MAKALAH
ISLAM DAN SYARI’AH ISLAM
Makalah ini Diajukan guna memenuhi tugas matakuliah
“Akuntansi Syariah”
Dosen Pengampu :
Wirmie Eka Putra, SE., M.Si.
Disusun Oleh:
Annisa Raisyati Siddik (C1F018052)
Kelas R00-6
PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS JAMBI
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada saya sehingga saya bisa menyelesaikan penyusunan
tugas ini tepat pada waktunya dengan judul : “ISLAM DAN SYARI’AH ISLAM”
Saya juga menyadari bahwa dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini,
masih banyak terdapat kekurangan maupun kekeliruan. Oleh karena itu, saya
mohon kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan penyusunan
makalah berikutnya.
Tidak lupa pula saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu saya dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Mudahmudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi saya dan
para pembaca pada umumnya.
Jambi, 17 Februari 2021
ANNISA RAISYATI SIDDIK
Nim. C1F018052
i
DAFTAR ISI
Title
Page
Cover
Kata Pengantar ............................................................................................ i
Daftar Isi..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Makna Islam ............................................................................. 3
2.2 Dasar-Dasar Ajaran Islam ........................................................ 3
2.3 Hukum Islam ............................................................................ 6
2.4 Klasifikasi Hukum Islam .......................................................... 7
2.5 Sasaran Hukum Islam............................................................... 9
2.6 Tujuan Syari’ah ....................................................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Islam berakar kata dari “aslama”, “yuslimu”, “islaaman” yang berarti
tunduk, patuh, dan selamat. Islam berarti kepasrahan atau ketundukan secara total
kepada Allah SWT. Orang yang beragama Islam berarti ia pasrah dan tunduk patuh
terhadap ajaran-ajaran Islam. Seorang muslim berarti juga harus mampu
menyelamatkan diri sendiri, juga menyelamatkan orang lain. Tidak cukup selamat
tetapi juga menyelamatkan.
Secara istilah Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW
untuk umat manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat.
Inti ajarannya (rukun Islam) adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain
Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan pergi haji bila mampu.
Islam datang ke bumi untuk membangun manusia dalam kedamaian dengan
sikap kepasrahan total kepada Allah SWT, sehingga seorang yang beragama Islam
akan mengutamakan kedaiaman pada diri sendiri maupun pada orang lain. Juga
keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.
Sedangkan istilah syariat lebih akrab untuk menyebut aturan islam. Secara
istilah, syariat islam adalah semua aturan yang Allah turunkan untuk para hambaNya, baik terkait masalah aqidah, ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Baik
terkait hubungan makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar-sesama makhluk.
(Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Manna’ Qathan, hlm. 13).
Allah berfirman,
فَات ِب ْع َها ْاْل َ ْم ِر ِمنَ ش َِري َعة َعلَى َج َع ْلنَاكَ ثُم
“Kemudian Aku jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari
urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu…” (QS. Al-Jatsiyah: 18).
Untuk itu bagaimana pengetahuan Islam dan Syari’ah Islam dalam
cangkupan yang lebih luas ? Penulis akan membahas permasalahan tersebut dalam
makalah ini.
1
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka, rumusan masalah yang dapat di ambil
adalah :
1. Apa Makna Islam?
2. Apa Saja Dasar-Dasar Ajaran yang terkandung di dalam Islam?
3. Bagaimana Hukum Dalam Islam?
4. Bagaimana Klasifikasi Hukum Islam ?
5. Apa Saja Sasaran Hukum Islam ?
6. Apa Tujuan Syariah itu Sendiri ?
1.3
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk Mengetahui Makna Islam.
2. Untuk Mengetehui Dasar-Dasar Ajaran yang terkandung di dalam Islam.
3. Untuk Mengetahui Hukum Dalam Islam.
4. Untuk Mengetahui Klasifikasi Hukum Islam.
5. Untuk Mengetahui Sasaran Hukum Islam.
6. Untuk Mengetahui Tujuan Syariah Islam.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Makna Islam
Makna Islam Bahasa : ”tunduk dan patuh”. Terminologi: “Islam adalah
bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan
bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau menegakkan shalat,
menunaikan zakat, melaksanakan shaum Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji
ke Baitullah -- jika engkau berkemampuan melaksanakannya.” (HR Muslim).
Selain itu, Makna Islam tunduk serta patuh (aslama) pasrah berserah diri (sallama)
tangga/derajat (sullam) kedamaian (siliim) kesejahteraan, kebahagiaan dan
keselamatan (salaama).
Islam adalah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW untuk umat
manusia agar dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Inti ajarannya (rukun Islam)
adalah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah
utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan,
dan pergi haji bila mampu.
Islam datang ke bumi untuk membangun manusia dalam kedamaian dengan
sikap kepasrahan total kepada Allah SWT, sehingga seorang yang beragama Islam
akan mengutamakan kedaiaman pada diri sendiri maupun pada orang lain. Juga
keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.
2.1
Dasar-Dasar Ajaran Islam
Ajaran Islam ialah sekumpulan pesan ketuhanan yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW (571-632 M) untuk disampaikan kepada manusia sebagai
petunjuk perjalanan hidupnya semenjak lahir hingga mati (Syaltout, 1983:25).
Dengan demikian, pengertian kerangka dasar ajaran Islam adalah gambaran asli,
garis besar, rute perjalanan, atau bagian pokok dari pesan ketuhanan yang
disampaikan Nabi Muhammad SAW kepada manusia.
3
Ulama membagi pokok ajaran Islam menjadi tiga, yaitu: iman (aqidah),
Islam (syari‟ah), dan ihsan (akhlak).
Ringkasnya, terdapat tiga bagian pokok ajaran Islam, yaitu :
a. Aqidah, berisi kepercayaan pada hal ghaib;
Aqidah adalah bentuk dari kata “ „aqoda, ya‟qidu, ‟aqdan-„aqidatan ”
yang berarti simpulan, ikatan, sangkutan, perjanjian, dan kokoh. Penggunaan kata
Aqidah dalam Al-Quran berarti sumpah setia di antara manusia (Qs. An-Nisa, 4:33;
Al-Maidah, 5:1&89). Misalnya dalam hal pembagian harta waris, orang yang
terikat sumpah setia dengan orang yang meninggal dunia tersebut berhak menerima
harta waris. Apabila sumpah itu dilanggar, ia harus menggantinya dengan khifarat.
Aqidah juga berarti ikatan nikah (Qs. Al-Baqarah, 2:235&237) atau kekakuan lidah
(Qs. Thaha, 20:27) atau ikatan tali (Qs. Al-Alaq 113:4).
Secara umum, aqidah dalam Islam berarti perjanjian teguh manusia
dengan Allah yang berisi tentang kesediaan manusia untuk tunduk dan patuh secara
sukarela tanpa keragu-raguan pada kehendak Allah.
b. Syari‟ah, berisi perbuatan sebagai konsekuensi dari kepercayaan;
Syari‟ah adalah jalan ke sumber (mata) air. Dahulu orang Arab
menggunakan syari‟ah untuk sebutan jalan setapak menuju sumber (mata) air untuk
mencuci atau membersihkan diri. (Mohammad Daud Ali, 1997:235). Dari
pengertian di atas Syariah adalah segala peraturan agama yang telah ditetapkan
Allah SWT untuk umat islam, baik dari Al-Qur‟an maupun dari sunnah Rasulullah
SAW, yang diberikan kepada manusia melalui para Nabi agar manusia hidup
selamat di dunia maupun di akhirat.
Kedudukan syari‟ah dalam ajaran Islam adalah sebagai bukti aqidah.
Setiap detik kehidupan manusia diisi dengan perbuatan-perbuatan. Perbuatanperbuatan itu dilandasi akar keyakinan hati akan tunduk dan patuh secara sukarela
terhadap kehendak Allah (aqidah). Buah dari perbuatan itu dinamai akhlak.
4
c. Akhlak, berisi dorongan hati untuk berbuat sebaik-baiknya meskipun
tanpa pengawasan pihak lain, karena percaya Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui.
Akhlak berasal dari bahasa Arab, yang berasal dari kata khalaqayakhluqukhalqan artinya membuat, atau menjadikan sesuatu. Akhlak (tunggal:
khuluq) artinya perangai (Mahmud Yunus, 1989:120). Penggunaan kata “khalaqa”
dan turunannya dalam Al-Quran berarti menciptakan sesuatu. Dengan demikian,
pengertian akhlak dari segi bahasa maupun penggunaannya dalam Al-Quran dapat
didefinisikan sebagai tindakan membentuk atau membiasakan perbuatan. Akhlak
adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak yang terpuji atau akhlakul
karimah maupun yang tercela atau akhlakul madzmumah. Dalam prakteknya
akhlak bisa dikatakan buah atau hasil dari akidah yang kuat dan syari‟at yang benar.
Allah SWT mengutus Nabi Muhammd SAW tidak lain dan tidak bukan adalah
untuk memperbaiki akhlak.
Kedudukan akhlak dalam ajaran Islam adalah hasil, dampak, atau buah
dari perbuatan-perbuatan (syari‟ah) yang dilandasi keyakinan hati tunduk dan patuh
secara sukarela pada kehendak Allah (aqidah). Seperti halnya adalah jujur pada diri
sendiri yang merupakan bagian dari akhlak adalah dampak perbuatan puasa
(syari‟ah) yang dilandasi keyakinan hati (aqidah) bahwa dengan puasa kita dapat
berempati terhadap penderitaan orang lain yang menjalani hidupnya serba
kekurangan.
2.3
Hukum Islam
Hukum Islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah
laku mukalaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan
diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya.
Hal ini mengacu pada apa yang telah dilakukan oleh Rasul untuk
melaksanakannya secara total. Syariat Islam menurut istilah berarti hukum-hukum
yang diperintahkan Allah SWT untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi,
baik yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun yang berhubungan
dengan amaliyah.Syariat Islam menurut bahasa berarti jalan yang dilalui umat
5
manusia untuk menuju kepada Allah Ta’ala. Dan ternyata Islam bukanlah hanya
sebuah agama yang mengajarkan tentang bagaimana menjalankan ibadah kepada
Tuhannya saja. Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah SWT untuk
mengatur hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan
sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran Islam, khususnya AlQuran dan Hadits.
Hukum Islam bukan hanya sebuah teori saja namun adalah sebuah aturanaturan untuk diterapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak ditemui
permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering kali
membuat pemikiran umat Muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk itulah
diperlukan sumber hukum Islam sebagai solusinya, yaitu sebagai berikut:
1.Al-Quran
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran, sebuah kitab suci
umat Muslim yang diturunkan kepada nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW
melalui Malaikat Jibril. Al-Quran memuat kandungan-kandungan yang berisi
perintah, larangan, anjuran, kisah Islam, ketentuan, hikmah dan sebagainya. AlQuran menjelaskan secara rinci bagaimana seharusnya manusia menjalani
kehidupannya agar tercipta masyarakat yang ber akhlak mulia. Maka dari itulah,
ayat-ayat Al-Quran menjadi landasan utama untuk menetapkan suatu syariat.
2.Al-Hadist
Sumber hukum Islam yang kedua adalah Al-Hadist, yakni segala sesuatu
yang berlandaskan pada Rasulullah SAW. Baik berupa perkataan, perilaku,
diamnya beliau. Di dalam Al-Hadist terkandung aturan-aturan yang merinci segala
aturan yang masih global dalam Al-quran. Kata hadits yang mengalami perluasan
makna sehingga disinonimkan dengan sunnah, maka dapat berarti segala perkataan
(sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Rasulullah SAW yang
dijadikan ketetapan ataupun hukum Islam.
3.Ijma’
Kesepakatan seluruh ulama mujtahid pada satu masa setelah zaman
Rasulullah atas sebuah perkara dalam agama.” Dan ijma’ yang dapat dipertanggung
jawabkan adalah yang terjadi di zaman sahabat, tabiin (setelah sahabat), dan tabi’ut
tabiin (setelah tabiin). Karena setelah zaman mereka para ulama telah berpencar
6
dan jumlahnya banyak, dan perselisihan semakin banyak,sehingga tak dapat
dipastikan bahwa semua ulama telah bersepakat.
4.Qiyas
Sumber hukum Islam yang keempat setelah Al-Quran, Al-Hadits dan Ijma’
adalah Qiyas. Qiyas berarti menjelaskan sesuatu yang tidak ada dalil nashnya dalam
Al quran ataupun hadis dengan cara membandingkan sesuatu yang serupa dengan
sesuatu yang hendak diketahui hukumnya tersebut.Artinya jika suatu nash telah
menunjukkan hukum mengenai suatu kasus dalam agama Islam dan telah diketahui
melalui salah satu metode untuk mengetahui permasalahan hukum tersebut,
kemudian ada kasus lainnya yang sama dengan kasus yang ada nashnya itu dalam
suatu hal itu juga, maka hukum kasus tersebut disamakan dengan hukum kasus yang
ada nashnya.
2.4
Klasifikasi Hukum Islam
hukum taklifi ada lima macam, yang termasuk dalam fikih sebagai
ketentuan hukum, seperti wajib (ijab=perintah), mandub (nadb=anjuran), haram
(tahrim=larangan), makruh (karahah=dibenci) dan mubah (ibahah=boleh), sebagai
berikut:
a. Ijab (mewajibkan), adalah khitab yang berisi tuntutan yang mesti
dikerjakan atau dilakukan. Hasil dari ijab atau konsekuensinya dinamakan wujub
(kewajiban) dan tuntutan pelaksanaanya atau kerjaan yang dikenai hukum wujub
disebut wajib. Ijab sebagai firman yang menuntut suatu perbuatan dengan tuntutan
yang pasti. Tuntutan untuk memperbuat secara pasti, dengan arti harus diperbuat
sehingga orang yang memperbuat patut mendapat ganjaran dan tidak dapat sama
sekali ditinggalkan, sehingga orang yang meninggalkan patut mendapat ancaman
Allah. Hukum taklifi dalam bentuk ini disebut ijab. Pengaruh terhadap perbuatan
itu disebut wujub, sedangkan perbuatan yang dituntut disebut wajib. Contoh :
melakukan shalat.
b. Nadab, adalah khitab yang berisi tuntutan yang tidak mesti dituruti. Atau
dengan kata lain, jika tuntutannya tidak bersifat pengharusan dan penetapan. Bekas
atau konsekuensinya nadab disebut juga dengan nadab, sedangkan pekerjaan yang
7
dikenai hukum nadab disebut mandub. Nadb sebagai firman yang menuntut suatu
perbuatan dengan tuntutan yang tidak pasti. Tuntutan untuk memperbuat secara
tidak pasti, dengan arti perbuatan itu dituntut untuk dilaksanakan. Terhadap yang
melaksanakan, berhak mendapat ganjaran akan kepatuhannya, tetapi bila tuntutan
itu ditinggalkan tidak apa-apa. Oleh karenanya yang meninggalkan tidak patut
mendapat ancaman dosa. Tuntutan seperti ini disebut Nadb. Pengaruh tuntutan
terhadap perbuatan disebut nadb juga, sedangkan perbuatan yang dituntut disebut
mandub. Contoh : memberi sumbangan kepada panti asuhan.
c. Tahrim, adalah khitab yang berisi larangan dan mesti ditinggalkan.
Apabila hukum taklifi menuntut untuk meninggalkan perbuatan, jika tuntutannya
bersifat mengharuskan dan menetapkan. Hasil atau bekas dari tahrim disebut
hurmah, dan pekerjaan yang dikenai hukum hurmah itu dinamakan muharramun
atau haram. Tuntutan untuk meninggalkan secara pasti, dengan arti yang dituntut
harus meninggalkannya. Bila seseorang meninggalkannya berarti ia telah patuh
kepada yang melarang. Karenanya ia patut mendapat ganjaran dalam bentuk pahala.
Orang yang tidak meninggalkan larangan berarti ia menyalahi tuntutan Allah.
Karenanya patut mendapat ancaman dosa. Tuntutan dalam bentuk ini disebut
tahrim. Pengaruh tuntutan terhadap perbuatan tersebut disebut hurmah, sedangkan
perbuatan yang dilarang secara pasti itu disebut muharram atau haram. Contoh :
memakan harta anak yatim secara tidak patut.
d. Karahah, adalah khitab yang berisi larangan yang tidak mesti dijauhi. Jika
tuntutannya tidak bersifat mengharuskan dan menetapkan. Bekas atau konsekuensi
karahah disebut juga karahah, sedangkan pekerjaan yang dikenainya dinamakan
makruh. Tuntutan untuk meninggalkan secara tidak pasti, dengan arti masih
mungkin ia tidak meningalkan larangan itu. Orang yang meninggalkan larangan
berarti ia telah mematuhi yang melarang. Karenanya ia patut mendapat ganjaran
pahala. Tetapi karena tidak pastinya larangan ini, maka yang tidak meninggalkan
larangan ini tidak mungkin disebut menyalahi yang melarang. Karenanya ia tidak
berhak mendapat ancaman dosa. Larangan dalam bentuk ini disebut karahah.
Pengaruh larangan tidak pasti terhadap perbuatan disebut karahah juga, sedangkan
perbuatan yang dilarang secara tidak pasti disebut makruh. Contoh : merokok.
8
e. Ibahah, adalah khitab yang berisi kebolehan memilih antara berbuat atau
tidak berbuat. Atau hukum taklifi menuntut pemberian pilihan kepada mukallaf
antara mengerjakan atau meninggalkan. Hasil ibahah dinamakan ibahah, dan
pekerjaan yang dikenai ibahah disebut mubah. Titah Allah yang memberikan
kemungkinan untuk memilih antara mengerjakan atau meninggalkan. Dalam hal ini
sebenarnya tidak ada tuntutan, baik mengerjakana maupun meninggalkan. Ia tidak
diperintahkan. Bila seseorang mengerjakan ia tidak diberi ganjaran dan tidak pula
diancam atas perbuatannya itu. Ia juga tidak dilarang berbuat. Karenanya bila ia
melakukan perbuatan itu atau tidak ia tidak diberi ganjaran dan tidak pula dapat
ancaman. Hukum dalam bentuk ini disebut ibahah. Pengaruh titah ini terhadap
perbuatan disebut ibahah, sedangkan perbuatan yang diberi pilihan untuk berbuat
atau tidak itu disebut mubah. Contoh : melakukan perburuan sesudah melakukan
tahalul dalam ibadah haji.
2.5
Sassaran Hukum Islam
Syariat Islam datang dengan membawa rahmat bagi semua umat. Firman
Allah SWT dalam Surat al-Anbiya ayat 107:
١٠٧ : س ْلـنَاكَ إِالّ ََرحْ مـَةً ِل ْلعَالَ ِمـيْنَ ﴿ اْلنـبيـاء
َ ﴾ َو َما اَ ْر
”Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad), melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. (Q.S. al-Anbiya : 107)
Ada tiga sasaran hukum Islam yaitu:
1. Pertama; Penyucian jiwa, yakni seorang Islam menjadi sumber kebaikan bukan
sumber keburukan.
Hal ini ditempuh dalam berbagai bentuk ibadah yang intinya adalah :
- Membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran/penyakit dengki.
- Memperkokoh kesetiakawanan sosial, misalnya :
Dalam ibadah salat, Allah SWT. berfirman:
٤٥ : ﴿ العنكبوت
َـاء َو ْال ُمـ ْنك َِرقلى
ِ صـَلوة َ ت َنـْ َهى َع ِن ْالفَحْ ش
ّ ﴾ إِ ّن َال
9
”Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
munkar”. (Q.S. al-‘Ankabut : 45)
Dalam ibadah puasa, Allah SWT. berfirman:
١٨٤ : ﴿ البقـرة
َ ٌ﴾ َو َعلَى الّـَ ِذيْنَ ي ُِطيْـقُ ْونـَهُ فِدْيـَة
طـعَا ُم ِمسْـ ِكيْنقلى
”Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak
berpuasa), membayar fidyah, (yaitu) : memberi makan seorang miskin”. (Q.S. alBaqarah : 184)
Dalam ibadah zakat, Allah SWT. berfirman:
َ ُ صدَقَـةً ت
١٠٣ : ص ِّل َعلَ ْي ِه ْم قلى ﴿ التـوبة
َ ط ِ ّه ُر ُه ْم َوتـُزَ ِ ّكـ ْي ِه ْم ِب َها َو
َ ﴾ ُخذْ ِم ْن اَ ْم َوا ِل ِه ْم
”Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan (dari kikir dan cinta dunia) dan mensucikan mereka (menyuburkan
sifat baik hati dan membuat harta berkembang) dan berdoalah untuk mereka”. (Q.S.
at-Taubah : 103)
٧ : ﴿ ْالحـشر
اء ِم ْن ُك ْم قلى
ِ َ﴾ َك ْى الَ يَ ُك ْونَ د ُْولـَةً بَـيْنَ اْالَ ْغنِـي
”Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya di antara
kamu ”. (Q.S. al-Hasyr : 7)
Dalam ibadah haji, Allah SWT. berfirman:
َ ض فِ ْي ِه ّن َْال َحج َفالَ َر َف
١٩٧:س ْوقَ َوالَ ِجدَا َل فِى ْال َح ّجِ قلى ﴿البقرة
ُ ث َوالَ فُـ
َ ﴾ َف َم ْن َف َر
”Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan
haji, maka tidak boleh rofas (bicara yang menimbulkan birahi yang tidak senonoh
atau bersetubuh), berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam (masa
mengerjakan) haji”. (Q.S. al-Baqarah : 197)
10
2. Sasaran kedua; Menegakkan keadilan dalam masyarakat muslim maupun non
muslim. Firman Allah SWT dalam Surat al-Maidah ayat 8:
٨ : ﴿ ْالمائدة
﴾ َوالَ يَجْ ِر َمن ُك ْم شَـنَأنُ قَ ْوم َعلَى اَال تَ ْع ِدلُ ْوا ِإ ْع ِدلُ ْوا ه َُو ا َ ْق َربُ ِللتـ ْق ٰوىصلى
”Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum,
mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada taqwa”. (Q.S. al-Maidah : 8)
Kriteria adil menurut al-Mawardy dalam ُسـ ُ ْلطاَنِيّـَة
ّ اْْلحْ كَا ُم ال
1.
Berkelakuan baik ;
2.
Tidak melakukan dosa besar dan
3.
Tidak terus-menerus melakukan dosa kecil.
adalah :
3. Sasaran ketiga; adalah kemaslahatan, dan ini merupakan tujuan puncak yang
hendak dicapai.
Maslahah Islamiyah yang diwujudkan melalui hukum Islam dan ditetapkan
berdasarkan nas-nas agama adalah maslahah hakiki. Maslahah ini mengacu kepada
pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, harta dan
kehormatan/keturunan. Tanpa terpeliharanya lima hal ini, tidak akan tercapai
kehidupan manusia yang luhur secara sempurna. Oleh karena itu kemuliaan
manusia tidak bisa dipisahkan dari pemeliharaan terhadap lima hal itu.
2.6
Tujuan Syari’ah
Secara umum, maksud dan tujuan diturunkan syariat Islam adalah untuk
mendatangkan kemaslahatan dan sekaligus menolak kemudharatan dalam
kehidupan umat manusia. Konsep ini dikenal dengan sebutan maqashid syar’iah.
Maqashid Syaria’h berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukumhukum Islam. Tujuan ini dapat ditelusuri dalam ayat-ayat al-Quran dan Sunnah
Rasulullah saw sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yaang berorientasi
kepada kemaslahatan umat manusia.
Diturunkannya Syariat Islam kepada manusia tentu memiliki “tujuan” yang
sangat mulia. Paling tida, ada “delapan” tujuan. Pertama, memelihara atau
melindungi agama dan sekaligus memberikan hak kepada setiap orang untuk
11
memilih antara beriman atau tidak, karena, “Tidak ada paksaan dalam memeluk
agama Islam” (QS. Al Baqaarah, 2:256). Manusia diberi kebebasan mutlak untuk
memilih, “…Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS. Al Kahfi, 18:29).
Yang kedua, “melindungi jiwa”. Syariat Islam sangat melindungi
keselamatan jiwa seseorang dengan menetapkan sanksi hukum yang sangat berat,
contohnya hukum “qishash”. Di dalam Islam dikenal ada “tiga” macam
pembunuhan, yakni pembunuhan yang “disengaja”, pembunuhan yang “tidak
disengaja”, dan pembunuhan “seperti disengaja”. Hal ini tentunya dilihat dari sisi
kasusnya, masing-masing tuntutan hukumnya berbeda. Jika terbukti suatu
pembunuhan tergolong yang “disengaja”, maka pihak keluarga yang terbunuh
berhak menuntut kepada hakim untuk ditetapkan hukum qishash/mati atau
membayar “Diyat” (denda). Dan, hakim tidak punya pilihan lain kecuali
menetapkan apa yang dituntut oleh pihak keluarga yang terbunuh. Berbeda dengan
kasus pembunuhan yang “tidak disengaja” atau yang “seperti disengaja”, di mana
Hakim harus mendahulukan tuntutan hukum membayar “Diyat” (denda) sebelum
qishash.
Yang ketiga, “perlindungan terhadap keturunan”. Islam sangat melindungi
keturunan di antaranya dengan menetapkan hukum “Dera” seratus kali bagi pezina
ghoiru muhshon (perjaka atau gadis) dan rajam (lempar batu) bagi pezina muhshon
(suami/istri, duda/jand) (Al Hadits). Firman Allah SWT : “Perempuan yang berzina
dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus
kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
menjalankan agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat dan
hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orangorang yang beriman” (An Nuur, 24:2). Ditetapkannya hukuman yang berat bagi
pezina tidak lain untuk melindungi keturunan. Bayangkan bila dalam 1 tahun saja
semua manusia dibebaskan berzina dengan siapa saja termasuk dengan orangtua,
saudara kandung dan seterusnya, betapa akan semrawutnya kehidupan ini.
Yang keempat, “melindungi akal”. Permasalahan perlindungan akal ini
sangat menjadi perhatian Islam. Bahkan dalam sebuah hadits Rasulullah Saw
menyatakan, “Agama adalah akal, siapa yang tiada berakal (menggunakan akal),
12
maka tiadalah agama baginya”. Oleh karenanya, seseorang harus bisa dengan benar
mempergunakan akalnya. Seseorang yang tidak bisa atau belum bisa menggunakan
akalnya atau bahkan tidak berakal, maka yang bersangkutan bebas dari segala
macam kewajiban-kewajiban dalam Islam. Misalnya dalam kondisi lupa, sedang
tidur atau dalam kondisi terpaksa. Kesimpulannya, bahwa hukum Allah hanya
berlaku bagi bagi orang yang berakal atau yang bisa menggunakan akalnya.
Yang kelima, “melindungi harta”. Yakni dengan membuat aturan yang jelas
untuk bisa menjadi hak setiap orang agar terlindungi hartanya di antaranya dengan
menetapkan hukum potong tangan bagi pencuri. “Laki yang mencuri dan
perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana” (Qs. Al Maa-idah, 5:38). Juga peringatan keras sekaligus
ancaman dari Allah SWT bagi mereka yang memakan harta milik orang lain dengan
zalim, “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka Jahannam) (QS. An Nisaa, 4:10).
Yang keenam, “melindungi kehormatan seseorang”. Termasuk melindungi
nama baik seseorang dan lain sebagainya, sehingga setiap orang berhak dilindungi
kehormatannya di mata orang lain dari upaya pihak-pihak lain melemparkan fitnah,
misalnya. Kecuali kalau mereka sendiri melakukan kejahatan. Karena itu betapa
luar biasa Islam menetapkan hukuman yang keras dalam bentuk cambuk atau
“Dera” delapan puluh kali bagi seorang yang tidak mampu membuktikan kebenaran
tuduhan zinanya kepada orang lain. Allah SWT berfirman: “Dan orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) dengan
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk
selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik”(QS. An Nuur, 24:4).
Juga dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di
dunia dan akhirat. Dan bagi mereka azab yang besar” (QS. An Nuur,24:23). Dan
larangan keras pula untuk kita berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan dan
menggunjing terhadap sesama mu’min (QS. Al Hujurat, 49:12).
13
Yang ketujuh, “melindungi rasa aman seseorang”. Dalam kehidupan
bermasyarakat, seseorang harus aman dari rasa lapar dan takut. Sehingga seorang
pemimpin dalam Islam harus bisa menciptakan lingkungan yang kondusif agar
masyarakat yang di bawah kepemimpinannya itu “tidak mengalami kelaparan dan
ketakutan”. Allah SWT berfirman: “Yang telah memberi makanan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan” (QS. Al
Quraisy, 106:4).
Yang kedelapan, “melindugi kehidupan bermasyarakat dan bernegara”.
Islam menetapkan hukuman yang keras bagi mereka yang mencoba melakukan
“kudeta” terhadap pemerintahan yang sah yang dipilih oleh ummat Islam “dengan
cara yang Islami”. Bagi mereka yang tergolong Bughot ini, dihukum mati, disalib
atau dipotong secara bersilang supaya keamanan negara terjamin (QS. Al Maa-idah,
5:33). Juga peringatan keras dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi
Saw menyatakan, “Apabila datang seorang yang mengkudeta khalifah yang sah
maka penggallah lehernya”.
14
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Islam datang ke bumi untuk membangun manusia dalam kedamaian dengan
sikap kepasrahan total kepada Allah SWT, sehingga seorang yang beragama Islam
akan mengutamakan kedaiaman pada diri sendiri maupun pada orang lain. Juga
keselamatan diri sendiri dan keselamatan orang lain.
Sedangkan istilah syariat lebih akrab untuk menyebut aturan islam. Secara
istilah, syariat islam adalah semua aturan yang Allah turunkan untuk para hambaNya, baik terkait masalah aqidah, ibadah, muamalah, adab, maupun akhlak. Baik
terkait hubungan makhluk dengan Allah, maupun hubungan antar-sesama makhluk.
3.2
Saran
Penulis berharap hukum syari’ah di Indonesia diterapkan dengan baik dan
sesuai dengan ajarannya. Perlunya dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah
maupun masyarakat terutama umat muslim untung selalu mendukung kegiatan
sesuai dengan syariat Islam.
15
DAFTAR PUSTAKA
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132302946/pendidikan/Kerangka+Dasar+Ajara
n+Islam.pdf
https://bit.ly/3jXIPOj
https://republika.co.id/berita/47171/tujuan-syariat-islam
http://cilacap.kemenag.go.id/fiqh/read/indahnya-hukum-islam
https://bkiiainbanten.wordpress.com/2012/09/25/usul-fiqh-05-pengertian-danklasifikasi-hukum-islam/
https://www.merdeka.com/jatim/5-tujuan-hukum-islam-beserta-sumber-danpengertiannya-wajib-diketahui-kln.html?page=all
https://www.merdeka.com/jatim/5-tujuan-hukum-islam-beserta-sumber-danpengertiannya-wajib-diketahui-kln.html?page=all
https://konsultasisyariah.com/19759-apa-itu-syariah.html
https://konsultasisyariah.com/19759-apa-itu-syariah.html
https://mui.or.id/tanya-jawab-keislaman/28357/apa-makna-islam/
16