Academia.eduAcademia.edu

Ruang Terbuka Hijau Laporan

Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai pengertian yang hampir sama. Secara teoritis yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah: Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan (UUPR no.26/2007). Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan bagi kota besar guna untuk menyejukan kota dan untuk estetika kota itu sendiri. Seiring bertambahnya penduduk, transportasi pun meningkat untuk menunjang kegiatan perkotaan. Dengan bertambahnya penduduk, membutuhkan ruang untuk bermukim dan berusaha. Karena hal itu banyak ruang terbuka hijau khususnya lahan yang masih hijau berubah fungsi menjadi permukiman ataupun menjadi tempat usaha. Dengan demikian luas RTH yang terdapat di kota tersebut akan berkurang, yang akan berimbas kepada berkurangnya lahan untuk resapan air, dan hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya banjir karena air hujan langsung turunke daratan tidak lagi dapat diserap oleh tanah. Selain berkurangnya luasan RTH, permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan adalah tercemarnya udara akibat polusi yang diakibatkan oleh transportasi yang ada, industri, pembuangan limbah dan pembakaran. Penulisan laporan ini akan ditulis secara sistematis yang bermula dari gambaran RTH yang tersedia, persoalan yang ada di Metropolitan Bandung yang berkaitan dengan RTH, konsep penanganan persoalan yang terjadi, preseden yang mendukung penanganan persoalan tersebut, implementasi konsep, dampak yang ditimbulkan dari penanganan persoalan serta kesimpulan dan implikasi kebijakan. Dari penjabaran persoalan diatas, maka perlu adanya suatu solusi yang inovatif agar persoalan yang terjadi tidak terjadi terus menerus. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka dibutuhkan vertical garden karena lahan yang tersedia tidak mencukupi. Tujuan dari penyediaan RTH di Metropolitan Bandung memiliki tujuan:  Untuk menyediakan RTH yang memadai  Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air  Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih 1 Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung. Afria04.

BAB 16 METROPOLITAN BANDUNG JADI HIJAU, KENAPA TIDAK? Afria Rahmayanti 254120041 A. Pendahuluan Ruang terbuka (open spaces) merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang terbuka (open spaces), Ruang Terbuka Hijau (RTH), Ruang publik (public spaces) mempunyai pengertian yang hampir sama. Secara teoritis yang dimaksud dengan ruang terbuka (open spaces) adalah: Ruang yang berfungsi sebagai wadah (container) untuk kehidupan manusia, baik secara individu maupun berkelompok, serta wadah makhluk lainnya untuk hidup dan berkembang secara berkelanjutan (UUPR no.26/2007). Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan bagi kota besar guna untuk menyejukan kota dan untuk estetika kota itu sendiri. Seiring bertambahnya penduduk, transportasi pun meningkat untuk menunjang kegiatan perkotaan. Dengan bertambahnya penduduk, membutuhkan ruang untuk bermukim dan berusaha. Karena hal itu banyak ruang terbuka hijau khususnya lahan yang masih hijau berubah fungsi menjadi permukiman ataupun menjadi tempat usaha. Dengan demikian luas RTH yang terdapat di kota tersebut akan berkurang, yang akan berimbas kepada berkurangnya lahan untuk resapan air, dan hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya banjir karena air hujan langsung turunke daratan tidak lagi dapat diserap oleh tanah. Selain berkurangnya luasan RTH, permasalahan yang dihadapi oleh perkotaan adalah tercemarnya udara akibat polusi yang diakibatkan oleh transportasi yang ada, industri, pembuangan limbah dan pembakaran. Penulisan laporan ini akan ditulis secara sistematis yang bermula dari gambaran RTH yang tersedia, persoalan yang ada di Metropolitan Bandung yang berkaitan dengan RTH, konsep penanganan persoalan yang terjadi, preseden yang mendukung penanganan persoalan tersebut, implementasi konsep, dampak yang ditimbulkan dari penanganan persoalan serta kesimpulan dan implikasi kebijakan. Dari penjabaran persoalan diatas, maka perlu adanya suatu solusi yang inovatif agar persoalan yang terjadi tidak terjadi terus menerus. Untuk mengatasi persoalan tersebut maka dibutuhkan vertical garden karena lahan yang tersedia tidak mencukupi. Tujuan dari penyediaan RTH di Metropolitan Bandung memiliki tujuan:  Untuk menyediakan RTH yang memadai  Menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air  Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengamanan lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih 1 Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung. [email protected] 16-1 B. Gambaran Umum, Persoalan, Dan Kebutuhan Subab ini menjelaskan mengenai gambaran umum ruang terbuka hijau yang terdapat di Metropolitan Bandung, persoalan yang terjadi yang berkaiatn dengan penyediaan ruang terbuka hijau, dan kebutuhan akan ruang terbuka hijau di Kawasan Metropolitan Bandung. 1) Gambaran Umum Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau sangat dibutuhkan pada sebuah kota yang berfungsi sebagai tempat berinteraksi atau temat berkumpul, tempat bermain anak-anak, selain itu ruang terbuka hijau berfungsi pula sebagai penyerap air hujan, untuk menyejukan kota, untuk memperindah kota, dan untuk mengurangi polusi yang ada. Ruang terbuka yang ada di Metropolitan Bandung dibedakan menjadi ruang terbuka hijau, pertanian dan perkebunan. Pengelompokan ini di buat didasari oleh lahan atau ruang yang dapat berfungsi sebagai resapan air dan penyerap polusi udara. Berdasarkan buku laporan Kajian Strategi Penyediaan dan Sebaran RTH di Wilayah Kota Bandung, luas RTH di Kota Bandung adalah sebesar 1.512,85 Ha (8,99%), lahan pertanian yang ada di Kota Bandung seluas 1.782,58 Ha(10,59%)dan luas perkebunan yang terdapat di Kota Bandung adalah 2,49 Ha (0,01%). Kota Cimahi merupakan daerah yang berfungsi sebgaai kawasan militer. Lebih dari 40% luas kawasan adalah kepunyaan militer. Kawasan militer yang ada sebagian besar berupa ruang terbuka hijau. Karena hal tersebut, Kota Cimahi memiliki ruang terbuka hijau sebesar 2.356,21 Ha(57,77%). Di Kabupaten Bandung belum semua ruang terbuka hijau dikelola oleh pemerintah daerah. Ruang terbuka hijau yang dikelola oleh Pemda Kabupaten Bandung berupa taman, hutan kota dan sempadan jalan. Ruang terbuka hijau yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung sebesar 95.240,10 Ha (53,37%), pertanian yang terdapat di Kabupaten Bandung memiliki luas sebesar 34.888 Ha (19,55%),dan perkebunan sebesar 55.340,08 Ha (31,01). Kabupaten Bandung Barat memiliki ruang terbuka hijau sebesar 19.206,15 Ha (15,30%), memilik lahan pertanian sebesar 35.652,13 Ha (28,41%), dan lahan perkebunan sebesar 42.794,02 Ha (34,10%). Untuk mengetahui lebih rinci mengenai penjabaran ruang terbuka hijau yang ada di Metropolitan Bandung, dapat dlihat pada tabel dibawah ini. Table 0-1 Luas RTH Eksisting Klasifikasi RTH Jenis Hutan Kota Taman Kota Tempat Pemakaman Umum Sempadan Sungai Jalur hijau Sempadan Kereta Api Kawasan penyangga Jalur dibawah SUTET dan SUTT Hutan Lindung Kota Bandung 4,12 218,07 148,14 18,31 Kota Cimahi 130,08 1,11 12,60 9,50 176,91 6,42 47,85 1,08 568,78 tad tad tad tad Kabupaten Bandung 2,00 1,71 tad 1.026,66 4,88 tad tad tad 55.792,35 Kabupaten Bandung Barat tad 35,11 tad tad tad tad tad tad 19.171,04 16-2 Klasifikasi Jenis Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng, dan lembah Semak Belukar Kawasan Permukiman Kawasan Pendidikan Kawasan Militer Kawasan Perdagangan Perkantoran Jumlah Luas (%) Pertanian Luas (%) Perkebunan Kebun Campuran Kota Bandung tad 55,60 56,18 114,01 225,00 441,16 1.512,85 8,99 1.782,58 10,59 2,49 Perkebunan Jumlah Luas (%) 2,49 0,01 Kota Cimahi 0,88 1,00 1.631,50 0,76 2.356,21 57,77 Kabupaten Bandung tad Kabupaten Bandung Barat tad 38.412,50 tad tad tad tad tad 95.240,10 53,37 34.888 19,55 22.064,19 33.275,89 tad tad tad tad tad 19.206,15 15,30 35.652,13 28,41 18.321,71 24.472,31 55.340,08 31,01 42.794,02 34,10 Sumber: DISTARCIP Jawa Barat, 2011; Bappeda Kota Bandung, 2012; Dinas Perumahan, Penataan Ruang dan Kebersihan Kabupaten Bandung, 2010. Bila dilihat dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara jumlah keseluruhan Metropolitan memiliki raung terbuka hijau yang cukup besar dan sudah melebihi dari ketetapan yang tertuang di dalam UU N0.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yaitu sebesar 30%. Tetapi apabila dikerucutkan lagi, maka dapat dilihat Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat masih membutuhkan penambahan akan ruang terbuka hijau untuk masing-masing wilayah. Berikut ini adalah gambaran persebaran ruang terbuka hijau yang ada di Metropolitan Bandung. 16-3 Gambar 0-1 Peta Ruang Terbuka Hijau Eksisting (Sumber: Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2013) 2) Persoalan Ruang tebuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pada kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan lindung beralih fungsi menjadi kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama ini berfungsi sebagai resapan air, tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke bumi. Hal ini mengakibatkan terjadinya banjir di beberapa titik. Karena bertambah banyaknya pertambahan penduduk dan bertambahnya jumlah kendaraan, mengakibatkan terjadinya peningkatan suhu udara dan juga polusi. Peningkatan polusi udara erat kaitannya dengan terjadinya hujan asam, khususnya di kota-kota besar. Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi dan dari proses biologis di tanah, rawa dan laut. Tetapi hujan asam terjadi karena disebabkan oleh aktivitas manusia seperti industri, pembangkit tenaga listrik dan kendaraan bermotor yang akan menghasilkan gas Sulfur Dioksida dan Nitrogen Oksida. 16-4 Gas – gas ini akan berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan. Air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup. Air hujan disebut hujan asam bila pH air dibawah 5,6. Kontur iso konsentrasi rata-rata SO2 dan NO2 dari 2004 sampai 2006 di Cekungan Bandung (Kota dan Kab. Bandung) Gambar 0-2 Peta Kondisi SO2 di dalam Udara (Sumber: http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/hujanasam.htm) 16-5 Gambar 0-3 Peta Kondisi NO2 di dalam Udara (Sumber: http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/hujanasam.htm) Dari dua gambar di atas,dapat dilihat gambaran mengenai kondisi udara yang ada di Metropolitan Bandung. Dapat dilihat bahwa konsentrasi rata-rata tahunan SO2 dan NO2 dari 2004 sampai 2006 terlihat lebih tinggi di kawasan kota dibandingkan daerah luar kota Bandung, kecuali Padalarang yang merupakan lintasan transportasi dan mulai berkembang menjadi daerah industri di Cekungan Bandung Barat. Daerah padat transportasi seperti Cipedes, Kebon Kalapa dan Martadinata di kota Bandung mendominasi tingginya kandungan gas-gas polutan tersebut, yaitu dalam kisaran 3,8-4,3 ppbv untuk SO2 dan dalam kisaran 7,8-8,8 ppbv untuk NO2. Selain daerah transportasi, konsentrasi SO2 yang tinggi di Cekungan Bandung terlihat juga di Lembang dan Ciater. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari sumber alam gunung berapi Tangkubanperahu di Ciater. Gunung berapi sebagai sumber sulfur yang besar berupa gas SO2. Konsentrasi SO2 maksimum adalah 4,033 ppbv terdapat di Padalarang dan konsentrasi NO2 maksimum yaitu 8,451 ppbv terdapat di Martadinata. Kondisi polutan SO2 dan NO2 di Cekungan Bandung masih dibawah nilai ambang batas dalam pengukuran tahunan secara berurutan yaitu 22,8 ppbv untuk SO2 dan 53 ppbv NO2. 3) Kebutuhan Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, RTH publik yang harus disediakan oleh suatu kawasan perkotaan sebesar 20% dari luas kawasan tersebut. Di Kawasan Metropolitan Bandung sendiri, kebutuhan RTH yang harus dipenuhi oleh pemerintah daerahnya adalah sebesar 69.145,27 Ha. Luas RTH ini dirinci berdasarkan masing-masing kabupaten/kota 16-6 yang termasuk ke dalam Metropolitan Bandung. Penjabarannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Table 0-2 Kebutuhan RTH yang Seharusnya di Penuhi di Metropolitan Bandung No Kabupaten/Kota 1. Kota Bandung 2. Kabupaten Bandung 3. Kota Cimahi 4. Kabupaten Sumedang 5. Kabupaten Bandung Barat Jumlah 20% dari Luas Lahan (Ha) 3.367,30 35.687,25 25.100,35 4.174,63 815,75 69.145,27 Kebutuhan akan RTH yang seharusnya disediakan oleh pemerintah daerah sebesar 20% dibandingkan dengan dengan ketersediaan lahan RTH saat ini, untuk melihat apakah RTH yang ada saat ini telah mencukupi untuk Kawasan Metropolitan Bandung. Berdasarkan hasil perbandingan, ternyata ketersediaan RTH saat ini secara keseluruhan sudah mencukupi atau sudah melebihi dari ketentuan yang ada. Tetapi apabila dilihat secara rinci, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat masih memerlukan penambahan jumlah RTH untuk memenuhi kebutuhan RTH di kawasan tersebut. Table 0-3 Perbandingan RTH yang Harus Tersedia dengan RTH Eksisting (Ha) No Kabupaten/Kota 1. Kota Bandung 2. Kabupaten Bandung 3. Kota Cimahi 4. Kabupaten Sumedang 5. Kabupaten Bandung Barat Jumlah 20% dari Luas RTH Eksisting (B) Lahan (A) 3.367,30 1.512,85 35.687,25 95.240,10 815,75 2.356,21 4.174,63 25.100,35 19.206,15 69.145,27 118.315,31 Kebutuhan RTH (B-A) -1.854,45 59.552,85 1.540,46 -5.894,20 49.170,04 Dari data di atas dapat di ketahui bahwa yang masih membutuhkan penambahan RTH adalah Kota Bandung (1.854,45 Ha), dan Kabupaten Bandung Barat (5.894,20 Ha) sedangkan untuk Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung sudah melebihi dari kebutuhan RTH yang harus tersedia. Selain dari kebutuhan RTH yang seharusnya dipenuhi, kebutuhan RTH dilihat juga dari alokasi penduduk pada tahun 2033. Hal ini dilakukan untuk melihat seberapa besar kebutuhan akan RTH yang harus dipenuhi dilihat dari banyaknya penduduk yang akan bertambah pada tahun 2033. Perhitungan ini berdasarkan dari kebutuhan tiap orang akan RTH sebesar 2,5 m2. Berdasarkan perhitungan daya dukung, alokasi penduduk Metropolitan Bandung pada tahun 2033 adalah sebesar 12,9 juta. Berdasarkan alokasi penduduk tersebut, dapat di hitung kebutuhan RTH di Metropolitan Bandung. Untuk tahun 2033, RTH yang harus tersedia adalah sebesar 3.227,60 Ha. 16-7 Penjabaran mengenai kebutuhan RTH ini berdasarkan masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Table 0-4 Prediksi Kebutuhan RTH dilihat dari Alokasi Penduduk tahun 2033 No Kabupaten/Kota 1. Kota Bandung 2. Kabupaten Bandung 3. Kota Cimahi 4. Kabupaten Sumedang 5. Kabupaten Bandung Barat Jumlah Alokasi Penduduk 2033 (Jiwa) 3.926.348 4.706.483 853.053 773.800 2.650.734 12.910.418 Kebutuhan RTH (Ha) 981,59 1.176,62 213,26 193,45 662,68 3.227,60 Untuk mengetahui apakah RTH yang ada saat ini sudah memenuhi kebutuhan RTH yang seharusnya apabila dilihat dari alokasi penduduk pada tahun 2033, maka harus dilakukan suatu perbandingan antara kedua hal tersebut. Berdasarkan hasil perbandingan, RTH yang ada saat ini sudah mencukupi bahkan sudah melebihi dari kebutuhan penduduk yang membutuhkan ruang terbuka hijau. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Table 0-5 Perbandingan RTH dilihat dari Alokasi Penduduk tahun 2033 dengan RTH Eksisting Kebutuhan RTH RTH Eksisting (Ha) Berdasarkan Penduduk (Ha) A B 1. Kota Bandung 981,59 1.512,85 2. Kabupaten Bandung 1.176,62 95.240,10 3. Kota Cimahi 213,26 2.356,21 4. Kabupaten Sumedang 193,45 5. Kabupaten Bandung Barat 662,68 19.206,15 Jumlah 3.227,60 118.315,31 No Kabupaten/Kota Kebutuhan RTH B-A 531,26 94.063,48 2.142,95 18.543,47 115.087,71 Karena bertambahnya jumlah penduduk di tahun 2033, kebutuhan akan oksigen otomatis akan bertambah pula. Berdasarkan bertambahnya kebutuhan oksigen, dapat dihitung seberapa besar RTH yang harus dipenuhi untuk menunjang kebutuhan oksigen tersebut. Kebutuhan akan RTH tersebut dapat dihitung menggunakan rumus(Permen PU No.5/2008): 16-8 Keterangan: Lt adalah luas hutan kota pada tahunke t (m2) Pt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi penduduk pada tahun ke t Kt adalah jumlah kebutuhan oksigen bagi kendaraan bermotor pada tahun ke t Tt adalah jumlah oksigen bagi ternak pada tahun ke t 54 adalah ketetapanyang menunjukan bahwa 1 m2 luas lahan menghasilkan 54 gram berat kering tanaman perhari. 0,9375 adalah tetapan yang menunjukan bahwa 1 gram berat kering tanaman adalah setara dengan produksi oksigen 0,9375 gram 2 adalah jumlah musim di Indonesia Berdasarkan rumus diatas, dapat dihitung kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan akan oksigen. Luas RTH yang harus dipenuhi utuk tahun 2033 berdasarkan kebutuhan oksigen adalah sebesar 10.710.87 Ha. Penjabaran dapat dilihat pada tabel berikut ini. Table 0-6 Prediksi Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2033 No Kabupaten/Kota 1. 2. 3. 4. Kota Bandung Kabupaten Bandung Kota Cimahi Kabupaten Sumedang Kabupaten Bandung 5. Barat Jumlah Alokasi Penduduk 2033 (Jiwa) 3.926.348 4.706.483 853.053 773.800 2.650.734 12.910.418 Konsumsi Oksigen manusia/hari (Gram/hari) 840 3.298.132.537 3.953.445.672 716.564.559 649.991.849 Luas RTH berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Ha) 3.257,41 3.904,64 707,72 641,97 2.226.616.211 10.844.750.827 2.199,13 10.710,87 Konsumsi Oksigen (gram/hari) Untuk mengetahui apakah RTH yang ada saat ini sudah mencukupi akan kebutuhan oksigen dari hasil perhitungan diatas, maka perlu adanya perbandingan. Berdasarkah hasil perbandingan, diketahui bahwa Kota Bandung masih membutuhkan RTH sebesar 1.744,56 Ha untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada tahun 2033. Penjabaran dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Table 0-7 Perbandingan Kebutuhan RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2033 dengan RTH Eksisting No 1. 2. 3. 4. Kabupaten/Kota Kota Bandung Kabupaten Bandung Kota Cimahi Kabupaten Sumedang RTH Berdasarkan RTH Eksisting (Ha) Kebutuhan Kebutuhan Oksigen (Ha) RTH A B B-A 3.257,41 1.512,85 -1.744,56 3.904,64 95.240,10 91.335,46 707,72 2.356,21 1.648,49 641,97 16-9 No Kabupaten/Kota RTH Berdasarkan Kebutuhan Oksigen (Ha) A Kabupaten Bandung 5. Barat Jumlah 2.199,13 10.710,87 RTH Eksisting (Ha) Kebutuhan RTH B B-A 19.206,15 17.007,02 118.315,31 107.604,44 C. Konsep normative dan preseden Subbab ini akan menjelaskan mengenai konsep normative yang mengatur tentang kebutuhan akan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, selain itu dijabarkan pula mengenai preseden yang membahas mengenai vertical garden. 1) Konsep normatif Menurut Permendagri 1/2007, Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas balk dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang /jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Menurut UU 26/2007 dan Permen Pu 5/2008, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di kota adalah sebagai berikut (Permen PU 5/2008): 1) ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik (milik pemerintah dan terbuka untuk umum) dan RTH Privat (milik perorangan atau institusi); 2) proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; 3) apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Kawasan terbuka hijau kota ini berfungsi sebagai paru-paru kota untuk meminimalisasikan polusi terutama polusi udara, suara dan air akibat dari kegiatan yang ada di pusat kegiatan terutama di kawasan pusat kota dan sekitarnya. Berdasarkan Permen PU 5/2008, fungsi RTH kota adalah :  Pengamanan keberadaan kawasan lindung;  Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara;  Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati;  Pengendali tata air; dan  Sarana estetika kota. 16-10 Sedangkan manfaat RTH kota adalah (Permen PU 5/2008):  Sarana untuk mencerminkan identitas daerah;  Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan;  Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial;  Meningkatkan nilai ekonomi lahan;  Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah;  Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula;  Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat;  Memperbaiki iklim mikro; dan  Meningkatkan cadangan oksigen di pusat kegiatan. Permen PU No.5 Tahun 2008, jenis RTH dibedakan menjadi RTH Publik dan RTH Privat, dengan rincian dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Table 0-8 Klasifikasi RTH No 1. Jenis RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha c. Taman atap bangunan 2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT b. Taman RW c. Taman Kelurahan d. Taman Kecamatan e. Taman Kota f. Hutan Kota g. Sabuk Hijau (green belt) 3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan b. Jalur pejalan kaki c. Ruang dibawah jalan layang 4. RTH fungsi tertentu a. RTH sempadan rel kereta api b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi c. RTH sempadan sungai d. RTH sempadan pantai e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air f. Pemakaman Sumber: Permen PU No.5 Tahun 2008 RTH Publik RTH Privat V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V Dari penjabaran peraturan diatas, dapat diklasifikasikan jenis RTH Perkotaan yang ada di Kawasan Metropolitan Bandung. Klasifikasi dapat dilihat pada tabel dibawah ini. 16-11 Table 0-9 Klasifikasi RTH Berdasarkan Hasil Analisis No 1. 2. Pola Ruang Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Jenis RTH a. Hutan Lindung b. Hutan Kota c. Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng, dan lembah d. Jalur dibawah SUTET dan SUTT e. Sempadan sungai f. Sempadan bangunan g. Sempadan situ dan rawa h. Kawasan penyangga i. Jalur Hijau a. Taman kota b. Taman rekreasi c. Taman lingkungan perumahan dan permukiman d. Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersil e. Kebun binatang f. Pemakaman umum g. Lapangan olah raga h. Lapangan upacara i. Parkir terbuka j. Lahan pertanian perkotaan k. Lapangan udara l. Jalur pejalan kaki m. Ruang dibawah jalan layang n. Sempadan rel kereta api o. Taman atap (roof garden) RTH Publik V V V RTH Privat V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V 2) Preseden Menurut Patrick Blanc, seorang ilmuwan atipikal dan peneliti botani dengan spesialisasi dibidang flora hutan tropis dan menerapkan vertical garden di beberapa Negara, menerapkan vertical garden di Bahrain yang memiliki suhu udara mencapai 500C dengan 220 spesies tanaman yang tahan kekeringan dapat menurunkan suhu walaupun hanya sedikit. Pada ekperimen ini dibangunlah green walls. Selain itu vertical garden diterapkan pula di Berlin, Paris, Madrid, Bangkok, Roma, Spain, Francis, Jepang dan Ausralia, dengan memperhatikan tanaman yang tahan terhadap pergantian musim yang ekstrim . 16-12 Gambar 0-4 Vetical Garden di Paris, 2006 (Sumber: Blanc, 2012) Gambar 0-5 Vetical Garden di Bahrain, 2011 (Sumber: Blanc, 2012) D. Konsep dasar penanganan Penataan ruang sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan telah memiliki landasan hukum sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan adanya penataan ruang diharapkan dapat mewujudkan ruang kehidupan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Tetapi pada kenyataannya hingga saat ini kondisi yang tercipta masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya polusi udara, tanah ataupun air, berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di daerah perkotaan dan proyek pembangunan yang tidak memperhatikan etika lingkungan. Karena hal itu, semua orang dapat merasakan polusi telah menjadi ancaman nyata bagi kehidupan di kota-kota besar khususnya kawasan metropolitan dan berbagai daerah sentra aktivitas di Indonesia. Kandungan emisi karbondioksida senilai 30 ppm sudah mulai berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Perencanaan penataan ruang yang dilakukan saat ini tidak memberikan ruang bagi paru-paru kota. Sempitnya lahan untuk menumbuhkan pepohonan hijau tidak sebanding dengan luasnya wilayah untuk membangun jalan dan bangunan. Padahal ruang untuk bernafas adalah hal utama dalam beraktivitas. 16-13 Untuk mengatasi kekurangan akan lahan untuk penyediaan ruang terbuka hijau, dibutuhkan solusi yang dapat menangani hal tersebut. Slah satunya adalah dengan menerapkan konsep Vertical garden dimana taman dibuat dalam bidang tegak atau vertikal. Dengan demikian, ruang yang dibutuhkan lebih sedikit tetapi bermanfaat lebih banyak. Untuk menerapkan konsep ini dibutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga masyarakat maupun pemerintah masih enggan untuk menerapkan konsep ini. Dari kondisi tersebut, maka dibutuhkan suatu solusi berupa vertical garden dengan sistem sederhana yang meminimumkan biaya. Konsep vertikal garden yang ingin di terapkan merupakan taman yang dibangun dengan membuka lahan pada dindingdinding gedung di kota-kota besar. Taman-taman ini ditanam diatas media tanam berupa karpet sintetik dan dipelihara dengan sistem pengairan otomatis dengan sirkulasi yang hemat dalam penggunaan air. Seperti sistem pengairan hidroponik, air yang digunakan diberi tambahan zat hara untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tumbuhan. Untuk meningkatkan efektifitas penyerapan polusi udara, pada taman ini sebagian besar tanaman yang digunakan adalah tanaman yang mampu menyerap polusi dalam jumlah besar. Sehingga, berbagai permasalahan polusi dapat diatasi dengan cara yang efektif dan aplikatif. E. Implementasi konsep dan dampak/manfaat penerapan 1) Potensi RTH Metropolitan Bandung akan menerapkan perumahan vertical yang akan berdampak kepada bertambahnya luas RTH di kawasan ini. Berdasarkan analsis yang telah dilakukan (bab permukiman vertical), permukiman vertical menyumbang sebesar 1.173 Ha untuk Kota Bandung dan 69 Ha untuk Kota Cimahi kepada ruang terbuka hijau di Metropolitan Bandung. Bukan hanya permukiman vertical saja yang berpotensi memberikan tambahan luas RTH bagi Metropolitan Bandung, tetapi komponen-komponen dibawah ini juga memiliki potensi yang besar untuk berkontribusi pada RTH, yaitu:  Apabila 100% sempadan sungai dijadikan hijau.  Apabila 11 m kiri-kanan rel kereta api dijadikan hijau.  Apabila 100% jalur di bawah SUTET dan SUTT tidak ada lahan terbangun atau dijadikan hijau. 2) Implemenasi vertical garden Berdasarkan kondisi polusi udara yang terjadi di Metropolitan Bandung dan berdasarkan perhitungan kebutuhan RTH, maka daerah yang akan diterapkan konsep vertical garden adalah Kota Bandung. Hal ini berdasarkan pertimbangan besarnya kadar SO2 dan NO2 yang terdapat di Kota Bandung yang dapat menyebabkan hujan asam. Selain itu Kota Bandung juga membutuhkan RTH yang besar (11,01%). Dari 11,01%, tidak semuanya diterapkan konsep vertical garden, hanya 50% dari 11,01% yang akan diterapkan dan sisanya diterapkan penanaman lahan-lahan yang masih kosong. Vertical garden akan diterapkan di Kawasan Permukiman horizontal maupun vertical, Kawasan Perdagangan, Perkantoran, dan jalan. Hal ini dilakukan agar vertical garden tersebut dapat mengurangi polusi yang disebabkan oleh kendaraan dan dapat memperindah kawasan tersebut dan tentunya kota secara umum. Contoh penerapan dapat dilihat pada lampiran 17. 16-14 Untuk penerapan vertical garden tidak dibutuhkan luas lahan yang besar, lahan yang dibutuhkan tergantung dari luas dinding perkantoran, permukiman maupun jalan. Untuk menerapkan konsep vertical garden, syarat yang harus diperhatikan adalah:  Membutuhkan konstruksi yang kokoh, yang berfungsi sebagai penyangga tanaman  Bobot Tanaman, media vertical garden mempunyai keterbatasan daya dukung artinya tanaman yang mempunyai besar dan bobot yang berat tidak akan mampu ditunjang media tegak. Oleh karena itu pilihlah jenis tanaman yang tidak terlalu besar seperti: homalomena , drachena , jenis Phylodendron kecil dan lain-lain.  Kecepatan Tumbuh, tanaman yang terlalu cepat tumbuh akan mendominasi ruang tumbuh, sehingga tanaman lainnya akan tertutupi dan pertumbuhannya terhambat, bahkan bisa mati. Selain itu, tanaman yang pertumbuhannya cepat membutuhkan nutrisi yang banyak pula. Sehingga bila asupan hara kurang, maka kualitas penampilannya menurun. Pilihlah tanamantanaman yang kecepatan tumbuhnya relatif sama sehingga tidak ada yang mendominasi ataupun tertinggal. Jenis tanaman yang tumbuhnya terlalu cepat antara lain: liana, kacangkacangan, antanan dan ubi kuning.  Hindari Tanaman Rambat, taman tegak merupakan perpaduan jenis tanaman yang memiliki harmoni, satu dan lainnya saling melengkapi dan menampilkan satu kesatuan taman. Walaupun banyak orang yang mengira, tanaman rambat pasti cocok di taman tegak, sebenarnya jenis tanaman ini malah tidak dianjurkan. Pasalnya, tanaman merambat mempunyai jangkauan area yang sangat luas dan pertumbuhannya sangat cepat. Akibatnya, tanaman tersebut bisa menutupi seluruh area sehingga kesan taman menjadi monoton dan tidak lebih dari rambatan tanaman hias. Jenis tanaman rambat yang tidak dianjurkan di antaranya: Passiflora, Monster, Thunbergia, Mandevilla  Kebutuhan Cahaya, secara umum tanaman terbagi dua, yaitu tanaman butuh cahaya penuh (matahari langsung) dan butuh naungan. Mengingat kebutuhan ini, maka tanaman yang membutuhkan cahaya penuh ditempatkan di bagian paling atas. Secara bertahap ke bawah, penempatannya diatur sehingga terjadi gradasi cahaya di mana tanaman yang paling memerlukan cahaya minim ditempatkan paling bawah. Contoh tanaman yang memerlukan cahaya penuh diantaranya buah Tin, keluarga ficus, anting putri, stropanthus ( melati jenggot) sedangkan yang butuh cahaya medium airis, medinila, bromelia, dll. Sementara tanaman yang kebutuhan cahaya sangat minim adalah jenis paku-pakuan dan shiellaginella . 3) Dampak Penerapan Dampak positif yang ditimbulkan menerapkan konsep vertikal garden:  Pemandangan menjadi estetis  Suasana menjadi lebih hijau Selain itu dampak negarifnya adalah:  Harus memperhatikan tanaman setiap hari  Sulit untuk menjaga agar tanaman tidak cepat mati atau layu  Biaya perawatan cukup mahal 16-15 F. Implikasi kebijakan Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hal-hal yang harus dipenuhi agar program vertical garden dapat berjalan dengan baik. Kebijakan pengembangan yang harus dipenuhi oleh pemerintah di Metropolitan Bandung antara lain adalah sebagai berikut:  Mendorong penambahan RTH sebesar 11,02 % untuk Kota Bandung dan 4,69% untuk Kabupaten Bandung Barat.  Mendorong pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang mewajibkan semua perkantoran harus memiliki minimal 5% dari luas perkantoran adalah untuk vertical garden.  Menyediakan bantuan dana untuk penerapan konsep vertical garden sebesar Rp 2.000.000/m2 (paket ekonomis) sampai dengan Rp 4.000.000/m2.  Membuat studi kebutuhan biaya agar kebutuhan RTH tercapai.  Melakukan kerjasama dengan pihak swasta agar kekurangan RTH dapat terpenuhi.  Menyusun peraturan perumahan yang menetapkan bahwa setiap developer yang melakukan pembangunan perumahan harus menyediakan terlebih dahulu RTH 50% dari luas perumahan yang akan dibangun, sebelum perumahan tersebut di bangun. Daftar Pustaka Blanc, Patrick. 2012. From Limestone Cliffs To Concrete Walls, Inventing The Vertical Garden. Permen PU No.5 Tahun 2008, Tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan Undang-undang No.26 Tahun 2007, Tentang Penataan Ruang Bappeda Kota Bandung, 2012. Laporan Final Kajian Strategis Penyediaan dan Sebaran RTH di Wilayah Kota Bandung. http://www.dirgantara-lapan.or.id/jizonpolud/htm/hujanasam.htm, diakses pada tanggal 13 april 2013. 16-16