BAB 16
METROPOLITAN BANDUNG JADI HIJAU, KENAPA TIDAK?
Afria Rahmayanti 254120041
A. Pendahuluan
Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan
tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces),
Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai pengertian yang hampir
sama. Secara teoritis yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah: Ruang yang
berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik secara individu maupun
berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan
(UUPR no.26/2007).
Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan bagi kota besar guna untuk menyejukan kota dan untuk
estetika kota itu sendiri. Seiring bertambahnya penduduk, transportasi pun meningkat untuk
menunjang kegiatan perkotaan. Dengan bertambahnya penduduk, membutuhkan ruang untuk
bermukim dan berusaha. Karena hal itu banyak ruang terbuka hijau khususnya lahan yang masih
hijau berubah fungsi menjadi permukiman ataupun menjadi tempat usaha. Dengan demikian luas
RTH yang terdapat di kota tersebut akan berkurang, yang akan berimbas kepada berkurangnya
lahan untuk resapan air, dan hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya banjir karena air hujan
langsung turunke daratan tidak lagi dapat diserap oleh tanah. Selain berkurangnya luasan RTH,
permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan adalah tercemarnya udara akibat polusi yang
diakibatkan oleh transportasi yang ada, industri, pembuangan limbah dan pembakaran.
Penulisan laporan ini akan ditulis secara sistematis yang bermula dari gambaran RTH yang
tersedia, persoalan yang ada di Metropolitan Bandung yang berkaitan dengan RTH, konsep
penanganan persoalan yang terjadi, preseden yang mendukung penanganan persoalan tersebut,
implementasi konsep, dampak yang ditimbulkan dari penanganan persoalan serta kesimpulan
dan implikasi kebijakan.
Dari penjabaran persoalan diatas, maka perlu adanya suatu solusi yang inovatif agar persoalan
yang terjadi tidak terjadi terus menerus. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka dibutuhkan
vertical garden karena lahan yang tersedia tidak mencukupi. Tujuan dari penyediaan RTH di
Metropolitan Bandung memiliki tujuan:
Untuk menyediakan RTH yang memadai
Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air
Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengamanan lingkungan
perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih
1
Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung.
[email protected]
16-1
B. Gambaran Umum, Persoalan, Dan Kebutuhan
Subab ini menjelaskan mengenai gambaran umum ruang terbuka hijau yang terdapat di
Metropolitan Bandung, persoalan yang terjadi yang berkaiatn dengan penyediaan ruang terbuka
hijau, dan kebutuhan akan ruang terbuka hijau di Kawasan Metropolitan Bandung.
1) Gambaran Umum Ruang Terbuka Hijau
Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan pada sebuah kota yang berfungsi sebagai tempat
berinteraksi atau temat berkumpul, tempat bermain anak-anak, selain itu ruang terbuka hijau
berfungsi pula sebagai penyerap air hujan, untuk menyejukan kota, untuk memperindah kota,
dan untuk mengurangi polusi yang ada. Ruang terbuka yang ada di Metropolitan Bandung
dibedakan menjadi ruang terbuka hijau, pertanian dan perkebunan. Pengelompokan ini di buat
didasari oleh lahan atau ruang yang dapat berfungsi sebagai resapan air dan penyerap polusi
udara. Berdasarkan buku laporan Kajian Strategi Penyediaan dan Sebaran RTH di Wilayah Kota
Bandung, luas RTH di Kota Bandung adalah sebesar 1.512,85 Ha (8,99%), lahan pertanian yang
ada di Kota Bandung seluas 1.782,58 Ha(10,59%)dan luas perkebunan yang terdapat di Kota
Bandung adalah 2,49 Ha (0,01%). Kota Cimahi merupakan daerah yang berfungsi sebgaai
kawasan militer. Lebih dari 40% luas kawasan adalah kepunyaan militer. Kawasan militer yang
ada sebagian besar berupa ruang terbuka hijau. Karena hal tersebut, Kota Cimahi memiliki ruang
terbuka hijau sebesar 2.356,21 Ha(57,77%). Di Kabupaten Bandung belum semua ruang terbuka
hijau dikelola oleh pemerintah daerah. Ruang terbuka hijau yang dikelola oleh Pemda Kabupaten
Bandung berupa taman, hutan kota dan sempadan jalan. Ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh
Kabupaten Bandung sebesar 95.240,10 Ha (53,37%), pertanian yang terdapat di Kabupaten
Bandung memiliki luas sebesar 34.888 Ha (19,55%),dan perkebunan sebesar 55.340,08 Ha
(31,01).
Kabupaten Bandung Barat memiliki ruang terbuka hijau sebesar 19.206,15 Ha
(15,30%), memilik lahan pertanian sebesar 35.652,13 Ha (28,41%), dan lahan perkebunan
sebesar 42.794,02 Ha (34,10%). Untuk mengetahui lebih rinci mengenai penjabaran ruang
terbuka hijau yang ada di Metropolitan Bandung, dapat dlihat pada tabel dibawah ini.
Table 0-1 Luas RTH Eksisting
Klasifikasi
RTH
Jenis
Hutan Kota
Taman Kota
Tempat Pemakaman Umum
Sempadan Sungai
Jalur hijau
Sempadan Kereta Api
Kawasan penyangga
Jalur dibawah SUTET dan
SUTT
Hutan Lindung
Kota
Bandung
4,12
218,07
148,14
18,31
Kota
Cimahi
130,08
1,11
12,60
9,50
176,91
6,42
47,85
1,08
568,78
tad
tad
tad
tad
Kabupaten
Bandung
2,00
1,71
tad
1.026,66
4,88
tad
tad
tad
55.792,35
Kabupaten
Bandung Barat
tad
35,11
tad
tad
tad
tad
tad
tad
19.171,04
16-2
Klasifikasi
Jenis
Bentang alam seperti
gunung, bukit, lereng, dan
lembah
Semak Belukar
Kawasan Permukiman
Kawasan Pendidikan
Kawasan Militer
Kawasan Perdagangan
Perkantoran
Jumlah
Luas (%)
Pertanian
Luas (%)
Perkebunan
Kebun Campuran
Kota
Bandung
tad
55,60
56,18
114,01
225,00
441,16
1.512,85
8,99
1.782,58
10,59
2,49
Perkebunan
Jumlah
Luas (%)
2,49
0,01
Kota
Cimahi
0,88
1,00
1.631,50
0,76
2.356,21
57,77
Kabupaten
Bandung
tad
Kabupaten
Bandung Barat
tad
38.412,50
tad
tad
tad
tad
tad
95.240,10
53,37
34.888
19,55
22.064,19
33.275,89
tad
tad
tad
tad
tad
19.206,15
15,30
35.652,13
28,41
18.321,71
24.472,31
55.340,08
31,01
42.794,02
34,10
Sumber: DISTARCIP Jawa Barat, 2011; Bappeda Kota Bandung, 2012; Dinas Perumahan,
Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung, 2010.
Bila dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara jumlah keseluruhan Metropolitan
memiliki raung terbuka hijau yang cukup besar dan sudah melebihi dari ketetapan yang tertuang
di dalam UU N0.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu sebesar 30%. Tetapi apabila
dikerucutkan lagi, maka dapat dilihat Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat masih
membutuhkan penambahan akan ruang terbuka hijau untuk masing-masing wilayah. Berikut ini
adalah gambaran persebaran ruang terbuka hijau yang ada di Metropolitan Bandung.
16-3
Gambar 0-1 Peta Ruang Terbuka Hijau Eksisting
(Sumber: Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2013)
2) Persoalan
Ruang tebuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Pada kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan lindung beralih fungsi menjadi
kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai resapan air,
tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya banjir di beberapa titik.
Karena bertambah banyaknya pertambahan penduduk dan bertambahnya jumlah kendaraan,
mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu udara dan juga polusi. Peningkatan polusi udara erat
kaitannya dengan terjadinya hujan asam, khususnya di kota-kota besar. Secara alami hujan asam
dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa dan laut.
Tetapi hujan asam terjadi karena disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit
tenaga listrik dan kendaraan bermotor yang akan menghasilkan gas Sulfur Dioksida dan Nitrogen
Oksida.
16-4
Gas – gas ini akan berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air membentuk asam sulfat dan
asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut
akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi
kehidupan makhluk hidup. Air hujan disebut hujan asam bila pH air dibawah 5,6.
Kontur iso konsentrasi rata-rata SO2 dan NO2 dari 2004 sampai 2006 di Cekungan Bandung
(Kota dan Kab. Bandung)
Gambar 0-2 Peta Kondisi SO2 di dalam Udara
(Sumber: http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/hujanasam.htm)
16-5
Gambar 0-3 Peta Kondisi NO2 di dalam Udara
(Sumber: http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/hujanasam.htm)
Dari dua gambar di atas,dapat dilihat gambaran mengenai kondisi udara yang ada di
Metropolitan Bandung. Dapat dilihat bahwa konsentrasi rata-rata tahunan SO2 dan NO2 dari
2004 sampai 2006 terlihat lebih tinggi di kawasan kota dibandingkan daerah luar kota Bandung,
kecuali Padalarang yang merupakan lintasan transportasi dan mulai berkembang menjadi daerah
industri di Cekungan Bandung Barat. Daerah padat transportasi seperti Cipedes, Kebon Kalapa
dan Martadinata di kota Bandung mendominasi tingginya kandungan gas-gas polutan tersebut,
yaitu dalam kisaran 3,8-4,3 ppbv untuk SO2 dan dalam kisaran 7,8-8,8 ppbv untuk NO2. Selain
daerah transportasi, konsentrasi SO2 yang tinggi di Cekungan Bandung terlihat juga di Lembang
dan Ciater. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari sumber alam gunung berapi
Tangkubanperahu di Ciater. Gunung berapi sebagai sumber sulfur yang besar berupa gas SO2.
Konsentrasi SO2 maksimum adalah 4,033 ppbv terdapat di Padalarang dan konsentrasi NO2
maksimum yaitu 8,451 ppbv terdapat di Martadinata. Kondisi polutan SO2 dan NO2 di Cekungan
Bandung masih dibawah nilai ambang batas dalam pengukuran tahunan secara berurutan yaitu
22,8 ppbv untuk SO2 dan 53 ppbv NO2.
3) Kebutuhan
Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTH publik yang harus
disediakan oleh suatu kawasan perkotaan sebesar 20% dari luas kawasan tersebut. Di Kawasan
Metropolitan Bandung sendiri, kebutuhan RTH yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerahnya
adalah sebesar 69.145,27 Ha. Luas RTH ini dirinci berdasarkan masing-masing kabupaten/kota
16-6
yang termasuk ke dalam Metropolitan Bandung. Penjabarannya dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Table 0-2 Kebutuhan RTH yang Seharusnya di Penuhi di Metropolitan Bandung
No
Kabupaten/Kota
1.
Kota Bandung
2.
Kabupaten Bandung
3.
Kota Cimahi
4.
Kabupaten Sumedang
5.
Kabupaten Bandung Barat
Jumlah
20% dari Luas Lahan (Ha)
3.367,30
35.687,25
25.100,35
4.174,63
815,75
69.145,27
Kebutuhan akan RTH yang seharusnya disediakan oleh pemerintah daerah sebesar 20%
dibandingkan dengan dengan ketersediaan lahan RTH saat ini, untuk melihat apakah RTH yang
ada saat ini telah mencukupi untuk Kawasan Metropolitan Bandung. Berdasarkan hasil
perbandingan, ternyata ketersediaan RTH saat ini secara keseluruhan sudah mencukupi atau
sudah melebihi dari ketentuan yang ada. Tetapi apabila dilihat secara rinci, Kota Bandung dan
Kabupaten Bandung Barat masih memerlukan penambahan jumlah RTH untuk memenuhi
kebutuhan RTH di kawasan tersebut.
Table 0-3 Perbandingan RTH yang Harus Tersedia dengan RTH Eksisting (Ha)
No
Kabupaten/Kota
1. Kota Bandung
2. Kabupaten Bandung
3. Kota Cimahi
4. Kabupaten Sumedang
5. Kabupaten Bandung Barat
Jumlah
20% dari Luas
RTH Eksisting (B)
Lahan (A)
3.367,30
1.512,85
35.687,25
95.240,10
815,75
2.356,21
4.174,63
25.100,35
19.206,15
69.145,27
118.315,31
Kebutuhan RTH (B-A)
-1.854,45
59.552,85
1.540,46
-5.894,20
49.170,04
Dari data di atas dapat di ketahui bahwa yang masih membutuhkan penambahan RTH adalah
Kota Bandung (1.854,45 Ha), dan Kabupaten Bandung Barat (5.894,20 Ha) sedangkan untuk
Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung sudah melebihi dari kebutuhan RTH yang harus tersedia.
Selain dari kebutuhan RTH yang seharusnya dipenuhi, kebutuhan RTH dilihat juga dari alokasi
penduduk pada tahun 2033. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar kebutuhan akan RTH
yang harus dipenuhi dilihat dari banyaknya penduduk yang akan bertambah pada tahun 2033.
Perhitungan ini berdasarkan dari kebutuhan tiap orang akan RTH sebesar 2,5 m2. Berdasarkan
perhitungan daya dukung, alokasi penduduk Metropolitan Bandung pada tahun 2033 adalah
sebesar 12,9 juta. Berdasarkan alokasi penduduk tersebut, dapat di hitung kebutuhan RTH di
Metropolitan Bandung. Untuk tahun 2033, RTH yang harus tersedia adalah sebesar 3.227,60 Ha.
16-7
Penjabaran mengenai kebutuhan RTH ini berdasarkan masing-masing kabupaten/kota dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Table 0-4 Prediksi Kebutuhan RTH dilihat dari Alokasi Penduduk tahun 2033
No
Kabupaten/Kota
1.
Kota Bandung
2.
Kabupaten Bandung
3.
Kota Cimahi
4.
Kabupaten Sumedang
5.
Kabupaten Bandung Barat
Jumlah
Alokasi Penduduk 2033
(Jiwa)
3.926.348
4.706.483
853.053
773.800
2.650.734
12.910.418
Kebutuhan RTH (Ha)
981,59
1.176,62
213,26
193,45
662,68
3.227,60
Untuk mengetahui apakah RTH yang ada saat ini sudah memenuhi kebutuhan RTH yang
seharusnya apabila dilihat dari alokasi penduduk pada tahun 2033, maka harus dilakukan suatu
perbandingan antara kedua hal tersebut. Berdasarkan hasil perbandingan, RTH yang ada saat ini
sudah mencukupi bahkan sudah melebihi dari kebutuhan penduduk yang membutuhkan ruang
terbuka hijau. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Table 0-5 Perbandingan RTH dilihat dari Alokasi Penduduk tahun 2033 dengan RTH
Eksisting
Kebutuhan RTH
RTH Eksisting (Ha)
Berdasarkan Penduduk (Ha)
A
B
1. Kota Bandung
981,59
1.512,85
2. Kabupaten Bandung
1.176,62
95.240,10
3. Kota Cimahi
213,26
2.356,21
4. Kabupaten Sumedang
193,45
5. Kabupaten Bandung Barat
662,68
19.206,15
Jumlah
3.227,60
118.315,31
No
Kabupaten/Kota
Kebutuhan RTH
B-A
531,26
94.063,48
2.142,95
18.543,47
115.087,71
Karena bertambahnya jumlah penduduk di tahun 2033, kebutuhan akan oksigen otomatis akan
bertambah pula. Berdasarkan bertambahnya kebutuhan oksigen, dapat dihitung seberapa besar
RTH yang harus dipenuhi untuk menunjang kebutuhan oksigen tersebut. Kebutuhan akan RTH
tersebut dapat dihitung menggunakan rumus(Permen PU No.5/2008):
16-8
Keterangan:
Lt adalah luas hutan kota pada tahunke t (m2)
Pt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t
Kt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke t
Tt adalah jumlah oksigen bagi ternak pada tahun ke t
54 adalah ketetapanyang menunjukan bahwa 1 m2 luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering
tanaman perhari.
0,9375 adalah tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah setara
dengan produksi oksigen 0,9375 gram
2 adalah jumlah musim di Indonesia
Berdasarkan rumus diatas, dapat dihitung kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan akan oksigen.
Luas RTH yang harus dipenuhi utuk tahun 2033 berdasarkan kebutuhan oksigen adalah sebesar
10.710.87 Ha. Penjabaran dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Table 0-6 Prediksi Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2033
No
Kabupaten/Kota
1.
2.
3.
4.
Kota Bandung
Kabupaten Bandung
Kota Cimahi
Kabupaten Sumedang
Kabupaten Bandung
5. Barat
Jumlah
Alokasi
Penduduk
2033 (Jiwa)
3.926.348
4.706.483
853.053
773.800
2.650.734
12.910.418
Konsumsi
Oksigen
manusia/hari
(Gram/hari)
840
3.298.132.537
3.953.445.672
716.564.559
649.991.849
Luas RTH
berdasarkan
Kebutuhan
Oksigen (Ha)
3.257,41
3.904,64
707,72
641,97
2.226.616.211
10.844.750.827
2.199,13
10.710,87
Konsumsi
Oksigen
(gram/hari)
Untuk mengetahui apakah RTH yang ada saat ini sudah mencukupi akan kebutuhan oksigen dari
hasil perhitungan diatas, maka perlu adanya perbandingan. Berdasarkah hasil perbandingan,
diketahui bahwa Kota Bandung masih membutuhkan RTH sebesar 1.744,56 Ha untuk memenuhi
kebutuhan oksigen pada tahun 2033. Penjabaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Table 0-7 Perbandingan Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2033
dengan RTH Eksisting
No
1.
2.
3.
4.
Kabupaten/Kota
Kota Bandung
Kabupaten Bandung
Kota Cimahi
Kabupaten Sumedang
RTH Berdasarkan
RTH Eksisting (Ha) Kebutuhan
Kebutuhan Oksigen (Ha)
RTH
A
B
B-A
3.257,41
1.512,85
-1.744,56
3.904,64
95.240,10 91.335,46
707,72
2.356,21
1.648,49
641,97
16-9
No
Kabupaten/Kota
RTH Berdasarkan
Kebutuhan Oksigen (Ha)
A
Kabupaten Bandung
5. Barat
Jumlah
2.199,13
10.710,87
RTH Eksisting (Ha) Kebutuhan
RTH
B
B-A
19.206,15 17.007,02
118.315,31 107.604,44
C. Konsep normative dan preseden
Subbab ini akan menjelaskan mengenai konsep normative yang mengatur tentang kebutuhan
akan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, selain itu dijabarkan pula mengenai preseden
yang membahas mengenai vertical garden.
1) Konsep normatif
Menurut Permendagri 1/2007, Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang
lebih luas balk dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang /jalur di mana
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari
ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
Menurut UU 26/2007 dan Permen Pu 5/2008, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur
dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di kota adalah sebagai berikut (Permen PU 5/2008):
1) ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik (milik pemerintah dan terbuka
untuk umum) dan RTH Privat (milik perorangan atau institusi);
2) proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20%
ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
3) apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total
luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus
tetap dipertahankan keberadaannya.
Kawasan terbuka hijau kota ini berfungsi sebagai paru-paru kota untuk meminimalisasikan
polusi terutama polusi udara, suara dan air akibat dari kegiatan yang ada di pusat kegiatan
terutama di kawasan pusat kota dan sekitarnya. Berdasarkan Permen PU 5/2008, fungsi RTH
kota adalah :
Pengamanan keberadaan kawasan lindung;
Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;
Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;
Pengendali tata air; dan
Sarana estetika kota.
16-10
Sedangkan manfaat RTH kota adalah (Permen PU 5/2008):
Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;
Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;
Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial;
Meningkatkan nilai ekonomi lahan;
Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;
Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;
Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;
Memperbaiki iklim mikro; dan
Meningkatkan cadangan oksigen di pusat kegiatan.
Permen PU No.5 Tahun 2008, jenis RTH dibedakan menjadi RTH Publik dan RTH Privat,
dengan rincian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Table 0-8 Klasifikasi RTH
No
1.
Jenis
RTH Pekarangan
a. Pekarangan rumah tinggal
b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha
c. Taman atap bangunan
2.
RTH Taman dan Hutan Kota
a. Taman RT
b. Taman RW
c. Taman Kelurahan
d. Taman Kecamatan
e. Taman Kota
f. Hutan Kota
g. Sabuk Hijau (green belt)
3.
RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau jalan dan median jalan
b. Jalur pejalan kaki
c. Ruang dibawah jalan layang
4.
RTH fungsi tertentu
a. RTH sempadan rel kereta api
b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi
c. RTH sempadan sungai
d. RTH sempadan pantai
e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air
f. Pemakaman
Sumber: Permen PU No.5 Tahun 2008
RTH Publik
RTH Privat
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Dari penjabaran peraturan diatas, dapat diklasifikasikan jenis RTH Perkotaan yang ada di
Kawasan Metropolitan Bandung. Klasifikasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
16-11
Table 0-9 Klasifikasi RTH Berdasarkan Hasil Analisis
No
1.
2.
Pola Ruang
Kawasan
Lindung
Kawasan
Budidaya
Jenis RTH
a. Hutan Lindung
b. Hutan Kota
c. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng,
dan lembah
d. Jalur dibawah SUTET dan SUTT
e. Sempadan sungai
f. Sempadan bangunan
g. Sempadan situ dan rawa
h. Kawasan penyangga
i. Jalur Hijau
a. Taman kota
b. Taman rekreasi
c. Taman lingkungan perumahan dan
permukiman
d. Taman lingkungan perkantoran dan gedung
komersil
e. Kebun binatang
f. Pemakaman umum
g. Lapangan olah raga
h. Lapangan upacara
i. Parkir terbuka
j. Lahan pertanian perkotaan
k. Lapangan udara
l. Jalur pejalan kaki
m. Ruang dibawah jalan layang
n. Sempadan rel kereta api
o. Taman atap (roof garden)
RTH
Publik
V
V
V
RTH
Privat
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
2) Preseden
Menurut Patrick Blanc, seorang ilmuwan atipikal dan peneliti botani dengan spesialisasi
dibidang flora hutan tropis dan menerapkan vertical garden di beberapa Negara, menerapkan
vertical garden di Bahrain yang memiliki suhu udara mencapai 500C dengan 220 spesies
tanaman yang tahan kekeringan dapat menurunkan suhu walaupun hanya sedikit. Pada
ekperimen ini dibangunlah green walls. Selain itu vertical garden diterapkan pula di Berlin,
Paris, Madrid, Bangkok, Roma, Spain, Francis, Jepang dan Ausralia, dengan memperhatikan
tanaman yang tahan terhadap pergantian musim yang ekstrim .
16-12
Gambar 0-4 Vetical Garden di Paris, 2006
(Sumber: Blanc, 2012)
Gambar 0-5 Vetical Garden di Bahrain, 2011
(Sumber: Blanc, 2012)
D. Konsep dasar penanganan
Penataan ruang sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan telah memiliki landasan
hukum sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dengan adanya penataan ruang diharapkan dapat mewujudkan ruang kehidupan yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Tetapi pada kenyataannya hingga saat ini kondisi yang
tercipta masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya polusi
udara, tanah ataupun air, berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan dan proyek
pembangunan yang tidak memperhatikan etika lingkungan.
Karena hal itu, semua orang dapat merasakan polusi telah menjadi ancaman nyata bagi
kehidupan di kota-kota besar khususnya kawasan metropolitan dan berbagai daerah sentra
aktivitas di Indonesia. Kandungan emisi karbondioksida senilai 30 ppm sudah mulai berbahaya
bagi kesehatan masyarakat.
Perencanaan penataan ruang yang dilakukan saat ini tidak memberikan ruang bagi paru-paru
kota. Sempitnya lahan untuk menumbuhkan pepohonan hijau tidak sebanding dengan luasnya
wilayah untuk membangun jalan dan bangunan. Padahal ruang untuk bernafas adalah hal utama
dalam beraktivitas.
16-13
Untuk mengatasi kekurangan akan lahan untuk penyediaan ruang terbuka hijau, dibutuhkan
solusi yang dapat menangani hal tersebut. Slah satunya adalah dengan menerapkan konsep
Vertical garden dimana taman dibuat dalam bidang tegak atau vertikal. Dengan demikian, ruang
yang dibutuhkan lebih sedikit tetapi bermanfaat lebih banyak. Untuk menerapkan konsep ini
dibutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga masyarakat maupun pemerintah masih enggan
untuk menerapkan konsep ini. Dari kondisi tersebut, maka dibutuhkan suatu solusi berupa
vertical garden dengan sistem sederhana yang meminimumkan biaya. Konsep vertikal garden
yang ingin di terapkan merupakan taman yang dibangun dengan membuka lahan pada dindingdinding gedung di kota-kota besar. Taman-taman ini ditanam diatas media tanam berupa karpet
sintetik dan dipelihara dengan sistem pengairan otomatis dengan sirkulasi yang hemat dalam
penggunaan air. Seperti sistem pengairan hidroponik, air yang digunakan diberi tambahan zat
hara untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tumbuhan. Untuk meningkatkan efektifitas penyerapan
polusi udara, pada taman ini sebagian besar tanaman yang digunakan adalah tanaman yang
mampu menyerap polusi dalam jumlah besar. Sehingga, berbagai permasalahan polusi dapat
diatasi dengan cara yang efektif dan aplikatif.
E. Implementasi konsep dan dampak/manfaat penerapan
1) Potensi RTH
Metropolitan Bandung akan menerapkan perumahan vertical yang akan berdampak kepada
bertambahnya luas RTH di kawasan ini. Berdasarkan analsis yang telah dilakukan (bab
permukiman vertical), permukiman vertical menyumbang sebesar 1.173 Ha untuk Kota Bandung
dan 69 Ha untuk Kota Cimahi kepada ruang terbuka hijau di Metropolitan Bandung. Bukan
hanya permukiman vertical saja yang berpotensi memberikan tambahan luas RTH bagi
Metropolitan Bandung, tetapi komponen-komponen dibawah ini juga memiliki potensi yang
besar untuk berkontribusi pada RTH, yaitu:
Apabila 100% sempadan sungai dijadikan hijau.
Apabila 11 m kiri-kanan rel kereta api dijadikan hijau.
Apabila 100% jalur di bawah SUTET dan SUTT tidak ada lahan terbangun atau dijadikan
hijau.
2) Implemenasi vertical garden
Berdasarkan kondisi polusi udara yang terjadi di Metropolitan Bandung dan berdasarkan
perhitungan kebutuhan RTH, maka daerah yang akan diterapkan konsep vertical garden adalah
Kota Bandung. Hal ini berdasarkan pertimbangan besarnya kadar SO2 dan NO2 yang terdapat di
Kota Bandung yang dapat menyebabkan hujan asam. Selain itu Kota Bandung juga
membutuhkan RTH yang besar (11,01%). Dari 11,01%, tidak semuanya diterapkan konsep
vertical garden, hanya 50% dari 11,01% yang akan diterapkan dan sisanya diterapkan
penanaman lahan-lahan yang masih kosong.
Vertical garden akan diterapkan di Kawasan Permukiman horizontal maupun vertical, Kawasan
Perdagangan, Perkantoran, dan jalan. Hal ini dilakukan agar vertical garden tersebut dapat
mengurangi polusi yang disebabkan oleh kendaraan dan dapat memperindah kawasan tersebut
dan tentunya kota secara umum. Contoh penerapan dapat dilihat pada lampiran 17.
16-14
Untuk penerapan vertical garden tidak dibutuhkan luas lahan yang besar, lahan yang dibutuhkan
tergantung dari luas dinding perkantoran, permukiman maupun jalan.
Untuk menerapkan konsep vertical garden, syarat yang harus diperhatikan adalah:
Membutuhkan konstruksi yang kokoh, yang berfungsi sebagai penyangga tanaman
Bobot Tanaman, media vertical garden mempunyai keterbatasan daya dukung artinya
tanaman yang mempunyai besar dan bobot yang berat tidak akan mampu ditunjang media
tegak. Oleh karena itu pilihlah jenis tanaman yang tidak terlalu besar seperti: homalomena ,
drachena , jenis Phylodendron kecil dan lain-lain.
Kecepatan Tumbuh, tanaman yang terlalu cepat tumbuh akan mendominasi ruang tumbuh,
sehingga tanaman lainnya akan tertutupi dan pertumbuhannya terhambat, bahkan bisa mati.
Selain itu, tanaman yang pertumbuhannya cepat membutuhkan nutrisi yang banyak pula.
Sehingga bila asupan hara kurang, maka kualitas penampilannya menurun. Pilihlah tanamantanaman yang kecepatan tumbuhnya relatif sama sehingga tidak ada yang mendominasi
ataupun tertinggal. Jenis tanaman yang tumbuhnya terlalu cepat antara lain: liana, kacangkacangan, antanan dan ubi kuning.
Hindari Tanaman Rambat, taman tegak merupakan perpaduan jenis tanaman yang
memiliki harmoni, satu dan lainnya saling melengkapi dan menampilkan satu kesatuan
taman. Walaupun banyak orang yang mengira, tanaman rambat pasti cocok di taman tegak,
sebenarnya jenis tanaman ini malah tidak dianjurkan. Pasalnya, tanaman merambat
mempunyai jangkauan area yang sangat luas dan pertumbuhannya sangat cepat. Akibatnya,
tanaman tersebut bisa menutupi seluruh area sehingga kesan taman menjadi monoton dan
tidak lebih dari rambatan tanaman hias. Jenis tanaman rambat yang tidak dianjurkan di
antaranya: Passiflora, Monster, Thunbergia, Mandevilla
Kebutuhan Cahaya, secara umum tanaman terbagi dua, yaitu tanaman butuh cahaya penuh
(matahari langsung) dan butuh naungan. Mengingat kebutuhan ini, maka tanaman yang
membutuhkan cahaya penuh ditempatkan di bagian paling atas. Secara bertahap ke bawah,
penempatannya diatur sehingga terjadi gradasi cahaya di mana tanaman yang paling
memerlukan cahaya minim ditempatkan paling bawah. Contoh tanaman yang memerlukan
cahaya penuh diantaranya buah Tin, keluarga ficus, anting putri, stropanthus ( melati
jenggot) sedangkan yang butuh cahaya medium airis, medinila, bromelia, dll. Sementara
tanaman yang kebutuhan cahaya sangat minim adalah jenis paku-pakuan dan shiellaginella .
3) Dampak Penerapan
Dampak positif yang ditimbulkan menerapkan konsep vertikal garden:
Pemandangan menjadi estetis
Suasana menjadi lebih hijau
Selain itu dampak negarifnya adalah:
Harus memperhatikan tanaman setiap hari
Sulit untuk menjaga agar tanaman tidak cepat mati atau layu
Biaya perawatan cukup mahal
16-15
F. Implikasi kebijakan
Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi agar program vertical
garden dapat berjalan dengan baik. Kebijakan pengembangan yang harus dipenuhi oleh
pemerintah di Metropolitan Bandung antara lain adalah sebagai berikut:
Mendorong penambahan RTH sebesar 11,02 % untuk Kota Bandung dan 4,69% untuk
Kabupaten Bandung Barat.
Mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua
perkantoran harus memiliki minimal 5% dari luas perkantoran adalah untuk vertical
garden.
Menyediakan bantuan dana untuk penerapan konsep vertical garden sebesar Rp
2.000.000/m2 (paket ekonomis) sampai dengan Rp 4.000.000/m2.
Membuat studi kebutuhan biaya agar kebutuhan RTH tercapai.
Melakukan kerjasama dengan pihak swasta agar kekurangan RTH dapat terpenuhi.
Menyusun peraturan perumahan yang menetapkan bahwa setiap developer yang
melakukan pembangunan perumahan harus menyediakan terlebih dahulu RTH 50% dari
luas perumahan yang akan dibangun, sebelum perumahan tersebut di bangun.
Daftar Pustaka
Blanc, Patrick. 2012. From Limestone Cliffs To Concrete Walls, Inventing The Vertical Garden.
Permen PU No.5 Tahun 2008, Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka
Hijau di Kawasan Perkotaan
Undang-undang No.26 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang
Bappeda Kota Bandung, 2012. Laporan Final Kajian Strategis Penyediaan dan Sebaran RTH di
Wilayah Kota Bandung.
http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/hujanasam.htm, diakses pada tanggal 13 april
2013.
16-16