Academia.eduAcademia.edu

. Pengantar SIG dan RS

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengolah dan menampilkan data atau informasi geografis representasi dari fenomena dunia nyata (Arnoff, 1989; Burrough, 1986). Sebagai system, SIG dibentuk oleh komponen-komponen yang saling terhubung satu dengan lainnya. Komponen SIG terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Dengan demikian SIG sebagai sebuah system dapat pula diartikan "sistem yang menyediakan infrstruktur, alat dan metode untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis" (Goodchild, 1992; Maguire, 2010). Dari sudut pandang keilmuan (Geographic Information Science), mengandung makna sebagai sebuah kerangka pikir penggunaan terori informasi, analisis spasial dan statistik, serta kartografi yang membantu kita memahami filosofi dan kontek informasi geografis dalam berbagai bidang kehidupan (Longley, 2005; Maguire 2010). A.1. Sumber Data SIG Dalam sistem informasi secara umum, dan khususnya dalam membangun SIG, terdapat empat proses yang dilakukan secara berurutan yaitu pemasukan data, manajemen (termasuk pengelolaan, pemutakhiran) data, analisis data dan presentasi/penyajian data/informasi yang dihasilkan. Dengan demikian, dalam membangun SIG, diperlukan sumber-sumber data sebagai komponen masukan dalam proses tersebut. Oleh karena itu seorang yang bekerja dengan SIG perlu mengetahui sumber-sumber data SIG. Data yang berasal dari berbagai sumber inilah yang akan diproses dalam SIG. Berikut adalah beberapa sumber data yang biasa dikenal dalam SIG.

Pelatihan Aplikasi Praktis Sistem Informasi Geografis (SIG) sebagai Pengayaan Bahan Ajar untuk Guru Sekolah Menangah Atas dan Kejuruan PENGANTAR SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH A. Tujuan Tujuan kegiatan pembelajaran adalah : 1. Menjelaskan pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Penginderaan Jauh 2. Menjelaskan komponen SIG dan Sistem Penginderaan Jauh 3. Menjelaskan sumber-sumber data SIG dan bentuk data spasial. 4. Menjelaskan aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dalam pemanfaatan, pengelolaan sumber daya dan perencanaan pembangunan. B. Indikator Pencapaian Kompetensi Indikator pencapaian kompetensi pada kegiatan pembelajaran ini adalah: 1. Memahami komponen SIG dan Sistem Penginderaan Jauh, urgensi dan aplikasi dalam menghasilkan informasi spasial 2. Memahami dan dapat mengindentifikasi sumber dan bentuk data spasial yang tepat untuk tujuan analisis dan pemanfaatan SIG tertentu. 3. Memahami penggunaan dan pemanfaatan SIG dan Penginderaan Jauh dalam pengelolaan ruang/wilayah. 1 KONSEP SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DAN PENGINDERAAN JAUH A. SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan, mengolah dan menampilkan data atau informasi geografis representasi dari fenomena dunia nyata (Arnoff, 1989; Burrough, 1986). Sebagai system, SIG dibentuk oleh komponen-komponen yang saling terhubung satu dengan lainnya. Komponen SIG terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Dengan demikian SIG sebagai sebuah system dapat pula diartikan ”sistem yang menyediakan infrstruktur, alat dan metode untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa, dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis” (Goodchild, 1992; Maguire, 2010). Dari sudut pandang keilmuan (Geographic Information Science), mengandung makna sebagai sebuah kerangka pikir penggunaan terori informasi, analisis spasial dan statistik, serta kartografi yang membantu kita memahami filosofi dan kontek informasi geografis dalam berbagai bidang kehidupan (Longley, 2005; Maguire 2010). A.1. Sumber Data SIG Dalam sistem informasi secara umum, dan khususnya dalam membangun SIG, terdapat empat proses yang dilakukan secara berurutan yaitu pemasukan data, manajemen (termasuk pengelolaan, pemutakhiran) data, analisis data dan presentasi/penyajian data/informasi yang dihasilkan. Dengan demikian, dalam membangun SIG, diperlukan sumber-sumber data sebagai komponen masukan dalam proses tersebut. Oleh karena itu seorang yang bekerja dengan SIG perlu mengetahui sumber-sumber data SIG. Data yang berasal dari berbagai sumber inilah yang akan diproses dalam SIG. Berikut adalah beberapa sumber data yang biasa dikenal dalam SIG. 2 A.1.1. Peta Analog Peta analog adalah peta yang berbentuk cetakan hasil dari proses yang dilakukan dalam SIG, peta ini berbentuk hardcopy yang dikerjakan dengan teknik kartografi. Contoh peta analog adalah peta rupa bumi yang diterbitkan BIG, Atlas, atau peta cetak lainnya, baik peta dasar maupun peta tematik. Gambar 1. Salah satu contoh peta analog, Peta Rupa Bumi yang dicetak dalam kertas Peta analog ini dapat digunakan dalam SIG, dengan menggunakan beberapa teknik dan bantuan software pengolahan data SIG. Untuk memasukan peta analog dalam proses SIG, terlebih dahulu peta cetak tersebut di-scan, sehingga menjadi sebuah data digital (berupa gambar). Agar data digital tersebut memiliki informasi koordinat yang merujuk pada posisi dipermukaan bumi, maka peta digital diberikan referensi koordinat yang benar melalui proses georeferencing. Setelah diberikan referensi koordinat, lalu obyek yang ada dalam peta dapat dijadikan data-data spasial berjenis vector (titik, garis dan polygon/area) melalui proses digitasi. 3 A.1.2. Data Penginderaan Jauh (Citra Satelit) Data penginderaan jauh adalah data-data spasial berjenis raster yang berasal dari citra satelit dan foto udara. Identifikasi dan klasifikasi obyek dari sebuah citra satelit dilakukan melalui proses intepretasi, baik secara visual maupun digital (melalui proses komputasi), sehingga obyek dalam citra satelit dapat diklasifikasi dan dibedakan ke dalam jenis tutupan lahan, misalnya hutan, perkebunan sawit, lading, sawah permukiman dan lainnya. Gambar 2. Data Penginderaan Jauh (Citra Satelit) dari wilayah/kampus BIOTROP Data penginderaan jauh yang berupa citra satelit dan foto udara yang dihasilkan melalui perekaman wahana satelit, memerlukan pengolahan awal (pre-processing) berupa; (1) proses koreksi radiometrik yang berfungsi untuk menghilangkan efek-efek gangguan akibat pembiasan gelombang oleh partikel-partikel di atmosfer saat perekaman obyek, sehingga dapat memperbaiki kualitas perbedaan warna melalui metode penajaman warna; dan (2) koreksi geometrik yang berfungsi untuk memberikan informasi posisi koordinat (lintang/bujur) ke dalam citra, sehingga posisi obyek dalam citra berasosiasi dan bertepatan dengan posisi obyek yang sebenarnya di permukaan bumi. 4 Penginderaan jauh yang berasal dari citra satelit dan foto udara selalu berkembang seiring berkembangnya teknologi dalam ilmu penginderaan jauh. A.1.3. Data Pengukuran Lapangan Data pengukuran lapangan adalah data yang diperoleh langsung di lapangan melalui proses pengukuran dan perekaman dengan alat GPS, Teodolit, sketsa hasil pengamatan dan lain-lain. Beberapa data yang dapat dihasilkan melalui pengukuran lapangan diantaranya peta tata batas administrasi, batas kepemilikan lahan, batas persil dan lain-lain. Data-data hasil pengukuran itu harus disertai keterangan-keterangan data/obyek yang diukur, dan tersimpan sebagai data atribut dari sebuah data spasial. Teknologi GPS (Global Positioning System) sangat membantu dan memudahkan dalam melakukan pengukuran dan perekaman data secara langsung di lapangan. Teknologi GPS terus berkembang sehingga akurasi GPS hingga kini semakin baik, dan tentunya berbeda pada setiap jenis GPS. GPS Geodetik memiliki akurasi lebih tinggi disbanding GPS jenis Handheld. Data GPS (data yang dukur dan direkam dengan GPS) dapat langsung dibaca/diimport oleh software GIS. Sehingga dengan menggunakan GPS, tidak perlu lagi menggambar sketsa tentang suatu lokasi. Data GPS yang dihasilkan berupa data spasial berjenis vektor yang dapat langsung diproses atau diolah, diintegrasikan dengan data lainnya. Gambar 3. Beberapa contoh GPS jenis handheld dan navigasi 5 A.2. Bentuk Data dan Informasi Spasial Data spasial merupakan sebuah data yang berorientasi geografis, memiliki sistem koordinat tertentu sebagai dasar referensinya dan mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dari data lain, yaitu informasi lokasi (spasial) dan informasi deskriptif (attribute). A.2.1. Data Vektor Data vektor merupakan bentuk bumi yang direpresentasikan ke dalam kumpulan garis, area (daerah yang dibatasi oleh garis yang berawal dan berakhir pada titik yang sama), titik dan nodes (merupakan titik perpotongan antara dua buah garis). Obyek yang dibangun pada data vektor umumnya tebagi pada tiga bentuk yaitu titik (point), garis (line) dan area (polygon). Di dalam ArcGIS, data vektor ini tersimpan dalam format shapefile (*.shp). Gambar 4. Tipe data vector A.2.2. Data Raster Data raster memiliki struktur yang tersusun dalam bentuk matriks atau piksel dan membentuk grid. Setiap piksel memiliki nilai tertentu dan memiliki atribut tersendiri, termasuk nilai koordinat (x,y atau lintang dan bujur). Tingkat keakurasian data raster sangat tergantung pada ukuran piksel, yang dikenal dengan istilah resolusi. Data raster ini dihasilkan oleh rekaman sensor satelit, rekaman airborne (pesawat terbang), dan rekaman oleh UAV (Unmmaned Aerial Vehicle) atau yang lebih dikenal dengan Dron. Selain digunakan dalam analisis berbasis citra satelit, bentuk data raster juga digunakan dalam membangun model ketinggian digital (DEM6 Digital Elevatin Model) dan model permukaan digital (DTM-Digital Terrain Model). Format umum data raster yang sering digunakan adalah GeoTIFF, IMG, dan format khusus lainnya yang dihasilkan oleh software-software pengolah data spasial. Gambar 5. Struktur Model Data Raster Gambar 6. Jenis data raster A.2.3. Data Tabular Data tabular merupakan data tabel, data ini dapat langsung menjadi bagian data spasial dan dapat pula terpisah dari data spasial. 7 Gambar 7. Data tabular menunjukan keterangan suatu data spasial A.2.4. Dataset Geodatabase Dengan berkembangnya teknologi, data GIS mampu disimpan pada suatu data yang terpusat, yang disebut dataset geodatabase. Data ini juga mampu dikembangkan hingga disimpan dalam database. Berikut perbedaan data GIS dengan dataset geodatabase. Tabel Perbedaan Data GIS Dengan Dataset Geodatabase 8 A.3. Sistem Koordinat, Proyeksi dan Skala Peta Sistem Koordinat merupakan bilangan yang digunakan untuk menunjukan lokasi suatu titik, garis dan permukaan atau ruang. Informasi lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat yang diantaranya mencakup datum dan proyeksi peta. Datum adalah kumpulan parameter dan titik kontrol yang hubungan geometriknya diketahui, baik melalui pengukuran atau penghitungan. Sistem proyeksi peta adalah sistem yang dirancang untuk mempresentasikan permukaan dari suatu bidang lengkung atau spheroid (seperti bumi) pada suatu bidang datar. A.3.1. Proyeksi Kerucut Proyeksi kerucut banyak digunakan di beberapa negara wilayah subtropics seperti di negara-negara eropa dan amerika. Proyeksi ini mengikuti bentuk bumi yang semakin tinggi nilai lintang, maka semakin sedikit luas areanya. Gambar 8. Ilustrasi proyeksi kerucut A.3.2. Proyeksi Silinder Proyeksi silinder lebih tepat digunakan untuk wilayah-wilayah mendekati garis khatulistiwa atau wilayah yang memiliki iklim tropis, karena pada proyeksi ini permukaan bumi dianggap datar dan sama wilayahnya tanpa melihat koordinat dan garis lintang. Metode pada proyeksi ini terbagi menjadi normal, transverse dan oblique. 9 Gambar 9. Ilustrasi proyeksi silinder A.3.3. Proyeksi Azimut atau Planar Proyeksi azimuth atau planar banyak digunakan untuk merepresentasikan muka bumi di wilayah tertentu memperhatikan posisi lintang tinggi atau rendah, sehingga ini membantu beberapa negara yang luasanya tidak cocok untuk proyeksi silinder dan kerucut. Proyeksi ini memiliki beberapa metode yaitu polar, equatorial dan obilique, yang masing-masing metode menyesuaikan bentuk wilayah suatu negara pada muka bumi. 10 A.4. Geographic Coordinate System (GCM) Geographic Coordinate System (GCS) menggunakan sistem koordinat bola untuk menunjukkan sebuah lokasi di permukaan bumi. Sebuah titik direferensikan dengan garis lintang (latitude) dan garis bujur (longitude). Garis lintang dan garis bujur adalah sudut yang diukur dari pusat bumi ke titik di permukaan bumi. Satuan ukur dari garis-garis ini adalah derajat. Gambar 10. Sistem Koordinat Geografi A.5. Projected Coordinate System Sistem koordinat terproyeksi adalah sistem koordinat yang didasarkan pada proyeksi peta di bidang dua dimensi. Sistem koordinat ini memiliki panjang, sudut, luas wilayah yang sama (konstan). Dalam sistem koordinat ini lokasi-lokasi diidentifikasi oleh koordinat (x, y) dalam sebuah grid, dengan titik pusat yang terletak di tengah dari grid. Berikut gambar yang menunjukkan grid dan contoh sistem koordinat terproyeksi Universal Transverse Mercator (UTM) System. 11 Gambar 11. Zona UTM Dunia Gambar 12. Zona UTM di Indonesia A.6. Skala Peta Dalam melakukan analisis menggunakan data-data spasial, yang paling berpengaruh adalah tingkat kedalaman (kedetilan) data geospasial di dalamnya. Hal ini menujukan betapa pentingnya mengetahui skala peta, karena skala ini menentukan tingkat kelengkapan informasi geospasial suatu peta. 12 Gambar 13. Kedetailan suatu skala, semakin ke kanan semakin besar skala peta dan semakin detail informasinya Berdasarkan skala, maka semakin besar skala peta semakin lengkap/detil informasi geospasial yang ditampilkan dalam peta. Seperti ilustrasi dalam gambar 13, skala 1:25.000 lebih lengkap informasi geospasialnya dibanding skala 1:100.000 dan 1:1.000.000. Sehingga dapat di simpulkan bahwa untuk melakukan analisis spasial pada level kabupaten diperlukan data yang lebih lengkap informasinya, atau skala data yang diperlukan lebih besar. Bila di provinsi menggunakan skala 1:250.000 maka untuk menganalisis data spasial di level kabupaten diperlukan data dengan skala lebih besar yaitu skala 1:50.000 atau 25.000 sedangkan untuk perkotaan bisa mencapa 1:10.000 dan 1:5000. B. PENGINDERAAN JAUH B.1. Pengertian Penginderaan Jauh Penginderaan jauh (atau disingkat inderaja) adalah pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat yang tidak secara fisik melakukan kontak dengan 13 objek tersebut atau pengukuran atau akuisisi data dari sebuah objek atau fenomena oleh sebuah alat dari jarak jauh, (misalnya dari pesawat, pesawat luar angkasa, satelit, kapal atau alat lain. Menurut Lillesand dan Kiefer (1997, 2007), Colwell (1984), Lindgren (1985), Avery (1985) dan Curran (1985), penginderaan jauh dapat disarikan sebagai ilmu, seni dan teknologi untuk merekam informasi tentang obyek di permukaan bumi menggunakan alat/instrumen tanpa kontak langsung, mengolah dan menganalisis objek dan fenomena berdasarakan rekaman karakteristik elektromagnetik yang dipantulkan oleh obyek wilayah, atau gejala yang dikaji. B.2. Komponen Dasar Penginderaan Jauh Empat komponen dasar dari sistem PENGINDERAAN JAUH adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan digital dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah citra. Gambar 14. Komponen Penginderaan Jauh: (1). Sumber Energi (matahari); (2). Target (obyek di permukaan bumi); (3). wahana; dan (4). Sensor (alat perekam). 14 B.2. Teknologi Penginderaan Jauh Berdasarkan sumber energi dalam proses PENGINDERAAN JAUH, dibagi dalam dua jenis:  Sistem pasif adalah sistem yang menggunakan sumber energi sinar matahari. Sensor menangkap gambar obyek berdasarkan gelombang yang dipantulkan oleh obyek di permukaan bumi.  Sistem aktif adalah sistem yang menggunakan sumber energi buatan yang memancarkan gelombang untuk menangkap kenampakan obyek di permukaan bumi. Pada system pasif, energi yang ditangkap sensor satelit ditentukan oleh jumlah energy matahari yang diterima oleh obyek di setiap tempat. Perbedaan energy yang diterima obyek dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Waktu penyinaran Jumlah energi yang diterima oleh objek pada saat matahari tegak lurus (siang hari) lebih besar daripada saat posisi miring (sore hari). Makin banyak energi yang diterima objek, makin cerah warna obyek tersebut. Bentuk permukaan bumi Permukaan bumi yang bertopografi halus dan memiliki warna cerah pada permukaannya lebih banyak memantulkan sinar matahari dibandingkan permukaan yang bertopografi kasar dan berwarna gelap. Sehingga daerah bertopografi halus dan cerah terlihat lebih terang dan jelas. Keadaan cuaca Kondisi cuaca pada saat pemotretan mempengaruhi kemampuan sumber tenaga dalam memancarkan dan memantulkan. Misalnya kondisi udara yang berkabut menyebabkan hasil inderaja menjadi tidak begitu jelas atau bahkan tidak terlihat. Atmosfer Lapisan udara yang terdiri atas berbagai jenis gas, seperti O2, CO2, nitrogen, hidrogen dan helium. Molekul-molekul gas yang terdapat di dalam atmosfer tersebut dapat menyerap, memantulkan dan melewatkan radiasi elektromagnetik. Di dalam PENGINDERAAN JAUH terdapat istilah Jendela Atmosfer, yaitu bagian spektrum elektromagnetik yang dapat mencapai bumi. Keadaan di atmosfer dapat menjadi 15 penghalang pancaran sumber tenaga yang mencapai ke permukaan bumi. Kondisi cuaca yang berawan menyebabkan sumber tenaga tidak dapat mencapai permukaan bumi. Gambar 15. Jendela atmosfir di mana transmisi berjalan penuh B.2.1. Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromaknetik adalah gelombang yang merambat secara kontinu dalam gerak yang harmonis. Sumber dari gelombang ini secara alami adalah sinar matahari, selain dapat pula dibuat secara artifisial seperti pada penginderaan dengan gelombang radar (gelombang mikro). Selang panjang gelombang elektromaknit mulai dari sekitar 0.3 nm sampai orde meter yang meliputi gelombang ultra ungu sampai radio (Gambar 16). Gambar 16. Selang panjang gelombang elektromaknit dan jendela atmosfir 16 Tidak semua gelombang elektromaknit dapat dipakai dalam sistim perekaman data karena sebagian dari selang panjang gelombang tersebut tidak dapat diteruskan (ditrasmit) ke permukaan bumi. Perambatan gelombang ke permukaan bumi dipengaruhi oleh proses yang terlihat pada gambar 13. Penghalang yang membendung jalannya gelombang tersebut di antaranya adalah massa gas yang terdapat di atmosfir seperti O2, H2O, CO2. Oleh karena itu ada celah-celah dimana transmisi gelombang berjalan penuh. Celah tersebut dikenal sebagai jendela atmosfir (atmospheric window) seperti dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. B.2.2. Komunikasi dan Pengumpulan Data Pengiriman data yang dikumpulkan dari sebuah sistem Penginderaan Jauh kepada pemakai kadang-kadang harus dilakukan dengan sangat cepat. Oleh karena itu, pengiriman, penerimaan, pemrosesan dan penyebaran data dari sebuah sensor satelit harus dirancang dengan teliti untuk memenuhi kebutuhan pemakai. Pada ground-based platforms, pengiriman menggunakan sistem komunikasi ground-based seperti radio, transmisi microwave atau computer network. Bisa juga data disimpan pada platform untuk kemudian diambil secara manual. Pada aerial platforms, data biasanya disimpan on board dan diambil setelah pesawat mendarat. Dalam hal satellite platforms, data dikirim ke bumi yaitu kepada sebuah stasiun penerima. Berbagai cara transmisi yang dilakukan:  langsung kepada stasiun penerima yang ada dalam jangkauan,  disimpan on board dan dikirimkan pada saat stasiun penerima ada dalam jangkauan, terus menerus, yaitu pengiriman ke stasiun penerima melalui komunikasi satelit berantai pada orbit bumi, atau  kombinasi dari cara-cara tersebut. Data diterima oleh stasiun penerima dalam bentuk format digital mentah. Kemudian data tersebut akan diproses untuk pengkoreksian sistematik, geometrik dan atmosferik dan dikonversi menjadi format standard. Data kemudian disimpan dalam tape, disk atau CD. Data biasanya disimpan di stasiun penerima dan pemproses, sedangkan perpustakaan lengkap dari data biasanya dikelola oleh pemerintah ataupun perusahaan komersial yang berkepentingan. B.3. Sistim Penginderaan Jauh Sistim penginderaan jauh mencakup beberapa komponen utama yaitu: (1) sumber 17 energi; (2) sensor sebagai alat perekam data; (3) stasiun bumi sebagai pengendali dan penyimpan data; (4) fasilitas pemrosesan data; (5) pengguna data. Gambar 17 memperlihatkan hubungan kelima komponen tersebut. Gambar 17. Diagram sistim penginderaan jauh pada umumnya Sumber energi yang umum dipergunakan dalam sistim penginderaan jauh yang operasional saat ini adalah dari matahari (passive sensing) dan kebalikannya active sensing dipakai dalam sistim imaging radar. Nilai intensitas pantul berkisar antara 0 - 255 dimana 0 merupakan intensitas terrendah (hitam) dan 255 intensitas tertinggi (putih). Ukuran pixel berbeda tergantung pada sistim yang dipakai, menunjukkan ketajaman/ketelitian dari data penginderaan jauh, atau yang dikenal dengan resolusi spasial. Makin besar nilai resolusi spasial makin kurang detail data yang dihasilkan, sebaliknya makin kecil nilai resolusi spasial makin detail data tersebut dihasilkan seperti dapat dilihat pada ambar 18. 18 Gambar 18. Gambaran perbedaan nilai resolusi spasial data penginderaan jauh. Selain resolusi spasial data penginderaan jauh mengenal suatu istilah lain yaitu resolusi spektral. Data penginderaan jauh yang menggunakan satu band pada sensornya hanya akan memberikan satu data intensitas pantul pada tiap pixel. Apabila sensor menggunakan 5 band maka data pada tiap pixel akan menghasilkan 5 nilai intensitas yang berbeda. Dengan menggunakan banyak band (multiband) maka pemisahan suatu obyek dapat dilakukan lebih akurat berdasarkan nilai intensitas yang khas dari masing-masing band yang dipakai. Sebagai ilustrasi resolusi spektral diperlihatkan pada gambar 19. Gambar 19. Diagram yang menunjukkan resolusi spektral dari data penginderaan jauh multispectral. 19 Data penginderaan jauh merupakan data digital yang penggunaannya memerlukan suatu perangkat keras dan lunak khusus untuk pemrosesannya. Komputer PC dan berbagai software seperti ERMapper, ILWIS, IDRISI, ERDAS, PCI, ENVI, ArcGIS dsb dapat dipergunakan sebagai pilihan. Untuk keperluan analisis dan interpretasi dapat dilakukan dengan dua cara: (1). Pemrosesan dan analisis digital dan (2). Analisis dan interpretasi visual. Kedua metoda ini mempunyai keunggulan dan kekurangan, seyogyanya kedua metoda dipergunakan bersama-sama untuk saling melengkapi. Pemrosesan digital berfungsi untuk membaca data, menampilkan data, memodifikasi dan memproses, ekstraksi data secara otomatik, menyimpan, mendesain format peta dan mencetak. Sedangkan analisis dan interpretasi visual dipergunakan apabila pemrosesan dat secara digital tidak dapat dilakukan dan kurang berfungsi baik. Pemrosesan secara digital lain sangat bervariasi seperti misalnya deteksi tepi (edge enhancements), filtering, histogram transformations, band ratioing, Principle Component Analysis (PCA), Classifications, penggunaan formula dan sebagainya. Di samping pemrosesan digital suatu metoda lain yang tidak dapat dikesampingkan adalah pemrosesan, interpretasi dan analisis secara visual. Cara seperti ini dilakukan seperti halnya diterapkan dalam interpretasi potret udara konvensional yang telah lama dilakukan sebelum era citra satelit diperkenalkan. Parameter interpretasi seperti pengenalan obyek berdasarkan bentuk, ukuran, pola dan tekstur topografi, struktur, rona warna dan sebagainya dipergunakan dalam mengenal dan membedakan obyek/benda antara satu dengan yang lain. Pengguna data merupakan komponen akhir yang penting dalam sistem inderaja, yaitu orang atau lembaga yang memanfaatkan hasil penginderaan jauh. Data penginderaan jauh dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti: militer, kependudukan, pemetaan, meteorologi dan klimatologi, dan bidang-bidang lainnya. B.4. Keunggulan Penginderaan Jauh Menurut Sutanto (1994), penggunaan penginderaan jauh baik diukur dari jumlah bidang penggunaannya maupun dari frekuensi penggunaannya pada tiap bidang mengalami pengingkatan dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:  Citra menggambarkan obyek, daerah, dan gejala di permukaan bumi dengan wujud dan letak obyek yang mirip dengan kenyataannya di permukaan bumi. 20  Dapat menjangkau daerah-daerah remote (yang tidak dapat dijangkau dengan transportasi secara terestrial), dan cakupan luas.  Dari jenis citra tertentu dapat dibuat gambaran tiga dimensional.  Sumber data utama untuk monitoring, pemetaan tutupan lahan, area bencana, dll.  Citra sering dibuat dengan periode ulang yang pendek (time series). C. APLIKASI DAN PEMANFAATAN SIG DAN PENGINDERAAN JAUH C.1. Data GIS untuk Mendukung Pembangunan Wilayah Informasi Geospasial (IG) amatlah penting dalam mendukung perencanaan pembangunan dan pengembangan wilayah. Negara dan pemerintah telah mengatur dan menetapkan perangkat kebijkan dalam bentuk peraturan perundangan yang menekankan pentingnya data spasial, berikut ini:  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional menyebutkan bahwa seluruh kegiatan pembangunan haruslah direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan pembangunan di daerah harus berdasarkan pada data dan informasi, termasuk data dan informasi spasial, serta Pemerintah daerah harus membangun sistem informasi daerah yang terintegrasi secara nasional.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 menegaskan bahwa aspek wilayah/spasial haruslah diintegrasikan ke dalam - dan menjadi bagian - kerangka perencanaan pembangunan di semua tingkatan pemerintahan. Dalam kaitan ini, terdapat 33 provinsi dan lebih dari 500 kabupaten/kota yang harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam perencanaan pembangunan daerahnya masingmasing.  Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, menegaskan bahwa salah satu tujuan ditetapkan undang-undang ini adalah untuk mendorong penggunaan informasi geospasial dalam penyelenggaraan 21 pemerintahan dan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Keempat amanat Undang-Undang tersebut menegaskan pentingnya data spasial dalam proses perencanaan pembangunan. Selain merupakan proses politik, teknokratik dan partisipatif, perencanaan pembangunan nasional dan pembangunan daerah memerlukan pula proses komunikasi intensif, koordinasi dan sinergi yang saling menguntungkan. Tuntutan akan kualitas produk perencanaan pembangunan yang muncul pada saat ini antara lain mencakup:  adanya perencanaan spasial yang terintegrasi;  adanya pendekatan holistik (menyeluruh) berupa integrasi pembangunan ekonomi dan sosial;  terwadahinya interaksi lokal dengan global;  teridentifikasinya kegiatan berdasarkan konsensus bersama antara institusi publik dan swasta;  terkaitnya perencanaan dengan investasi swasta/masyarakat. Terkait dengan perencanaan wilayah, data spasial yang diperlukan meliputi data-data geografis dasar serta data-data tematik yang umum dipakai dan sering dibutuhkan, sebagai berikut:  Data dasar antara lain meliputi geodesi (batuan), citra satelit, elevasi (ketinggian dan kemiringan), transportasi, hidrografi (sumber daya air), kadastral (peta kepemilikan tanah), unit wilayah administratif dan lain-lain.  Data tematik antara lain meliputi tema-tema pertanian, kelautan dan perikanan, kehutanan, pengairan, perhubungan, sumberdaya mineral dan energi, pertanahan, sosial-ekonomi, dan sejenisnya. Perencanaan pembangunan daerah hakekatnya adalah merencanakan upaya mobilisasi sumber daya yang ada untuk menghasilkan barang, jasa, dan pertambahan nilai, bagi kesejahteraan masyarakat. Pengembangan daerah diselenggarakan dengan memperhatikan potensi dan peluang keunggulan sumber daya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta meperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan. Pelaksanaan pembangunan daerah dilakukan secara terencana dan terintegrasi dengan semua rencana pembangunan sektor dan bidang. Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronkan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya. Rencana Tata Ruang (RTR) merupakan landasan kebijakan pengembangan wilayah 22 sebagai pedoman pembangunan ekonomi daerah. Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 3, mengamanatkan: Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:  terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan;  terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan  terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang Dengan demikian RTRW dan RDTR merupakan muara dari rencana Pembangunan Daerah. Gambar 20. Informasi Geospasial sebagai input dasar perencanaan pembangunan untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah (Sumber: RPJMN 2015-2019) Beberapa contoh nyata penerapan dan pemanfaatan SIG dan penginderaan jauh dalam 23 konteks perencanaan dan pembangunan wilayah, diantaranya:  Bidang Pertanian o o o Delineasi lahan baku sawah Analisis dan zonasi kesesuaian lahan pertanian Dikombinasikan dengan pemodelan spasial dapat menghitung umur padi dari data citra pada waktu perekaman tertentu dan estimasi waktu dan luas panen o  Bidang Kelautan o o  o o o o Pemetaan sungai dan studi sedimentasi sungai. Pemetaan luas daerah dan intensitas banjir. Pemetaan daerah bencana (gempa, kebakaran, longsor, dll) Pemetaan distribusi sumber daya alam. Pemantauan pencemaran laut dan lapisan minyak di laut. Permodelan meteorologi dan data klimatologi. Bidang Kebijakan Spasial o o o  Pemetaan daerah aliran sungai (DAS) dan konservasi sungai. Bidang Meteorologi dan Klimatologi o  Identifikasi suhu permukaaan dan klorofil untuk menentukan daerah tangkapan Bidang Geologi o  Pemetaan perubahan pantai, abrasi, sedimentasi. Bidang Hidrologi o  Valuasi tegakan dalam perkebunan Penyusunan RDTR Penyusunan RTRW Delineasi dan Pemetaan Kawasan Hutan Bidang Sosial o o Pemetaan jumlah dan kepadatan penduduk Pemetaan kualitas SDM, integrasi dengan data statistic (IPM, tingkat pendidikan, lama sekolah, dll)  Dan dalam bidang-bidang lainnya. 24 C.2. Sistem Basisdata Geospasial dalam Perencanaaan Undang-Undang No.4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial yang dikoordinasikan oleh BIG (Badan Informasi Geospasial) mengamanatkan agar kebijakan satu peta dapat membangun informasi geospasial dasar dan tematik serta pembangungan infrastruktur jaringan informasi geospasial, yang dibangun menggunakan satu referensi, satu standar, satu basisdata dan satu portal. Basis data geospasial menyediakan informasi spasial yang diperlukan dalam merumuskan, menyusun dan merencanakan pembangunan dan melakukan analisis pemanfaatan lahan terhadap perencanaan wilayah dan pemodelan spasial. Basis data geospasial secara optimal mendukung penyusunan strategi percepatan dan perluasan pembangunan yang diharapkan berintegrasi dengan simpul jaringan geospasial data nasional. Hal ini sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2014 tentang JARINGAN INFORMASI GEOSPASIAL NASIONAL yang merupakan kebijakan cost effective dan efisien dalam pengadaan, pengelolaaan, pemanfaatan dan penyebarluasan informasi geospasial. Jaringan Informasi Geospasial Nasional (IGN), adalah Suatu sistem penyelenggaraan pengelolaan Informasi Geospasial secara bersama, tertib, terukur, terintegrasi dan berkesinambungan serta berdayaguna (Pasal 1, Butir 7. Pepres No.27/2014) Informasi Geospasial adalah data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan, pengambilan keputusan, dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian (Pasal 1, Butir 4. Pepres No.27/2014). Basis data geospasial merupakan sistem manajemen basisdata relasi yang berbasis sistem informasi geografi (SIG), yang juga merupakan kumpulan data spasial baik peta dasar, tematik dan rencana. Data spasial ini mengacu pada kebijakan satu peta dimana memiliki satu referensi, satu standar (skala atau resolusi), sehingga data spasial dapat dijadikan acuan dasar dalam analisis dan pemodelan pemanfaatan lahan, pemanfaatan sumber daya alam. Menyusun basisdata geospasial yang terintegrasi dengan perencanaan pembangunan wilayah, memerlukan langkah-langkah identifikasi, analisis hingga pemanfaatan teknologi untuk mengoptimalkan peranan informasi geospasial dalam menyusun scenario pengembangan wilayah. Berikut salah satu contoh langkah-langkah identifikasi potensi informasi geospasial dalam konteks perencanaan. 25 Gambar 21. Identifikasi potensi informasi geospasial merupakan langkah penting untuk membangun basisdata spasial untuk mendukung perencanaan wilayah. Pemanfaatan Informasi geospasial tematik dibangun melalui inventarisasi data hasil pengumpulan data spasial dari beberapa instansi pemerintahan baik pusat dan daerah yang terlibat dalam analisis keruangan dan pemanfaatan lahan. Survey dilakukan untuk memperkuat dan memperbaharui data-data geospasial dengan memperhatikan sektor-sektor yang dikaji dalam pembangunan yang tertera dalam RTR Kabupaten/Kota dan RPJMD, sehingga pengumpulan dan pemanfaatan peta tematik sesuai dengan kebutuhan analisis. Basis data geospasial terdiri dari 3 jenis peta diantaranya peta dasar, peta tematik dan peta rencana. Ketiga peta ini dapat digunakan untuk melakukan valuasi lahan yang telah dimanfaatkan sesuai kebijakan atau tata ruang, juga untuk melihat distribusi sumber daya alam dan lahan yang bisa dimanfaatkan mengikuti kebijakan strategis (Gambar 17). Oleh karena itu, dengan informasi geospasial diharapkan perencanaan wilayah berbasis pemanfaatan informasi geospasial tematik dapat memberi peringatan tentang dampak-dampak lingkungan dan juga mampu memberikan gambaran wilayah-wilayah potensial yang dapat dijadikan kawasan perhatian investasi untuk mendukung pengembangan strategis wilayah. 26 ANALISIS PEMANFAATAN LAHAN PENGUMPULAN DATA INVENTARISASI PETA TEMATIK SURVEY PETA RENCANA RTRW Sumber Daya Wilayah ANALISIS/KAJIAN SESUAI KAIDAH ONE MAP POLICY PETA DASAR ANALISIS SPASIAL PETA-PETA KESESUAIAN LAHAN BASISDATA GEOSPASIAL Gambar 22. Alur Pemanfaatan Basisdata Geospasial Tematik dalam Pengembangan Wilayah DAFTAR PUSTAKA Burrough, P. A., and McDonnell, R.A. (1998). Principle of Geographical Information Systems, 2nd edition.New York: Oxford University Press. Goodchild, M.F. 1992. Geographic Information Science.. International Journal of Geographical Information Systems 6(1): 31–45. Reprinted in P.F. Fisher, editor, Classics from IJGIS: Twenty years of the International Journal of Geographical Information Science and Systems. Boca Raton: CRC Press. Lillesland, Thomas. M dan Ralph W. Kiefer. 2007. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Longley, P., Goodchild, M., Maguire, D. & Rhind, D. 2005. Geographic Information Systems and Science. England, UK:John Wiley & Sons, Ltd. Maguire, D.J. 2010. GIS: A tool or science. https://www.geospatialworld.net/article/gis-a-tool-orscience/ Pickles, J. 1997. Tool or Science? GIS, Technoscience and the Theoretical Turn. Annals of the Association of American Geographers, Vol. 87, No.2 (Jun., 1997) p 363-372. Washington, DC:Taylor & Francis, Ltd. Sutanto. 1979. Pengetahuan Dasar Interpretasi Citra. Yogyakarta :Gadjah Mada University Press. 27