Academia.eduAcademia.edu

Sekilas tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Mahir Sikki Z.A., S.H

Penanganan perkara pidana terhadap anak tentunya beda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa, penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena itu diatur pula dalam peraturan tersendiri. Pemahaman terhadap proses penanganan perkara anak tentunya mungkin masih ada sebahagian kalangan masyarakat yang belum mengerti atau paham, sehingga kadang-kadang memunculkan penilaian bermacam-macam, malah yang lebih fatal bilamana terjadi salah penilaian bahwa penanganan terhadap anak khususnya anak yang berkonflik hukum mendapatkan perlakuan istimewa dan ada juga yang menganggap anak tidak bisa dihukum padahal tidak sejauh itu, hanya saja proses penanganannya diatur secara khusus. Perlu dipahami bahwa terkait dengan penanganan anak yang berhadapan hukum tersebut tentunya didasarkan pada beberapa ketentuan perundang-undangan yang bersifat khusus.

Sekilas tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Penulis: Mahir Sikki Z.A., S.H., saat tulisan ini dimuat bertugas sebagai Hakim pada Pengadilan Negeri Palopo Kelas I B Penanganan perkara pidana terhadap anak tentunya beda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa, penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena itu diatur pula dalam peraturan tersendiri. Pemahaman terhadap proses penanganan perkara anak tentunya mungkin masih ada sebahagian kalangan masyarakat yang belum mengerti atau paham, sehingga kadang-kadang memunculkan penilaian bermacam-macam, malah yang lebih fatal bilamana terjadi salah penilaian bahwa penanganan terhadap anak khususnya anak yang berkonflik hukum mendapatkan perlakuan istimewa dan ada juga yang menganggap anak tidak bisa dihukum padahal tidak sejauh itu, hanya saja proses penanganannya diatur secara khusus. Perlu dipahami bahwa terkait dengan penanganan anak yang berhadapan hukum tersebut tentunya didasarkan pada beberapa ketentuan perundang-undangan yang bersifat khusus yakni antara lain sebagai berikut: Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, sebelumnya Undang Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang; Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun; Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak; Peraturan Jaksa Agung No. 06/A/J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanan Diversi. Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem peradilan pidana anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara anak yang berhadapan hukum mulai tahap penyidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani proses pidana yang berdasarkan perlindungan, keadilan, non diskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak, penghargaan terhadap anak, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak, proporsional, perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir dan penghindaran balasan (vide Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam sistem peradilan pidana anak bahwa terhadap anak adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban dan anak yang menjadi saksi dalam tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana; Anak yang menjadi korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang mengalami penderitaan fisik, mental dan atau kerugian ekonomi yang disebabkan tindak pidana; Anak yang menjadi saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas tahun) yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan proses hukum mulai tingkat penyidikan, penuntutan dan sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat dan atau dialami; Dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah anak melampaui batas umur 18 tahun tetapi belum mencapai umur 21 tahun anak tetap diajukan ke sidang anak (Pasal 20 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Selanjutnya dalam hal anak belum berumur 12 tahun melakukan atau diduga melakukan tindak pidana, maka penyidik, pembimbing kemasyarakatan, mengambil keputusan untuk menyerahkanan kepada orang tua/wali atau mengikutsertakannya dalam program pendidikan, pembinaan pada instansi pemerintah atau lembaga penyelenggaraan kesejahteraan sosial yang menangani bidang kesejateraan sosial (Pasal 21 Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak jo, Pasal 67 Peraturan Pemerintah RI Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun). Kalau dalam perkara dewasa (usia 18 tahun ke atas) setiap tingkatan pemeriksaan tidak perlu didampingi orang tua/wali namun dalam perkara anak berhadapan hukum perlu didampingi orang tua/wali. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana anak yakni Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial Penyidik adalah Penyidik Anak; Penuntut Umum adalah Penuntut Umum Anak; Hakim adalah Hakim Anak; Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemsyarakatan, pembimbingan, pengawasan, pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana; Pekerja Sosial adalah seseorang yang bekerja baik pada lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, dan atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan masalah sosial; Proses Penyidikan dan Penuntutan terhadap Perkara Anak Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan keputusan kepala kepolisian atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian RI sedangkan penuntutan dilakukan oleh Penuntut Umum yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Dalam melakukan penyelidiikan terhadap perkara anak, penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran-saran dari pembimbing kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan atau diadukan kemudian Balai Penelitian Kemasyarakatan wajib menyerahkan hasil penelitian kemasyarakatan paling lama 3 hari sejak permintaan penyidik. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap anak korban penyidik wajib meminta laporan sosial dari pekerja sosial atau tenaga kesejahtaraan sosial setelah tindak pidana dilaporkan; selanjutnya terhadap anak yang diajukan sebagai anak yang berkonflik hukum (ABH) pada tingkat penyidikan, penuntutan dan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan wajib diupayakan diversi. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana di luar proses peradilan pidana, dan terhadap proses tersebut dengan syarat-syarat sebagai berikut: 1. Diancam pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun; 2. Dan bukan pengulangan tindak pidana; Selanjutnya selain ketentuan tersebut, berlaku pula terhadap anak yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam pidana penjara (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk dakwaan subsidiaritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan) (Pasal 7 PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak)) Diversi bertujuan: Mencapai perdamaian anatara korban dan anak; Menyelesaikan perkara anak diluar proses peradilan; Menghindarkan anak dari dari perampasan kemerdekaan; Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi ; Dan menanamkan rasa tanggung jawab pada anak; Dalam proses Diversi itu sendiri tentunya ada pihak yang dilibatkan yakni anak, orang tua, korban, dan atau orang tua/wali, pembimbing kemasyarakatan dan pekerja sosial profesional berdasarkan pendekatan keadilan restorative justice yang mengadung arti bahwa penyelesain perkara tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban dan pihak-pihak lain terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Dari hasil kesepakatan diversi: perdamaian dapat berupa: dengan atau ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikut sertaan dalam pendidikan/pelatihan dilembaga pendidikan atau LPKS, pelayanan masyarakat. Dalam hal kesepakatan tercapai, maka setiap pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi untuk diterbitkan penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, penghentian pemeriksaan perkara dan bilamana tercapai maka proses pemeriksaan dilanjutkan. Selanjutnya dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam waktu yang ditentukan maka pembimbing kemasyakatan segera melaporkan kepada pejabat untuk menindaklanjuti proses pemeriksaan. Proses Pemeriksaan Anak Penyidik, Penuntut Umum, Pembimbing Kemasyarakatan dan atau pemberi bantuan hukum dan petugas lainnya dalam memeriksa perkara anak, anak korban dan atau anak saksi tidak memakai toga atau atribut kedinasan (Pasal 22 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak), kemudian dalam setiap tingkatan pemeriksaan anak wajib diberikan bantuan hukum dan didampingi oleh pembimbing kemasyarakatan atau pendamping dengan ketentuan yang berlaku; Bahwa terkait penahanan terhadap anak (Pasal 32 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) adalah sebagai berikut: Penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan dalam hal memperoleh jaminan dari orang tua atau lembaga bahwa anak tidak melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau merusak barang bukti atau tidak akan mengulangi tindak pidana; Penahananan dapat dilakukan dengan syarat: Umur anak 14 (empat belas) tahun; Diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara selama 7 tahun atau lebih. Penahanan terhadap anak tentunya berbeda pula dengan terdakwa {dewasa} dan terhadap penahanan terhadap anak yang berkonflik hukum tersebut yakni sebagai berikut: Penahanan oleh Penyidik paling lama 7 hari dan dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum, selama 8 hari; sedangkan terhadap terdakwa dewasa 20 hari dengan perpanjangan 40 hari; Penahanan oleh Penuntut Umum, paling lama 5 hari kemudian dapat diperpanjang oleh Hakim selama 5 hari sedangkan terhadap terdakwa dewasa 20 Hari dan diperpanjang selama 30 hari; Penahanan Hakim selama 10 hari kemudian diperpanjang selama 15 hari oleh Ketua PN, sedangkan terdakwa dewasa adalah 30 hari dan dapat diperpanjang selama 60 hari. Proses pemeriksaan pada sidang pengadilan Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap anak dalam tingkat pertama dilakukan dengan hakim tunggal, namun Ketua Pengadilan dalam pemeriksaan perkara anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang diancam pidana penjara 7 tahun atau lebih sulit pembuktiannya. Hakim dalam memeriksa perkara anak dalam sidang anak dinyatakan tertutup untuk umum kecuali pembacaan putusan. Kemudian dalam peroses persidangan (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) Hakim wajib memerintahkan orang tua/wali atau pendamping atau pemberi bantuan hukum lainnya; dalam hal orang tua,wali atau pendamping tidak hadir, sidang dilanjutkan dengan didampingi advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya dan atau pembimbing kemsyarakatan. Bahwa pada saat memeriksa anak korban atau anak saksi, hakim dapat memerintahkan agar anak dibawa keluar (Pasal 58 Undang-Undang R.I. Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Dalam hal anak korban atau anak saksi tidak dapat untuk memberikan keterangan di depan sidang pengadilan, hakim dapat memerintahkan anak korban atau anak saksi didengar keterangannya di luar persidangan melalui perekaman elektronik yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan dengan dihadiri penyidik atau Penuntut Umum dan Advokat atau pemberi bantuan hukum, melalui pemeriksaan jarak jauh atau teleconference (Pasal 58 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Hakim sebelum menjatuhkan putusan memberikan kesempatan kepada orang tua/wali/pendamping untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak, kemudian pada saat pembacaan putusan pengadilan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat tidak dihadiri oleh anak. Penjatuhan hukuman terhadap anak yang berkonflik hukum dapat dikenakan pidana dan tindakan, dan anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Bahwa terhadap anak yang berkonflik hukum yang belum berusia 14 tahun hanya dapat dikenai tindakan bukan pemidanaan, yang meliputi pengembalian kepada orang tua, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, dan perawatan di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta dan pencabutan Surat Ijin Mengemudi, dan perbaikan akibat tindak pidananya. Sedangkan anak yang sudah berusia 14 tahun ke atas tersebut dapat saja dijatuhi pidana dengan macam-macam pidana sebagaimana dalam Pasal 71 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, yakni sebagai berikut: Pidana pokok yang terdiri dari a. pidana peringatan; b. pidana bersyarat (pembinaan pada lembaga, pelayanan masyarakat, pengawasan); c. pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga dan penjara; Pidana tambahan berupa perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pemenuhan kewajiban adat. Apabila dalam hukum materil seorang anak yang berkonflik hukum diancam pidana kumulatif berupa pidana penjara dan denda, maka pidana denda diganti denan pelatihan kerja paling singkat 3 bulan dan paling lama 1 tahun. Pidana pembatasan kebebasan yang dijatuhkan terhadap anak paling lama ½ dari maksimun pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa (Pasal 79 ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak), sedangkan terhadap ketentuan minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak (Pasal 79 Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak). Penahanan terhadap anak yang berkonflik hukum ditempatkan pada Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS), sedangkan tempat anak menjalani masa pidananya ditempatkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). Kemudian terhadap tempat anak mendapatkan pelayanan sosial berada pada Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS). Terhadap putusan Hakim pada tingkat pertama, baik anak yang berkonflik hukum mapun Penuntut Umum tentunya dapat melakukan upaya hukum selanjutnya yakni banding, kasasi dan peninjauan kembali. Terhadap anak yang diajukan sebagai anak yang berkonflik hukum, yakni anak korban dan anak saksi berhak atas semua perlindungan dan hak yang diatur dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kesimpulan: berdasarkan uraian tersebut terlihat jelas bahwa penanganan anak berhadapan hukum berbeda dengan penanganan terhadap orang dewasa yang berhadapan hukum, dalam sistem peradilan pidana anak sangat mengutamakan penanganan perkara anak mengedepankan keadilan restoratif. Demikian sekilas tentang penanganan pidana terhadap anak yang berhadapan hukum.