Academia.eduAcademia.edu

TUGAS MAKALAH STRATEGI KONSERVASI HARIMAU SUMATERA

2019, Mardiansyah Usman

Harimau sumatra adalah satu-satunya anak jenis harimau endemik Indonesia yang tersisa. Harimau sumatra kini tersebar di kantong-kantong kawasan hutan konservasi yang menjadi habitat di Pulau Sumatera. Daya Dukung habitat merupakan salah satu ukuran ukuran populasi yang sangat penting dalam menentukan kelestarian populasi dalam jangka panjang. Dalam strategi konservasi harimau sumatera ini dapat disimpulkan, bahwa : 1. Populasi Harimau Sumatera dan satwa mangsanya, memerlukan data yang akurat dan menggunakan metode ilmiah dapat membantu dalam pengelolaan populasi Harimau Sumatera dan satwa mangsanya. 2. Pengelolaan habitat Harimau Sumatera, harus ditingkatkan baik luasan dan daya dukung habitat pengelolaan di dalam kawasan hutan konservasi dan di luar kawasan konservasi. 3. Manajemen pengelolaan instu dan exsitu, kegiatan pengelolaan in situ antara lain peningkatan kualitas SDM, patroli perlindungan habitat dengan skema RBM (Resort Base Management), restorasi dan pengembangan koridor, monitoring populasi, dan mitigasi konflik. Sedangkan pengelolaan ex situ dengan kerjasama pengelolaan bersama Lembaga Konservasi dengan para pihak sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 4. Penegakkan hukum terhadap perlindungan Harimau Sumatera. Kegiatan pencegahan, penyadartahuan, penyuluhan, kampanye kepedulian dan pasrtisipasi masyarakat terhadap kelestarian ditingkatkan terhadap pelestarian Harimau Sumatera, dan tindakan tegas terhadap pelanggaran dalam upaya penegakkan hukum yang berlaku terhadap para pelaku.

2

I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang

Di Indonesia Harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae Pocock, 1929) adalah subspesies harimau yang habitat aslinya di pulau Sumatra. Harimau Sumatera merupakan satu dari 9 (Sembilan) subspesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini. Harimau caspia (P.t. virgata) sudah punah tahun 1970. Sedangkan 2 sub spesies lainya yang terdapat di Indonesia yaitu Harimau Bali (P.t. balica) dan Harimau Jawa (P.t. sondaica) telah dinyatakan punah, masing-masing pada tahun 1940an dan 1980-an (Dephut, 2007 Gambar. 1

. Peta Penyebaran Harimau di Dunia

Status harimau Sumatera menurut IUCN Red List (2015), tergolong Critically Endangered atau spesies yang kritis. Hal ini dikarenakan kelangsungan hidup harimau Sumatera terganggu oleh berbagai macam ancaman. Ancaman yang dihadapi seperti perburuan ilegal untuk perdagangan, kerusakan habitat dan konflik dengan manusia.

Harimau Sumatera merupakan sub spesies dengan ukuran tubuh rata-rata terkecil di antara sub spesies harimau yang ada saat ini. Harimau sumatera jantan memiliki rata-rata panjang dari kepala hingga ekor 240 cm dan berat 120 kg. Sedangkan betina memiliki rata-rata panjang dari kepala hingga ekor 220 cm dan berat 90 kg. (Dephut, 2007) 3 Dalam Dinata Y, Sugardjoto J. 2008 bahwa Harimau sumatra hanya dijumpai di pulau Sumatera, terutama di hutan-hutan dataran rendah sampai dengan pegunungan. Wilayah penyebarannya pada ketinggian 2.000 m dpl (O'Brien dkk, 2003), tetapi kadang-kadang juga sampai ketinggian lebih dari 2.400 m dpl (Linkie etal., 2003). Satwa predator ini setiap hari harus mengkonsumsi 5-6 kg daging yang sebagian besar (75%) terdiri atas hewan-hewan mangsa dari golongan rusa (Sunquist, dkk 1999).

Harimau Sumatera memiliki karakteristik yaitu bersifat kriptif/ menyamar dengan ciri khas loreng kuning keemasan dan garis hitam, bersifat elusive/ sukar dipahami lebih cenderung menghidar dari perjumpaan langsung dengan manusia, bersifat memiliki kepadatan populasi rendah yang tergantung dengan kelimpahan mangsa, perilaku soliter dan daerah jelajah luas, bersifat tergantung satwa mangsa (rusa, babi, kijang atau jenis ungulata), bersifat memiliki daerah jelajah yang luas (home range) tergantung dari jenis umur dan jenis kelamin dan memiliki sifat teritorial yaitu daerah kekuasaan untuk bertahan hidup dan berkembang biak dengan luas minimal 15-20 Km² (Haidir, dkk. 2017). Gambar.2. Harimau Sumatra (Dephut, 2007) Hal ini sesuai dengan program pemerintah telah meningkatkan pengamanan dan pengelolaan harimau sumatera di beberapa kawasan konservasi seperti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), 4 Taman Nasional Berbak & Sembilang (TNBS) dan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) (Dephut, 2007) Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah aktivitas manusia, terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya. Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu konflik antara manusia dan harimau, perburuan serta perdagangan ilegal harimau sumatera dan produk turunannya. Kemiskinan masyarakat di sekitar hutan dan tingginya permintaan komersial dari produk-produk ilegal harimau mulai dari kulit, tulang, taring, serta daging mendorong meningkatnya perburuan satwa tersebut. Upaya menyelamatkan harimau sumatera dari kepunahan, untuk pertama kalinya pada tahun 1994 pemerintah bersama para pihak terkait menerbitkan dokumen Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera (DITPHKA, 1994) Gambar.3. Peta penyebaran harimau sumatera (Dephut, 2007) Departemen Kehutanan telah menerbitkan Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera periode (2008 -2017), terdapat 5 garis besar yang diharapkan yaitu (1) Populasi Harimau Sumatera dan bentang alamnya di seluruh sumatera pulih dan dipertahankan atau bertambah degan dukungan para pihak; (2) Peningkatan inftrastruktur dan kapasitas Dephut dalam pemantaua dan evaluasi terhadap konservasi Harimau Sumatera dan satwa 5 mangsanya; (3) Penguatan pengelolaan e-stu dan keterlibatan para pihak tingkat regional dan nasional; (4) Terbangunnya jejaring kerja dan infrastruktur komunikasi dan terciptanya kelompok masyarakat yang peduli dan bertanggungjawab terhadap kelestarian harimau sumatera; (5) Terbangunnya program konservasi ex situ yang bermanfaat dan selaran dengan upaya kelestrarian harimau sumatera di alam (Dephut, 2007 (Adnan, 2016) Gambar.4. Subspecies harimau di dunia (www.spyanimals.com) Dalam struktur piramida makanan, harimau sumatera merupakan top predator pada posisi puncak piramida. Kondisi tersebut keberadaannya sangat rentan terhadap kepunahan dibandingkan jenis satwa lainnya. Keberadaan Harimau Sumatera dari tanda-tanda bekasnya dapat di jumpai habitat hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan (Dinata, 2008) Harimau sumatera dapat ditemui keberadaannya di hutan sekunder Taman Nasional Tesso Nila dan Hutan Tanaman Industri (HTI), dan tidak ditemukan di perkebunan Kelapa Sawit karena aktifitas manusua yang lebih tinggi. Sedangkan populasi satwa mangsanya di temukan di 3 (tiga) habitat tersebut (Sumitran, 2013) 7 Taman Nasional Way Kambas memiliki tipe habitat hutan daratan rendah, hutan rawa dan hutan bekas terbakar (padang alang-alang). Keberadaan Harimau Sumatera dan satwa mangsa di temukan di 3 (tiga) habitat tersebut (Lestari, 2006) Populasi Harimau Sumatera di Taman Nasional Batang Gadis sagat rendah, sedangkan satwa mangsa seperti babi dan rusa melimpah. Hal ini diperlukan pengaturan jumlah populasi, jika tidak dilakukan pengaturan akan sangat rentan terjadi ledakan populasi pada satwa mangsa yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem dan potensi terjadinya konflik dengan lahan pertanian masyarakat yang berada di sekitar hutan. (Kuswanda, dkk, 2010) Kesesuaian habitat Harimau Sumatera di Taman Nasioal Bukit Barisan Selatan di pengaruhi menggunakan teknologi pengindaraan jauh dan hasil survey lapangan yang dihubungkan dengan faktor manusia dan lingkungan. Faktor manusia sangat dipengaruhi oleh jarak dari jalan dan jarak dari tepian area deforestasi dan factor lingkungan di pengaruhi oleh jumlah satwa mangsa Harimau Sumatera (Suyadi, dkk, 2012) Kepadatan harimau sumatera di kawasan hutan lindung Batang Hari dalam luas 351,25 Km² adalah 4 (empat) ekor dengan perbangdingan jenis kelamin jantan dan betina sebanyak 1 : 3.

Habitat tersebut terdiri dari hutan perbukitan dan hutan sub pegunungan dengan memiliki fungsi yang sama yaitu penyedia satwa mangsa, penutupan lahan (cover) dengan bentuk tajuk berlapis dan terdapatnya sumber air yang cukup (Budhiana, R. 2009 Wibisono, 2011. Haidir, 2018 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan penelitian untuk mengidentifikasi penyebab deforestasi dan degrasi hutan di Indonesia, penyebabnya antara lain, pengelolaan hutan secara intensif pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK); konversi kawasan hutan untuk penggunaan oleh sector lain seperti peluasan pertanian, pertambangan, perkebunan dan transmigrasi, pengelolaan hutan yang tidak lestari 9 dan; pencurian kayu dan penebangan liar; perambahan dan okupasi lahan pada kawasan hutan serta kebakaran hutan dan lahan (KLHK, 2018) Deforestasi dan degradasi hutan di Pulau Sumatera merupakan salah satu ancaman yang signifikan terhadap kelestarian keanekaragaman hayati di pulau ini, terutama terhadap jenisjenis mamalia besar yang memiliki daerah jelajah yang luas seperti Harimau Sumatera (Wibisono, 2006) Populasi Harimau Sumatera di lansekap Teso Nilo, Rimbang Baling dan di Kerumutan di perkirakan sebanyak 44 ekor yang terdiri dari 5ekor, 9 ekor dan 28 ekor. Kepadatannya dipengaruhi kelimpahan satwa mangsa, fragmentassi habitat dan perburuan. (Hutajulu, 2007) Populasi harimau sumatera di habitat alam di pulau Sumatera diperkirakan hanya tersisa 400 ekor yang tersebatr di kantong-kanting di kawasan hutan konservasi taman nasional (Gunung (Imansyah, dkk. 2015) Harimau Sumatera yang hidup di Lembaga Konservas di Indonesia tidak memiliki Musim kawin atau waktu tertentu untuk melakukan perkawinan karena perkawinan terjadi sepanjang tahun. Untuk menyelamatkan populasi harimau Sumatera yang diambang kepunahan dapat dilakukan dengan penangkaran secara ex-situ melalui program pengelolaan penangkaran yang baik seperti perawatan kesehatan harimau Sumatera, pencatatan studbook dan penyimpanan plasma nutfah (Putra, 2011) Lembaga Konservasi TMR memiliki lokasi yang cukup luas untuk perkembangbiakan, dan peningkatan populasi sejak pendirian 1980 hanya memiliki sepasang Harimau Sumatera mengalami kedatangan 1 ekor, kelahiran 52 ekor, pindah 8 ekor dan mati 19 ekor dan kondisi tersisa pada tahun 2016 memiliki jumlah total hidup sebanyak 28 Ekor (Yultisman, 2019) Edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap kelestarian satwa liar termasuk harimau sumatera. Lembaga Konservasi telah memiliki payung hukum dalam upaya pelestarian ex situ yang berfungsi dan bertujuan sebagai tempat pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan (Dewi, 2016) Dalam paparan Direktur KKH KLHK bahwa Strategi dan solusi yang akan ditawarkan harusnya menjawab semua tantangan. Strategi peningkatan populasi yaitu penyadartahuan (disadarkan dan disejahterakan harus sinkron), pembinaaan populasi dan habitat, penanggulangan konflik, perlindungan dan pengamanan, rehabilitasi dan pelepasliaran, program konservasi ek-situ yang mendukung in-situ (dalam ketentuan 10% harus program eksitu harus kembali ke alam) (Imansyah, 2015)

d. Penegakan hukum terhadap perlindungan Harimau Sumatera

Forum HarimauKita menyatakan bahwa permasalahan utama penurunan populasi Harimau Sumatera adalah perburuan dan perdagangan illegal, konflik dengan manusia, deforestrasi dan fragmentasi habitat dan kemiskinan. Selain itu ada permasalahan yang lain yang mendukung penurunan populasi tersebut, antara lain tata kelola SDA yang lemah, terbatasnya kapasiatas pengelolaan kawasan, kurangnya koordinasi antar instansi di luar kawasan konservasi, kurangnya kesadaran dalam pengelolaan hutan dan satwa liar berkelanjutan, lemahnya penegakan hukum, serta kurangnya sistem penglolaan data (Imansyah, 2015) Perburuan harimau Sumatera yang terjadi di kawasan hutan konservasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh dilatarbelakangi berbagai macam kepentingan, antara lain yaitu factor ekonomi (kebutuhan uang untuk mata pencaharian), terjadinya konflik antara manusia dan harimau, kurangnya partisipasi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dan satwa langka yang dilindungi, belum tegasnya penegakan hukum terhadap pencegajan dan tindak pidana yang terjadi terhadap perburuan dan perdagangan satwa Harimau Sumatera (Irawan, 2014) Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, menyatakan bahwa setiap orang dilarang melanggar pasal 19 dan 21 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 40 yang barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran tersebut akan dipidana kurungan dan denda. Harimau Sumatera adalah satwa liar yang di lindungi oleh Undang-Undang sehingga setiap orang wajib untuk menjaga kelestariannya (UU.No.5, 1990).

Hal ini juga sesuai dengan PP Nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar, harimau Sumatera adalah satwa yang tidak boleh di perjualbelikan. (PP.No.7, 1999) Harimau sumatera menjadi objek perdagangan bagian tubuhnya, baik diperjualbelikan di dalam negeri maupun perdagangan gelap di luar negeri. Seluruh bagian tubuh Harimau memiliki harga jual yang tinggi sangat diminati bagi para pelaku perdagangan illegal.