Academia.eduAcademia.edu

PPK PSIKIATRI

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK) PSIKIATRI RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG NOMOR : 559.3/PER/RSISA/V/2019 1 DAFTAR ISI Halaman Judul .............................................................................................................. 1 Daftar Isi ....................................................................................................................... 2 Penyusun ...................................................................................................................... 3 Peraturan Direktur Nomor : 559.3/PER/RSISA/V/2019 tentang Panduan Praktik Klinis (PPK) Psikiatri ......................................................................................... 5 Pendahuluan ................................................................................................................ 7 Panduan Praktik Klinik Delirium .................................................................................. 8 Panduan Praktik Klinik Demensia ................................................................................ 12 Panduan Praktik Klinik Gangguan Mental & perilaku Akibat Alkohol Zat Psikoaktif ... 16 Panduan Praktik Klinik Skizofrenia .............................................................................. 22 Panduan Praktik Klinik Afektif Bipolar ......................................................................... 27 Panduan Praktik Klinik Panik ....................................................................................... 33 Panduan Praktik Klinik Ansietas Menyeluruh .............................................................. 36 Panduan Praktik Klinik Gangguan Depresi Mental ...................................................... 39 Panduan Praktik Klinik Retardasi Mental .................................................................... 47 Panduan Praktik Klinik Somatoform ............................................................................ 53 Panduan Praktik Klinik Psikotik Akut ........................................................................... 59 Disclaimer ..................................................................................................................... 63 Penutup ........................................................................................................................ 64 2 SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG NOMOR : 559.3/PER/RSISA/V/2019 tentang PANDUAN PRAKTIK KLINIS PSIKIATRI DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG bismillahirrahmanirrahim DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG MENIMBANG : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung perlu disusun Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit Islam Sultan Agung b. bahwa dalam Panduan Praktik Klinis bagi dokter di Rumah Sakit Islam Sultan Agung bertujuan untuk memberikan acuan bagi dokter dalam memberikan pelayanan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan c. bahwa buku panduan praktik klinis tersebut digunakan sebagai bahan acuan kegiatan pelayanan medis d. bahwa untuk kepentingan tersebut diatas perlu ditetapkan dalam surat keputusan MENGINGAT : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2009 tentang Praktik Kedokteran; 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Umum Di Lingkungan Kementerian Kesehatan; 4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 /Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit; 5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/Menkes/Per/IX/2010 3 tentang Standar Pelayanan Kedokteran; 6. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menker/SK II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; 7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan; 8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 631/MENKES/SK/IV/2005 tentang pedoman peraturan internal staf medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit; 9. Keputusan Kepala Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 445/01/BPMD/07/2014 tentang Perpanjangan Izin Operasional Rumah Sakit Islam Sultan Agung; 10. Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor : 107/DSN-MUI/X/2016 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah; 11. Surat Keputusan Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia Nomor : 008.55.09/DSN-MUI/VIII/2017 tentang Penetapan Layanan dan Manajemen Rumah Sakit Islam Sultan Agung telah memenuhi prinsip syariah; 12. Surat Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor : 12/SK/YBW-SA/II/2018 tentang Pengangkatan dr. H. Masyhudi AM, M.Kes sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Islam Sultan Agung Masa Bakti 2018 – 2022. 13. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor : 70/SK/YBW-SA/VI/2018 tentang Pengesahan Struktur Oragnisasi RSI Sultan Agung 14. Surat Keputusan Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung Nomor : 12/SK/YBW-SA/II/2018 tentang Pengangkatan Direktur Utama RSI Sultan Agung Masa Bhakti 2018 – 2022; MEMUTUSKAN : MENETAPKAN : KESATU : Mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi Surat Keputusan Nomor : 3426/ PER/RSI-SA/II/2017 tentang Panduan Praktik Klinis (PPK) Psikiatri Rumah Sakit Islam Sultan Agung. 4 5 LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG NOMOR : 559.3/PER/RSISA/V/2019 TANGGAL : 15 Mei 2019 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan; lingkup pelayanan adalah segala tindakan atau perilaku yang diberikan kepada pasien dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Substansi pelayanan medis adalah pratik ilmu pengetahuan dan teknologi medis yang telah ditapis secara sosio – ekonomi –budaya yang mengacu pada aspek pemerataan, mutu dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat akan pelayanan medis. Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti efektif, efisien dan berkualitas serta merata dibutuhkan masukan berupa sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas, peralatan, dana sesuai dengan prosedur serta metode yang memadai Saat ini sektor kesehatan melengkapi peraturan perundang-undangannya dengan disahkannya Undang-undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober 2004 yang diberlakukan mulai bulan Oktober 2005. Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter/dokter Psikiatri, serta memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dokter/dokter Psikiatri Panduan praktik klinis (Clinical practice guidelines) merupakan panduan yang berupa rekomendasi untuk membantu dokter atau dokter Psikiatri dalam memberikan pelayanan kesehatan. Panduan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan tidak menyediakan langkah-pendekatan untuk perawatan dan pengobatan, namun memberikan informasi tentang pelayanan yang paling efektif. Dokter atau dokter Psikiatri menggunakan panduan ini sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada pasien B. Dasar Hukum 1. Undang – Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran pasal 44 ayat ( 1 ) , pasal 50 dan 51 2. Undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 3. Undang – undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit 4. Peraturan Menteri Kesehatan No 147 / MENKES/PER / 2010 tentang Perizinan RS 5. PERMENKES No 1438/MENKES/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran C. Tujuan 1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan tertentu 2. Mengurangi jumlah intervensi yang tidak perlu atau berbahaya 3. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal 4. Memberikan opsi pengobatan dengan risiko terkecil 5. Mamberikan tata laksana dengan biaya yang memadai 6 PANDUAN PRAKTIK KLINIK DELIRIUM I. DEFINISI Delirium adalah gangguan kognitif dan kesadaran dengan onset akut atau mendadak. Kata delirium berasal dari bahasa latin “de lira” yang berarti keluar dari jalurnya. Delirium merupakan suatu gangguan mental organik akut dengan gejala utama adanya gangguan kesadaran berupa kesadaran berkabut, yang disertai dengan gangguan atensi, orientasi, memori, persepsi, delusi, kegelisahan dan agitasi. II. ANAMNESIS Anamnesis sulit dilakukan pada pasien delirium. Anamnesis dilakukan dengan keluarga atau orang lain yang mengetahui kondisi pasien. Pasien biasanya bingung, tidak bisa bercerita, dan tidak mengenali masalah yang terjadi. Anamnesis harus fokus pada riwayat psikiatri, penggunaan zat dan penyakit medis. III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL 1. Pemeriksaan status mental Pasien delirium didapatkan gangguan kesadaran dan perhatian 2. Gangguan kognitif secara umum : a. Distorsi persepsi berupa ilusi dan halusinasi seringkali visual b. Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak terdapat inkoherensi yang ringan c. Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek d. Disorientasi waktu pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi tempat dan orang 3. Gangguan psikomotor : a. Hipo atau hiper aktivitas b. Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang. 4. Gangguan siklus tidur bangun 5. Gangguan emosional : Misalnya depresi anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau rasa kehilangan aksi IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan sesuai penyakit medis umum yang mendasarinya . pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neurologis lengkap, Tanda vital, MMSE, pemeriksaan medikasi dan kadar obat, V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Dilakukan sesuai penyakit medis umum yang ada, bisa dilakukan pemeriksaan berikut ini bila diperlukan : Skrining darah dan urin untuk alcohol, obat-obatan, dan logam berat, pemeriksaan fisiologis (Elektrolit/glukosa/Ca/Mg serum, tes fungsi hati dan ginjal, kimia serum, urinalisis, tes darah lengkap, TSH, skrinining HIV), pemeriksaan radiologi , elektrokardiogram, EEG, CT-SCAN, MRI kepala, SPECT, pungsi lumbal, tes neuropsikologis. 7 VI. KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria Diagnostik Delirium menurut PPDGJ III : F05 Delirium bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainya 1. Gangguan kesadaran dan perhatian : a. Dari taraf kesadaran berkabut sampai dengan koma b. Menurunya kemampuan untuk mengarahkan, memusatkan, mempertahankan, dan mengalihkan perhatian. 2. Gangguan kognitif secara umum : a. Distorsi persepsi, ilusi, dan halusinasi seringkali visual b. Hendaya daya pikir dan pengertian abstrak, dengan atau tanpa waham yang bersifat sementara, tetapi sangat khas terdapat inkoherensi yang ringan c. Hendaya daya ingat segera dan jangka pendek, namun daya ingat jangka panjang relatif masih utuh. d. Disorientasi waktu, pada kasus yang berat, terdapat juga disorientasi tempat dan orang 3. Gangguan psikomotor : a. Hipo atau hiper aktivitas dan pengalihan aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang lain. b. Waktu bereaksi yang lebih panjang. c. Arus pembicaraan yang bertambah atau berkurang. d. Reaksi terperanjat meningkat. 4. Gangguan siklus tidur bangun : a. Insomnia atau, pada kasus yang berat, tidak dapat tidur sama sekali atau terbaliknya siklus tidur-bangun, mengantuk pada siang hari b. Gejala yang memburuk pada malam hari c. Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk, yang dapat berlanjut menjadi halusinasi setelah bangun tidur 5. Gangguan emosional : Misalnya depresi anxietas atau takut, lekas marah, euforia, apatis, atau rasa kehilangan aksi 6. Onset biasanya cepat, perjalanan penyakitnya hilang timbul sepanjang hari, dan keadaan itu berlangsung kurang dari 6 bulan a. F05.0 Delirium, Tak Bertumpang tindih dengan Demensia Delirium yang tidak bertumpang tindih dengan demensia yang sudah ada sebelumnya b. F05.1 Delirium, Bertumpang tindih dengan Demensia Kondisi yang memenuhi kriteria delirium diatas tetapi terjadi pada saat sudah ada demensia c. F05.8 Delirium Lainnya d. F05.9 Delirium YTT VII. DIAGNOSIS Diagnosis Multiaksial pada PPDGJ III : Axis 1 Memenuhi criteria diagnosis F05 Delirium 8 F05 Delirium bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainya F05.0 Delirium, Tak Bertumpang tindih dengan Demensia F05.1 Delirium, Bertumpang tindih dengan Demensia F05.8 Delirium Lainnya F05.9 Delirium YTT Axis 2 Sesuai kasus pasien ada atau tidak Gangguan kepribadian Retadasi Mental Axis 3 Kondisi Medis Umum (sesuai yang di temukan) Axis 4 Masalah psikososial dan Lingkungan (sesuai yang di temukan) Axis 5 Penilaian Fungsi secara Global (sesuai yang di temukan) VIII. IX. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding pada Delirium menurut PPDGJ III antara lain : 1. F00-F03 Sindroma organik lainya, Demensia 2. F23 Gangguan psikotik akut dan sementara 3. F20 Skizofrenia dalam keadaan akut 4. F30-F39 Gangguan Afektif + confusional features 5. F1x.4 F1x.03 Delirium akibat Alkohol/Zat Psikoaktif Lain TERAPI Penatalaksanaan delirium sesuai penyakit yang mendasari dan sesuai sindroma atau tanda gejala klinis yang ditemukan, bisa diberikan pendekatan terapi sebagai berikut : 1. Terapi Psikososial 2. Farmakoterapi 1 Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg 2 Antipsikotika atipik: o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75 o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg 3 Anxiolitika o Clobazam 1 x 10 mg o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg 4 Antidepresiva o Amitriptyline 25 - 50 mg o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras) o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg. 5 Mood stabilizers o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg 9 o Topamate 1 x 50 mg o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg Penting diberikan perawatan yang baik dan tenang secara umum diberikan cairan dan elektrolit yang cukup, desaign ruagan diberikan sedemikian rupa yang nyaman seperti tv, penerangan sedikit redup dll. X. EDUKASI Edukasi diberikan pada pasien dan keluarganya mengenai pentingnya bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan. Bantuan fisik sangat diperlukan sehingga pasien dilirium tidak masuk kedalam situasi dimana mereka mengkin mengalami kecelakaan dalam kehidupan sehari-hari. Pengobatan umum merupakan pengobatan suportif, bantuan emosional bagi pasien penting diberikan oleh keluarga (Kaplan, 2010). XI. PROGNOSIS Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor penyebab yang relevan ditemukan, biasanya berlangsung kurang dari satu minggu. Setalah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menghilang dalam periode tiga sampai tujuh hari. Beberapa gejala bisa berlangsung dalam waktu sampai 2 minggu. Prognosis delirium biasanya sesuai dan mengikuti penyakit penyebab yang mendasarinya. XII. KEPUSTAKAAN Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III, Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta : 2001 Sadock, Kaplan, Sinopsis Psikiatri Jilid I, Binarupa aksara publisher, Tangerang:2010 Buku Ajar PSIKIATRI Edisi 2 10 PANDUAN PRAKTIK KLINIK “DEMENSIA” I. DEFINISI Demensia merupakan sindrom yang bersifat kronik-progresif ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif yang multiple seperti : daya ingat, daya pikir, orientasi, daya tangkap, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan daya nilai. ada kalanya diawali dengan kemerosotan dalam pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi hidup. Umumnya tanpa gangguan kesadaran (Kaplan S,2010,Depkes RI 2003). II. ANAMNESIS Anamnesis demensia biasanya ditemukan beberapa gangguan : gangguan daya ingat, gangguan daya nilai, gangguan daya pikir abstrak, gangguan fungsi luhur, kemampuan visuospatial, kesulitan dalam bekerja, cenderung gagal memecahkan masalah. Ketidakmampuan melakukan tugas tersebut akan semakin memburuk hingga ke tugas harian. (Kaplan, 2010) III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Pemeriksaan status mental ditemukan gangguan daya ingat, gangguan daya nilai, gangguan daya pikir abstrak, gangguan fungsi luhur, kemampuan visuospatial., gangguan bicara, gangguan perilaku, gangguan mood/afek atau gangguan suasana perasaan (Kaplan, 2010). IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada demensia biasanya tidak ditemukan kelainan. Bisa juga ditemukan adanya penyakit yang mendasarinya seperti penyakit vaskuler, infark, penyakit metabolic, HIV, Parkinson, Huntington, trauma kepala. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai kebutuhan bisa pemeriksaan rutin sampai pemeriksaan penunjang tertentu sesuai penyakit yang mendasarinya, seperti : EKG, EEG, tes neurologi, pungsi lumbal , CT-scan, MRI kepala, SPECT. VI. KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria Diagnostik Demensia menurut PPDGJ III : 1. Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan harian seseorang seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, BAB dan BAK. 2. Tidak ada gangguan kesadaran 3. Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan. F00 DEMENSIA PADA PENYAKIT ALZHEIMER 11 F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer peyakit dini F00.1 Demensia pada penyakit alzheimer onset lambat F00.2 Demensia pada penyakit alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran F00.9 Demensia pada penyakit alzheimer YTT F01 DEMENSIA VASKULER F01.0 Demensia vaskuler onset akut F01.1 Demenia multiinfark F01.2 Demensia vakuler subkortikal F01.3 Demensia vakuler campuran kortikal dan subkortikal F01.8 Demensia vakuler lainnya F01.9 Demensia vakuler YTT F02 DEMENSIA PADA PENYAKIT LAIN YDK F02.0 Demensia pada penyakit Pick F02.1 Demensia pada penyakit Creutzfeldt-Jakob F02.2 Demensia pada penyakit Huntington F02.3 Demensia pada penyakit Parkinson F02.4 Demensia pada penyakit HIV F02.8 Demensia paa penyakit lain YDT YDK F03 DEMENSIA YTT VII. DIAGNOSIS Diagnosis Multiaksial pada PPDGJ III : Axis 1 F00 Demensia pada penyakit alzheimer F00.0 Demensia pada penyakit alzheimer peyakit dini F00.1 Demensia pada penyakit alzheimer onset lambat F00.2 Demensia pada penyakit alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran F00.9 Demensia pada penyakit alzheimer YTT Axis 2 Sesuai kasus pasien bila ditemukan: Gangguan kepribadian Retadasi Mental Axis 3 Sesuai Kondisi Medis yang ditemukan pada pasien Axis 4Sesuai masalah psikososial dan Lingkungan Axis 5Sesuai Fungsi Global pasien VIII. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding Demensia adalah : TIA, Delirium, Depresi, Skizofrenia, Gangguan buatan (Factitious Disorders) dan penuaan normal 12 IX. TERAPI Terapi Psikososial Farmakoterapi 1 Antipsikotika tipik: Haloperidol 0,25 - 0,5 atau 1 - 2 mg 2 Antipsikotika atipik: o Clozaril 1 x 12.5 - 25 mg o Risperidone 0,25 - 0,5 mg atau 0,75 - 1,75 o Olanzapine 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg o Quetiapine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg o Abilify 1 x 10 - 15 mg 3 Anxiolitika o Clobazam 1 x 10 mg o Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg o Bromazepam 1,5 mg - 6 mg o Buspirone HCI 10 - 30 mg o Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg o Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg) 4 Antidepresiva o Amitriptyline 25 - 50 mg o Tofranil 25 - 30 mg o Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras) o SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100 mg, Citalopram 1x 10 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg, Cymbalta 1 x 60 mg. o Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2) 5 Mood stabilizers o Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg o Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg o Topamate 1 x 50 mg o Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg o Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg o Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg o Priadel 2 - 3 x 400 mg Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya sudah tak berguna lagi,namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat terhadap BPSD (Behavioural and PsychologicalSymptoms of Dementia): 1 Nootropika: o Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg o Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg o Sabeluzole (Reminyl) 2 Ca-antagonist: o Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg) o Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m. o Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg o Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse 13 o Pantoyl-GABA 3 Acetylcholinesterase inhibitors o Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik o Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase inhibitor, 5 mg 1x/hari o Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg o Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg o Memantine 2 x 5 - 10 mg X. EDUKASI Pasien demensia memerlukan pengawasan dan bantuan yang terus-menerus untuk melakukan tugas yang paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Pengobatan umum pada pasien demensia merupakan pengobatan suportif saja, bantuan emosional bagi pasien dan keluarga sangat pemnting dalam hal ini. Perhatian khusus diberikan kepada pengasuh atau anggota keluarga yang merawat untuk tidak sedih dan frustasi karena perawatan pasien demensia yang memerlukan waktu yang lama (Kaplan, 2010). XI. PROGNOSIS Usia harapan hidup pada pasien dengan demensia tipe Alzheimer adalah sekitar 8 tahun, dengan rentang 1 hingga 20 tahun. Data penelitian menunjukkan bahwa penderita demensia dengan awitan yang dini atau dengan riwayat keluarga menderita demensia memiliki kemungkinan perjalanan penyakit yang lebih cepat (Kaplan, 2010). KEPUSTAKAAN ------, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta : 2001 National Demensia Group, Apa itu demensia?, Alzheimer’s Australia, Jakarta : 2005 Sadock, Kaplan, Sinopsis Psikiatri Jilid I, Binarupa aksara publisher, Tangerang:2010 S Marlina, Demensia, Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kedokteran Jiwa RSUD dr.Soetomo Edisi III, Surabaya : 2004 14 PANDUAN PRAKTIK KLINIK GANGGUAN MENTAL DAN PRILAKU AKIBAT ALKOHOL DAN ZAT PSIKOAKTIF I. DEFINISI/ PENGERTIAN Yang dimaksud gangguan mental perilaku akibat alkohol dan zat psikoaktif adalah gangguan mental perilaku yang timbul karena penggunaan alkohol dan zat psikoaktif bisa berupa intoksikasi akut, penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan putus zat, keadaan putus zat dengan delirium, gangguan psikotik, sindrom amnestik, gangguan psikotik residual atau onset lambat. II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan melalui alloanamnesis dan autoanamnesis yaitu dilakukan dengan keluarga atau orang lain yang mengetahui tentang penderita dan penderita sendiri. Meliputi alkohol dan jenis zat psikoaktif yang digunakan atau disalahgunakan, berapa lama menggunakan alkohol dan zat psikoaktif tersebut, frekuensi penggunaan dalam kurun waktu tertentu, juga dilakukan anamnesis keluhan-keluhan yang timbul dan dirasakan oleh penderita baik keluhan mental perilaku maupun keluhan fisik atau medis umum akibat penggunaan zat tersebut berupa keluhan akibat intoksikasi akut, penggunaan yang merugikan, sindrom ketergantungan, keadaan putus zat, keadaan putus zat dengan delirium, gangguan psikotik, sindrom amnestik, gangguan psikotik residual atau onset lambat. III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Pemeriksaan status mental pasien akibat penggunaan alkohol dan zat psikoaktif bisa ditemukan penampilan umum terlihat sehat atau bisa juga sakit, sadar atau mengantuk, tampak tua atau tampak muda, marah, bingung, ketakutan, tidak nyaman, apatis, sikap rendah diri, tidak berharga, feminine, maskulin, dll. Sikap terhadap pemeriksa bisa kooperatif, bermusuhan, defensive, merayu, suka mengelak, mencari muka, dll. Gangguan Persepsi seperti halusinasi, depersonalia/derealisasi bisa ada atau tidak. Gangguan kesadaran bisa ada bisa tidak. IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada pasien penggunaan alkohol dan zat psikoaktif biasanya tak didapatkan kelainan. Terkadang bisa juga ditemukan adanya penyakit fisik umum lainnya sebagai penyakit komorbid (sesuai kasus). V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penujang bisa dilakukan terutama terkait jenis alkohol dan zat psikoaktif yang digunakan atau juga bisa dilakukan sesuai kondisi dan penyakit lain yang ditemukan, seperti pemeriksaan sebagai berikut : 1. Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap 2. AGD, K, Na, Ca T3, T4, TSH, sesuai indikasi 3. Foto thorak bila perlu 15 4. 5. VI. EKG, elektromiogram, elektroensefalogram, bila perlu Endoskopi, kolonoskopi, USG, bila perlu KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis sesuai PPDGJ-III sebagai berikut 1. Intoksikasi Akut a. Intoksikasi akut sering dikaitkan dengan : tingkat dosis zat yang digunakan (dosedependent), individu dengan kondisi organic tertentu yang mendasarinya (misalnya insufiensiginjal atau hati ) yang dalam dosis kecil dapat menyebabkan efek intoksikasi berat yang tidak proposional. b. Disinhibisi yang ada hubungannya dengan konteks social social perlu dipertimbangkan (misalnya disinhibisi perilaku pada pesta atau upacara keagamaan ). c. Intoksikasi akut merupakan suatu kondisi peralihan yang timbul akibat penggunaan alcohol atau zat psikotif lain, sehingga terjadi gangguan kesadaran, fungsi kognitif, persepsi, afek atau perilaku, atau fungsi dan respons psikofisiologis lainnya. d. Intensitas intoksikasi berkurang dengan berlalunya waktu dan pada akhirnya efeknya menghilang bila tidak trerjadi penggunaan zat lagi. Dengan demikian orang tersebut akan kembali ke kondisi semula, kecuali jika ada jaringan yang rusak atau terjadi komplikasi lainnya. 2. Penggunaan Yang Merugikan a. Adanya pola penggunaan zat psikoaktif yang merusak kesehatan, yang dapat berupa fisik ( seperti pada kasus hepatitis karena menggunakan obat melalui suntikan diri sendiri ) atau mental ( misalnya episode gangguan depresi sekunder karena konsumsi berat alkohol) b. Pola penggunaan yang merugikan sering di kecam oleh pihak lain dan seringkali disertai berbagai konsekuensi social yang tidak diinginkan. c. Tidak ada sindrom ketergantungan (F1x.2) gangguan psikotik (F1x.5) atau bentuk spesifik lain dari gangguan yang berkaitan dengan penggunaan obat atau alkohol. 3. Sindrom Ketergantungan Diagnosis ketergantungan yang pasti ditegakkan jika ditemukan 3 atau lebih gejala di bawah ini dialami dalam masa 1 tahun sebelumnya : a. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulensi) untuk menggunakan zat psikoaktif; b. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak mulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan c. Keadaan putus zat secara fisiologis d. Terbukti ada toleransi e. Secara progresif mengabaikan menikmati kesenangan atau minat f. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang merugikan kesehatannya 4. Keadaan Putus Zat a. Salah satu indicator dari sindrom ketergantungan 16 5. 6. 7. 6. VII. VIII. IX. b. Dicatat sebagai diagnosis utama c. Gejala fisik bervariasi sesuai dengan zat yang di gunakan Keadaan Putus dengan Dilirium a. Putus zat disertai dengan komplikasi delirium b. Termasuk Delirium Tremens, akibat putus alkohol secara absolute pada pengguna ketergantungan berat. c. Gejala prodomal khas : insomnia, gemetar dan ketakutan Gangguan psikotik a. Gangguan psikotik yang terjadi selama atau segera sesudah penggunaan zat psikotik b. Gejalanya dengan pola yang bervariasi Sindrom Amnesik a. Harus memenuhi criteria umum b. Syarat utama : a. Gangguan daya ingat jangka pendek. b. Tidak ada gangguan daya ingat c. Adanya riwayat atau bukti yang objektif Gangguan Psikotik Residual atau Onset Lambat a. Onset langsung b. Gangguan funsi kognitif, afek, kepribadian atau perilaku c. Harus dibedakan dengan peristiwa putus obat DIAGNOSIS Aksis I Sesuai kasus dan memenuhi kriteria diagnosis - F10-F19 Gg. Mental dan perilaku akibat zat psikoaktif -Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis Aksis II Sesuai kasus dan memenuhi kriteria diagnosis -Gangguan Kepribadian -Retardasi Mental Aksis III Sesuai kasus dan memenuhi kriteria diagnosis -Kondisi Medik Umum/penyakit fisik Aksis IV Sesuai jenis stressor yang ditemukan berupa -Masalah Psikososial dan Lingkungan Aksis V Sesuai kondisi pasien -Penilaian Fungsi Secara Global DIAGNOSA BANDING TERAPI Terapi gangguan mental perilaku akibat alkohol dan zat psikoaktif bervariasi menurut jenis zat, pola penggunaan, karakteristik individual pasien dan tersedianya sistem pendukung. Tujuan utama terapi adalah abstinensi zat serta mencapai kesehatan fisik psikiatri dan kondisi psikososial. Bisa dilakukan terapi rawat inap pada gangguan yang berat atau pada pengobatan rawat jalan yang gagal, tidak adanya dukungan psikososial atau penggunaan zat yang parah dan berlangsung lama. 17 Terapi Intoksikasi alkohol Terapi umum: 1. Perkenalkan diri dan jelaskan bahwa terapi adalah bantuan (bukanlah hukuman) dan yakinkan bahwa pasien dalam keadaan aman, terapis tetap menjaga rahasia. 2. Tunjukkan perhatian terhadap masalah yang membahayakan kehidupan pasien. 3. Seringkali pasien datang dalam keadaan ketakutan, cemas ataupun panik. Sikap terapi harus tenang dan penuh percaya diri. Tenangkan pasien dengan mengajak bicara dan berilah pengertian bahwa terapis akan memberi bantuan, dengan harapan keadaan membaik. 4. Usahakan agar jalan nafasnya lancar. Pertahankan saluran nafas yang bebas, bila perlu dengan pernapasan buatan 5. Tujukan pemeriksaan pada tanda-tanda vital 6. Usahakan peredaran darahnya lancar. 7. Pasang alat infus, berikan cairan yang adekuat. 8. Lakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat kemungkinan adanya perdarahan atau trauma fisik yang membahayakan. 9. Atasi koma, hipotensi, dan hipotensi 10. Kosongkan lambung dengan emetika atau kuras lambung (bila konsumsi alkhol banyak sekali dan dalam 30 menit yang lalu) 11. Berikan 60-100 mg norit (activated charcoal) per oral (tidak boleh diberikan bila pasien stupor, koma atau kejang, kecuali personde dan saluran pernapasan telah dipertahankan dengan cuff endotracheal tube) Terapi khusus: 1. Berikan suntikan diazepam bila pasien kejang (5-10 mg i.v, bila perlu diulang sampai kejang hilang. Bilamana diazepam tidak tersedia, dapat diberikan fenobarbital/luminal 100-200 mg i.m 2. Berikan 100 mg thiamin i.m atau i.v. 3. Berikan suntikan i.v 50-100 ml dextrose 50% bila dicurigai hipoglikemia 4. Berikan suntikan i.v 0,4 5. Berikan haloperidol 5-10 mg i.m bila pasien agitatif. Bilamana haloperidol tidak tersedia dapat diberikan lorazepam, hydroxyzine,sulpiride Terapi keadaan putus alkohol 1. Karena berpotensi kegawatan pasien harus dirawat inapkan dan diberikan dosis yang cukup salah satu penekan s.s.p. (misalnya benzodiazepin) untuk menetralisasi eksitabilitas yang diakibatkan oleh penghentian mendadak konsumsi alkohol. 2. Tanda-tanda vital dan kondisi elektrolit serta cairan tubuh harus dipantau secara ketat 3. Obat-obat antipsikotik seperti khlorpromazin, fenotiazin tidak boleh diberikan karena menurunkan ambang kejang 4. Pilihan obat sedatif yang digunakan tidak teramat pentingdibandingkan dosis yang cukup untuk menimbulkan sedasi bertaraf sedang. 18 Terapi sindrom ketergantungan alkohol 1. Pasien ketergantungan alkohol ringan cukup berobat jalan dengan medikasi benzodiazepin oral jangka pendek atau fenobarbital. 2. Pasien ketergantungan alkohol sedang sampai berat harus dirawat inapkan. Berikan per oral 10-15 mg diazepam setiap jam bergantung kebutuhan klinis yang ditentukan oleh gejala-gejala putus alkohol. 3. Pasien ketergantungan alkohol berat diberikan medikasi diazepam secara i.v. Sesudah tercapai stabilisasi, dosis diazepam yang diperlukan untuk mempertahankan pasien dalam keadaan sedasi dapat diberikan peroral setiap 8-12 jam. Bila kegelisahan, tremor dan tanda-tanda putus alcohol lainnya menetap, disis diazepam dinaikkan sampai terjadi sedasi taraf sedang. Kemudian dosis dikurangu 20% setiap 24 jam sampai gejala putus obat selesai. 4. Alternatif lain, dapat diberikan chlordiazepoxide sebagai dosis tunggal per oral sebanyak 200-400 mg atau diazepam 20-40 mg. sampai didapat didapat dosis total per 24 jam yang membuat pasien stabil. Dosis chlordiazepoxide dapat mencapai 600 mg per hari dan ditapering off dapat sampai 10 hari 5. Pasien lanjut usia, pasien dengan penyakit hati, delirium, demensia atau gangguan kognitif lain sebaiknya diberikan benzodiazepine masa kerja singkat, tapi harus diberikan lebih sering 6. Untuk mengatasi hiperaktivitas otonom dapat diberikan beta bloker. Bila dikombinasi dengan benzodiazepin, maka dosis benzodiazepine dapat dikurangi 7. Pemberian klonidin 2-3 kali sehari 0,5 mg dapat menekan tanda tanda kardiovaskuler keadaan putus alkohol. 8. Pemberian klonidin oral 400-800 mg karbamazepin setara dibandingkan benzodiazepin untuk prevensi kejang putus alcohol 9. Alternatif lain untuk prevensi kejang dengan magnesium sulfat 10. Fenitoin tampaknya tidak efektif untuk mengelola kejang putus alcohol 11. Pemeriksaan seksama jika ada penyakit medis lain 12. Vitamin dosis tinggi 13. Larutan glukosa tidak boleh diberikan sebelum pemberian tiamin karena adanya kemungkinan timbul sindrom Wernike. 14. Sindrom otak organik yang kronis akibat konsumsi alkohol yang lama tidak jelas responnya terhadap pemberian tiamin maupun vitamin lain 15. Halusinasi alkoholik ditangani dengan pemberian obat anti psikosis 16. Terapi psikologis, sosial, dan tingkah laku 17. Pemberian naltrexone sampai 1 tahun dapat mengatasi alkoholisme tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Dosis naltrexone 50 mg sehari. 18. Disulfiram 250 mg/hari (kontraindikasi pada penyakit jantung, trombosis serebral dan diabetes mellitus) untuk meningkatkan sensitivitas terhadap alkohol yang tujuannya memberikan rasa tidak nyaman pada penggunaan alkohol (sebagai shock terapi). 19. Acamprosate 2000 mg/hari untuk menekan gejala craving alkohol. 20. Rehabilitasi. Terapi keadaan putus alkohol dengan delirium 1. Sedasi harus cukup 19 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keseimbangan cairan dan elektrolit harus diawasi Metabolisme karbohidrat Suplemen vitamin B tiamin Regimen anti kejang Penggunaan antibiotika Terapi terhadap trauma penyerta Terapi amnesia a. Suplemen tinggi vitamin terutama tiamin 50-100 mg/hari Terapi ansietas a. Modifikasi tingkah laku b. Pengobatan: Benzodiazepin Terapi gangguan afektif a. Edukasi b. Terapi kognitif c. Antidepresan, antimania atau antipsikotik bila diperlukan X. XI. XII. EDUKASI Dokter yang menangani harus memulai memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar pasien tidak menjadi depresi. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien perihal kondisi pasien agar keluarga pasien dapat membantu menciptakan suasana keluarga yang teraupetik. Diharapkan pasien mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya sehingga tidak membuat keluarga merasa tidak nyaman akan kehadiran pasien. Pasien diupayakan untuk dapat lebih banyak beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungan keluarga dan sekitar rumah. PROGNOSIS Prognosis baik berhubungan dengan status sosioekonomi tinggi, onset gejala yang tibatiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medik non psikiatri yang menyertai. Pasien dengan prognosis terburuk, dengan atau tanpa pengobatan, memiliki masalah karakterologi sebelumnya, khusunya pasivitas yang menonjol; terlibat dalam kewajiban atau mendapatkan kompensasi finansial; menggunakan zat adiktif; dan memiliki riwayat nyeri yang lama. KEPUSTAKAAN 1. Maslim, R. 2003. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. PT Nuh Jaya: Jakarta 2. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. 3. Kaplan. I Harold, Sadock. J Benjamin, Grebb. A Jack. Kaplan dan Sadock. Buku Sinopsis Psikiatri Klinis. Edisi 2. EGC. 2010. Hal 68. 4. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga University Press : Surabaya 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK JIWA/PSIKIATRI). 2012 20 PANDUAN PRAKTIK KLINIK SKIZOFRENIA I. DEFINISI Skizofrenia berasal dari kata schism dan phrenia yang berarti perpecahan jiwa meliputi pikiran, emosi/perasaan, dan perilaku. Skizofrenia adalah gangguan jiwa berat yang ditandai dengan adanya gangguan dalam menilai realita. II. MANIFESTASI KLINIS a. Gangguan proses pikir : asosiasi longgar, inkoherensi,tangensial, terhambat/ bloking, asosiasi bunyi, ekolalia, neologisme, mutisme b. Gangguan isi pikir : waham, adalah keyakinanyang salah,yang menetap, tidak sesuai realita dan tidak bisa dikoreksi. Jenis-jenis waham antara lain, waham kejar, waham kebesaran, waham rujukan, waham dikendalikan, waham disiarkan,waham penyiaran pikiran, waham penyisipan pikiran, waham cemburu, dll c. Gangguan persepsi: halusinasi, ilusi, depersonalisasi dan derealisasi d. Gangguan emosi : ada tiga afek yang sering, yaitu : afek tumpul atau datar, afek tak serasi, dan afek labil e. Gangguan perilaku; berbagai perilaku tak sesuai atau aneh dapatterlihat seperti gerakan tubuh yang aneh dan menyeringai,perilaku ritual, sangatketolol-tololan,dan agresifsrtaperilaku seksual yang takpantas. f. Gangguan Motivasi; aktivitas yang disadari seringkali menurun atau hilang pada orang dengan skizofrenia. misalnya kehilangan kehendak dan tidak adaaktivitas. g. Gangguan Neurokognitif; terdapat gangguan atensi, menurunnya kemampuan untuk menyelesaikan masalah, gangguan memori (misalnya,memori kerja, spasialdan verbal) sertafungsi eksekutif. III. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan seperti umumnya pemeriksaan fisik lainnya antara lain berat badan, suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pemeriksaan jantung, paru-paru dan abdomen, namun pada umumnya tidak ada kelainan dan dalam batas normal. IV. KRITERIA DIAGNOSTIK Kriteria Diagnostik menurut PPGDJ-III 1. Agorafobia: • Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diaghnosis pasti: a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari ansietas dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif; b) Ansietas yang timbul tebatas pada setidaknya dua dari situasi berikut: banyakorang/keramaian, tempat umum, bepergian keluar rumah, dan bepergian sendiri dan c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol (penderita menjadi house bound) 21 2. Fobia Sosial • Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diaghnosis pasti: a) Gejala psikologis,perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari ansietas dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif; b) Ansietas yang timbul harus mendominasi atau terbatas pada situasi social tertentu (outside thefamily circle) ; dan c) Menghindari situasi fobik harus atau sudah merupakan gejala yang menonjol 3. Fobia Khas (terisolasi): • Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk diaghnosis pasti: a) Gejala psikologis,perilaku atau otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi primer dari ansietasnya dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti misalnya waham atau pikiran obsesif; b) Ansietas harus terbatas pada adanya objek atau situasi fobik tertentu(highlyspesific situations) ; dan c) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya F.20.0 Skizofrenia Paranoid a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia b. Halusinasi dan/ waham arus menonjol - Suara-suara yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit - Halusinasi pembauan atau pengecapan, halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang - Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence) atau passivity - Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol. F20.1 Skizofrenia Hebefrenik a. Memenuhi Kriteria umum diagnosis skizofrenia b. Diagnosis hebefrenik untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset biasanya 15-25 tahun). c. Kepribadian premorbid menunjukan pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun tidak harus demikian untuk memastikan bahwa gambaran yang khas d. Untuk meyakinkan umumnya diperlukan pengamatan selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas: perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tidak dapat diramalkan, serta manerisme, ada kecenderungan untuk menyendiri. Afek dangkal, tidak wajar, sering disertai oleh cekikikan, F 20.2 Skizofrenia Katatonik a. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosa skizofrenia b. Satu atau lebih dari perilaku harus mendominasi gambaran klinsnya 1) Stupor atau mutisme 2) Gaduh gelisah 22 3) Menampilkan postur tubuh tertentu 4) Negativisme 5) Rigiditas 6) Fleksibilitas cerea c. Pasien yang tidak komunikatif dengan perilaku dari gangguan katatonik, diagnosa skizofren harus ditunda sampai diperoleh bukti F20.3 Skizofrenia Tak terinci (undifferentiated ) a. Memenuhi kriteria umum untuk diagnosa skizofrenia b. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik.’ c. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skiszofrenia F20.5 Skizofrenia Residual • Untuk diagnostik yang menyakinkan persyaratan berikut harus di penuhi semua: o Gejala negative menonjol misalnya aktifitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketidak adaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan. o Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosa skizofrenia o Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negatif dari skizofrenia o Tidak terdapat dementia, atau penyakit/gangguan otak organik lainnya F20.6 Skizofrenia Simpleks • Skizofrenia simpleks sulit dibuat tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan berlahan dan progresif dari: o gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain o disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial. V. DIAGNOSIS BANDING 1.Gangguan kondisi medis umum, misal epilepsy lobus temporalis, tumor lobus temporalis atau frontalis, stadium awal sclerosis multiple dan sindrom lupus eritematosus 2.Penyalahgunaan alcohol dan zat psikoaktif 3.Gangguan skizoafektif 4.Gangguan afektif berat 5.Gangguan waham menetap 6.Gangguan perkembangan pervasive 7.Gangguan kepribadian skizotipal 8.Gangguan kepribadian skizoid 9.Gangguan kepribadian paranoid 23 VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak ada pemeriksaan penunjang khusus untuk penderita skizofrenia. Bila ada indikasi/curiga organik maka bisa dilakukan pemeriksaan sesuai kebutuhan seperti: 1. Pemeriksaan Laboratorium lengkap, darah tepi lengkap, Fungsi hati, profil lipid, fungsi ginjal, glukosa sewaktu 2. PANSS, 3. CT-Scan dan lain-lain. VII. TERAPI Dasar pengobatan secara holistik, yaitu: 1. Somatoterapi • Perbaiki keadaan umum • Pemberian anti psikotik dan monitoring efek samping obatseperti table berikut a. Neuroleptik tipikal (Konvensional) Neuroleptik tipikal Dosis ekivalen (mg) Dosi ratarata(mg/hr) sedasi EPS (Ekstrapiramidal) Antikolinergik Hipotensi Ortostatik Chlorpromazine 100 200-800 +++ ++ ++ ++ Thioridazine Pherpenazine 100 10 150-800 8-64 +++ + +++ +++ +++ Flupenazine HCL Trifluoiperazine 2 0,5-40 + + + + 5 2-40 Haloperidol 2 2-20 + + + + + + + + +++ +++ +++ b. Neuroleptik atipikal Dosi rata- sedasi EPS AntiHipotensi Neuroleptik rata(mg/hr) kolinergik Ortostatik Atipikal Risperidone 1-6 + -/+ -/+ + Clozapine 300-900 +++ -/+ +++ +++ Quetiapine 150-600 + -/+ -/+ + Olanzapine 5-20 + -/+ +++ + Pemberian antipsikotika perlu waktu yang lama. Serangan akut pertama kali diperlukan terapi rumatan 1-2 tahun setelah remisi.untuk kekambuhan kedua kali diperlukan terapi rumatan 5 tahun setelah remisi c. Terapi Elektrokonvulsi kalau perlu (gaduh-gelisah atau stuporyang berat) 2. Psikoterapi - Untuk memperkuat fungsi ego dengan cara psikoterapi suportif - Agar penderita dapat bersosialisas - Manipulasi lingkungan dilakukan agarlingkungan dapat; - Memahami dan menerima keadaan penderita - Membimbing pasien dalam kehidupan sehari-hari,memberi kesibukan atau pekerjaan - Mengawasi minum obat secara teratur dan terus menerus serta membawa pasien untuk pemeriksaan ulang 24 Kesembuhan pasien Skizofrenia dapat berupa: 1. Kesembuhan total (totalrecovery):mungkin sembuh seterusnya,mungkin sembuh seterusnyamungkin kambuh 1-2 kali 2. Kesembuhan social (social recovery) 3. Keadaan kronis yang stabil(stable cronicity) 4. Terjadi deteriorasi VIII. EDUKASI Keluarga berusaha untuk menghindari ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh kembali. Dan diberi informasi tentang cara-cara untuk mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun yang negative secara jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama. IX. PROGNOSIS Secara umum prognosis skizofrenia bergantung pada : usia pertamakali timbul (onset); mula timbulnya akut atau kronik; tipe/jenis skizofrenia; cepat, tepat serta teraturnya pengobatan; ada atau tidak ada faktor keturunan; ada atau tidak ada faktor pencetus; kepribadian pre-psikotik; keadaan sosio-ekonomi; jenis kelamin; status perkawinan; gejala positif/negative. X. KEPUSTAKAAN 1. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan R.I., 1993 Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III, Depkes RI., Jakarta hlm 450489. 2. Kaplan, H.l., Sadock BJ, 1998. Synopsis of Psikiatry, behavioral sciences Clinical psichiatry, 8thed. William&Wilkins, USA 3. Kaplan, Hl, Sadock BJ, Grebb JA, skizofrenia, dalam : Sinopsis psikiatri, ed 7, vol 1, 1997 : 685-729. 4. Maramis,WF,. CAtatn Ilmu Kedokteran Jiwa,Cetakan I. Airlangga University Press, Surabaya 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK JIWA/PSIKIATRI). 2012 6. Sudiyanto, Maramis WF, skizofrenia, dalam : Catatan ilmu kedokteran jiwa, ed 7, Surabaya, 2004 :215-235. 7. Surilena, lntervensi psikososial dalam manajemen skizofrenia, dalam : majalah psikiatri, Jakarta 2005 :69-83. 8. Sutatminingsih,, Pendekatan holistik terhadap skizofrenia, dalam majalah psikiatri, Jakarta, 2002:1. 25 PANDUAN PRAKTIK KLINIK GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR I. DEFINISI Gangguan Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. II. MANIFESTASI KLINIK Episode manik: Paling sedikit satu minggu (bias kurang, kalau dirawat) pasien mengalami mood yang elasi, ekspansif atau iritabel. Pasien memiliki secara menetap tiga atau lebih gejala berikut ( empat atau lebih bila hanya mood iritabel), yaitu : 1. Grandiositas atau percaya diri berlebihan 2. Berkurangnya kebutuhan tidur 3. Pembicaraan yang cepat dan banyak 4. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba 5. Perhatian mudah teralih 6. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor 7. Meningkatnya aktivitas bertujuan ( social, seksual, pekerjaan dan sekolah) 8. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengan penderitaan, gambaran psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya gangguan fungsi social dan pekerjaan. Gangguan Depresi mayor Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom/tanda, yaitu: 1. Mood depresif atau hilang minat atau rasa senang 2. Menurun/meningkatnya berat badan atau nafsu makan 3. Sulit/banyak tidur 4. Agitasi atau retardasi psikomotor 5. Kelehalahan/ berkurangnya tenaga 6. Menurunnya harga diri 7. Ide-ide rasa bersalah , ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi 8. Pesimis 9. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan/tanpa rencana)atau tindakan bunuh diri Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan atau mengganggu fungsi personal, social atau pekerjaan. Episode Campuran Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara bersamaan.Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk 26 melindungipasien dan orang lain, dapat disertai gambaran psikotik dan mengganu fungsi personal, social dan pekerjaan. Episode Hipomanik Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood, ekspansifatau iritabel yang ringan, paling sedikit tiga gejala (empat gejala bila mood iritabel), yaitu: 1. Grandiositas atau menigkatnya percaya diri 2. Berkurangnya kebutuhan tidur 3. Meningkatnya pembicaraan 4. Lompat gagasan/pikiran berlomba 5. Perhatian mudah teralih 6. Meningkatnya aktivitas/agitasi psikomotor 7. Pikiran menjadi lebih tajam 8. Daya nilai kurang Tidak ada gambaran psikotik, tidak memerlukan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal dan social, dan pekerjaan. Seringkali dilupakan pasien, tetapi dikenali oleh keluarga. III. IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan berat badan, suhu tubuh, tekanan darah, nadi, pemeriksaan jantung, paru-paru dan abdomen, namun pada umumnya tidak ada kelainan dan dalam batas normal. KRITERIA DIAGNOSTIK ( menurut PPDGJ III) F31 Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas (depresi). F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik Pedoman diagnostik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0) dan, b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala Psikotik Pedoman diagnostik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala psikotik (F30.1) dan, b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. 27 F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala Psikotik Pedoman diagnostik a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala psikotik (F30.2) dan, b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti : a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan(F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik ataucampuran di masa lampau. F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti : a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala Psikotik Pedoman diagnostik Untuk mendiagnosis pasti : a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atauc ampuran di masa lampau. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran Pedoman diagnostic a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. 28 F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran). F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT V. DIAGNOSIS BANDING 1. Gangguan psikotik akibat kondisi medis umum 2. Gangguan psikotik akibat zat 3. Skizofrenia 4. Skizoafektif 5. Depresi 6. Gangguan waham menetap VI. TERAPI Gangguan Bipolar merupakan gangguan yang kronik dan siklik, sehingga pengobatan diperlukan di fase akut, pemeliharaan maupun jangka panjang, untuk : 1. Mengatasi gejala-gejala perilaku yang mengganggu 2. Mengurangi frekuensi siklus 3. Mencegah relaps  Farmakologi 1. Terapi gangguan bipolar, agitasi akut Injeksi Lini 1 : Injeksi IM aripripizol 9,75mg/mL dosisi maksimum 29,25/hari (3x per hari imterval 2jam) Injeksi IM olanzapine 10mg/injeksi, dosis maksimum 30mg/hari, interval pengulangan injeksi 2 jam Lini 2 : Injeksi IM haloperidol 5mg/injeksi, diulang setelah 30menit, dosis maksimum 15mg/hari Injeksi IM diazepam 10mg/injeksi, dosisi 20-30mg/hari dapat diberi bersamaan dengan haloperidol IM (jangan dicampur dalam satu jarum suntik) 29 2. Terapi gangguan bipolar, episode mania akut Oral Lini 1: lithium, divalproat, olanzapine, risperidon, quetiapin, aripripizol, litium/devalproat + risperidon, lithium/devalproat+quetiapin, lithium/devalproat + olanzapine, lithium/divalproat + aripiprazol Lini 2: karbamazepin, terapi kejang listrik (TKL), lithium+divalproat,paliperidon Lini 3: haloperidol, clorpromazin, litium atau divalproat+haloperidol, litium dan karbamazepin, clozapine 3. Terapi gangguan bipolar, episode depresi akut Lini 1: litium, lamotrigin, quetiapin, lithium/divalproat+SSRI, olanzapine + SSRI Lini 2: quetiapin+SSRI, divalproat,litium atau divalproat+lamotrigin Lini 3: karbamazepin, olanzapin, litium+karbamazepin, litium, atau divalproat atau karbamazepin+SSRI+lamotrigin, penambahan topiramat 4. Terapi rumatan pada gangguan bipolar I Lini 1: litium, lamotrigin monoterapi, divalproat,olanzapine, quetiapin, litium atau divalproat+quetiapin, risperidone injeksi janka panjang Lini 2: karbamazepin, litium+divalproat,litium+karbamazepin, litium atau divalproat+olanzapine Lini 3: oenambahan fenitoin,olanzapine, ECT,topiramat, asam lemak omega 3 dan okskarbamazepin. 5. Terapi gangguan bipolar II, episode depresi akut Lini 1: quetiapin Lini 2: litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat+antidepresan, litium+divalproat, antipsikotika atipik+antidepresan Lini 3: antidepresan monoterapi (terutama hipomania) 6. Terapi rumatan ga ngguan bipolar Lini 1: litium, lamotrigin Lini 2: divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik+antidepresan,kombinasi dua Lini 3: karbamazepin, antipsikotik atipik, ECT Pemeriksaan Tambahan untuk memonitor efek samping pengobatan 1. Pemeriksaan laboratorium : Pemeriksaan fungsi organ tubuh penting yang dapat dipengaruhi oleh pengobatan jangka pendek/panjang 2. Litium , Kadar Li, 3. asam valproat dan antipsikotik potensi rendah : test fungsi hati 4. Antipsikotik atipikal : gula darah dan lipid 5. Pemeriksaan BB, TB, BMI, lingkar pinggang, tekanan darah 30 Terapi Non Farmakologi Bagi banyak pasien , farmakoterapi tidak cukup untuk mengurangi gejala sepenuhnya dan memperbaiki fungsi psikososial. Sehingga diperlukan terapi non farmakologi, yaitu: 1. Psikoedukasi 2. Psikoterapi suportif 3. Psikoterapi interpersonal 4. Terapi kognitif perilaku ( CBT) VII. EDUKASI Memberikan informasi : Gejala penyakit, perjalanan penyakit, pengobatan, kepatuhan berobat, mengenali tanda-tanda kekambuhan, menghindari faktor pencetus, strategi coping, dan mengatur aktivitas sosial. VIII. PROGNOSIS 1. Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk dibandingkan gangguan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan gangguan bipolar I mengalami kekambuhan dalam 2 tahun setelah episode pertama. 2. Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi gejalanya dengan lithium. 3. 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak mengalami kekambuhan, 45% pasien mengalami lebih dari satu episode dan lebih dari 40% menjadi kronik IX. KEPUSTAKAAN 1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid Dua. Jakarta. Binarupa Aksara. 1997.809-816 2. Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993. 145-156. 3. Maslim, R. 2003. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III. PT Nuh Jaya: Jakarta 4. Konsensus Nasional Terapi Gangguan Bipolar. Panduan Tatalaksana Gangguan Bipolar Pokja SPM& Seksi Bipolar PDSKJI. 2010 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK JIWA/PSIKIATRI). 2012 6. Seksi Bipolar Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. Diagnosis dan Penatalaksanaan Gangguan Bipolar bagi Psikiater. 2012 31 PANDUAN PRAKTIK KLINIK GANGGUAN PANIK I. Pengertian Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan dan tak diperkirakan. Serangan panik sendiri adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipneu. II. Anamnesis Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tak dapat menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian. III. Pemeriksaan Status Mental Selama serangan panik, pasien dapat mengungkapkan perenungan (rumination), kesulitan bicara (misalnya kegagapan) dan gangguan daya ingat. Pasien mungkin mengalami depresi atau depersonalisasi selama serangan. Gejala mungkin menghilang dengan cepat atau secara bertahap. IV. Pemeriksaan Fisik Pada serangan panik bisa didapatkan: palpitasi, jantung berdebar, berkeringat, gemetar, rasa sesak napas, perasaan tercekik, nyeri dada atau perasaan tak nyaman, mual atau gangguan perut, rasa takut mati dan lain-lain. V. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan indikasi, seperti: hitung darah, pemeriksaan elektrolit, gula darah, fungsi hati dan EKG VI. Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III F41.0 Gangguan Panik (Anxietas Paroksismal Episodik): 1 Pedoman Diagnostik • Gangguan panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tak ditemukan adanya gangguan anxietas fobik (F40.-) • Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-kira satu bulan: (a) Pada keadaan-keadaan yang mana sebenarnya secara objektif tak ada bahaya; (b) Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau dapat diduga sebelumnya (unpredictable situasions); (c) Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala -gejala anxietas pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun demikian, umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik”, yaitu anxietas yang 32 terjadi setelah membayangkan sesuatu yang mengkhawatirkan akan terjadi). VII. Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dari gangguan panik.: Diagnosis Multiaksial Aksis I - Sesuai kriteria F41.0 - Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis sesuai kasus pasien Aksis II - Sesuai kasus pasien, jika ditemukan Aksis III - Sesuai kasus pasien, jika ditemukan Aksis IV - Sesuai kasus pasien Aksis V - Sesuai kondisi pasien VIII. Diagnosis Banding Gangguan panik bisa didiagnosis banding dengan penyakit medis umum seperti infark miokard dan vertigo. Selain itu, juga bisa didiagnosis banding dengan gangguan mental lain seperti gangguan buatan, hipokondriasis, gangguan depersonalisasi, fobia sosial dan spesifik, gangguan stres pasca trauma, gangguan depresif dan skizofrenia. IX. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gangguan panik bisa digunakan dengan pendekatan terapi somatik atau terapi obat dan terapi psikososial atau terapi kombinasi keduanya A. Terapi somatik/terapi psikofarmaka: a. Trisiklik dan tetrasiklik Clomipramin dan imipramin efektif untuk pengobatan gangguan panik. Harus dimulai dengan dosis rendah 10 mg sehari. b. Inhibitor monoamin oksidase (MAOIs) Beberapa penilitan menyatakan bahwa MOAIs lebih efektif dibanding trisiklik. c. Inhibitor ambilan kembali spesifik serotonin (SSRI) d. Benzodiazepin, terbatas karena ada ketergantungan, gangguan kognitif dan penyalahgunaan. B. Terapi Psikososial a. Terapi kognitif b. Instruksi tentang kepercayaan salah dari pasien dan informasi tentang serangan panik. c. Relaksasi d. Latihan pernapasan e. Pemaparan in vivo f. Memaparkan stimulus yang ditakuti pasien hingga pasien mengalami desensitisasi. g. Terapi psikososial lain: terapi keluarga, terapi berorientasi-tilikan. 33 X. Kepustakaan 1. Departemen Kesehatan R.I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta 2. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. 3. Kaplan. I Harold, Sadock. J Benjamin, Grebb. A Jack. Kaplan dan Sadock. Buku Sinopsis Psikiatri Klinis. Edisi 2. EGC. 2010. Hal 68. 4. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga University Press : Surabaya 5. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. Penerbit Erlangga : Jakarta 6. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat. 7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK JIWA/PSIKIATRI). 2012 8. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta 34 PANDUAN PRAKTIK KLINIK GANGGUAN CEMAS MENYELURUH I. PENGERTIAN kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien II. ANAMNESIS Gejala-gejala nya mencakup unsur-unsur berikut: 1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk seperti berada di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dll) 2. Ketegangan motorik (gelisah, gemetaran, sakit kepala, tidak dapat santai, dsb) 3. Overaktivitas otonomik (terasa ringan, berkeringat, takikardi, takipnea, jantung berdebar-debar, sesak napas, epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan gangguan lainnya) III. KRITERIA DIAGNOSTIK Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III Penderita harusmenunjukkan ansietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampirsetiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan,yang tidak tebatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “freefloating” atau “mengambang”). Gejala-gejala tersebut tersebut biasanya mencakup unsusr-unsur berikut: a) Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya); b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai), dan ; c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebara-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut kering, dsb) Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatik berulang yang menonjol. Adanya gejala-gejala lainnya yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari, khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama. Gangguan ansietas menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (*F32,-), gangguan ansietas fobik (F40,-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesi kompulsif (F42.-) IV. DIAGNOSIS BANDING 1. Gangguan cemas akibat zat 2. kecemasan akibat kondisi medis umum 3. komorbiditas dengan gangguan ansietas lain. Antara lain gangguan panic, ansietas fobik, gangguan obsesi kompulsif dan gangguan stress pasca trauma. 35 V. PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Hb, Ht, leukosit, ureum, kreatinin, gula darah, tes fungsi hati, urin lengkap b. AGD, K, Na, Ca T3, T4, TSH, sesuai indikasi c. Foto thorak bila ada indikasi d. EKG, elektromiogram, elektroensefalogram, bila ada indikasi e. Endoskopi, kolonoskopi, USG, bila curiga organic VI. PENATALAKSANAAN 1. Psikoterapi:mPsikodinamik/insight,CBT (Cognitif behavioral therapy) dan suportif.terapi psikodinamikditujukan untuk mengungkapkonflik masa lalu yang mendasari dan merupakan sumber kecemasan yang sebenarnya. Program terapi yang dapat dilakukan adalah: - Cognitif restructuring: mengidentifikasi pikiran-pikiran yang berhubungan dengan kecemasan dan menggantinya dengan respons’coping’ yang lebih positif. - Relaxation training: latihan untuk menurunkan bangkitan fisiologik yang berlebihan Nama Obat Dosis (mg/hari) Efek samping Lini Pertama Escitalopram 10-20 Gangguan sistim pencernaan; Sertralin 25-50 mual,muntah,diare,konsti Venlafaksin-XR 75-150 pasi,dll Lini Kedua Alprazolam Sedasi,pusing,sakit kepala Bromazepam Klobazam Lorazepam Buspiron Buspiron Imipramin Pregabalin Lini ketiga Mirtazapin Adjunctive Olanzapine Adjunctive Risperidone Tidak direkomendasikan betabloker (propanolol) VII. Antikolinergik Sedasi, somnolens Antihistamin Peningkatan BB Sindrome ekstrapiramidal PROGNOSIS Pada umumnya prognosis adalah baikbila mendapat penatalaksanaan yang sesuai. Sekitar 50% pasien mendapat perbaikan dalam tiga minggu pertamapengobatan.sekitar 77% membaik dalam sembilan bulan pengobatan. 36 VIII. KEPUSTAKAAN 1. American Psychiatry Association. Anxiety Disorder. Diagnosticand Statistical Manual of Mental Disorders, 4th Ed. Text Revision, DSM-IV-TR. American Psychiatric Association,2000, hal. 429-455. 2. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI.Pedoman penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwadi Indonesia III. Cetakan Pertama. 1993 3. Maslim, Rusdi. D, SpKJ. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Cetakan Pertama.. Jakarta. 2001. 4. Maslim, Rusdi. Dr, SpKJ. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi Ketiga., Jakarta. 2007. 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK JIWA/PSIKIATRI). 2012 6. Sadock BJ, Sadock JA. General Anxiety Disorder. Dalam: Kaplan & Sadock’s synopsis of Psyciaty Behavioral Science /Clinical Psiciatry, 10th Ed. Wolters cluwer, Lippincott Williams & Wilkins, philadelpia 2007, hal 622-626 37 PANDUAN PRAKTIK KLINIK GANGGUAN DEPRESI I. DEFINISI Episode depresi dapat berdiri sendiri atau menjadi bagian dari gangguan bipolar. Jika berdiri sendiri disebut gangguan depresi unipolar. Simptom terjadi sekurangkurangnya 2 minggu dan terdapat perubahan dari derajat fungsi sebelumnya. II. MANIFESTASI KLINIK Depresi ditandai dengan perasaan sedih, murung, dan iritabilitas. Pasien mengalami distorsi kognitif, seperti mengeritik diri sendiri, , timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga, kepercayaan diri turun, pesimis dan putus asa. Terdapat rasa malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor, dan menarik diri dari hubungan social. Pasien mengalami gangguan tidur, seperti sulit masuk tidur atau terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu pula dengan gairah seksual. III. KRITERIA DIAGNOSTIK F 32 EPIDOSE DEFRESIF Gejala utama ( pada derajat ringan , sedang, dan berat) : 1. Afek depresif 2. Kehilangan minat dan kegembiraan, dan 3. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesuadah kerja sedikit saja) dan menurunkan aktivitas. Gejala lainya : 1. Konsentrasi dan perhatian berkurang 2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang 3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis 5. Gagasan atau berbuatan mambahayakan diri atau bunuh diri 6. Tidur terganggu 7. Nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tiggkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang kurangnya 2 minggu untuk menegakan diagnosis, akan tetapi lebih pendek dibenarkan jika gejala luar biasa berat nya dan berlangsung cepet. Kategori didagnosis episode depresif ringan ( F 32. 0), sedang (f32.1), dan berat( F32.2), hanya digunakan untuk depsesif tunggal ( yang pertama).episde depresif berikutnya harus diklasifiaksi dibawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33). F32.0 Epeside depresif ringan Pedoman diagnostik 38 sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gelaja utama depresif seperti tersebut diatas ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainya : (a)sampai dengan (g). Tidak boleh ada gelaja yang berat diantaranya. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. Hanya sedikit keluhan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan. Karakter kelima : F32.00 = tanpa gelaja somatik F32.01= dengan gelaja somatik F32.1 episode depresif sedang Pedoman diagnosis Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gelaja utama depresi seperti pada episode depresif ringan (F30.0) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gelaja lainya Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu. Menghadapi keulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. Karakter kelima : F 32.10 = tanpa gejala somatik F32.11= dengan gejala somatik F 32.2 episode berat tanpa gelaja psikotik Pedoman diagnostik Semua 3 gelaja utama depresi harus ada Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gelaja lainya, dan beberapa diantaranya harus beritensitas berat Bila ada gelaja penting ( misalnya agitasi atau retarrdasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gelajanya secara rinci. Dalam hal demikian, penilainya secara menyeluruh terhadap episode depresi berat masih dapat dibenarkan Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya2 minggu, akan tetapi jika gelaja amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibrnarkan untuk menegakan diagnosid dalam kurun waktuk urang dari 2 minggu. Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekejaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada tarap yang sangat terbatas. F32.3 episode depresi berat dengan gejala psikotik Pedoman diagnosis Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas; Disertai waham, halusinasi atau setupor depresif. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien meraa bertangung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi 39 dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek ( moodcongruent). F32.8 Episode depresif lainya F32.9 episede depresif YTT F33 gangguan depresif berulang Pedoman diagnostik Gangguan ini bersifat dengan episode berulang lain :  Episode depresif ringan (F32.0)  Episode depresif sedang (F32.1)  Episode deepresif berat (F32.2) dan F (F32.3); Episode masing – masing rata- rata lamanya 6 bulan, akan tetapi frekuensinnya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar Tanpa riwayat adannya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F 30.2). Namun katagori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktifitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresif (kadang- kadang nampaknya di cetuskan oleh tindakan depresif). Pemulihan keadaan biasanya sempurna diantara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresif yang akhirnya menetap,terutama pada usia lanjut(untuk keadaan ini,kataori ini tetap digunakan). Episode masing – masing,dalam berbagai ktingkat keparahan ,sering kali di cetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stress atau trauma mental lain(adanya stress tida esensial untuk menegakkan diagnosis). Diagnosis banding : episode depresif singkat berulang (F38.1) F33.0 Gangguan depresif berulang episode kini ringan. Pedoman diagnostik • Untuk diagnostik pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F 33.-) harus di penuhi , dan epesode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif ringan (F32.0);dan b. Sekurang-kurangnya 2 episode telah berlangsung masing-masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter ke lima :F33 .00 = tanpa gejala somatik F33.01 = dengan gejala somatik F33.1 gangguan depresif berulang, episode kini sedang Pedoman diagnostik • Untuk diagnostik pasti : 40 a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-)harus dipenuhi, dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif sedang (F32.1); dan b. Sekurang – kurangnya episode telah berlangsung masing- masing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afektif yang bermakna. Karakter ke lima : F33.10 = tanpa gejala somatik F33. 11 = dengan gejala somatik F32.2 gangguan depresif berulang,episode kini berat tanpa gejala psikotik. Pedoman diagnostik • Untuk diagnostik pasti : a. Kreteria untuk gangguan depresif berulang (F33-) harus di penuhi dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat untuk gejala psikotik (F32.2);dan b. Sekurang – kurangnya 2 episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 bulan dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afek tif yang bermakna. F33.3 gangguan depresi berulang,episode kini berat dengan gejala psikotik Pedoman diagnostik • Untuk diagnostik pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus di penuhi,dan episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3);dan b. Sekurang – kurangnya 2 episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 bulan dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afek tif yang bermakna. F33.4 gangguan depresif berulan ,kini dalam remisi Pedoman diagnostik : • Untuk diagnostik pasti : a. Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33.-) harus pernah di penuhi di masa lampau,tetapi keadaan sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode depresif dengan gejala keparahan apapun atau gangguan lain apapun dalam F30-F39;dan b. Sekurang – kurangnya 2 episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 bulan dengan sela waktu beberapa bulan tanpa gangguan afek tif yang bermakna. F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya. F33.9 Gangguan depresif berulang YTT. 41 F 32 EPIDOSE DEFRESIF • • • • Gejala utama ( pada derajat ringan , sedang, dan berat) :  Afek depresif  Kehilangan minat dan kegembiraan, dan  Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah ( rasa lelah yang nyata sesuadah kerja sedikit saja) dan menurunkan aktivitas. Gejala lainya : a. Konsentrasi dan perhatian berkurang b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e. Gagasan atau berbuatan mambahayakan diri atau bunuh diri f. Tidur terganggu g. Nafsu makan berkurang Untuk episode depresif dari ketiga tiggkat keparahan tersebut diperlukan masa sekurang kurangnya 2 minggu untuk menegakan diagnosis, akan tetapi lebih pendek dibenarkan jika gejala luar biasa berat nya dan berlangsung cepet. Kategori didagnosis episode depresif ringan ( F 32. 0), sedang (f32.1), dan berat( F32.2), hanya digunakan untuk depsesif tunggal ( yang pertama).episde depresif berikutnya harus diklasifiaksi dibawah salah satu diagnosis gangguan depresif berulang (F33). F32.0 Epeside depresif ringan • • • • • • Pedoman diagnostik sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gelaja utama depresif seperti tersebut diatas ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainya : (a)sampai dengan (g). Tidak boleh ada gelaja yang berat diantaranya. Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. Hanya sedikit keluhan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan. Karakter kelima : F32.00 = tanpa gelaja somatik F32.01= dengan gelaja somatik F32.1 episode depresif sedang Pedoman diagnosis • • • • Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gelaja utama depresi seperti pada episode depresif ringan (F30.0) Ditambah sekurang-kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gelaja lainya Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu. Menghadapi keulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. 42 F 32.0 Episode Depresif Ringan F 32.1 Episode Depresif Sedang F 32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik F 32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik F 32.8 Episode Depresif Lainnya F 32.9 Episode Depresif YTT IV. DIAGNOSIS BANDING 1. Gangguan mood disebabkan oleh karena kondisi medis umum (tumor otak, gangguan metabolic, HIV AIDS, penyakit Parkinson, dan penyakit Chusing) 2. Gangguan mood diinduksi zat 3. Skizofrenia, terutama katatonik 4. Skizoafektif 5. Berduka 6. Gangguan kepribadian ambang dan histrionik 7. Dementia/ Pseudodepresi 8. Gangguan penyesuaian dengan mood depresi 9. Ganggguan tidur primer V. TERAPI Penatalaksanaan Tujuan utama terapi yaitu mengakhiri episode depresi saat ini dan mencegah tim bulnya episode penyakit di masa yang akan datang. Untuk itu dibagi menjadi tiga fase : • Terapi Fase Akut Dimulai dari keputusan untuk terapi dan berakhir dengan remisi. Skala penentuan beratnya depresi (HAM-D dan MADRS) dapat membantu menentukan beratnya penyakit dan perbaikan gejala. Target pengobatan pada fase akut tercapainya respons atau remisi (lebih baik). Lama terapi pada fase akut 2-6 minggu. Indikasi yang pasti untuk perawatan di rumah sakit adalah: o Prosedur diagnostic o Risiko bunuh diri atau pembunuhan o Kemunduran yang parah dalam kemampuan memenuhi kebutuhan makan dan perlindungan o Cepatnya perburukan gejala o Hilangnya system dukungan yang biasa didapatnya Kombinasi terapi psikososial dan farmakoterapi memberikan hasil yang baik. Untuk kasus ringan terapi psikososial saja juga memberikan hasil yang baik. Pedoman memilih medikasi: o Riwayat respons pengobatan o Prediksi respons gejala terapi o Adanya gangguan psikiatri atau medic lain o Keamanan o Potensi 43 o Efek samping Tabel Jenis Obat Antidepresan, Dosis dan Efek Samping Nama Obat • Dosis Harian (mg) Efek samping SSRI Escitalopram Fluoksetin Sertraline Fluvoksamin 10-60 10-40 50-150 150-300 Semua SSRI bias menimbulkan insomnia, agitasi, sedasi, gangguan saluran cerna dan disfungsi seksual Trisiklik / Tetrasiklik Amitriptilin Maprotilin Imipramine 75-300 100-225 75-300 antikolinergik 40-60 150-375 Mengantuk, kenaikan BB, hipertensi, gangguan saluran cerna 150-300 Pusing, sakit kepala, mulut kering, berkeringat, mata kabur 15-45 Somnolen, mual 12.5-37.5 Somnolen, mual, kardiovaskular 25-50 Sakit kepala Trisiklik SNRI Duloksetin venlavaksin RIMA Moklobermid NaSSA Mirtazapine SSRE Tianeptine Melatonin Agonis Agomelatin gangguan • Terapi Fase Lanjutan Tujuan pengobatan pada fase ini adalah tercapainya remisi dan mencegah relaps. Remisi yaitu bila HAM-D ≤ 7 atau MADRS ≤ 8, bertahan paling sedikit 3 minggu. Dosis obat sama dengan fase akut. • Terapi Fase Pemeliharaan Tujuan untuk mencegah rekurensi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah risiko rekuren (kekambuhan), biaya dan keuntungan perpanjangan terapi. Pasien yang telah tiga kali atau lebih mengalami episode depresi atau dua episode berat dipertimbangkan terapi pemeliharaan jangka panjang. Antidepresan yang telah berhasil mencapai remisi dilanjutkan dengan dosis yang sama selama masa pemeliharaan 44 Terapi Psikososial • CBT • Terapi Keluarga Terapi Lainnya ECT untuk depresi katatonik,tendensi bunuh diri berulang,refrakter. Prognosis Prognosis tiap episode adalah baik, akan tetapi gangguan ini bersifat kronis sehingga psikiater harus menganjurkan strategi terapi untuk mencegah kekambuhan dimasa yang akan datang VI. KEPUSTAKAAN 1. Amir Nurmiati. Depresi Aspek Neurobiologi Diagnosis dan Tatalaksana. FK UI, 2005 2. Dadang Hawari, Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta : FK UI, 2001 3. Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2010). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara. 4. Maslim R, editor. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. 5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK JIWA/PSIKIATRI). 2012 45 PANDUAN PRAKTIK KLINIK RETARDASI MENTAL I. DEFINISI Retardasi mental adalah suatu keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga mempengaruhi tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. (Depkes RI, 1993) II. ANAMNESIS Anamnesis pada retardasi mental biasanya dilakukan pada orang tua atau pun pengasuh, ditemukan penurunan tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial. Penting juga anamnesis terhadap kehamilan ibu dan persalinan, adanya riwayat keluarga dengan retardasi mental, orang tua dengan perkawinan sedarah, dan gangguan herediter. (Kaplan, 2010) III. IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Pemeriksaan status mental pada retardasi mental didapatkan penurunan tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptif terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari-hari. Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Kesulitan utama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada anak retardasi mental biasanya lebih sulit dibandingkan pada anak normal, karena anak retardasi mental kurang kooperatif pada umumnya pemeriksaan fisik dalam batas normal. Keadaan lain yang menyertai seperti autisme , epilepsy, gangguan tingkah laku atau disabilitas fisik. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada retardasi mental dengan tes intelegensia. Biasanya tes intelegensia di bawah rata-rata normal (IQ di bawah 70). Pemeriksaan penunjang yang lain dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada. VI. KRITERIA DIAGNOSIS RETARDASI MENTAL SECARA UMUM Pedoman diagnosis 1. Tingkat kecerdasan ( intelingensia ) bukan satu – satunya karaterisktik, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar keterampilan spesifik yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan berkembang pada tingkat yang sama pada setiap individu, namun dapat terjadi suatu ketimpangan yang besar, khususnya pada penyandang retardasi mental. 46 Orang tersebut mungkin memperlihatka hentaya berat dalam satu bidang tertentu ( misalnya budaya), atau mungkin mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuo spasial sederhana) yang berlawanan dengan latar belakang adanya retardasi mental berat. Keadaan ini menimbulkan kesulitan pada saat menentukan kategori diagnosis. 2. Penilain tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia, termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang budanya), dan hasil tes tpsikometrik. 3. Untuk diagnosis yang pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari hari. 4. Gangguan jiwa dan fisik yang menyerta retardasi mental, mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua ketrampilannya. 5. Penilaian diagnostik adalah terhadap kemampuan umum F70 RETARDASI MENTAL RINGAN Pedoman Diagnostik • Bila penggunaan ter IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 sampai 69 menunjukkan retardasi mental ringan. • Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat menetap sampai dewasa. Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa bahasa tetapi sebagian besar dapat mencapai kemampuan berbicara untuk keperluan seharihari. Kebanyakan juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangan agak lambat dari pada normal. Kesulitan autama biasanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademik, dan banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis. • Etiologi organic hanya dapatdiidentifikasi padasebagian kecil penderita • Keadaan lain yang menyertai seperti autisme , gangguan perkembangan lain, epilepsy, gangguan tingkah laku atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat gangguan demikian, maka harus diberikan kode diagnosis tersendiri. F71 RETARDASI MENTAL SEDANG Pedoman diagnosis • IQ biasanya didalam rentang 35 sampai 49 • Umumnya ada profil kesenjangan (discrepancy) dari kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuo-spasialdari pada tugas-tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lain sangat sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapn sederhana. Tingkat perkembangan bahasa bervariasi: ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar mereka. • Suatu etiologi organic dapat diidentifikasi pada kebanyakan penyandang retardasi mental sedang. 47 • Autisme pada anak atau gangguan perkembangan pervasive lainnya erdapat padasebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsy,disabilitas neurologic dan fisik juga lazim ditemukan meskpun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa bantuan. Kadang-kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan bahasanya yang sangat terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus diberi kode diagnosis sendiri. F72 RETARDASI MENTAL BERAT Pedoman Diagnostik • IQ biasanya berad dalam rentang 20 sampai 34 • Pada umumnya mirip dengan retardasi mental sedang dalam hal :  Gambaran klinis,  Terdapatnya etiologi orgsnik, dan  Kondisi yang menyertainya,  Tingkat perstasi yang rendah • Kebanyakan penyandang retardasi mental berat menderita gangguan motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya, menujukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan saraf pusat. F73 RETARDASI MENTAL SANGAT BERAT Pedoman Diagnostik • IQ biasanya dibawah 20 • Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, paling banter mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana. • Keterampilan visuo – spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan mencocokkan mungkin dapat dicapainya, dan dengan pengawasan dan petunjuk yang tepat penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga. • Suatu etiologi organic dapat di-identifikasi pada sebagian besar kasus. • Biasanya ada disabilitas neurologic dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan prevasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism), terutama pada penderita yang dapat bergerak. F78 RETARDASI MENTAL LAINYA • Kategori ini hanya digunakan bila penilaian dari tingkat retardasi mental dengan memakai prosedur biasa sangat sulit atau tidak mungkin dilakukan karena adanya gangguan sensorik atau fisik, misalnya buta , bisu tuli, dan penderita yang perilakunya terganggu berat atau fisiknya tidak mampu. F79 RETARDASI MENTAL YTT • Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas. KRITERIA DIAGNOSTIK DSM-VI-TR Retardasi Mental. 48 • Fungsi intelektual secara sigfnifikan di bawah rerata : IQ kira – kira 70 atau kurang pada tes IQ yang diberikan secara individual (untuk bayi, penilain klinis berupa fungsi intelektual yang secara signifikan di bawah rerata). • Defisit atau hendaya yang terjadi bersamaan di dalam fungsi adaptif saat ini (yi., evektifitas seseorang didalam memenuhi standar yang diharapkan oleh kelompok budaya untuk usianya) dalam sedikitnya dua area berikut ini : komunikasi, perawatan diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial/interpersonal, penggunaan sumber komunikasi, pengarahan diri, keterampilan akademik fungsional, bekerja, bersantai, kesehatann dan keamanan. • Onset Sebelum usia 18 tahun.  Kode ini didasarkan pada derajat keparahan yang mencerminkan tingkat hendaya intelektual :  Retardasi mental ringan : tingkat IQ 50-55 hingga kira-kira 70  Retardasi mental sedang : tingkat IQ 35-40 sampai 50-55  Retardasi mental berat : tingkat IQ 20-25 sampai 35-40  Retardasi mental sangat berat : tingkat IQ dibawah 20 atau 25  Retardasi mental, keparahan tidak dirinci : ketika terdapat anggapan kuat adanya retardasi mental tetapi intelegensi orang tersebut tidak dapat diuji dengan uji standar. VII. DIAGNOSIS Diagnosis Multiaksial pada PPDGJ III : Axis 1 : Sesuai kasus • Gangguan klinis • Kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis. F70 RETARDASI MENTAL RINGAN F71 RETARDASI MENTAL SEDANG F72 RETARDASI MENTAL BERAT F73 RETARDASI MENTAL SANGAT BERAT F78 RETARDASI MENTAL LAINNYA F79 RETARDASI MENTAL YTT Axis 2 : Sesuai kasus pasien bila ditemukan • Gangguan kepribadian • Retadasi Mental Axis 3 : Sesuai Kondisi Medis yang ditemukan pada pasien Axis 4 : Sesuai masalah psikososial dan Lingkungan Axis 5 : Sesuai Fungsi Global pasien VIII. IX. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding retardasi mental adalah : demensia, gangguan kompulsif, cerebral palsi. TERAPI Terapi yang sering digunakan dalam pengobatan retardasi mental adalah terutama untuk menekan gejala-gejala hiperkinetik. Metilfenidat (ritalin) dapat memperbaiki keseimbangan emosi dan fungsi kognitif. Imipramin, dekstroamfetamin, klorpromazin, 49 flufenazin, fluoksetin kadang-kadang dipergunakan oleh psikiatri anak. Untuk menaikkan kemampuan belajar pada umumnya diberikan tioridazin (melleril), metilfenidat, amfetamin, asam glutamat, gamma aminobutyric acid (GABA) • Occupasional therapy (terapi gerak) Terapi ini diberikan kepada anak retardasi mental untuk melatih gerak fungsional anggota tubuh (gerak kasar dan halus). • Play therapy (terapi bermain) Terapi yang diberikan pada anak retardsi mental dengan cara bermain, misalnya memberikan pelajaran tentang hitungan, anak diajarkan dengan cara sosiodrama, bermain jual-beli. • Activity daily Living (ADL) atau kemampuaan merawat diri Untuk memandirikan anak retardasi mental, mereka harus diberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kegiatan kehidupan sehari-hari (ADL) agar mereka dapat merawat diri sendiri tanpa bantuan rng lain dan tidak tergantung kepada orang lain. a. Life skill (keterampilan hidup) a. Nanak yang memerlukan layanan khusus, terutama anak dengan IQ di bawah rata-rata biasanya tidak diharapkan bekerja sebagai administrator, bagi anak retardasi mental yang memiliki IQ dibawah rata-rata, mereka juga diharapkan untuk dapat hidup mandiri. Oleh karena itu, unutk bekal hidup mereka diberikan pendidikan keterampilan.Mereka diharapkan dapat hidup di lingkungan keluarga dan masyarakat serta dapat bersaing di dunia industri dan usaha. • X. XI. Vocational Therapy (terapi bekerja) Selain diberikan latihan keterampilan.Anak retardasi mental juga diberikan latihan kerja. Dengan bekal keterampilan yang telah dimilikinya, anak retardasi mental diharapkan dapat bekerja. EDUKASI Pasien retardasi mental memerlukan pengawasan dan bantuan yang terusmenerus untuk melakukan tugas yang paling mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Edukasi untuk anak 1. Memberikan pelatihan ketrampilan adaptif 2. Pelatihan ketrampilan sosial 3. Pelatihan kejuruan 4. Pelatihan komunikasi Edukasi keluarga Perhatian khusus diberikan kepada pengasuh atau anggota keluarga yang merawat untuk tidak sedih dan frustasi dalam merawat pasien retardasi mental. PROGNOSIS Seorang anak yang mengalami retardasi mental yang berat, prognosis kedepannya ditentukan oleh keadaan anak tersebut pada masa awal kanak-kanaknya. Retardasi mental yang ringan bisa jadi terjadi hanya sementara. Anak-anak mungkin akan didiagnosa sebagai retardasi mental pada awalnya, namun pada tahun-tahun usia berikutnya, mungkin kelainannya akan dapat lebih dispesifikan, contohnya gangguan komunikasi dan autism. 50 XII. KEPUSTAKAAN 1. Sadock BJ, Sadock VA. Mental Retardation in Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry, Lippincott & William, London. p:1161-79 2. Maramis WF. Retardasi Mental dalam Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994. Hal: 385-402 3. Maslim R. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta. Hal.119-21 51 PANDUAN PRAKTEK KLINIK GANGGUAN SOMATOFORM I. DEFINISI/PENGERTIAN Istilah somatoform berasal dari bahasa yunani soma artinya tubuh; dan gangguan somatoform dapat diartikan sebagai suatu kelompok penyakit yang luas dan memiliki tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama. Gangguan somatoform yaitu suatu kelompok yang memiliki gejala fisik dimana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat sebagai contohnya, nyeri, mual, dan pusing. II. ANAMNESIS Anamnesis gangguan somatoform yaitu adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskipun sudah berkali-kali terbukti hasilnya negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. Penderita juga menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi. III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Beberapa orang biasanya mengeluhkan masalah dalam bernafas atau menelan, atau ada yang “menekan di dalam tenggorokan”. Kadang kala, sejumlah simptom muncul dalam bentuk yang lebih tidak biasa, seperti “kelumpuhan” pada tangan atau kaki. Dalam kasuskasus lain, juga dapat ditemukan manifestasi dimana seseorang berfokus pada keyakinan bahwa mereka menderita penyakit yang serius, namun tidak ada bukti abnormalitas fisik yang dapat ditemukan. Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian (histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa perlu adanya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut. IV. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik pada gangguan somatoform menurut Kaplan (2010) antara lain : pemeriksaan neurologis lengkap, tanda vital dan pemeriksaan status mental, namun pada pemeriksaan tersebut tidak ditemukan adanya kelainan meskipun pasien mengeluh adanya kelainan. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada gangguan somatoform yang bias dilakukan yaitu : CT, MRI kepala, SPECT, pungsi lumbal, EEG, tes neuropsikologis tetapi hasilnya normal/negative. Juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi dasar keluhannya. V VI. KRITERIA DIAGNOSIS MENURUT PPDGJ-III Gangguan somatoform meliputi sebagai berikut: 1 52 F45.0 Gangguan Somatisasi Pedoman Diagnostik • Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: (a) adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2 tahun; (b) tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan-keluhannya; (c) t e r d a p a t d i s a b i l i t a s d a l a m f u n g s i n y a d i m a s y a r a k a t d a n k e l u a r g a , y a n g berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya. F45.1 Gangguan Somatoform Tak Terinci Pedoman Diagnostik • Keluhan-keluhan fisik bersifat multipel, bervariasi dan menetap, akan tetapi gambaran klinis yang khas dan lengkap dari gangguan somatisasi tidak terpenuhi; • Kemungkinan ada ataupun tidak faktor penyeb ab psikologis belum jelas, akan tetapi tidak boleh ada penyeba fisik dari keluhan-keluhannya. F45.2 Gangguan Hipokondrik Pedoman Diagnostik • Untuk diagnosis pasti, kedua hal ini harus ada: (a) k e y a k i n a n y a n g m e n e t a p a d a n y a s e k u r a n g - k u r a n g n y a s a t u p e n y a k i t f i s i k yang serius yang melandasi keluhan-keluhannya, meskipun pemeriksaan yang berulang-ulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang memadai, ataupun adanya preokupasi yang menetap kemungkinan deformitas atau perubahan bentuk penampakan fisiknya (tidak sampai waham); (b) tidak mau menerima nasehat atau dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya. F45.3 Disfungsi Otonomik Somatoform Pedoman Diagnostik • Diagnosis pasti memerlukan semua hal berikut: (a) adanya gejala-gejala bangkitan otonomik, seperti palpitasi, berkeringat, tremor, muka panas/ ”flushing”, yang menetap dan mengganggu; (b) gejala subjektif tambahan mengacu pada sistem atau organ tertentu (gejala tidak khas); (c) preokupasi dengan dan penderitaan (distress) mengenai kemungkinan adanya gangguan yang serius (sering tidak begitu khas) dari sistem atau organ tertentu, yang tidak terpengaruh oleh hasil pemeriksaan-pemeriksaan berulang, maupun penjelasan-penjelasan dari para dokter; (d) tidak terbukti adanya gangguan yang cukup berarti pada struktur/fungsi dari sistem/atau organ yang dimaksud. 53 Karakter kelima: F45.30 = Jantung dan sistem kardiovaskuler F45.31 = Saluran pencernaan bagian atas F45.32 = Saluran pencernaan bagian bawah F45.33 = Sistem pernapasan F45.34 = Sistem genito-urinaria F45.38 = Sistem atau organ lainnya F45.4 Gangguan Nyeri Somatoform Menetap Pedoman Diagnostik • Keluhan utama adalah nyeri berat, menyiksa, dan menetap, yang tidak dapat dijelaskan sepenuhnya atas dasar proses fisiologik maupun adanya gangguan fisik. • Nyeri timbul dalam hubungan dengan adanya konflik emosional atau problem psikososial yang cukup jelas untuk dapat dijadikan alasan dalam mempengaruhi terjadinya gangguan tersebut. • Dampaknya adalah meningkatnya perhatian dan dukungan, baik personal maupun medis, untuk yang bersangkutan. F45.8 Gangguan Somatoform Lainnya Pedoman Diagnostik • Pada gangguan ini keluhan-keluhannya tidak melalui sistem saraf otonom, dan terbatas secara spesifik pada bagian tubuh atau sistem tertentu. Ini sangat berbeda dengan Gangguan Somatisasi (F45.0) dan Gangguan Somatoform Tak Terinci (F45.1) yang menunjukkan keluhan yang banyak dan berganti-ganti. • Tidak ada kaitan dengan adanya kerusakan jaringan. • Gangguan-gangguan berikut juga dimasukkan dalam kelompok ini: (a) ”globus hystericus” (perasaan ada benjolan di kerongkongan yang menyebabkan disfagia) dan bentuk disfagia lainnya (b) tortikolis psikogenik, dan gangguan gerakan spasmodik lainnya (kecuali sindrom Tourette); (c) pruritus psikogenik; (d) dismenore psikogenik; (e) ”Teeth grinding”. F45.9 VII. Gangguan Somatoform YTT DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis dari gangguan somatoform1.: Diagnosis Multiaksial Aksis I -Gangguan Klinis -Kondisi Lain Yang Menjadi Fokus Perhatian Klinis Aksis II -Gangguan Kepribadian -Retardasi Mental 54 Aksis III -Kondisi Medik Umum Aksis IV -Masalah Psikososial dan Lingkungan Aksis V -Penilaian Fungsi Secara Global VIII. IX. DIAGNOSIS BANDING a. Gangguan somatisasi Sklerosis mutipel, miastenia gravis, SLE, AIDS, infeksi sitemik kronik, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme. Diantara gangguan somatoform lainnya, hipokondriasis, gangguan konversi, dan gangguan nyeri perlu dibedakan dengan gangguan somatisasi.3 b. Gangguan hipokondriasis Hipokondriasi harus dibedakan dari kondisi medis nonpsikiatrik, khususnya gangguan yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit-penyakit itu adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multipel, penyakit degeneratif pada sistem saraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan neoplastik yang tidak jelas. Perlu dibedakan pula dengan gangguan konversi dimana gangguan konversi biasanya akut dan melibatkan satu gejala.3 c. Gangguan nyeri Pasien hipokondrial mungkin mengeluh nyeri, dan aspek presentasi klinis dari hipokondriasis, seperti preokupasi tubuh dan keyakinan akan penyakit, dapat juga ditemukan pada pasien dengan gangguan nyeri. Tetapi, pasien hipokondriakal cenderung memiliki lebih banyak gejala dibandingkan pasien pasien dengan gangguan nyeri. Kemudian pada gangguan konversi biasanya terjadi singkat, sedangkan gangguan nyeri adalah kronis. d. Gangguan konversi Gangguan neurologis (seperti demensia, dan penyakit degeneratif lainnya), tumor otak, dan penyakit ganglia basalis harus dipertambangkan di dalam diagnosis banding. Gejala sensorimotorik juga terjadi pada gangguan somatisasi.3 e. Gangguan dismorfik tubuh Gangguan dismorfik tubuh perlu dibedakan dari permasalahan normal tentang penampilan seseorang. Ciri yang membedakan adalah bahwa pada gangguan dismorfik tubuh orang mengalami penderitaan emosional dan gangguan fungsional yang bermakna akibat permasalahan tersebut.3 TERAPI/PENANGANAN Beberapa pendekatan yang digunakan untuk menangani gangguan somatoform adalah sebagai berikut2,6,7: A. Terapi Psikososial, bisa diberikan sebagai berikut: 55 1. Kognitif-Behavioral Terapi ini dapat berfokus pada menghilangkan sumber-sumber reinforcement sekunder (keuntungan sekunder), memperbaiki perkembangan keterampilan coping untuk mengatasi stres, dan memperbaiki keyakinan yang berlebihan atau terdistorsi mengenai kesehatan atau penampilan seseorang. Untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka dengan bukti yang jelas. B. Terapi Somatik/terapi psikofarmaka, bisa diberikan sebagai berikut: 1. Obat Anti-Depresan Golongan SSRI (Serotonin-Selective Re-Uptake Inhibitors) Macam- macam SSRI antara lain : - Fluoxetine (Prozac), - Sertraline (Zoloft), - Fluvoxamine (Luvox, Luvox CR), - Citalopram (Celexa) 2. Anti-Anxietas Golongan Benzodiazepin, antar lain: - Lorazepam (Ativan) - Clonazepam (Klonopin) - Alprazolam (Xanax, Xanax XR) - Diazepam (Valium, Diastat, Diazepam Intensol) X. EDUKASI Dokter yang menangani harus memulai memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar pasien tidak menjadi depresi. Memberikan edukasi kepada keluarga pasien perihal kondisi pasien agar keluarga pasien dapat membantu menciptakan suasana keluarga yang teraupetik. Diharapkan pasien mampu kembali beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya sehingga tidak membuat keluarga merasa tidak nyaman akan kehadiran pasien. Pasien diupayakan untuk dapat lebih banyak beraktivitas dan berinteraksi dengan lingkungan keluarga dan sekitar rumah. XI. PROGNOSIS a. Gangguan somatisasi Gangguan somatisasi adalah suatu gangguan yang kronis dan sering menyebabkan ketidak mampuan. Seringkali terdapat hubungan antara periode peningkatan stres atau stres baru dan eksaserbasi gejala somatik. b. Gangguan hipokondriasis Prognosis baik berhubungan dengan status sosioekonomi tinggi, onset gejala yang tibatiba, tidak adanya gangguan kepribadian, dan tidak adanya kondisi medik non psikiatri yang menyertai. 56 c. Gangguan nyeri Prognosisnya bervariasi, walaupun gangguan nyeri seringkali dapat kronis, menakutkan, dan sangat menimbulkan ketidakberdayaan. Pasien dengan prognosis terburuk, dengan atau tanpa pengobatan, memiliki masalah karakterologi sebelumnya, khusunya pasivitas yang menonjol; terlibat dalam kewajiban atau mendapatkan kompensasi finansial; menggunakan zat adiktif; dan memiliki riwayat nyeri yang lama. XII. d. Gangguan konversi Sebagian besar pasien, kemungkinan 90-100 persen dengan gangguan konversi mengalami pemulihan gejala pertamanya dalam beberapa hari atau kurang dari satu bulan. Semakin lama terdapat gejala konversi, semakin buruk prognosisnya. e. Gangguan dismorfik tubuh Onset gangguan dismorfikb tubuh biasanya bertahap. Tingkat keprihatinan tentang masalah mungkin hilang timbul dengan berjalannya waktu, walaupun gangguan dismorfik tubuh biasanya merupakan suatu gangguan kronis jika dibiarkan tidak diobati. KEPUSTAKAAN 1. Departemen Kesehatan R.I. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III cetakan pertama. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI : Jakarta 2. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. 2001. Media Aesculapicus : Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura. 3. Kaplan. I Harold, Sadock. J Benjamin, Grebb. A Jack. Kaplan dan Sadock. Buku Sinopsis Psikiatri Klinis. Edisi 2. EGC. 2010. Hal 68. 4. Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan. Airlangga University Press : Surabaya 5. Nevid, J.S., dkk. 2005. Psikologi Abnormal Jilid I.Edisi 5. Penerbit Erlangga : Jakarta 6. Pardamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Gangguan Somatoform. Ikatan Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat. 7. Tomb, D. A. 2004.Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. EGC : Jakarta 57 PANDUAN PRAKTIK KLINIK PSIKOTIK AKUT I. DEFINISI Psikotik akut adalah suatu perubahan dari keadaan tanpa gejala psikotik ke keadaan psikosik yang jelas abnormal ( gangguan daya nilai realita dan gejala-gejala positif serta penurunan fungsi global) dalam periode 2 minggu atau kurang, durasinya belum di ketahui berapa lama akan berlangsung, biasanya kurang 1 bulan. II. ANAMNESIS Anamnesis didapatkan sekurang-kurangnya satu (1) gejala psikotik dengan onset mendadak.. Gejala karakteristik adalah perubahan pikiran, emosional, dan prilaku yang aneh dan tidak wajar. III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL Pemeriksaan status mental pada pasien psikotik akut biasanya ditemukan perilaku aneh, tidak kooperatif, agresif fisik atau verbal, berbicara kacau, berteriak atau membisu, emosi labil mudah berubah gangguan pikiran, persepsi, daya ingat, perhatian, konsentrasi dan orientasi. IV. PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ada kelainan. Bila terbukti ditemukan adanya penyakit medis umum atau akibat zat maka bukan gangguan psikotik akut tetapi gangguan mental organik atau akibat zat. V. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang tidak ada yang khusus, dilakukan sesuai dengan kondisi fisik dan sesuai indikasi. VI. KRITERIA DIAGNOSIS Kriteria diagnosis menurut PPDGJ-III F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara adalah: a. Onset akut (dalam masa 2 minggu atau kurang sama dengan jangka waktu gejala-gejala psikotik menjadi nyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodormal yang gejalanya sering tidak jelas) sebagai ciri khas yang menentukan seluruh kelompok. b. Adanya sindrom yang khas (berupa polimorfik = beraneka ragam dan berubah cepat, atau schizophrenia-like = gejala skizofrenik yang khas) c. Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu harus ada, sehingga dispesifikasi dengan karakter kelima) d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode manic atau episode depresif, walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium atau demensia. Tidak merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat-obatan 58 VII. Bentuk-bantuk psikosis akut (PPDGJ III) 1. F 23.0 Gangguan psikotik polimorfik akut tanpa gejala skizofrenia a. Onset harus akut (dari suatu keadaan nonpsikotik sampai keadaan psikotik yang jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang); b. Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama. c. Harus ada keadaan emosional yang sama beranekaragamnya; d. Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode manik atau episode depresif. 2. F 23.1 Gangguan psikotik polimorfik akut dengan gejala skizofrenia a. Memenuhi kriteria (a), (b), dan (c) yang khas untuk gangguan psikotik polimorfik akut; b. Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia yang harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis psikotik itu secara jelas; c. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia. 3. F 23.2 Gangguan psikotik lir-skizofrenia (schizophrenia-like akut) a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis psikosis); b. Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang dari 1 bulan; c. Tidak memenuhi kriteria psikosis polimorfik akut. 4. F 23.3 Gangguan psikotik akut lainnya dengan predominan waham a. Onset gejala psikotik harus akut (2 minggu atau kurang, dari nonpsikosis psikosis); b. Waham dan halusinasi; c. Baik kriteria skizofrenia maupun gangguan psikotik polimorfikakut tidak terpenuhi. 5. F 23.8 Gangguan psikotik akut dan sementara lainnya Gangguan psikotik akut lain yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam kategori manapun. 6. F 23.9 Gangguan psikotik akut dan sementara YTT DIAGNOSIS Diagnosis menggunakan diagnosis multiaksial Aksis I F23 Gangguan Psikotik Akut dan Sementara Aksis II sesuai kasus pasien Gangguan Kepribadian Retardasi Mental Aksis III sesuai kasus pasien Kondisi Medik Umum Aksis IV sesuai kasus pasien Masalah Psikososial dan Lingkungan 59 Aksis V Penilaian Fungsi Secara Global VIII. DIAGNOSIS BANDING 1. Gangguan Mental Organik 2. Gangguan akibat zat 3. Gangguan Delirium 4. Gangguan mental psikotik lainnya IX. TERAPI Terapi diberikan pendekatan sebagi berikut: 1. Penatalaksanaan Non medikamentosa atau terapi psikososial 2. Penatalaksanaan medis 1. Penatalaksanaan Medis a. Obat antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik : Haloperidol 2-5 mg, 1 sampai 3 kali sehari, atau Chlorpromazine 100-200 mg, 1 sampai 3 kali sehari. Dosis diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping, beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi. b. Obat antiansietas juga bisa diberikan untuk mengendalikan agitasi akut (misalnya: lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali sehari) c. Obat antipsikotik diberikan selama sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah gejala hilang. d. Apabila didapatkan ganggua atau gejala sebagai berikut dilakukan kolaborasi dengan tim untuk mengatasinya. • Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut), diberikan suntikan benzodiazepine atau obat antiparkinson. • Kegelisahan motorik berat (Akatisia), ditanggulangi dengan pengurangan dosis terapi atau pemberian beta-bloker. • Gejala parkinson (tremor/gemetar, akinesia), ditanggulangi dengan obat antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari). Add : ECT dilakukan sesuai kondisi dan indikasi, misalnya penggunaan terapi obat sulit diberikan atau tidak berespon. X. EDUKASI Menjaga keamanan pasien dan individu yang merawatnya, hal yang dapat dilakukan yaitu: a. Keluarga atau teman harus mendampingi pasien b. Kebutuhan dasar pasien terpenuhi (misalnya, makan, minum, eliminasi dan kebersihan) c. Hati-hati agar pasien tidak mengalami cedera Konseling pasien dan keluarga. a. Bantu keluarga mengenal aspek hukum yang berkaitan dengan pengobatan psikiatrik antara lain : hak pasien, kewajiban dan tanggung jawab keluarga dalam pengobatan pasien b. Dampingi pasien dan keluarga untuk mengurangi stress dan kontak dengan stressor 60 c. Motivasi pasien agar melakukan aktivitas sehari-hari setelah gejala membaik XI. PROGNOSIS Gangguan psikotik akut biasanya prognosisnya baik biasanya dalam waktu 1-3 bulan dapat terjadi remisi sempurna dan hanya sebagian kecil yang berkembang menetap menjadi gangguan lain. Ciri prognosis yang baik untuk gangguan psikotik singkat a. Penyesuaian premorbid yang baik b. Sedikit trait schizoid pramorbid c. Stressor pencetus yang berat d. Onset gejala mendadak e. Gejala afektif f. Konfusi selama psikosis g. Sedikit penumpulan afektif h. Gejala singkat i. Tidak ada saudara yang skizofrenik XII. KEPUSTAKAAN a. Kaplan, HI dan Sadock, BJ. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid satu. Binapura Aksara Publisher. Jakarta; 2010 b. Ingram, dkk. 1993. Catatan Klinik Psikiatri. Jakarta: EGC c. Katona, Cornelius Dn Robertson Mary. 2005. Psychiatry at a Glance. 3 th edition. London: Blackwall Publishing d. Muslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta; Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2003 61 DISCLAIMER PANDUAN PRAKTIK KLINIS PSIKIATRI Dokumen tertulis PPK Psikiatri serta perangkat implementasinya ini disertai dengan disclaimer (wewanti/penyangkalan) untuk : 1. Menghindari kesalah-pahaman atau salah persepsi tentang arti kata standar, yang dimaknai harus melakukan sesuatu tanpa kecuali 2. Menjaga autonomi dokter bahwa keputusan klinis merupakan wewenangnya sebagai orang yang dipercaya pasien Adapun disclaimer tersebut : 1. Disclamer Utama yaitu : a. PPK dibuat untuk average patient b. PPK dibuat untuk penyakit / kondisi patologis tunggal c. Reaksi individual terhadap prosedur diagnosis dan terapi bervariasi d. PPK dianggap valid pada saat dicetak e. Praktek Kedokteran modern harus lebih mengakomodasi preferensi pasien dan keluarga 2. Disclaimer tambahan, yang dapat disertakan pada disclaimer : a. PPK dimaksudkan untuk tatalaksana pasien sehingga tidak berisi informasi lengkap tentang penyakit b. Dokter yang memeriksa harus melakukan konsultasi bila merasa tidak menguasai atau ragu dalam menegakkan diagnose dan memberikan terapi c. Penyusun PPK tidak bertanggung jawab atas hasil apapun yang terjadi akibat penyalah gunaan PPK dalam tatalaksana pasien 62 PENUTUP Dengan telah tersusunnya Panduan Praktik Klinis ini diharapkan dapat menjadi Standar Prosedur Operasional bagi dokter spesialis Psikiatri yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dan fasilitas pelayanan kesehatan di RSI Sultan Agung. Melalui panduan ini diharapkan terselenggara pelayanan medis yang efektif, efisien , bermutu dan merata sesuai sumber daya, fasilitas, pra fasilitas, dana dan prosedur serta metode yang memadai. Semoga bermanfaat. 63