kelembagaan dan pembinaannya sebagai produsen bahan baku kayu rakyat, meningkatkan
akses petani terhadap pasar dan pengusaha industri kayu rakyat dan akses kepada lembaga
pembiayaan usaha rakyat baik pemerintah, dunia usaha maupun perbankan.
36
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 6 No. 1 Maret 2009, Hal. 15 - 37
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kehutanan Kabupaten Ciamis. 2004. Inventarisasi Potensi Kayu Rakyat. Laporan.
Ciamis. Jawa Barat.
. 2006. Laporan Penggunaan Dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil
Hutan. Laporan. Ciamis. Jawa Barat.
Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. 2004. Laporan Tahunan Sub Dinas Pengusahaan
Hutan. Laporan. Sub Dinas Pengusahaan Hutan. Sukabumi, Jawa Barat.
. 2006. Laporan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan (SKSHH) Hutan
Rakyat. Sukabumi. Jawa Barat.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Lebak. 2005. Laporan Penerbitan SKSHH
(Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan). Laporan. Lebak. Banten.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pandeglang. 2006. Laporan Penerbitan
SKSHH Bulan Mei Tahun 2006. Laporan. Pandeglang. Banten.
Awang, S., dkk. 2002. Hutan Rakyat Sosial Ekonomi dan Pemasaran. Ed ke-1. BPFE.
Yogyakarta.
Kartodihardjo, H. 2006. Ekonomi dan Institusi Pengelolaan Hutan. Telaah Lanjut Analisis
Kebijakan Usaha Kehutanan.IDEALS. Bogor.
Supriadi, D. 2005. Pengembangan Hutan Rakyat di Indonesia. Dalam San Afri Awang. 2005.
Petani, Ekonomi, dan Konservasi Aspek Penelitian dan Gagasan. Debut Press.
Yogyakarta.
37
Kajian Peredaran Kayu Rakyat .......... (Ismatul Hakim, Hariyatno Dwiprabowo dan Rachman Effendi)