Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya, tugas ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dan dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Siti Fatimah , karena telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN “ Perencanaan, Instruksi, dan Teknologi ” Dosen Pengampu : Siti Fatimah Oleh: F – Kelompok 8 Stifi Pangestika Dita Amelia Refzy Fiqa Afrida Okky Diasmoro Firdaus Ramdhan PSIKOLOGI 2012 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG KATA PENGANTAR Asslamualaikum Wr.Wb Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahnya, tugas ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dan dengan tidak mengurangi rasa hormat penulis, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Siti Fatimah , karena telah membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini. Tugas ini di susun dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Psikologi Pendidikan. Tugas ini juga disusun agar pembaca dapat memahami perencanaan kelas, instruksi, dan teknologi. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini dari pembaca untuk penulis sangat diperlukan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah ilmu tidak hanya untuk penulis tetapi juga untuk para pembaca. Wassalamualaikum Wr.Wb Malang, 9 Maret 2013 Penulis DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah BAB II : ISI perencanaan Perencanaan dan Instruksi Pelajaran Teacher-Centered Perencanaan dan Instruksi Pelajaran Learner-Centered Teknologi dan Pendidikan BAB III : KESIMPULAN BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Memperoleh pendidikan adalah hak masyarakat di suatu Negara, mulai dari TK,SD,SMP,SMA hingga perguruan tinggi. Pemberian metode pembelajaran yang efektif dapat membantu mencerdaskan masyarakat. Selain murid yang berpartisipasi dalam dunia pendidikan, guru serta dosen juga terlibat dalam proses belajar mengajar. Dalam memberikan suatu pelajaran yang efektif para guru hendaknya mengetahui bagaimana cara dia membuat suatu perencanaan dalam metode pembelajarannya. Selain adanya perencanaan, seorang dosen juga diharapkan mampu memberikan metode serta setrategi pengajaran yang tepat, namun karena kurangnya angka melek teknologi informasi dan komunikasi menyebabkan pemberian suatu pengajaran yang kurang efektif. Bahkan di daerah pinggiran angka melek teknologi masih sangatlah kurang. Penggunaan teknologi yang semakin tinggi banyak disalah gunakan, ini dikarenakan kurangnya pengawasan penggunakan jaringan internet di sekolah maupun kampus yang guru maupun dosennya kurang mengerti tentang internet. RUMUSAN MASALAH Apakah yang disebut perencanaan dan hal-hal yang mencakup tentang perencanaan? Apakah yang dimaksut dengan Perencanaan dan Instruksi Pelajaran Teacher-Centered, kelebihan dan kelemahan serta pendukung dari metode ini dan apa sajakah bentuk-bentuknya? Apakah yang dimaksut dengan Perencanaan dan Instruksi Pelajaran Learner-Centered dan apa kelemahan dan kekurangan serta pendukung metode ini dan apa sajakah bentuk-bentuknya ? Bagaimanakah menggunakan teknologi secara efisien untuk membantu belajar? BAB II ISI I. Perencanaan Sering dikatakan bahwa seseorang yang gagal membuat rencana, bisa dikatakan bahwa sedang merencanakan kegagalan. Jadi rencana ini sangat penting ibarat jika kita membuat sebuah karangan, maka kita membutuhkan kerangka karangan. Perencanaan Instruksional Perencanaan adalah aspek penting untuk menjadi seorang guru yang kompeten (Parkay & Mass, 2000). Perencanaan Instruksional adalah pengembangan atau penyusunan strategi sistematik dan tertata untuk merencanakan pelajaran. Perenanaan ini membantu kita untuk mengembangkan topik-topik penting dan memaksimalkan waktu pengajaran guru. Kerangka Waktu dan Perencanaan Menyusun rencana waktu yang sistematis diperlukan pengetahuan tentang apa-apa yang perlu dilakukan dan kapan melakukannya. Apa-apa yang perlu dilakukan: Menentukan tujuan instruksional (apa yang harus saya capai) Merencanakan kegiatan (apa yang harus saya lakukan utnutk mencapai tujuan) Menentukan prioritas (tugas mana yang lebih penting) Waktu melakukannya: Membuat estimasi waktu (berapa waktu yang diperlukan dalam setiap kegiatan) Membuat jadwal (kapan kegiatan akan dilakukan) Fleksibel (bagaimana saya akan menangani situasi yang tidak terduga) Macam-macam perencanaan waktu: Perencanaan tahunan. Tujuannya adalah menetapkan isi umum (bersifat umum dan dimasukkan dalam kerangka sasaran kurikulum distrik), menentukan urutan kurikuum dasar, menata dan mengumpulkan materi. Perencanaan term. Tujuannya adalah menyusun detail isi yang akan dibahas dalam 3 bulan kedepan, menyusun jadwal mingguan untuk term yang sesuai dengan tujuan guru dan menekankan term tersebut. Perencanaan unit. Tujuannya adalah mengembangkan urutan pembelajaran yang teratur, menyediakan isi yang komprehensif bermakna dan terintegrasi pada level yang tepat. Perencanaan mingguan. Tujuannya adalah menentukan kegiatan mingguan kedalam kerangka jadwal mingguan, menyesuaikan jadwal dengan interupsi atau kebutuhan khusus, menjaga kontinuitas dan regularitas aktivitas. Kerangka harian. Tujuannya adalah menentukan dan menata kelas untuk hari berikutnya, menentukan komponen aktivitas yang belum diputuskan, menyesuaikan jadwal harian dengan intrusi menit terakhir, mempersiapkan murid untuk aktivitas sehari-hari. II. Perencanaan dan Instruksi Pelajaran Teacher-Centered A. Instruksi Langsung Instruksi langsung (direct intruction) adalah pendekatan teacher-centered yang terstruktur yang dicirikan oleh arahan dan kontrol guru, ekspektasi guru yang tinggi atas kemajuan murid, memaksimalkan waktu yang dihabiskan murid untuk tugas-tugas akedemik, dan usaha oleh guru untuk meminimalkan pengaruh negatif terhadap murid (Joyce & Weil, 1996). Fokus instruksi langsung adalah aktifitas akedemik, materi non-akademik (seperti mainan, game, dan teka-teki) cendrung tidak dipakai, interaksi murid –guru (seperti percakapan atau perhatian tentang diri atau pribadi) juga tidak begitu ditekankan. Tujuan penting dari instruksi langsung adalah memaksimalkan waktu belajar murid (Stevenson, 2000). Waktu yang dipakai murid pada tugas-tugas akademik dikelas dinamakan waktu pembelajaran akademik. Semakin banyak waktu pembelajaran murid, semakin besar kemungkinan mereka mempelajari materi dan meraih standar tinggi. Premis instruksi langsung menyatakan bahwa cara terbaik untuk memaksimalkan tugas akademik adalah menciptakan lingkungan belajar yang berorientasi akademik secara terstruktur. B. Strategi Instruksional Teacher-Centered Banyak strategi teacher-centered merefleksikan instruksi langsung. Di sini kita akan berbicara tentang mengorientasikan murid pada materi baru; mengajar, menjelaskan, dan mendemonstrasikan; menanyakan dan mendiskusikan; penguasaan pembelajaran; tugas di kelas; dan pekerjaan rumah. Mengorientasikan. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, susunlah kerangka pembelajaran dan orientasikan murid ke materi tersebut (Joyce & Weil, 1996): (1) review aktivitas sehari sebelumnya; (2) diskusikan sasaran pelajaran; (3) beri intruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus dilakukan; dan (4) beri ulasan atas pelajaran untuk hari ini. Advanced organizer adalah aktivitas dan teknik pengajaran dengan membuat kerangaka pelajaran dan mengorientasikan murid pada materi sebelum materi diajarkan (Ausubel, 1960). Advanced organizer terdiri dari dua bentuk expository dan comparative. Expository advanced organizer memberi murid pengetahuan baru yang akan mengorientasikan mereka ke pelajaran yang akan datang. Cara lain adalah mendeskripsikan tema pelajaran dan mengapa tema itu penting untuk mempelajari suatu topik. Misalnya, untuk menorientasikan murid pada topik tentang eksplorasi peradaban Aztec, guru mengatakan bahwa mereka akan mempelari invasi Spanyol ke Meksiko, siapa suku Aztec, seperti apa kehidupan mereka, dan artefak-artefaknya. Comparative advanced organizer memperkenalkan materi baru dengan mengaitkannya dengan apa yang sudah diketahui oleh murid. Misalnya, dalam pelajaran sejarah di atas, guru mengatakan bahwa invasi Spanyol ke Meksiko membuka jalan trans-Atlantik dan mengubah dua dunia: Amerika dan Eropa. Guru meminta murid untuk memikirkan bagaimana diskusi Aztec ini berhubungan dengan perjalanan Columbus, yang sebelumnya telah mereka pelajari. Pengajaran, Penjelasan, dan Demonstrasi. Pengajaran dengan ceramah , penjelasan, dan demonstrasi adalah aktivitas yang biasa dilakukan oleh guru dalam pendekatan instruksi langsung. Periset telah menemukan bahwa guru yang efektif menghabiskan lebih banyak waktu untuk menerangkan dan mendemonstrasikan meteri baru (Rosenshine, 1985) Pertanyaan dan Diskusi. Diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam pendekatan instruksi teacher-centered (Weinstein, 1997). Dalam menggunakan strategi ini, penting untuk merespon setiap kebutuhan pembelajaran murid sembari menjaga minat dan perhatian kelompok. Juga penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari mempertahankan semangat belajar. Tantangan lainnya adalah mengajak murid memberi kontribusi sambil mempertahankan fokus pada pelajaran. Yang menjadi persoalan adalah murid lelaki biasanya lebih mendominasi diskusi daripada murid perempuan. Dalam sebuah studi dalam pembelajaran geometri di sepuluh sekolah menengan atas, murid lelaki menjawab pertanyaan guru dua kali lebih banyak ketimbang murid perempuan (Becker, 1981). Mastery Learning (pembelajaran pengusaan materi) adalah pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang lebih sulit. Mastery learning talah mendapat banyak perhatian. Beberapa periset menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang dihabiskan murid untuk mempelajari suatu tugas (Kulik & Bangert-Drowns, 1990), tetapi peneliti lain tidak mendapat banyak bukti untuk mendukung pendekatan mastery learning ini(Bangert, Kulik & Kulik, 1983). Hasil dari mastry learning tergantung kepada keahlian guru dalam merencanakan dan melaksanakan strateginya. Salah satu konteks di mana mastery learning bisa bermanfaat adalah dalam pelajaran remedial reading (Schunk, 2000). Program mastrey learning yang rapi untuk remedial reading akan membuat guru bisa melangkah maju berdasarkan keahlian mereka, motivasi mereka, dan waktu mereka. Seatwork (tugas du bangku kelas) adalah menyuruh semua murid atau sebagian besar murid untuk belajar sendiru-sendiri di bangku mereka. Pusat-pusat pembelajaran adalah alternatif yang baik selain belajar di kelas, seperti pusat komputer. Misalnya, dalam satu kelas, guru menggunakan komputer daripada menyuruh murid belajar di bangku masing-masing. murid mengidentifikasi pola hujan asam di dunia melalui jaringan komputer National Geographic Society. Pekerjaan Rumah. Keputusan instruksional penting lainnya adalah seberapa membantu dan apa jenis pekerjaan rumah yang harus diberikan kepada murid. Dalam riset lintas-kultural yang didiskusikan di atas, yang difokuskan kepada murid Asia dan Amerika, dilakukan penilaian terhadap waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan rumah (Chen & Stevenson, 1989). Murid Asia lebih banyak menghabiskan waktu mengerjakan pekerjaan rumah ketimbang murid Amerika. Murid Asia juga lebih bersikap positif terhadap pekerjaan rumah ketimbang murid Amerika. Dan orang tua Asia jauh lebih suka membantu anaknya dalam mengerjakan pekerjaan rumah ketimbang orang tua Amerika. Haris Cooper (1998; Cooper & Valentine, 2001; Cooper dkk., 1998) menganalisis lebih dari 100 studi riset tentang pekerjaab rumah di sekolah Amerika. Dia menyimpulkan bahwa untuk murid sekolah dasar, efek dari pekerjaan rumah terhadap prestasi sangatlah kecil. Aspek kunci dari perdebatan tentang apakah anak SD harus diberi pekerjaan rumah atau tidak adalah apa tipe pekerjaan rumah yang diberikan (Begley, 1998). Untuk makan kecil, penekanannya hanya pada perkerjaan rumah yang baik menimbulkan kesukaan untuk belajar dan menambah keterampilan studi. Tugasnya haruslah pendek yang dapet diselesaikan dengan cepat. Bagi anak kecil, jangan diberi tugas yang panjang atau tugas yang membuat mereka menangis, stress, dan tegang. Sering kali guru memberikan pekerjaan rumah tanpa mempertimbangkan kegunaannyauntuk menambah pengetahuan yang dipelajari di kelas. Pekerjaan rumah seharusnya menjadi kesempatan bagi murid untuk melakukan aktivitas kreatif dab mendalam, seperti menceritakan sejarah keluarga ketimbang memberi tugas mengingat nama-nama, tanggal, dan nama perang sipil. Pekerjaan rumah harus berhubungan dengan aktivitas di kelas untuk hari berikutnya agar pekerjaan rumah itu memiliki makna. Beberapa psikolog pendidikan percaya bahwa alasan pertama mengapa pekerjaan rumah tidak efektif untuk SD adalah kerena pekerjaan rumah terlalu fokus pada materi pelajaran dan tidak cukup untuk mengembangkan sikap positif terhadap sekolah, memperkuat ketekunan, dan tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas (Corno, 1998). Mereka berpendapat bahwa guru harus memberi informasi kepada orang tua murid mengenai pedoman untuk membimbing anak dalam mengerjakan pekerjaan rumah; menentukan tujuan, mengelola waktu, mengontrol emosi, dan mengecek pekerjaan mereka. Guru dan orang tua dapat menggunakan pekerjaan rumah untuk membantu anak dalam berlatih menentukan suatu tujuan dan kegiatan untuk mencapai tujuan itu. Pekerjaan rumah dapat menjadi alat yang bagus untuk meningkatkan pembelajaran terutama SMP dan SMA (Cooper & Valentine, 2001). Dalam ulasan tentang riset tentang keterlibatan orang tua dalam pekerjaan rumah, disimpulkan bahwa banyak orang tua yang ingin tahu lebih banyak tentang tujuan guru dalam memberikan pekerjaan rumah dan saran guru untuk stategi dalam membantu anak mereka untuk belajar dan sukses (Hoover-Demsey dkk., 2001) C. Mengevaluasi Instruksi Teacher-Centered Pendukung pendekatan teacher-centered percaya bahwa pendekatan ini adalah cara terbaik untuk mengajarkan keahlian dasar, yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara jelas. Jadi, dalam mengajarkan keahluan-keahlian dasar ini, pendekatan teacher-centered mungkin bisa dilakukan dengan mengajarkan secara eksplisit atau secara langsung aturan-aturan tata bahasa, kosakata, perhitungan matematika, dan fakta-fakta sains (Rosenshine, 1986). Pendekatan teacher-centered ini bukannya tanpa kritik. Para pengkritik mengatakan bahwa instruksi model ini sering kali menghasilkan pembelajaran yang pasif dan tidak memberi kesempatan yang cukup kepada murid untuk mengkonstruksikan pengetahuan dan pemahaman. Mereka juga mengkritik instruksi teacher-centered karena dipandang menghasilkan kelas yang terlalu kaku dan terstruktur ketat, kurang memperhatikan perkembangan sosiemosional, lebih menjurus ke pemberian motivasi dari dalam, terlalu banyak memberikan tugas tertulis, hanya sedikit memberi kesempatan untuk pembelajaran dunia nyata, dan terlalu sedikit pembelajaran kolaborasi dalam kelompok. III. Perencanaan dan Instruksi Pelajaran Learner-Centered A. Prinsip Learner-Centered Prinsip pembelajaran learner-centered adalah menekankan proses belajar pada siswa, bukan guru. Seiring berjalannya waktu, prinsip learner-centered ini mengalami peningkatan minat dalam perencanaan dan instruksi dalam proses pembelajaran sehingga akhirnya menghasilkan satu set pedoman yang diberi judul Learner-Centered Psychological Principles: A Framework for School Reform and Redesign (Pesidential Task Force on Psychology in Education, 1992; Work Group of the American Psychological Association’s Board of Affairs, 1995; Learner-Centered Principles Work Group, 1997). Pedoman ini disusun dan direvisi secara periodic oleh sekelompok ilmuwan dan pendidik ahli dari berbagai bidang ilmu. Learner-Centered Principles Work Group menyatakan bahwa prinsip psikologi learner-centered yang mereka usulkan tekah didukung secara luas dan semakin banyak diadopsi oleh banyak kelas. Prinsip ini menekankan keaktifan dan reflektif (tanggap) pada pelajar. Karena menurut kelompok kerja ini pendidikan akan lebih efektif apabila fokus utamanya pada orang yang belajar (learner). Prinsip learner-centered ini dapat diklasifikasikan berdasar empat faktor, yaitu kognitif dan metakognitif, motivasional dan emosional, perkembangan dan sosial, dan perbedaan individual. Faktor Kognitif dan Metakognitif Terdapat enam prinsip, yaitu: Sifat proses pembelajaran dengan melalui pengkonstruksian makna dari informasi dan pengalaman. Tujuan proses pembelajaran adalah pelajar dapat menciptakan representasi pengetahuan yang bermakna dan koheren serta menciptakan dan mengejar tujuan yang relevan dengan instruksi dari pengajar. Konstruksi pengetahuan yang berarti menggabungkan informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. Pemikiran strategis yang dilakukan dengan cara menggunakan berbagai strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Memikirkan tentang pemikiran (metakognisi) dengan cara mereka belajar dan berpikir, menentukan tujuan pembelajaran yang reasonable, memilih strategi yang tepat, dan memantau kemajuan mereka menuju tujuan pembelajaran. Konteks pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti kultur, teknologi, dan praktik instruksional. Faktor Motivasi dan Emosional Pengaruh motivasi dan emosi terhadap pembelaaran. Keyakinan dan ekspektasi pelajar dapat memperkuat atau melemahkan kualitas pemikiran dan pemrosesan informasi pelajar. Emosi positif, seperti rasa ingin tahu, akan dapat membantu proses belajar. Sedangkan emosi negatif, seperti kecemasan yang berlebih, dapat melemahkan pembelajaran. Motivasi intrinsik untuk belajar, motivasi yang berasal dari diri sendiri (self-determined). Rasa ingin tahu, pemikiran mendalam, dan kreativitas adalah indiator yang baik. Motivasi intrinsik dapat meningkat jika anak menganggap tugas sebagai sesuatu yang menarik, materi pembelajaran dihubungkan dengan dunia nyata. Efek motivasi terhadap usaha. Usaha adalah aspek penting dari motivasi untuk belajar. Serta pembelajaran yang efektif membutuhkan banyak waktu, energi, dan ketekunan. Faktor Sosial dan Developmental Pengaruh perkembangan pada pembelajaran. Proses pembelajaran akan lebih baik jika sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Perkembangan fisik, kognitif dan domain sosioemosional setiap individu bervariasi, sehingga menyebabkan prestasi individu juga bervariasi. Ketika suatu pendidikan terlalu fokus pada satu domain, dapat menyebabkan kaburnya kemampuan domain lain. Dan, perkembangan dipengaruhi oleh sekolah, keluarga, komunitas dan budaya. Pengaruh sosial terhadap pembelajaran, seperti interaksi sosial, hubungan interpersonal dan komunikasi dengan orang lain. Hubungan interpersonal, seperti misalnya dengan orang tua, guru dan teman sebaya, yang berkualitas dapat menghasilkan percaya dan perhatian sehingga meningkatkan penghargaan diri dan pembelajaran yang positif. Faktor Perbedaan Individual Perbedaan Individual dalam pembelajaran. Setiap anak mempunyai strategi, pendekatan, dan kemampuan yang berbeda untuk belajar. Perbedaan itu disebabkan oleh pengalaman dan hereditas. Namun, prefensi tersebut tidak selalu berhasil sehingga perlu bimbingan dari guru untuk mengembangkan atau memodifikasinya. Pembelajaran dan diversitas. Pembelajaran akan lebih efektif jika perbedaan bahasa, kultur, dan latar belakang sosial murid ikut dipertimbangkan. Motivasi dan prestasi mereka akan meningkat jika latar belakang dan perbedaan individual tersebut dapat dihargai dan diakomodasi. Standard dan penilaian. Menentukan standar yang tinggi dan menantang, dan menilai kemajuan pembelajaran adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Pembelajaran akan lebih efektif apabila murid ditantang untuk bekerja meraih tujuan yang tinggi dan tepat. B. Beberapa Strategi Instruksional Learner-Centered Ada sejumlah strategi yang dapat digunakan oleh guru dalam mengembangkan rencana pelajaran learner-centered, yaitu pembelajaran berbasis problem, pertanyaan esensial, dan pembelajaran penemuan. Pembelajaran Berbasis Problem Strategi ini menekankan pada pemecahan problem kehidupan nyata. Kurikulum berbasis problem akan memberi problem riil pada murid, yakni problem yang muncul dalam kehidupan sehari-hari (Jones, Rasmussen, & Moffitt dalam Santrock, ) Dalam pembelajaran berbasis problem ini fokus pada suatu problem yang harus dipecahkan oleh murid melalui kerja kelompok kecil. Murid mengidentifikasi sebuah problem kemudian mencari bahan untuk menangani problem tersebut. Guru bertindak sebagai pembimbing murid. Salah satu contoh pembelajaran berbasis problem ini pernah dilakukan oleh seorang guru mata pelajaran biologi sekolah menengah atas. Guru tersebut membagi para murid menjadi beberapa kelompok. Kelompok-kelompok tersebut mendapat bagian bab masing-masing yang akan didiskusikan. Setiap kelompok wajib membuat makalah dari hasil diskusi mereka, kemudian mempresentasikannya. Pada proses pembelajaran seperti ini guru hanya sebagai pembimbing dan pelengkap jika ada materi yang kurang. Pertanyaan esensial Pertanyaan yang merefleksikan inti dari kurikulum, hal paling penting yang harus dipelajari oleh murid (Jacob dalam Santrock ) Pertanyaan esensial akan membuat murid bingung, menyebabkan mereka berpikir, dan memotivasi rasa ingin tahu mereka. Pertanyaan esensial adalah pertanyan kreatif. Misalnya, pertanyaan berupa “Dari mana aku berasal?” Murid akan mengeksplorasi sesuatu-sesuatu yang berkaitan dengan pertanyaan itu. Sehingga nantinya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan lain. Pembelajaran Penemuan Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah pembelajaran di mana murid menyusun pemahaman sendiri. Dalam pembelajaran penemuan, murid harus mencari tahu sendiri informasi-informasi, tidak diberikan oleh guru. Hal ini berhubungan dengan ide Piaget, yang pernah mengatakan bahwa setiap kali guru memberi tahu murid, maka murid tidak belajar. John Dewey dan Jerome Bruner mempromosikan konsep pembelajaran penemuan ini. Mereka berpendapat bahwa pembelajaran pemenemuan mendorong murid untuk berpikir sendiri dan menemukan cara menyusun dan mendapatkan pengetahuan. Guru bertanggung jawab memfasilitasi dengan memberi aktivitas yang merangsang murid untuk mencari tahu pengetahuan. Selain itu, guru juga berkewajiban menjawab pertanyaan-pertanyaan murid. Dalam pembelajaran penemuan, murid didorong belajar sendiri dan instruksi diberikan pada level minimal atau bahkan tidak diberikan sama sekali. Bagi beberapa murid, belajar sendiri tidak selalu bermanfaat. Hal itu akan menyebabkan murid mendapat informasi yang salah dan strategi yang tidak efisien untuk menemukan informasi. Bahkan ada murid yang tidak mendapat pengetahuan sama sekali. Hal ini memunculkan pembelajaran penemuan dengan bimbingan (guided discovery learning), di mana murid didorong untuk menyusun sendiri pemahamannya dengan bantuan arahan dari guru. C. Evaluasi Instruksi Leaner-Centered Pendekatan leaner-centered untuk perencanaan dan instruksi pelajaran memberikan banyak hal positif. Prinsip learner-centered yang disusun oleh American Psychological Association tersebut mendorong guru utnuk membantu murid secara aktif mengkonstruksi pemahaman mereka, menentukan tujuan dan rencana, berpikir mendalam dan kreatif, memantau pembelajaran mereka, memecahkan problem dunia nyata, mengembangkan rasa percaya diri yang positif dan mengontrol emosi, memotivasi diri sendiri, belajar sesuai dengan level perkembangan, bekerja sama dengan orang lain dan memenuhi standar. Hirsch, sebagai pengkritik pendekatan ini, mengatakan bahwa pendekatan ini terlalu memerhatikan proses pembelajaran. Feng berpendapat bahwa tidak semua mata pelajaran dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan menggunakan pendekatan learner-centered. Pendekatan ini akan efektif jika diterapkan pada ilmu sosial dan kemanusiaan, di mana problem tidak terdefinisi secara rapi. Namun tidak pada pelajaran yang terususun rapi seperti matematika dan sains. Pengkritik lain juga mengatakan bahwa pendekatan ini kurang efektif apabila digunakan pada tahap pembelajaran awal karena murid belum memiliki pengetahuan memadai untuk membuat keputusan tentang apa yang harus mereka pelajari. Instruksi teacher-centered dan learner-centered memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dua instruksi tersebut dapat digunakan keduanya dalam kelas karena saling melengkapi. IV. Teknologi dan Pendidikan A. Revolusi Teknologi Revolusi teknologi adalah bagian dari masyarakat informasi di mana kita kini hidup. Orang menggunakan computer, bolpoin, surat, dan telepon untuk berkomunikasi . masyarakat informasi baru masih mengandalkan beberapakeahlian nonteknologi mendasar, seperti : ketrampilan berkomunikasi, kemampuan memecahkan masalah, berfikir mendalam, berfikir kreatif, dan bersifat positif. Tetapi di dunia yang kini berorientasi teknologi, kompetensi orang makin ditambah dan diperluas dengan cepat (bitter & pierson, 2002 ; Collis 7 Sakamoto 1999 Nickerson, 2000). Pada tahun 1983 hanya sekitar 50.000 komputer di sekolah-sekolah Amerika, terus meningkat dramatis dan kemudian pada tahun 2002 ada lebih dari 1 juta computer di sekolah – sekolah Amerika dan setiap sekolah kini sedikitnya punya satu computer. Namun walaupun berpotensi meningkatkan pembelajaran murid, sekolah masih ketinggalan dalam memanfaatkan teknologi dibanding lembaga lain, lembaga bisnis. Sebuah survey yang dilakukan oleh Office of technology Assessment menemukan bahwa mayoritas guru tidak akrab dengan computer. Computer masih sering dipakai untuk kegiatan biasa, bukan untuk pembelajaran yang konstruktif dan aktif (Newby dkk, 2000). Dalam sebuah survey, mayoritas siswa SMP dan SMA dilaporkan menggunakan computer pada level minimal Selama 30 pelan (becker, 1994). Dalam survey ini 1 dari 11 murid yang menggunakan computer sekolah untuk pelajaran bahasa, 1 dari 15 murid untuk pelajaran matematika, dan 1 dari 40 untuk pelajaran sains. Banyak guru tidak memiliki pengetahuan memadai dalam menggunakan computer, dan banyak sekolah tidak menyediakan workshop atau pelatihan yang dibutuhkan. Dan dengan perkembangan teknologi yang pesat, computer yang di beli sekolah menjadi cepat ketinggalan zaman, bahkan ada yang rusak dan perlu diperbaiki (Baines, Deluzain, & Stanley, 1999). Kenyataan ini berarti bahwa pembelajaran disekolah belum direvolusikan secara teknologis. Hanya ketika sekolah punya guru yang terlatih secara logislah, maka revolusi teknologi akan benar-benar mengubah sekolah-sekolah (Howell & Dunnivant, 2000; Tomei, 2000). B. Internet Internet adalah inti dari komunikasi melalui computer. System internet berisi ribuan jarian computer yang terhubung di seluruh dunia, menyediakan informasi yang tak terhingga yang dapat diakses murid. World Wide Web (web) adalah system pengambilan informasi hypermedia yang menghubungkan berbagai materi internet; materi ini mencakup teks dan grafis. Web memberi struktur yang dibutuhkan internet. Indeks Web dan mesin pencari (search engine) seperti google, goto, infossek, looksmart, lycos, northern light, dan yahoo dapat memberi murid menemukan informasi yang mereka cari dengan memeriksa berbagai sumber. Website adalah lokasi individu atau organisasi di internet. Website menampilkan informasi yang dimasukkan oleh individu atau organisasi. E-mail adalah singkatan dari electronic mail dan merupakan bagian penting lain dari internet. Pesan dapat dikirim dan diterima dari satu individu atau dari banyak individu sekaligus. Internet adalah alat pembelajaran penting dalam proyek kaya teknologi yang disebut Cooperative Networked Education Community of Tomorrow (Co-NECT) ( Jones, Tasmusen, & Moffit, 1997). Internet dapat menjadi alat penting untuk membantu murid belajar (Bissell dkk,2002; Roblyer & Edward ,2000). Untuk menggunakan internet secara efisien software programnya harus di install pada computer dan tahu bagaimana cara menggunakanya dengan lancar. Kekhawatiran yang terjadi apabila internet di gunakan di kelas adalah ketika murid menyalahgunakanya untuk mengakses website pornografi dan kecemasan akan ketidakakuratan informasi di website personal. Agar internet bisa dipakai di kelas, guru harus punya dukungan teknis, instruksi dan training yang berkelanjutan. C. Teknologi dan Diversitas Sosiokultural Anak-anak pada zaman sekarang ini tumbuh di zaman yang berbeda dengan orang-orang terdahulunya. Semakin majunya zaman membuat teknologi semakin canggih. Tidak heran penggunaan komputer di sekolah-sekolah sudah semakin meluas. Penggunaan komputer bukan hanya untuk mempermudah berkomunikasi tapi juga untuk mencari berbagai macam informasi. Namun, justru teknologi itu sendiri tidak efektif digunakan di sekolah-sekolah jika masih ada beberapa guru yang tidak dapat menggunakan teknologi tersebut. Perlunya pelatiha untuk para guru agar teknologi yang sudah semakin berkembang juga dapat membantu perkembangan pendidikan di sekolah-sekolah. Teknologi membawa beberapa isu sosial , seperti penggunaan teknologi yang akankah mungkin memperlebar jurang perbedaan pada murid kaya dan miskin, atau antara pria dan wanita (spring,2000). Problem akses komputer dan pemanfaatannya juga semakin diperparah karena makin banyaknya komputer di rumah keluarga kelas menengah ke atas. Juga ada problem kesenjangan antara kelompok etnis. Komputer sering dipakai untuk aktivitas yang berbeda di sosiokultural yang berbeda. Sekolah yang memiliki lebih banyak murid minoritas berpendapatan rendah cenderung menggunakan komputer untuk latihan menulis atau berhitung (Maddux,Johnson & Willis, 1997). Sebaliknya sekolah yang mempunyai lebih banyak murid kulit putih kelas menengah ke atas menggunakan kmputer untuk aktivitas pembelajaran yang lebih aktif dan konstruktif. Berikut ini ada bebebrapa rekomendasi untuk mencegah atau mengurangi kesenjangan dalam akses dan penggunaan komputer (Gipson, 1997; Sheffield, 1997) : Sharing materi teknologi untuk menghilangkan bias gender, kultural, dan etnis. Gunakan teknologi sebagai alat untuk menyediakan kesempatan pembelajaran yang aktif, dan kosntruktif untuk semua murid dari semua latar belakang gender, etnis, dan kultural. Beri murid informasi tentang pakar dari latar belakang gender dan etnis yang berbeda yang meggunakan teknologi efektif di dalam kehidupan dan karier mereka. Bicaralah dengan orang tua tentang pemberian aktivitas belajar berbasis komputer di rumah. Cari cara bagaimana agen pemerintah dan komunitas dapat membantu pendanaan untuk membeli komputer untuk murid Anda dari keluarga miskin. Ajak orang tua untuk memberi umpan balik positif kepada anak gadis mereka agar menggunakan komputer. D. Standar untuk murid yang “Melek Teknologi” Anak-anak yang “Melek Teknologi” bukan dalam artian mereka adalah early adaptors, melainkan mereka terus mengikuti perkembangan teknologi. International Society for Technology in Education (2000) bekerja sama dengan US Departemen of Education , telah mengembangkan standar-standar untuk murid guna mencapai level yang berbeda. Grade-grade yang termasuk di dalamnya adalah : Pra-Taman Kanak-Kanak sampai Grade 2 Grade 3 sampai 5 Grade 6 sampai 8 Grade 9 sampai 12 Standar ini bervariasi mulai dari perangkat input dan output (seperti mouse dan printer) saat murid sudah selesai grade dua hingga murid mampu menggunakan sumberdaya informasi online secara efektif untuk memenuhi kebutuhan riset, omunikasi dan produktvitas pada akhir grade 12. E. Masa depan: Komputer ada di mana-mana Perhitungan pada awalnya dilakukan dengan computer besar, yang dipakai bersama-sama oleh banyak orang (Bitter & Pierson, 2002). Sekarang kita berada di era di mana semua orang memiliki computer pribadi (PC). Beberapa pakar percaya bahwa pada dalam beberapa generasi selanjutnya-generasi ketiga – akan berupa ubiquitous computing , yang menekankan pada distribusi computer ke lingkungan, ketimbang ke personal. Dalam lingkungan ini , teknologi akan menjadi latar belakang (Weiser, 2001). Ringkasnya, ubiquoitous computing akan berupa dunia pasca (PC). PErangkat tenologi umum seperti-seperti telepon dan perangkat elektronik lainnya-akan terkoneksi dengan internet dan pengguna mungkin tidak menyadari perangkat mana di lingkungannya yang terkoneksi. Perangkat computer baru yang kecil, portable, mobile, dan murah, diperkirakan akan menggantikan computer desktop. Ubiquitous adalah kebalikan dari realitas virtual. Jika realitas virtual menempatkan orang di dalam dunia yang diciptakan computer, ubiquitous computing akan memaksa computer eksis di dunia manusia. BAB III KESIMPULAN perencanaan instruksional adalah penyusunan strategi sistematik untuk merencanakan pelajaran. Dalam suatu perencanaan instruksional guru menentukan seperti apa dan bagaimana mereka mengajar, sering instuksional bersifat spontan, tiba-tiba dilakukan tanpa disengaja. Dalam suatu perencanaan instruksional pelajaran terdapat juga kerangka waktu, dengan guru menggunakan kerangka waktu maka pengajaran yang diberika akan lebih sukses dan tercapainya suatu pengajaran yang baik. Perencanaan pelajaran Teacher-Centered dapat merubah sasaran behavioral yaitu mengubah perilaku murid untuk mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, selain dapat mengubah behavioral murid guru juga harus mneganalisis tugas-tugas yang akan diberikan kepada murid dan mengklasifikasikannya dalam tiga domain yaitu kognitif, afektif, psikomotor. Instruksi langsung dicirikan dengan arahan dan control guru, ekspektasi guru yang tinggi atas kemauan murid, maksimalisasi waktu yang dihabiskan murid untuk tugas akademik dan usaha guru untuk meminimalkan pengaruh negative terhadap murid. Perencanaan lerned-centered adalah pada siswa, bukan guru. Penggunaan Learned-Centered dapat memberikan banyak informasi dan meningkatkan pemahaman tentang aspek kognitif, emosional, dan konstektual dalam pembelajaran. Namun penggunaan metode Learned-Centered ini kurang efektif pada level pengajaran awal karena murid belum mempunyai pengetahuan memadai untuk membuat keputusan tentang apa yang mereka harus pelajari. Didalam suatu prosses pengajaran penggunaan teknologi sangatlah menguntungkan. Internet dapat membantu kita untuk bisa berinteraksi dengan orang lain tanpa harus bertemu secara langsung. Selain memudahkan dalam hal berkomunikasi internet juga memberikan banyak ilmu pengetahuan. Untuk membantu murid agar melek teknologi dilakukan banyak pengajaran-pengajran computer di sekolah-sekolah dengan tingkatan-tingkatan mulai dari tingkat terendah hingga tingkat yang tinggi. Bukan hanya murid saja namun untuk lebih menjadikan suatu pelajaran efektif guru harus melek teknologi juga. DAFTAR PUSTAKA John w, santrock. 2011 . Psikologi pendidikan . Jakarta . kencana edisi ke -2 cetakan ke -4.