PROPOSAL
PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA PT. BANK
PAPUA. KCP ABEPURA
Disusun Dan Diajukan Oleh :
ELIUS HELUKA
2010 11 025
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI MAKASSAR
STIEM BONGAYA
MAKASSAR
2011
PROPOSAL PENELITIAN
JUDUL: PENGARUH MOTIVASI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
KERJA KARYAWAN PADA PT. BANK PAPUA. KCP ABEPURA
Disusun Dan Diajukan Oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Nama
Nomor Stambuk
Jenjang Program
Jurusan
Program Studi
Waktu penelitian
Tanggal Persetujuan
: Elius Heluka
: 2010 11 025
: Strata Satu
: Manajemen
: Manajemen Keuangan DanPerbankan
: Dua Bulan
:
Makassar,.. Oktober 2011
Elius Heluka
Disetujui Oleh :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Mukhlis Kanto, M.S
Drs.H. M. Indrus Stambul, M.Si
Mengetahui :
Ketua STIEM Bongaya,
H.Nur Yahman, SE., M.Si
Ketua Jurusan Manajemen,
Suseno Hadi Purnomo, SE., M.Si
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................... i
.........................................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
I.
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Masalah Pokok ................................................................................................ 5
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian ..................................................................... 5
II.
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 7
A. Pengertian Sumber Daya Manusia .................................................................... 7
B. Pengertian Motivasi Kerja ............................................................................... 8
C. Pengaruh motivasi kerja Karyawan ................................................................. 18
D. Faktor-Faktor Yang Pengaruh Produktivitas Kerja Karyawan Perusahaan ...... 26
E. Pengertian Bank / Perbankan ........................................................................... 29
F. Kerangka Pikir ............................................................................................... 31
G. Hipotesis ........................................................................................................ 33
III.
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 34
A. Lokasi Dan Waktu Penelitian ........................................................................ 34
B. Metode Pengumpulan Data.............................................................................. 34
C. Jenis Dan Sumber Data ................................................................................... 35
D. Definisi Operasional ....................................................................................... 36
E. Populasi Dan Sampel....................................................................................... 38
F. Metode Analisis ............................................................................................. 39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 41
BAB I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu sumber daya yang ada dalam organisasi yang
mempunyai nilai tinggi dan menjadi pemeran sentral atau penggerak dalam
peningkatan kualitas dalam penyelenggaraan Produktivitas. Untuk mewujudkannya
diperlukan manusia yang mampu dan cakap serta terampil dalam menyelenggarakan
tugas-tugas tersebut. Dengan demikian untuk memenuhi tuntutan akan keberhasilan
dan penyelenggaraan tugas tersebut tidaklah terlepas dari pengaruh dan motivasi
yang tinggi terhadap produktivitas kerja, motivasi sumber daya manusia itu sendiri
untuk meningkatkan kualitas kerja yang efektif.
Kemampuan sumber daya manusia dalam suatu organisasi sangat penting
artinya bagi peningkatan efektifitas kerja di lingkungan organisasinya. Secanggihcanggihnya sarana dan prasarana yang ada namun dibutuhkan sumber daya manusia
yang berkualitas untuk dapat mengoperasikannya dan hal tersebut. diperkirakan
organisasi tersebut sulit untuk maju dan berkembang. Pengaruh motivasi juga menjadi
penggerak utama bagi Pengembangan sumber daya manusia pada hakekatnya
adalah dalam rangka peningkatan ketrampilan karyawan agar dapat tercipta efektifitas
kerja yang tinggi.
Upaya peningkatan efektifitas kerja dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
pekerjaan yang menyangkut pengetahuan, keterampilan, dan pelatihan yang
berkesinambungan sebagai salah satu program pengembangan. Ini diperlukan untuk
meningkatkan pengetahuan, bakat serta pembentukan kepribadian untuk menunjang
para pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaan atau tugasnya dengan baik serta
mampu untuk selalu peka terhadap perubahan sehingga mampu mengantisipasi
perubahan-perubahan yang terjadi. Selain dari pada itu pula tidak kalah komunikasi
dalam pekerjaan. Maka motivasi karyawan dalam aktivitas berkomunikasi sangat
berguna dan tidak mungkin dapat dihindarkan dalam pelaksanaan tugas baik oleh
para manajer maupun seluruh staf dalam berbagai peningkatan motivasi karyawan.
Pentingnya pengaruh komunikasi para manajer nampak pada pendelegasian
wewenang manajer kepada karyawan.
Undang-Undang Kependudukan Republik Indonesia No. 10 Tahun 1992 Pasal 12
menyatakan peningkatan setiap kualitas penduduk sebagai potensi sumber daya
manusia harus diselenggarakan sesuai dengan harkat dan martabat serta potensi
masing-masing individu secara optimal. Upaya ini dilakukan melalui perbaikan kondisi
penduduk dalam segala bidang dengan pengadaan sarana, fasilitas, kesempatan
untuk memperoleh pendidikan, pelatihan dan konsultasi dengan tidak mengabaikan
nilai-nilai agama, etika dan sosial budaya.
Dengan demikian pembangunan dibidang pendidikan dan pelatihan merupakan
salah satu keberhasilan suatu negara atau daerah. Sumber daya manusia (SDM)
Papua masih membutuhkan perhatian yang lebih, guna meningkatkan SDM-nya. Hal
ini memberikan pengertian bahwa SDM Papua masih rendah dan terpengaruh pada
lingkungan serta motivasinya akan nampak pada kualitas, perlu untuk diberdayakan
dan dikembangkan, ditingkatkan dan dimajukan guna menuju Papua baru dimana
orang atau SDM Papua telah siap untuk membangun negerinya sendiri yakni Tanah
Papua dan diharapkan menjadi tuan atas tanahnya sendiri bukan karena dia orang
Papua saja tetapi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki dapat
bersaing bahkan lebih baik dari yang lainnya.
Dalam pendelegasian motivasi karyawan ini tidaklah mungkin akan dilakukan
tanpa komunikasi. Pendelegasian ini diberikan agar para pekerja dapat menciptakan
rasa tanggung jawab, inisiatif dan termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya
atas
pekerjaan
yang
dibebankan
kepadanya
sehingga
mutu
dari
pada
penyelenggaraan pekerjaan dapat tercapai hasil yang optimal.
Berbicara masalah pengaruh motivasi terhadap peningkatan produktivitas kerja
yang efektif perlu adanya pengembangan SDM, sebenarnya dapat dilihat dari dua
aspek, yaitu kuantitas dan kualitas. Pengertian kuantitas menyangkut jumlah sumber
daya manusia yang sudah termotivasi menjadi pengaruh sentral utama bagi suatu
organisasi. Kuantitas sumber daya manusia tanpa disertai dengan kualitas yang baik
akan menjadi beban pembangunan suatu bangsa.
Sedangkan
kualitas,
menyangkut
mutu
SDM
yaitu
kemampuan,
baik
kemampuan fisik maupun kemampuan non fisik (kecerdasan dan mental) akan
terpengaruhnya pada pekerjaan yang handal. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan pengembangan SDM (human resources development)
secara makro adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia
dalam rangka
mencapai
tujuan
pembangunan
bangsa.
Proses peningkatan
produktivitas kerja disini mencakup perencanaan pembangunan dan pengelolaan
SDM.
Secara mikro, dalam arti lingkungan suatu unit kerja (Produktivitas
atau
Organisasi yang lain), maka SDM adalah tenaga kerja atau pegawai di dalam
organisasi yang mempunyai pengaruh motivasi terhadap peningkatan produktivitas
kerja karyawan yang peran penting dalam mencapai keberhasilan. Fasilitas yang
canggih dan lengkap, belum merupakan jaminan akan keberhasilan suatu organisasi
tanpa diimbangi oleh kualitas manusia yang akan memanfaatkan fasilitas tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka penulis menarik untuk dilakukand
penelitian dengan judul “ Pengaruh Motivasi Terhadap Peningkatan Produktivitas
Kerja Karyawan Pada PT. Bank Papua KCP. Abepura”.
B. Masalah Pokok
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis merumuskan beberapa
permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana Pengaruh Motivasi Terhadap Peningkatan Produktivitas
Kerja
Karyawan Pada PT. Bank Papua KCP. Abepura.
C.
Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah :
1)
Untuk mengukur dan menganalisis pengaruh motivasi kerja karyawan
terhadap
peningkatan
produktivitas
dan
SDM
dalam
meningkatkan
efektifitas kinerja karyawan pada PT. Bank Papua KCP. Abepura.
2) Untuk mengetahui motivasi kerja karyawan
dapat tercapai hasil yang
optimal serta meningkatkan produktivitas pada PT. Bank Papua KCP.
Abepura.
2. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dilakukannya penelitian ini sebagai berikut:
a. Sebagai
kontribusi
pemikiran
secara
ilmiah
kepada
pengambilan kebijakan serta termotivasi terhadap kinerja
pimpinan
dalam
produktivitas kerja
karyawan pada PT. Bank Papua KCP. Abepura.
b. Sebagai bahan informasi dan referensi ilmiah bagi peneliti berikut yang akan
mengembangkan ilmunya di bidang SDM dalam kaitannya dengan pengaruh
motivasi produktivitas pada suatu bank.
c. Sebagai bahan penyesuaian dalam motivasi kerja serta meningkatkan kualitas
kerja yang efektif. Sehingga setelah penulis selesai dari Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Makassar (STIEM) Bongaya di makassar Jurusan Manajemen,
Program Studi Manajemen Keuangan dan Perbankan, maka tidak sia-sia dalam
pekerjaan yang akan di perhadapkan ke depannya.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Apabila dikatakan bahwa sumber daya manusia merupakan sumber daya
yang terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi, salah satu implikasinya ialah
bahwa investasi terpenting yang mungkin dilakukan oleh suatu organisasi adalah
di bidang sumber daya manusia itu agar dapat mencapai hasil kerja yang optimal.
Hasibuan (2001:68) mengatakan pengembangan adalah “suatu usaha
untuk meningkatkan kemampuan teknis, konseptual, dan moral pegawai sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan jabatan melalui pendidikan dan latihan”, sedangkan
menurut Sedarmayati (1995:28) sumber daya manusia adalah “Tenaga kerja atau
pegawai di dalam suatu organisasi yang mempunyai pengaruh motivasi yang
penting dalam mencapai keberhasilan”. Dari kedua pengertian diatas dapat
dikatakan bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah suatu usaha
peningkatan kemampuan teknis, konseptual dan moral serta pengelolaan
karyawan
pelatihan.
untuk mencapai suatu hasil yang optimal melalui pendidikan dan
Jika dikatakan bahwa pengembangan mutlak dilakukan, hal itu tergambar
pada berbagai jenis manfaat yang dapat dipetik. Menurut Hasibuan (1994:77-79),
tujuan pengembangan sumber daya manusia menyangkut hal-hal sebagai berikut:
(1). Produktifitas kerja,
(2). Efisiensi,
(3) Kerusakan,
(4) Kecelakaan,
(5) Pelayanan,
(6) Moral,
(7) Karier,
(8) Konseptual,
(9) Kepemimpinan,
(10) Balas Jasa, dan
(11) Konsumen.
a. Pendidikan dan Pelatihan
Suatu organisasi tentunya tidak dapat diproses dengan baik jika
pengetahuan dan keterampilan para karyawannya belum mencapai persyaratan
yang diperlukan atas pekerjaan mereka. Dengan demikian maka usaha-usaha ke
arah ini perlu dilakukan melalui pelaksanaan pendidikan dan pelatihan yang
teratur dan berkesinambungan.
1. Pendidikan Karyawan
Pendidikan mempunyai peranan penting dalam proses memperoleh dan
meningkatkan kualitas kemampuan profesional individu.
Ada berbagai macam pengertian pendidikan menurut sudut pandang para ahli.
Menurut Edwin B. Flippo (dalam Hasibuan, 2001 : 69) pendidikan adalah:
“Berhubungan dengan peningkatan pengetahuan umum dan pemahaman atas
lingkungan kita secara menyeluruh” (1988 : 33), sedangkan menurut Purbakawatja,
dkk (dalam A.S. Moenir, 1988 : 33), mendidik adalah “Mengambil tindakantindakan khusus sehingga orang-orang dipersiapkan untuk dapat mencari jalan
hidupnya sendiri”.
Sehingga dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
suatu tindakan khusus untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman secara
menyeluruh untuk mempersiapkan para pekerja agar dapat dikatakan bahwa
pendidikan ini lebih difokuskan pada proses pendidikan tentang bagaimana
memberikan kesempatan kepada staf untuk berpikir sendiri dan bagaimana mereka
mengambil inisiatif untuk mengambil keputusan sendiri tentang apa yang harus
dikerjakan.
Disenangi atau tidak, seorang atasan atau pimpinan adalah seorang
pendidik. Dalam pendidik staf perlu mengerti dan mengetahui untuk mengambil
keputusan yang baik. Pendidikan tahu bahwa akan ada kesempatan dimana staf
/karyawan harus berfikir sendiri dan mengambil keputusan sendiri tentang apa yang
seharusnya ia kerjakan. Oleh karenanya tujuan pendidikan adalah memastikan
bahwa mereka mengetahui adanya seperangkat peraturan atau prinsip dan asalanalasan yang mendasarinya.
Pendidikan yang memang sangat dibutuhkan, karena dengan pengembangan
staf dituntut agar dapat mengambil keputusan secara mandiri yang mungkin sangat
beraneka ragam tergantung pada keadaan. Kita harus dapat menamakan visi kita
mengenai keberhasilan dan pastikan apakah karyawan mengerti mengapa hal itu
penting dan apa saran-sarannya. Dengan demikian mereka akan mampu membuat
keputusan-keputusan yang baik dan mengambil resiko-resiko yang dapat mereka
perhitungkan sendiri berdasarkan pemahamannya mengenai hal-hal yang penting.
2. Pelatihan Karyawan
Sesuatu organisasi untuk perusahaan sudahlah pasti menginginkan suatu
tujuan ini dapat dicapai salah satunya adalah dengan pelatihan. Latihan-latihan
diberikan kepada para karyawan, juga sering mendorong para karyawan bekerja
lebih keras. Hal ini disebabkan karyawan-karyawan yang telah mengetahui dengan
baik tugas-tugas dan tanggung jawabnya pasti akan berusaha mencapai tingkat
moral kerja yang lebih tinggi.
Manullang (1988 : 200), menyatakan bahwa pelatihan diartikan sebagai:
“kegiatan perusahaan yang didesain untuk memperbaiki dan meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan sehingga karyawan yang bersangkutan lebih maju. Michael J. Jucius
(dalam Tohardi, 2002 : 236), mengatakan bahwa: “Tujuan dan pelatihan tidak
hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan atau kemampuan akan
tetapi juga untuk meningkatkan bakat”. Dengan dua pengertian diatas dapat ditarik
kesimpulan bahwa pelatihan adalah suatu usaha peningkatan pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan serta bakat dimaksud yang perlu diperhatikan
adalah bagaimana seorang atasan dapat membimbing karyawan kearah perbaikan
dan bagaimana atasan dapat memberi perhatian untuk kemajuan bawahan.
Padmosepuitro (1974 : 41), mengatakan latihan berarti terus mengikuti
petunjuk-petunjuk manajer, kemudian Status dan Style (1991 : 270), mengatakan
banyak
organisasi
mengharuskan
setiap
manajemen
untuk
kadang
kala
membicarakan kemajuan bawahan dengan mereka. Lebih lanjut ia mengatakan
bahwa wawancara penilaian memenuhi dua maksud diatas yaitu:
(a) Mereka berguna sebagai umpan balik, yang membantu bawahan menilai
kemajuan mereka dan dimana posisi mereka di mata atasan, dan
(b) Mereka memberi peluang bagi para manajer memberi penyuluhan kepada
bawahan tentang bagaimana memperbaiki prestasi.
Namun wawancara tersebut tidaklah gampang, biasanya wawancara
didahului dengan mengatakan maksud wawancara tersebut, yaitu untuk membantu
bawahan agar dapat bekerja dengan lebih baik, setelah memberikan penilaiannya
kemudian
atasan
itu
meminta
komentar
dan
memperbolehkan
mereka
mengeluarkan isi hatinya. Kemudian atasan menerima setiap kritik dan agresi dari
pihak bawahan dan tidak mengajukan alasan-alasan yang tidak bisa dibenarkan.
Kemudian atasan mulai mendorong bawahan untuk memberikan versi dia
sendiri tentang kemajuan dan masalah-masalahnya. Setelah itu wawancara diakhiri
dengan pembicaraan tentang apa yang dapat dilakukan bawahan untuk kesalahan-
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan dan apa yang dapat dilakukan atasan
itu untuk membantunya.
Aktivitas tersebut memang memerlukan karyawan dan aktivitas yang tercakup
dalam hal ini antara lain
1. Perencanaan SDM (Human Resource Planning)
Perencanaan SDM yang senantiasa berubah dan tidak menentu, maka
suatu perencanaan harus benar-benar cermat dan matangpenggunaan asumsiasumsi untuk masa depan. Dalam perencanaan pengetahuan adalah tata cara
dalam aturan-aturan yang berkenaan dengan pekerjaan dan pengetahuan
tentang hal-hal yang berhubungan dengan kepandaian yang sesuai dengan
pekerjaan.
2. Efektivitas
Efektifitas adalah Kemampuan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan
yang diukur dengan lamanya waktu kerja yang digunakan volume kerja dengan
menggunakan tenaga kerja dan fasilitas secara cepat dan tepat.
3. Pengembangan
Pengembangan sumber daya manusia adalah untuk peningkatan
kualitas. Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “pengembangan sumber
daya manusia berkualitas adalah proses kontekstual sehingga pengembangan
SDM melalui pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia yang
menguasai pengetahuan keterampilan yang cocok dengan dunia kerja pada saat
ini, melainkan juga manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang
hidupnya.
A. Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi
kerja
pada
dasarnya
adalah
proses
untuk
mencoba
mempengaruhi seseorang dalam suatu oragnisasi agar melakukan sesuatu yang
dapat kita inginkan. Dengan kata lain adalah dorongan dari luar terhadap seseorang
agar mau melaksanakan sesuatu pekerjaan, dan motivasi juga disebut sebagai motif,
penimbulan motif atau hal yang menimbulkan dorongan (driving force). Dapat juga
dikatakan bahwa motivation adalah faktor yang mendorong karyawan untuk bertindak
dengan cara tertentu.
Menurut Carl
Heyel Menyatakan bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang
lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakan- tindakan. Pemberian
dorongan ini bertujuan untuk mengguatkan karyawan-karyawan agar mereka
bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana di kehendaki dari manajer suatu
organisasi. Bertolak dari arti kata motivasi kerja adanya pengaruh sprit dan kualitas
yang akan dapat mempengaruh motivasi kerja, Menurut J. Ravianto dalam bukunya
Produktivitas dan manusia Indonesia adalah atasan, rekan, sarana fisik, kebijaksanaan
dan pengaturan, imbalan jasa uang dan non uang, jenis pekerjaan dan tantangan.
Motivasi individu untuk bekerja dipengaruhi oleh system kebutuhannya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Motivasi Kerja yang telah
tumbuh memang dapat menjadikan motivasi dan dorongan untuk mencapai tujuan
pemenuhan kebutuhan dan pencapaian keseimbangan.
1.
Jenis- Jenis Motivasi Kerja
Jadi
memotivasi
orang
lain,
bukan
sekadar
mendorong
atau
bahkan
memerintahkan seseorang melakukan sesuatu, melainkan sebuah seni yang
melibatkan berbagai kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosi diri sendiri
dan orang lain. Paling tidak kita harus tahu bahwa seseorang melakukan sesuatu
karena didorong oleh motivasinya. Ada tiga jenis atau tingkatan motivasi seseorang,
yaitu: (1) motivasi yang didasarkan atas ketakutan (fear motivation). Seseorang
melakukan sesuatu karena maka sesuatu yang buruk akan terjadi, misalnya orang
patuh pada bos karena takut dipecat, orang membeli polis asuransi karena takut jika
terjadi apa-apa dengannya. Motivasi (2) adalah karena ingin mencapai sesuatu
(achievement motivation). Motivasi ini jauh lebih baik dari motivasi yang pertama,
karena sudah ada tujuan di dalamnya. Seseorang mau melakukan sesuatu karena dia
ingin mencapai suatu sasaran atau prestasi tertentu. Sedangkan motivasi yang (3)
adalah motivasi yang didorong oleh kekuatan dari dalam (inner motivation), yaitu
karena didasarkan oleh misi atau tujuan hidupnya.
a.
Motivasi Dan Tindakan
Motivasi dan tindakan akan mendorong karyawan untuk bertindak atau
suatu tenaga di dalam diri karyawan yang menyebabkan karyawan bertindak di
bidang masing-masing dalam produktivitasnya. Dan timbul tingka laku seseorang
dengan tindakan. Sebab tidak ada manfaatnya apabila ada motivasi yang besar,
tetapi tidak ada tindakan tersebut.
Tentunya, tindakan karyawan akan tergantung pada perintah manajer
organisasi. Oleh karena itu perlu untuk memahami dahulu apa sebenarnya
motivasi dan tindakan adalah mengandung maksud tertentu yang memang
dikehendaki oleh manajer organisasi terhadap karyawannya yang melakukan
kegiatannya. Menurut Manullang bahwa :
a.
Pemikiran
(Thingking),
yakni
perbuatan rohani
yang
menghendaki
bekerjannya daya pikir seseorang atau manusia (SDM).
b.
Tindakan (Action), yakni perbuatan jasmani yang terutama membutuhkan
gerak otot tubuh
manusia, yang mengandung maksud tertentu
yang
memang di kehendaki yang bersangkutan. Dengan demikian motivasi dan
tindakan adalah perbuatan yang sadar tujuan.
b.
Berbagai Pandangan Tentang Motivasi Dalam Organisasi
Dalam kenyataan sehari-hari terdapat berbagai- bagai macam motivasi kerja
karyawan organisasi dalam pekerjaan.
Model Motivasi.
Para manajer mempunyai berbagai pandangan tentang
motivasi dengan pendekatan model-model motivasi terdiri dari:
a). Model Tradisional.
Model Tradisional, Model ini ada hubungannya dengan F. W. Taylor dan
manajemen ilmiah. Dalam hal ini aspek yang sangat penting dari pekerjaan para
manajer adalah bagaimana membuat para karyawan dapat menjalankan pekerjaan
mereka yang membosankan dan berulang-ulang dengan cara yang paling efissien.
Di dalam penelitian tersebut, waktu dan motivasi belajar dari F.W.Taylor penting
untuk memecahan permasalahan. Secara tradisional para manajer mendorong atau
termotivasi tenaga kerja tersebut dengan cara memberikan imbalan berupa upah/
gaji yang makin meningkat.
Pandangan ini mengangap bahwa pada dasarnya para karyawan adalah
malas dan dapat di dorong kembali hanya dengan imbalan keuangan. Meskinpun
demikian para manajer makin lama makin mengurangi jumlah imbalan tersebut.
b). Model hubungan manusiawi.
Model Hubungan Manusia (Human Relation Model), Model ini lebih
menekankan dan menganggap penting adanya factor kontak social yang dialami
para karyawan dalam bekerja, daripada factor imbalan sebagaimana dikemukakan
oleh model tradisional. Hal ini tidak berarti masalah imbalan diabaikan. Menurut
Pencetus model ini, para manajer dapat memotivasi karyawan dengan cara
mengakhiri kebutuhan social mereka dan dengan membuat mereka merasa penting
dan berguna. Ini berarti kepuasan dalam berkerja karyawan harus ditingkatkan,
antara lain dengan cara memberikan lebih banyak kebebasan kepada karyawan
untuk mengambil keputusan dalam menjalankan pekerjaan mereka. Disini
ditimbulkan kontak social atau hubungan kemanusiaan dengan karyawan dengan
lebih baik, sebagai factor motivasi.
c). Model sumber daya manusia.
Model Sumber Daya Manusia (Human Resources Model), Model ini timbul
sebagai akibat kritikan terhadap Model Hubungan Manusia tersebut dan motivasi yang
penting bagi karyawan menurut Model SDM ini adalah pengembangan tanggung jwab
bersama untuk mencapai tujuan organisasi dan anggota-anggota organisasi, di mana
setiap karyawan menyumbangkan sesuai dengan kepentingan dan kemampuan
karyawannya.
c. Teori-Teori Motivasi
Menurut
teori
Frederich
Herzberg
mengemukakan
suatu
teori
yang
berhubungan langsung dengan kepuasan kerja, yang didasarkan pada suatu gagasan
F. Herzberg tersebut dengan nama konsep fakotr motivator dalam teorinya. Menurut
Herzberg, factor-faktor yang berperan sebagai motivator terhadap karyawan, yakni
yang mampu memuaskan dan mendorong karyawan untuk bekerja baik, yang terdiri
dari:
a. Achievement (keberhasilan pelaksanaan).
b. Recognition (pengakuan).
c. The work itself (pekerjaan itu sendiri).
d. Responsibilities (tanggung jawab).
e. Advancement (pengembangan).
Menurut Teori David Mc Clelland Sikap
Motivasi adalah: “suatu bentuk
pernyataan evaluatif oleh seseorang yang dapat menyangkut suatu aspek, seorang
atau sekelompok orang atau suatu peristiwa”. Sikap orang dalam pekerjaan dengan
sendirinya itu harus selalu dijaga agar sikap dalam pekerjaan senantiasa berpengaruh
positif, meskipun hal itu dalam kenyataannya akan sulit. Sikap seorang atasan terhadap
bawahan
dalam pekerjaan perlu dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu sikap
terhadap lingkungan baik yang menyangkut hubungan antara kawan sekerja maupun
peraturan-peraturan yang ada di tempat kerja.
Mengenai sikap motivasi karyawan terhadap atasan langsung seorang bawahan
atau staf harus bertingkah laku wajar dalam menghadapi atasan dalam menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugasnya. Dalam arti seorang pekerja harus dapat
memahami faktor-faktor penentu sikap motivasi terhadap atasan, misalnya ia tidak
boleh mengeluh mengenai masalah pribadinya kepada atasan langsung dengan
maksud memperoleh keuntungan materi, ia harus berusaha mengikuti nasehat yang
diberikan oleh atasannya dalam arti bukan dalam hubungan pekerjaan melainkan
dalam hal di luar pekerjaan, dan lain sebagainya.
Demikian juga sikap motivasi terhadap pekerjaan seorang pekerja harus dapat
bertingkah laku dengan pelaksanaan kegiatan dalam menyelesaikan pekerjaannya,
misalnya dalam hal yang mengatasi pekerjaannya Apabila ia merasa tidak mampu
untuk mengerjakannya hendaknya ia harus segera melaporkannya hal itu segera ke
atasan atau dalam melaksanakan atau menyelesaikan pekerjaan harus sesuai dengan
pedoman atau petunjuk dan atasan atau juga harus dapat mengambil pelajaran dan
pekerjaannya itu dan berusaha untuk berbuat lebih baik atau maju dan masih banyak
lagi.
Tidak berbeda jauh dan kedua sikap motivasi diatas yaitu sikap motivasi kerja
karyawan terhadap lingkungan atau pengaruh peningkatan terhadap situasi lingkungan.
Situasi lingkungan organisasi, misalnya peraturan yang menyangkut hak dan
kewajiban, kondisi tempat kerja, hubungan vertikal dan horisontal. Hal itu dimaksudkan
agar dalam melaksanakan pekerjaannya para pekerja memiliki kebebasan dan
berbagai bentuk, tekanan dan ancaman sehingga timbul adanya kegembiraan dan
kegairahan kerja dalam pelaksanaan tugas dimaksud. Dengan demikian apabila
mereka dapat tanggap atau pandai bersikap dalam lingkungan kerjanya mereka dapat
ikut serta dalam pemikiran untuk perbaikan dan perkembangan organisasi di tempat
kerja mereka.
Berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat
menyimpulkannya.
Menurut Manullang, rangkaian faktor-faktor memang melukiskan hubungan
seseorang dengan apa yang dikerjakannya (job contens) yakni, kandungan kerjanya,
prestasi pada tugasnya, penghargaan atas prestasi yang dicapainya dan peningkatan
dalam tugasnya. seiring dengan semakin pesatnya kebutuhan akan motivasi kerja
karyawan yang berkualitas dan profesional, maka usaha yang mengarah kepada
peningkatan kemampuan sumber daya manusia dimaksud semakin diperhatikan arti
dan keberadaannya. Pendidikan dan pelatihan serta pendelegasian wewenang adalah
salah satu usaha peningkatan produktivitas kerja karyawan. Melalui pendidikan dan
pelatihan para karyawan yang diharapkan memperoleh bekal agar siap tahu, dapat
mengembangkan metode berpikir dan memiliki inisiatif dalam pengambilan keputusan,
sedangkan dengan pendelegasian wewenang para manajer diharapkan mengerti
batas-batas pekerjaan pastilah tidak terlepas dan pada komunikasi efektif baik antara
karyawan dan manajer maupun pada para rekan sekerjanya.
Dengan adanya pengaruh- pengaruh motivasi terhadap peningkatan produktivitas
kerja karyawan akan mampu diharapkan tumbuhnya kualitas, skill, ilmu pengetahuan
dan teknologinya di bidang masing-masing pekerjaan bagi suatu perusahaan atau
organisasi
yang
dapat
dilakukan
dengan
keterampilan maupun sikap karyawan tersebut.
cara
meningkatkan
pengetahuan,
d.
Komunikasi Kerja
Manajer yang tidak berani mendelegasi kepada bawahan, mengurusi aktivitas
manajer itu sendiri. Salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh seorang manajer
adalah kesanggupan mendelegasi sebagian tugas dan wewenangnya kepada
bawahan.
Lois A. Allen (dalam Hasibuan, 1987 : 75), pendelegasian wewenang adalah:
“Dinamika manajemen, pendelegasian adalah proses yang diikuti oleh seorang
manajer dalam pembagian yang dipikulkan kepadanya, sehingga ia melakukan
bagian kerja itu yang hanya penempatan organisasi yang unik, dapat mengerjakan
dengan efektif, sehingga ia dapat memperoleh orang-orang lain untuk membantu
pekerjaan yang dapat ia kerjakan.
Sehubungan dengan itu pendelegasian merupakan salah satu kecakapan yang
penting harus dikuasai oleh seorang manajer profesional. Dengan bersedianya
manajer untuk menyerahkan pekerjaan, mereka akan memiliki waktu lebih banyak
untuk melakukan tugas-tugas penting lainnya. Bila kita mengikuti arti penting dan
pendelegasian dimaksud, maka selanjutnya adalah bagaimana melaksanakan
pendelegasian itu dengan baik, untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut.
Kemampuan mengkategorikan antara tugas yang penting dan tugas yang
kurang penting merupakan suatu bentuk penetapan batas-batas pekerjaan yang
dapat membantu kita melaksanakan pendelegasian wewenang dengan baik serta
memastikan jumlah pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh karyawan di bidangnya.
Bila kita tidak mengklasifikasikan tugas-tugas serta memastikan jumlah pekerjaan
tersebut, maka terjadi tugas yang penting itu justru akan kita delegasikan dan tugas
yang kurang penting malah akan kita tangani sendiri. Jadi penetapan batas-batas
pekerjaan dapat pula diartikan mengusahakan supaya mereka tahu pasti apa tugas
mereka, sampai dimana kekuasaannya dan atas hasil-hasil mana mereka harus
bertanggung jawab.
Selain itu tentang tugas wewenang dan tanggung jawabnya hendaknya
dikemukakan secara tegas dan jelas, artinya ketentuan-ketentuan tersebut sebaiknya
dibuat tertulis. Suatu pendelegasian wewenang tersebut tidak mengetahui secara
tegas dan jelas apa batas luas mengenai tanggung jawab dan kekuasaan yang kita
serahkan. Dengan adanya tugas yang tegas dan jelas, maka mereka akan dapat
mengetahui tugas-tugas yang menjadi kewajibannya. Mendapatkan hal-hal tersebut
diatas kertas dapat membantu kita memperoleh pengertian lebih dalam tentang apa
yang kita ingin dan orang yang tugasnya kita tentukan.
Dalam usaha untuk melaksanakan pendelegasian wewenang, seorang
manajer tidak boleh bersifat pasif saat pendelegasian wewenang tersebut dilakukan.
Seorang manajer harus dapat memberikan dorongan (motivasi) atau pembinaan agar
bawahan tergerak semangatnya dan bawahan dapat terlibat kerja secara maksimal.
Bila seorang manajer ingin agar penyerahan tanggung jawab dan kekuasaan itu
dapat berjalan lancar, maka manajer harus tahu bagaimana membangkitkan dan
mengobarkan semangat bawahannya untuk bekerja efektif mungkin. Dengan jalan ini
diharapkan kemampuan para bawahan yang diserahi pendelegasian wewenang
tersebut akan bertambah baik.
B.
Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan
Telah diketahui bahwa tujuan dari perusahaan atau organisasi akan dapat
tercapai dengan baik, apabila setiap kerja mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap
tugas dan tanggung jawab sebagai karyawan yang
dapat menjalankan tugas-
tugasnya dengan baik, apabila pengaruh motivasi kerja karyawan
dapat
menjalankan tugas-tugasnya dengan efisien. Untuk meningkatkan kemampuan kerja
para karyawan perusahaan atau organisasi harus menjalankan usaha-usaha dimana
tujuan-tujuan dan peningkatan tersebut dapat dikatakan sebagai tolak ukur suatu
produktivitas. Produktivitas adalah jumlah produk yang sama di peroleh untuk
memperbaiki dan meningkatkan produktivitas kerja.
Menurut H. Emerson (dalam Hasibuan, 1987:223) mengatakan bahwa
peningkatan produktivitas adalah: “Pengukuran dan arti tercapainya sasaran atau
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya”, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia mengungkapkan bahwa kerja kegiatan melakukan sesuatu: yang dilakukan
(di perbuat). Jadi produktivitas
kerja adalah kegiatan melakukan sesuatu guna
tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sehubungan
dengan efisiensi pelaksanaan tugas-tugas tersebut diatas. Menurut Ranupandojo
dan Husnam menyatakan bahwa perbaikan produktivitas kerja karyawan dapat
dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan karyawan, keterampilan karyawan
maupun sikap karyawan itu sendiri terhadap tugas-tugasnya.
Menurut Abraham.H Maslow merupakan suatu teori umum tentang
kebutuhan manusia, makaketika diterapkan kepada manusia tertentu (dengan
budaya tertentu), tentu terdapat kekecualian-kekecualian dalam pengurutan umum
hirarki yang ada. Ada orang tertentu yang tidak pernah berkembang melampahui
tingkatan
pertama
atau
kedua,
sedangkan
ada
pula
orang
lain
yang
demikian rupa meningkatkan kebutuhan primer maupun sekunder. Oleh kebutuhan
tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang lebih rendah tidak menarik bagi
perusahan mapun dalam organisasinya mereka. Kedua, rantai kausatif tidak selalu
berlangsung dari stimulus-kebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam teorinya
menyatakan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam
kebutuhannya, maka ia lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih
mendasar. Ternyata tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena
ideal, standar sosial, norma, dan tugas-tugas dalam setiap organisasi yang dapat
mempengaruhi dirinya. Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh sebuah
kebutuhan tunggal. Setiap tindakan perusahaan cenderung disebabkan oleh
berbagai macam kebutuhan.
Menurut Wahba dan Bridwell (1976) menyimpulkan suatu paradoks untuk
teori Maslow: bahwa teori ini diterima luas, tapi tidak banyak didukung oleh bukti
riset. Patut disayangkan bahwa bagian terbesar dari hasil-hasil riset tersebut dicapai
dari studi-studi yang tidak menguji teori Maslow secara tepat. Evaluasi di atas
menunjukkan sejumlah keterbatasan yang luas pada suatu teori ilmiah. Namun
secara umum dapat dikatakan bahwa teori Maslow telah meletakkan batu pertama
untuk penelitian struktur individu terutama menyangkut apa yang lebih mendorong
perilaku tertentu dalam organisasi. Sumbangan Maslow tidak sedikit untuk
perkembangan psikologi organisasi.
Menurut Stephen P. Robbins, A.S, (1998) motivasi adalah proses yang ikut
menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai
sasaran. Tiga kata kunci dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan
(yang mengandaikan berlangsung lama). Intensitas dimaksudkan seberapa keras
seseorang berusaha. Agar dapat
menghasilkan
kinerja yang baik, intensitas
(setinggi apapun) harus mempunyai arah yang menguntungkan organisasi. Dan
akhirnya, intensitas dan arah yang telah dimiliki harus diterapkan secara tekun dan
berlangsung lama. Inilah ukuran
sejauh mana orang
usahanya. Individu yang termotivasi akan tetap
dapat mempertahankan
bertahan
dengan pekerjaannya
dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka. Sebaliknya, seseorang
yang tidak termotivasi hanya akan memberikan upaya minimum dalam hal bekerja.
Konsep motivasi kiranya merupakan sebuah konsep penting dalam studi tentang
kinerja individu dalam organisasi. Dengan kata lain, motivasi merupakan salah satu
determinan penting bagi kinerja individual disamping variabel determinan lain
misalnya kemampuan orang yang bersangkutan dan atau pengalaman kerja
sebelumnya.
1.
Pengetahuan Karyawan
Pengetahuan karyawan akan pelaksanaan tugas sangat menentukan berhasil
tidaknya tugas dengan baik. Menurut Zainun (1989:84) adalah berbagai macam
kebutuhan dasar manusia, salah satu kebutuhan dasar tersebut adalah berupa
jaminan untuk memperoleh perlakuan yang adil, merata, wajar dan pantas oleh
atasan mereka.
Jaminan ini antara lain akan dapat dipenuhi bila mana para karyawan memiliki
tingkat pengetahuan dan pengertian tertentu yang diperlukan. Mewujudkan apa
yang diharapkan dan mereka sebagai anggota organisasi. Pengetahuan dan
pengertian yang perlu dimiliki para karyawan antara lain:
Pengetahuan tentang tata cara, tata kerja serta ketentuan dalam peraturan
lainnya yang menyangkut pekerjaan dan kedudukan mereka dalam organisasi.
Karena apabila mereka tidak dapat memiliki pengetahuan ini mereka akan
senantiasa merasa ragu dan takut kalau di sangka atau terjerumus berbuat salah.
Kecuali hal tersebut mereka juga akan merasa terpaksa bekerja dalam keadaan
tidak menentu atau tidak pasti karena harus menggunakan tata cara berdasarkan
raba-raba dan coba-coba saja.
Pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan tugas pekerjaan
mereka masing-masing seperti mengenai hak, kewajiban, wewenang, tanggung
jawab dan tempat kedudukan mereka dalam struktur organisasi sesuai dengan
kepandaiannya dalam pekerjaan. Hal itu tidak saja diperlukan untuk para pekerjapekerja yang kedudukannya paling rendah dalam organisasi tetapi juga bagi mereka
yang berkedudukan sebagai karyawan dalam organisasi tersebut.
Pengetahuan tentang keistimewaan-keistimewaan pribadi atasan agar
dengan mudah bawahan dapat menarik perhatian atasan. Hal ini mempunyai
pengaruh terhadap hubungan atasan dan bawahan. Seorang bawahan belum
merasa aman sebelum mengetahui kegemaran-kegemaran dan kesenangankesenangan atasannya itu. Bukan hanya sekedar untuk menyenangkan atasan saja,
tetapi lebih dan itu adalah untuk memelihara hubungan yang lebih serasi dan
menghindari terjadinya konflik pribadi. konflik kepentingan dan konflik mengenai
pekerjaan, serta dapat mendukung dia dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
2.
Keterampilan Karyawan
Keterampilan karyawan merupakan salah satu faktor utama dalam usaha
mencapai sukses bagi pencapaian tujuan organisasi. Bagi karyawan-karyawan baru
ataupun karyawan-karyawan yang menghadapi pekerjaan baru, diperlukan adanya
tambahan keterampilan guna melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.
Menurut Moenir (1992 : 12), keterampilan adalah: “suatu keberadaan pada
seseorang yang dalam mengerjakan sesuatu dengan cepat dan tepat serta hasilnya
memenuhi mutu yang diisyaratkan”. Lebih lanjut ia mengatakan kemampuan
demikian
itu
dapat
dimiliki
oleh
seseorang
dengan
melalui
pengalaman,
pengetahuan dan bakat. Gabungan dan ketiga syarat inilah yang akan menentukan
seseorang terampil atau tidak.
Berbicara mengenai pengalaman pastilah adanya pengalaman yang cukup
panjang dan cukup banyak. dapat diharapkan mereka akan mempunyai kemampuan
yang lebih besar dari pada yang tidak mempunyai pengalaman. Ada beberapa dasar
mengapa suatu perusahaan perlu mensyaratkan pengalaman, salah satu dasarnya
adalah agar dengan mereka memiliki pengalaman tersebut perusahaan tidak perlu lagi
melaksanakan training atau perlu dilaksanakan sekedarnya saja.
Alasan lain yang dipandang cukup penting adalah dengan dapat diterimanya
orang-orang yang berpengalaman dalam ditentukan ide-ide baru lagi perusahaan yang
menerimanya. Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka syarat pengenalan ini harus
merupakan point tambahan terhadap keahlian dan keterampilan yang telah diuji.
Pengalaman-pengalaman tersebut tentunya dipengaruhi oleh pengetahuanpengetahuan karyawan yang bergerak di bidang masing-masing. Dimana tingkat
pengetahuan karyawan tersebut nantinya berguna untuk mewujudkan apa yang
diharapkan oleh perusahaan atau organisasi. Pengetahuan-pengetahuan tersebut
misalnya pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan
mereka, atau bidang kerja mereka. Perkembangan pengetahuan yang merupakan
proses intelektual tersebut dapat dilaksanakan dengan cara-cara sekolah, kuliah
audiovisual, instruksi-instruksi yang telah diprogramkan dan lain sebagainya.
Pengalaman-pengalaman dengan hal tersebut, hal ini yang dapat membantu
mengasah keterampilan seorang karyawan adalah bakat atau persoalan yang dibawah
dari lahir dalam melaksanakan pekerjaan. Sering kali untuk melaksanakan suatu tugas
akan lebih baik hasilnya apabila dilandasi dengan bakat-bakat yang baik pula.
Selain itu dengan bakat-bakat tersebut karyawan tersebut akan mudah
dikembangkan. Memang untuk tugas-tugas tertentu masalah bakat bukan merupakan
faktor bakat memegang peranan penting. Misalnya saja untuk pekerjaan seseorang
peranan bakat lebih menonjol dari pada seorang pemegang buku dan masih banyak
lagi.
3. Sikap Dalam Pekerjaan.
Dalam kenyataan sehari-hari terdapat bermacam-macam sikap dalam pekerjaan.
Menurut Siagian (1994:29) sikap adalah: “suatu bentuk pernyataan evaluatif oleh
seseorang yang dapat menyangkut suatu aspek, seorang atau sekelompok orang atau
suatu peristiwa”. Sikap orang dalam pekerjaan dengan sendirinya itu harus selalu dijaga
agar sikap dalam pekerjaan senantiasa berpengaruh positif, meskipun hal itu dalam
kenyataannya akan sulit. Sikap dalam pekerjaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu
sikap terhadap lingkungan baik yang menyangkut hubungan antara kawan sekerja
maupun peraturan-peraturan yang ada di tempat kerja.
Mengenai sikap terhadap atasan langsung seorang bawahan atau staf harus
bertingkah laku wajar dalam menghadapi atasan dalam menyelesaikan pekerjaanpekerjaan atau tugas-tugasnya. Dalam arti seorang pekerja harus dapat memahami
faktor-faktor penentu sikap terhadap atasan, misalnya ia tidak boleh mengeluh
mengenai masalah pribadinya kepada atasan langsung dengan maksud memperoleh
keuntungan materi, ia harus berusaha mengikuti nasehat yang diberikan oleh
atasannya dalam arti bukan dalam hubungan pekerjaan melainkan dalam hal di luar
pekerjaan, dan lain sebagainya.
Demikian juga sikap terhadap pekerjaan seorang pekerja harus dapat bertingkah
laku dengan pelaksanaan kegiatan dalam menyelesaikan pekerjaannya, misalnya
dalam hal yang mengatasi pekerjaannya Apabila ia merasa tidak mampu untuk
mengerjakannya hendaknya ia harus segera melaporkannya hal itu segera ke atasan
atau dalam melaksanakan atau menyelesaikan pekerjaan harus sesuai dengan
pedoman atau petunjuk dan atasan atau juga harus dapat mengambil pelajaran dan
pekerjaannya itu dan berusaha untuk berbuat lebih baik atau maju dan masih banyak
lagi.
Tidak berbeda jauh dan kedua sikap diatas yaitu sikap terhadap lingkungan atau
terhadap situasi lingkungan. Situasi lingkungan organisasi, misalnya peraturan yang
menyangkut hak dan kewajiban, kondisi tempat kerja, hubungan vertikal dan horisontal.
Hal itu dimaksudkan agar dalam melaksanakan pekerjaannya para pekerja memiliki
kebebasan dan berbagai bentuk, tekanan dan ancaman sehingga timbul adanya
kegembiraan dan kegairahan kerja dalam pelaksanaan tugas dimaksud. Dengan
demikian apabila mereka dapat tanggap atau pandai bersikap dalam lingkungan
kerjanya mereka dapat ikut serta dalam pemikiran untuk perbaikan dan perkembangan
organisasi di tempat kerja mereka.
Berdasarkan pada apa yang telah dipaparkan diatas, maka penulis dapat
menyimpulkannya.
Seiring dengan semakin pesatnya kebutuhan akan sumber daya manusia yang
berkualitas dan profesional, maka usaha yang mengarah kepada peningkatan
kemampuan sumber daya manusia dimaksud semakin diperhatikan arti dan
keberadaannya. Pendidikan dan pelatihan serta pendelegasian wewenang adalah salah
satu usaha peningkatan sumber daya manusia tersebut. Melalui pendidikan dan
pelatihan vokus para karyawan tersebut diharapkan memperoleh bekal agar siap tahu,
dapat mengembangkan metode berpikir dan memiliki inisiatif dalam pengambilan
keputusan dalam peningkatan pekerjaan karyawan, sedangkan dengan pendelegasian
wewenang para manajer terhadap diharapkan mengerti batas-batas pekerjaan pastilah
tidak terlepas dan pada komunikasi efektif baik antara karyawan-karyawannya dan
atasan maupun pada para rekan sekerjanya.
Dengan adanya peningkatan kemampuan karyawan tersebut diharapkan
tumbuhnya kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
pelatihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik pekerja yang
bersangkutan bagi suatu perusahaan atau organisasi yang dapat dilakukan dengan
cara meningkatkan pengetahuan, keterampilan maupun sikap karyawan tersebut.
4. Produktivitas Kerja
Produktivitas mengandung pengertian filosofis- kualitatif dan kuantitatif- teknis
operasional. Secara filosofis- kualitatif, produktivitas mengandung pandangan hidup
dan sikap mental yang selalu berusaha untuk meningkatkan mutu kehidupan esok
harus lebih baik daripada hari ini. Pandangan hidup dan sikap mental yang demikian
akan mendorong manusia untuk tidak cepat merasa puas, akan tetapi terus
mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja.
Untuk definisi kerja secara kuantitatif, produktivitas merupakan perbandingan
antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan keseluruhan sumber daya (masukan)yang
dipergunakan per satuan waktu. Definisi kerja ini mengandung cara atau metode
pengukuran. Walaupun secara teori dapat dilakukan, akan tetapi dalam praktik sukar
dilaksanakan, terutama karena sumber daya masukan yang dipergunakan umumnya
terdiri dari banyak macam dan dalam proporsi yang berbeda.Peningkatan produktivitas
dapat terwujud dalam beberapa bentuk :
1. Jumlah produksi yang sama diperoleh yang dengan menggunakan sumber
daya lebih sedikit
2. Jumlah produksi yang lebih besar dicapai denga menggunakan kebutuhan
sumber daya kurang;
3. Jumlah produksi yang lebih besar dicapai dengan menggunakan sumber daya
yang sama; dan
4. Jumlah produksi yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan
sumber daya yang relatif lebih kecil.
C. Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Produktivitas
Kerja
Karyawan
Perusahaan.
1. Kualitas Dan Kemampuan
Kualitas dan kemampuan karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan,
motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik pekerja yang bersangkutan.
Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja yang langsung dengan pelaksanaan
tugas, akan tetapi juga landasan untuk memperkembangkan diri serta kemampuan
memanfaatkan semua sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan
tugas. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin tinggi produktivitas kerja.
Latihan kerja melengkapi pekerja dengan keterampilan dan cara-cara yang tepat
untuk menggunakan peralatan kerja. Pada dasarnya latihan melengkapi pendidikan.
Pendidikan biasanya bersifat umum, sedangkan latihan sedangkan latihan bersifat
khusus dan teknis operasional. Tingkat pendidikan angkatan kerja indonesia dewasa ini
umumnya rendah, sebab itu latihan kerja diperlukan bukan saja sebagai pelengkap
pendidikan akan tetapi justru sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan.
Bagi pengusaha, program dan penyediaan fasilitas latihan merupakan investasi
berharga, yang hasilnya diperoleh kembali dalam bentuk peningkatan produktivitas
kerja karyawannya. peningkatan produktivitas tersebut akan memberikan kemungkinan
yang lebih besar bagi pengusaha untuk memperbaiki pengupahan karyawannya yang
kemudian akan mendorong kegairahan dan semangat kerja karyawannya.
Kamampuan fisik pekerja memerlukan perhatian pengusaha dewasa ini, terutama
karena tingkat upah umumnya rendah sehingga pemenuhan gizi dan kesehatan pekerja
umumnya sangat terbatas. Terutama
untuk pekerja berpenghasilan rendah, usaha-
usaha perbaikan penghasilanya akan meningkatkan kemampuan fisik dan kemudian
menungkinkan peningkatan produktivitas kerja mereka tentang pengaruh motivasi
terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan dalam pengembangan sumber daya
manusia (SDM) terhadap produktivitas kerja karyawan seperti yang telah dirumuskan
sebelumnya, maka penulis memandang perlu menetapkan ruang lingkup penelitian.
Dengan demikian dalam penulisan ini penulis membatasi ruang lingkup pengaruh
motivasi terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan dalam pengembangan
sumber daya manusia (SDM) pada:
a. Pendidikan dan Keterampilan karyawan
b. Komunikasi Kerja
c. Pendelegasian Wewenang
Sedangkan efektifitas kerja karyawan dibatasi pada aspek-aspek berikut ini :
a. Lamanya waktu kerja yang digunakan
b. Volume kerja
c. Tenaga kerja dan fasilitas kerja
2.
Sarana Pendukung
Sarana pendukung untuk peningkatan produktifitas kerja karyawan perusahaan
dapat dikelompokkan pada dua golongan yaitu:
a. Menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana
dan pralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan
kerja serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri .
b. Menyangkut kesejatraan pekerja yang cermin dalam sistem pengupahan dan
jaminan dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial, serta jaminan
kelangsungan kerja.
Sebagimana dikemukakan diatas, perbaikan-perbaikan dilingkungan kerja
dapat menumbuhkan kagairahan, semangat dan kecepatan kerja. Demikian
juga perbaikan-perbaikan dibidang pengupahan dan jaminan sosial dapat
menumbukan motipasi dan meningkatkan kemampuan fisik karyawan. Di
samping itu, dapat tingkat upah dan jaminan sosial yang lebih baik, semakin
banyak anggota ke3luarga terutama ibu-ibu rumah tangga yang masuk pasar
kerja. Adanya kepastian atas kelungsungan pekerjaan dan penghasilan yang
ada diperolahhingga dari tua, merupakan daya pendorong yang beser untuk
peningkatkan produtivitas kerja. Dalam hal ini termasuk adanya jaminanc dan
kepastian bahwa pekerja dan keluarganya akan mendapat pelajanan
kesejatraan dan tunjangan khusus pada saat-saat sangat diperlukan.
c.
Sapra Sarana
Aktivitas perusahaan tidak terjadi dalam isolasi. Apa yang terjadi dalam
perusahaan dipengaruhi oleh apa yang terjadi di luarnya, seperti sumber-sumber faktor
produksi yang akan digunakan, prospek pemasaran, perpajakkan, perizinan, lingkungan
hidup dan lain-lain. kebijakan pemerintah dibidang perusaha dan pekerja juga
mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehari-hari.
Perusahaan adalah suatu tempat dimana pekerja memperoleh pengalaman kerja
dan kesempatan meningkatkan keterampilan. Kesempatan seperti itu dapat dinikmati
pekerja hanya bila pimpinan perusahaan memungkinkannya. Secara umum dapat
dikemukakan
bahwa
faktor
manajemen
produktivitas
pekerja
perusahaan,
baik
sangat
secara
berperan
langsung
dalam
melalui
peningkatan
perbaikan
pengorganisasian dan tata kerja yang memperkecil pemborosan dan keborosan
penggunaan sumber-sumber, maupun secara langsung melalui fasilitas latihan serta
perbaikan penghasilan dan jaminan sosial pekerja.
Dengan demikian berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa antara
pengaruh motivasi terhadap peningkatan produktivitas dan peningkatan efektifitas kerja
dimaksud memiliki hubungan yang positif. Dimana adanya tenaga kerja karyawan
melalui pendidikan dan latihan pastilah akan tercipta suatu peningkatan efektifitas kerja
yang optimal.
D. Pengertian Bank/ Perbankan
Terdapat berbagai definisi mengenai bank atau perbankan, namun pada
dasarnya masing-masing pendapat memiliki pengertian yang sama. Menurut Ade
Arthesa, (2006: 5) Bank adalah badan usaha yang mempunyai tugas utama
melakukan penghimpun dana dari pihak ketiga dan menyalurkan kembali ke
masyarakat. Menurut Kasmir, (2002:2) Bank adalah lembaga keuangan yang
kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan
kembali dana tersebut kemasyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya.
Kemudian, Menurut
Edia Handaman, (2006: 5) yang menyatakan bahwa bank
memiliki tugas menyalurkan dana dari pihak yang kelebihan dana (surplus) ke pihak
yang kekurangan dana (defisit).
Definisi bank yang dapat diberlakukan di negara kita adalah sesuai dengan
aturan yang ada yaitu tercantum dalam Undang-Undang Republik indonesia nomor
10 tahun 1998 tentang Perbankan dan merupakan Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992. Menurut Undang-Undang tersebut: Menurut Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998, Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kemasyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf
hidup orang banyak.
Dari definisi-definisi diatas disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga
keuangan yang kegiatannya adalah:
a.
Menghimpun
Dana
(uang)
dari
masyarakat
dalm bentuk
simpanan,
maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat penyimpan uang atau
berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang
biasanya adalah untuk keamanan uangnya, dan untuk melakukan investasi
dengan harapan bahwa akan memperoleh bunga dari hasil Simpanannya.
Secara umum jenis Simpanan yang ada di bank adalah terdiri dari simpan
Giro (Demand Deposit) Simpanan Tabungan (Seving Deposit ) dan Simpanan
Deposito (Time Deposit).
b.
Menyalurkan Dana kemasyarakat, maksudnya adalah Bank memberikan
pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Dengan
kata lain bank menyediahkan dana bagi masyarakat yang membutuhkan.
Pinjaman atau kredit yang di berikanpun dibagi dalam berbagai jenis sesuai
dengan keinginan nasabah, dan
c.
Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer),
penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing),
penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kkota dan luar negeri
(Inkaso), Letter Of Credit (LC), Safe Deposit Box (SDB), Bank Garansi, Bank
Notes, Bank Travelers Cheque dan jasa-jasa lainnya.
Sedangkan Perbankan menurut Undang-undang tersebut adalah segala sesuatu
yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara,
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Lebih lanjut dalam undangundang tersebut di jelaskan bahwa sektor perbankan memiliki posisi strategi sebagai
lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran. Peranan perbankan
nasional perlu ditingkatkan sesuai dengan fungsinya dalam menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan pembiayaan kegiatan
sektor perekonomian nasional dengan prioritas pada koperasi, usaha kecil dan
menengah (UKM), serta pada akhirnya akan memperkuat struktur perekonomian
nasional. Bank juga perlu memberikan perhatian yang lebih besar guna meningkatkan
kinerja perekonomian di wilayah operasional di tiap- tiap kantornya.
E. Kerangka Pikir
PT. Bank Papua/ Bank pembangunan Daerah Papua (BPD) Merupakan
Bank Pemerintah Daerah papua. PT. Bank Papua menjadi bank komersial yang
kuat dan unggul, kebanggaan masyarakat papua “ mencerminkan keinginan Bank
Papua untuk melakukan transformasi dari Bank Pembangunan Daerah menjadi
Bank umum. Bank Papua sebagai “Business Entity” akan dikelola dengan
pengalaman
dilapangan
yang
menunjukan
bahwa
banyak
organisasi
menyelenggarakan program pengembangan yang sangat komprehensif sekalipun
belum menjamin para karayawan dapat melaksanakan tugas dengan hasil
memuaskan. Dalam arti mereka masih memerlukan pelatihan tentang berbagai
tugas
pekerjaan
yang
dipercayakan
kepadanya.
Para
karyawan
untuk
meningkatkan kualitas kerja karyawan yang sudah berpengalamanpun selalu
memerlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta sikapnya dalam
melaksanakan pekerjaan, karena selalu ada cara yang lebih baik untuk
meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
Pengaruh peningkatan terhadap produktivitas kerja merupakan salah satu
hal yang perlu dilakukan dalam setiap organisasi atau instansi karena sikap saat
di dunia ini terjadi pembaharuan dalam segala bidang termasuk di dalam adalah
orang
yang
Pembaharuan
sudah
itu
terpengaruh
mengharuskan
dalam
kita
kualitas
untuk
di
harus
bidang
belajar
perbankan.
terus
untuk
mengembangkan diri.
Pengaruh motivasi diri di dalam suatu organisasi tidak dapat dilakukan sendiri
oleh satu individu saja tetapi harus dilakukan oleh setiap individu yang termasuk
dalam satu organisasi tersebut baik atasan maupun bawahan, karena semuanya
saling berhubungan untuk meningkatkan kinerja organisasi atau instansi tersebut.
Guna
mengembangkan serta motivasi terhadap peningkatan
diperlukan
perencanaan strategis yang baik untuk pengaruh motivasi terhadap peningkatan
produktivitas kerja karyawan secara efektif dan efisien sehingga mendapat sumber
daya manusisa yang berkualitas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Kerangka Pikir
PT. Bank Papua
Kabag.Unit Kerja
Pendidikan
Motivasi
Produktivitas Kerja
Hasil Analisis
Rekomendasi
Pelatihan
F. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang yang diajukan, maka hipotesis yang di ajukan
adalah ” Diduga bahwa motivasi berpengaruh terhadap meningkatan produktivitas
karyawan”
BAB III.
METODE PENELITIAN
A.
Lokasi Dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Bank Papua Kantor Cabang Pembantu (KCP)
Abepura yang berlokasi di Jl. Raya Sentani Abepura. (Tempat pengambilan data).
Jangka waktu penelitian mulai dari tahap persiapan sampai dengan penyusunan
Proposal penelitian ini diperkirakan kurang lebih (2) bulan.
B.
Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data dan informasi yang akurat, maka penulis menggunakan
teknik sebagai berikut:
1)
Penelitian Lapangan
a. Pengamatan (Observesi)
Dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan
terhadap proses kerja pegawai pada PT. Bank Papua KCP. Abepura
b. Wawancara (Interview)
Data yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung dengan
pihak-pihak tertentu berupa tanya jawab antara peneliti dengan responden
yang berkaitan dengan masalah pengaruh motivasi kerja karyawan,
kuliatas
kerja
melalui
pendidikan
dan
pelatihan,
komunikasi,
pendelegasian wewenang terhadap peningkatan produktivitas kerja
karyawan di PT. Bank Papua KCP. Abepura.
c.
Studi Dokumentasi
Menurut Mudjahidin Ridwan, (1992:27), studi dokumentasi yaitu suatu teknik
pengumpulan data sekunder yang tersediah pada instansi. Studi dokumentasi
yang dimaksud yaitu PT. Bank Papua serta literature-literatur dan hasil-hasil
penelitian yang terdapat di perpustakaan.
2)
Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Suatu teknik pengumpulan data melalui perpustakaan, baik berupa buku-buku
literature. Dan bahan kuliah yang relevan dengan masalah yang teliti untuk
memperoleh data yang teoritis, maka penulis mempelajari bahan-bahan bacaan dan
perpustakaan.
C.
Jenis Dan Sumber Daya
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Data Kualitatif
Data yang diperoleh dari hasil studi kepustakaan seperti buku-buku dan
literature yang ada hubungannya dengan penelitian ini serta data yang diperoleh
dari pihak perusahaan dalam bentuk informasi, baik lisan maupun tulisan dan
merupakan suatu model yang mengarah pada topik bahasan, maka jawaban
dapat diberi skor.
Selanjutnya jawaban responden dapat dibagi lima kategori penilaian yaitu :
Jawaban a, Sangat setuju mendapat skor
:
5
Jawaban b, Setuju mendapat skor
:
4
Jawaban c, Cukup setuju mendapat skor
:
3
Jawaban d, Tidak setuju mendapat skor
:
2
Jawaban e, Sangat tidak setuju mendapat skor
:
1
2. Data Kuantitatif
Data yang diperoleh dari perusahaan dalam bentuk angka-angka, seperti
berapa pengaruh motivasi kerja karyawan pada PT. Bank Papua KCP Abepura?
D. Definisi Operasional
Dalam definisi operasional peneliti akan menjelaskan pengertian terhadap
beberapa konsep yang perlu dalam menunjang penulisan ini yaitu:
1. Motivasi merupakan suatu teori umum tentang kebutuhan manusia,
(Abraham.H Maslow, 1998: 64) makaketika diterapkan kepada manusia
tertentu (dengan budaya tertentu), Ada orang tertentu yang tidak pernah
berkembang melampahui tingkatan pertama atau kedua, sedangkan ada pula
orang lain yang demikian rupa meningkatkan kebutuhan primer maupun
sekunder. Oleh kebutuhan tingkat tinggi sehingga kebutuhan-kebutuhan yang
lebih rendah tidak menarik bagi perusahan mapun dalam organisasinya
mereka. Kedua, rantai kausatif tidak selalu berlangsung dari stimuluskebutuhan-perilaku. Sekalipun Maslow dalam teorinya menyatakan bahwa
apabila seseorang tidak dapat memenuhi dua macam kebutuhannya, maka ia
lebih menginginkan pemenuhan kebutuhan yang lebih mendasar. Ternyata
tindakan-tindakannya tidak sesuai dengan keinginannya karena ideal, standar
sosial, norma, dan tugas-tugas dalam setiap organisasi yang dapat
mempengaruhi dirinya. Ketiga, suatu tindakan jarang sekali dimotivasi oleh
sebuah
kebutuhan
tunggal.
Setiap
tindakan
perusahaan
cenderung
disebabkan oleh berbagai macam kebutuhan.
2. Pengembangan sumber daya manusia adalah untuk peningkatan kualitas.
Kartadinata (1997:6) mengemukakan bahwa “pengembangan sumber daya
manusia berkualitas adalah proses kontekstual sehingga pengembangan
SDM melalui pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia yang
menguasai pengetahuan keterampilan yang cocok dengan dunia kerja pada
saat ini, melainkan juga manusia yang mampu, mau, dan siap belajar
sepanjang hidupnya.
3. Produktivitas kerja merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen.
Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini dapat diimplementasikan interaksi antara karyawan
(:pekerja) dan pelanggan yang mencakup (a) ketepatan waktu, berkaitan
dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan
pelanggan; (b) penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan
kecocokan dalam berpakaian; (c) kesopanan dan tanggapan terhadap
keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan
masalah-masalah yang diajukan pelanggan.
4. Pelatihan adalah memiliki tingkah laku tertentu terhadap atasan dalam
melaksanakan pekerjaan.
5. Pendidikan adalah merupakan suatu cara yang paling efektif dan efisien
dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia sedangkan pelatihan
adalah merupakan usaha organisasi yang sengaja dilakukan untuk
meningkatkan kinerja.
6. Persepsi pelanggan terhadap produktivitas jasa merupakan penilaian total
atas kebutuhan suatu produk yang dapat berupa barang ataupun jasa.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan sebelum membeli produk yang
akan dijadikan standars dalam menilai produktivitas produk tersebut.
7. Remunerasi adalah merupakan imbalan atau balas jasa yang diberikan
perusahaan kepada tenaga kerja sebagai akibat dari prestasi yang telah
diberikannya dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Pengertian ini
mengisyaratkan
bahwa
keberadaannya
di
dalam
suatu
organisasi
perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung
dengan pencapaian tujuan perusahaan. Remunerasi yang rendah tidak dapat
dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi
kelangsungan hidup perusahaan.
8. Peningkatan
Kerja
adalah
Kemampuan
karyawan-karyawan
dalam
menyelesaikan pekerjaan yang diukur dengan lamanya waktu kerja yang
digunakan volume kerja dengan menggunakan tenaga kerja dan fasilitas
secara cepat dan tepat.
9. Komunikasi kerja adalah suatu proses penyampaian berita yang dimaksud
agar dapat dipahami untuk mengambil keputusan dalam manajemen
10. Pendelegasian wewenang adalah agar para pekerja dapat menciptakan rasa
tanggung jawab untuk meningkatkan kemampuannya atas pekerjaan yang
dibebankan kepadanya
11. Pengetahuan adalah tata cara dalam aturan-aturan yang berkenaan dengan
pekerjaan dan pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan
kepandaian yang sesuai dengan pekerjaan sedangkan Pelatihan adalah
memiliki tingkah laku tertentu terhadap atasan dalam melaksanakan
pekerjaan.
12. Sumber daya manusia adalah merupakan unsur terpenting dalam setiap
organisasi. Keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuan dan berbagai
sasaran sangat tergantung pada unsur manusia yang mengelolanya.
13.
Efektifitas adalah Kemampuan pegawai dalam menyelesaikan
pekerjaan yang diukur dengan lamanya waktu kerja yang digunakan
volume kerja dengan menggunakan tenaga kerja dan fasilitas secara cepat
dan tepat.
E. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan objek yang
ada pada objek penelitian atau seluruh unsur dan pihak-pihak yang terlibat
langsung pada PT. Bank Papua KCP. Abepura, berjumlah 25 orang.
14. Sampel
Menurut Arikunto (1984:107), apabila subyeknya kurang dan 100 lebih
baik diambil semua sebagai sampel penelitiannya sehingga disebut sebagai
penelitian populasi. Dengan demikian berdasarkan pendapat tersebut maka
jumlah responden yang akan diwawancarai sebanyak 25 orang karyawan.
F.
Metode Analisis
Untuk memecahkan masalah pokok sekaligus untuk membuktikan hipotesis
yang diajukan dalam penulisan proposal ini, penulis menggunakan metode:
1. Analisis metode deskritif merupakan penjelasan mengenai pengaruh motivasi
terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan pada PT. Bank Papua
.KCP Abepura.
2. Dalam menganalisis secara kuantitatif untuk mengetahui variabel terikat maka
digunakan rumus regresi berganda :
Y = a + b1 x1 + b2 x2 + e
Dimana :
Y = Kinerja
a
= Konstanta
b
= Koefisien Regresi
X1 = Pendidikan
X2 = Pelatihan
e
= Standar Error
Untuk keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka
digunakan rumus korelasi sebagai berikut :
rxy
n x y
n x x n x x
2
2
2
2
(Sugiono, 1994;23)
Dimana :
„r
= Koefisien Korelasi
„n = Jumlah Sampel
Y = Kinerja
X = Diklat Struktural, Fungsional dan Teknis
Untuk mengukur nilai r antara variabel bebas dan variabel terikat,
maka dapat digunakan skala pengukuran oleh M. Iqbal Hasan (2003 :
234).
Skala Pengukuran :
0
- 0,20
: Korelasi rendah sekali
0,20
- 0,40
: Korelasi rendah tetapi ada
0,40
- 0,70
: Korelasi sedang
0,70
- 0,90 : Korelasi tinggi
0,90
- 1,00 : Korelasi sangat penting
Hakekatnya nilai r dapat bervariasi antara -1 sampai dengan 1, jika :
R = 0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel yaitu variabel
bebas (Diklat struktural) dan variabel terikat (kinerja kerja) sangat lemah
atau tidak terdapat hubungan sama sekali.
R = 1 atau mendekati 1, korelasi dikatakan positif atau sangat kuat
R = 1 atau mendekati -1, korelasi dikatakan negatif atau sangat lemah
(M. Iqbal Hasan, 2003;234)
Untuk memecahkan masalah yang ada, penulis menggunakan metode
analisa yaitu analisa regresi bergantungan.
G. Teknik Analisa Data
Teknik Analisa data yang penulis gunakan untuk memecahkan masalah
dalam penelitian ini berbentuk alat analisa kualitatif dan analisa kuantitatif.
i.
Analisa Kualitatif adalah analisa data yang dijabarkan dalam bentuk
deskriptif atau uraian-uraian dalam bentuk tabel untuk menjelaskan
berbagai informasi yang dapat dipercaya sesuai dengan masalah yang
ada.
P
F
100%
N
(Anton Dayan, 1973:13)
Dimana:
P
= Presentase
F
= Jumlah Frekwensi
N
= Total Responden
100% = Angka Konstan.
ii. Analisa Kuantitatif adalah analisa data yang dijabarkan dalam bentuk
angka (presentase), berdasarkan alat analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini. Adapun data analisa yang digunakan dalam bentuk angkaangka tabel frekwensi dengan rumus di atas.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
GAMBARAN UMUM PT. BANK PAPUA
PT. Bank Pembangunan Daerah Papua sebelum menjadi Perseroan
Terbatas bernama Bank Pembangunan Daerah Irian Jaya didirikan pada tanggal
13 April 1966 berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I
Irian Barat No. 37/GIB/1966, dan disahkan menjadi Peraturan Daerah Propinsi
Irian Barat No. 1 Tahun 1970, tanggal 23 Maret 1970, pada Lembaran Daerah
Propinsi Irian Barat No. 42 tahun 1970, kemudian sesuai Surat Keputusan Menteri
Keuangan RI No. Kep.283/DDK/II/1972 tanggal 15 Juli 1972 tentang pemberian ijin
usaha Bank Pembangunan Daerah Irian Barat berkependudukan di Jayapura
melaksanakan operasional sebagaimana Bank Umum lainnya dengan modal
dasar pertama kali ditetapkan sebesar Rp. 4.000.000,Selanjutnya telah beberapa kali terjadi perubahan Peraturan Daerah dan
yang terakhir Perda Nomor 7 tahun 1996 terdapat perubahan modal dasar bank
menjadi Rp. 50 Milyar. Kemudian Keputusan RUPS Nomor : 05/SK/RUPSBPD/XII/2000
telah
diputuskan
untuk
mengubah
bentuk
hukum
Bank
Pembangunan Daerah Irian Jaya dari Perusahaan Daerah (PD) menjadi
Perseroan Terbatas (PT) dan disetujui perubahan modal dasar bank menjadi Rp.
150 Milyar hasil RUPS yang diselenggarakan pada tanggal 17 Juni 2001.
Perubahan menjadi Perseroan Terbatas (PT) ini selanjutnya dituangkan
dalam Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2002 tanggal 21 Mei 2002 tanggal 21 Mei
2002 tentang Bank Pembangunan Daerah Papua dan telah diundangkan dalam
Lembaran Daerah Propinsi Nomor 23 tahun 2002, Akta Pendirian Perseroan
Terbatas di hadapan Notaris Maryantie Simanjuntak, SH Nomor 2 tanggal 03
September 2003 dan telah disahkan Menteri Kehakiman dan HAM Republik
Indonesia Nomor : C-13031 HT. 01.01 TH 2002 tanggal nomor : 61 tanggal 30 Juli
2002 dan telah mendapat persetujuan Deputi Gubernur Bank Indonesia No.
4/147/KEP.Dp.6/2002. Rapat Umum Pemegang Saham tanggal 17 Juni 2003
diputuskan modal dasar PT. Bank Pembangunan Daerah Papua meningkatkan
menjadi sebesar Rp. 100, Milyar hingga saat ini.
B. VISI DAN MISI PT BANK PAPUA
Dalam perkembangan dunia usaha akan memiliki suatu tujuan atau yang
disebut dengan visi dan misi untuk mengukur laba di masa yang akan datang, atas
dasar tersebut PT. Bank Papua memiliki visi dan misi.
Adapun visi dan misi yang dimiliki oleh PT.Bank Papua:
1. Visi
“Menjadi bank komersial yang kuat dan unggul, kebanggaan masyarakat Papua”.
“Menjadi”
Mencerminkan keinginan Bank Papua untuk melakukan transformasi dari
Bank pembangunan daerah menjadi bank umum.
”Bank Komersial”
Bank Papua sebagai”business entity” akan dikelola secara profesional
dengan
memperhatikan
prinsip-prinsip
komersial
sehingga
dapat
menghasilkan laba yang optimal dan memberikan nilai kepada pemegang
sahamnya melalui Deviden. Bank Papua akan melayani nasabah individu,
UKMK (Usaha Kecil Menengah dan Koperasi) serta koperasi termasuk
pemerintah daerah.
”Kuat”
Mewujudkan sebagai bank yang sehat memiliki kinerja yang baik dan
memiliki daya tahan terhadap ancaman, baik dari luar maupun dalam
sehingga
dapat
menjalankan
operasional
perbankan
secara
berkelanjutan.
Dalam menjalankan operasional perbankan, Bank Papua akan selalu
mengacu kepada prinsip kehati-hatian, mentaati regulasi perbankan
dan aturan yang ditetapkan Bank Indonesia serta melaksanakan
prinsip dan praktek Good Corporate Governance (GCG).
”Unggul”
Bank Papua akan dikelola secara profesional dengan dukungan
Sumber Daya Manusia (SDM) dan teknologi yang tepat dan handal.
Bank Papua akan mempertahankan posisi sebagai Bank Papua
terbesar di Papua
Bank Papua akan memberikan produk dengan layanan prima lebih
baik dari pesaing.
”Kebanggaan”
Menjadi mitra nasabah dan masyarakat dalam mencapai tujuannya,
sehingga menimbulkan kebanggaan masyarakat terhadap Bank
Papua.
Memiliki nilai budaya perusahaan yang mengakar pada nilai dan
budaya setempat (lokal).
”Masyarakat Papua”
Adalah masyarakat yang memiliki ikatan ekonomi, sosial budaya dan
demografi terhadap Papua, baik yang berada di dalam maupun di luar
wilayah geografis Papua.
Di tahun 2005, PT. Bank Papua memiliki Landasan Bisnis Jasa Perbankan yang
kuat, terpecaya dan berkinerja tinggi bagi terwujudnya percepat pembangunan
dan perekonomian daerah.
2. Misi
Misi Bank Papua adalah :
a) Menyediakan produk perbankan yang bersaing bagi nasabah individual,
UKMK dan korporasi dalam rangka memperoleh alba yang optimal.
b) Mengelola dana pemerintah daerah dan masyarakat
c) Mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangun daerah Papua
d) Melaksanakan operasional perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian
dengan dukungan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal, organisasi
yang kuat dan teknologi yang tepat.
e) Memberikan pelayanan prima dan kepuasan kepada nasabah
f) Membangun citra perusahaan yang berakar dari nilai-nilai budaya setempat
dalam rangka menjadi Bank pilihan masyarakat Papua.
Mendorong pertumbuhan perekonomian dan pengembangan dalam rangka
meningkatkan pendapatan asli daerah.
Penyedia jasa – jasa perbankan yang dibutuhkan masyarakat.
Pendorong program percepat pembangunan dan perekonomian daerah.
Infrastruktur finasial bagi pemerataan dan stabilitas pembangunan.
Pengelola dana pemerintah daerah dan masyarakat.
C.
STRUKTUR ORGANISASI
Direktur Utama
Direktur Peng.
Korporat
Direktur Operasi
Bisnis
Divisi Peren
& Keuangan
Divisi
Bisnis
Treasury
Cab. tama/
Cabang
Direktur
Kepatuhan
Divisi
Pengemb.
Divisi SDM
& Umum
SKAI
Dep. Perenc.
Perusahaan
Dep.
Retail
Dep.
ALMA
Dep.Pemas.
& Pengem.
Jaringan
Dep.
Diklat
Dep.Manj
. Resiko
Dep. Keuangan
&
Akuntansi
Dep.Kor
porat
Dep.Forex &
Pasar Uang
Dep.Pengem.
Produk, Jasa
& Layanan
Dep.Pengem.
Organisasi
& SDM
Dep.Kep
atuhan
Dep.Tek.
Informasi
Departemen
. Umum
Dep.
Investasi
Dep.Sek.
Perusahaan
Hukum
Sumber : PT. Bank Papua Kantor Cabang Utama
Auditor
Cab. A
Auditor
Cab. B
1.
Tugas Pokok
a. Budaya Kerja Bank Papua
Dalam upaya pencapaian visi Perusahaan “Menjadi bank komersial
yang kuat dan unggul kebanggaan masyarakat Papua” maka pada tanggal
13 April 2006 bertepatan dengan ulang tahun Bank Papua ke 40 telah di
launchingkan budaya kerja bank Papua yaitu “berpikir, bertindak secara
bisnis” yang memiliki makna :”memikirkan dan melakukan setiap tindakan
profesional yang memberikan nilai tambah kepada semua pihak yang
terkait dengan Bank Papua”.
b. Budaya kerja bank Papua didasarkan kepada nilai – nilai :
1. Melayani, pelayanan yang tulus kepada setiap orang dengan cepat,
tepat dan efektif yang dilakukan oleh semua unit kerja dan insan bank
Papua secara terus menerus guna kepuasan semua pihak terkait.
2. Efisien; melakukan setiap tindakan secara terencana, dilandasi dengan
kejujuran untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi perusahaan.
3. Responsif; tanggap terhadap perubahan, memberikan solusi cepat dan
tepat serta peka terhadap situasi internal dan eksternal yang
berhubungan dengan perusahaan.
4. Kewirausahaan; jiwa wirausaha yang sudah melekat dalam pribadipribadi seorang pegawai yang mampu menangkap, mengembangkan
dan menciptakan peluang guna menghasilkan nilai tambah ekonomis
bagi perusahaan.
5. Asas manfaat; menetapkan skala prioritas dan melaksanakannya
dengan memanfaatkan sumber daya perusahaan jangka pendek dan
jangka panjang untuk kepentingan perusahaan.
6. Resiko yang diperhitungkan; setiap tindakan harus memberikan nilai
tambah bagi perusahaan dengan memperhitungkan resiko.
Kerja sama; tindakan yang dilakukan bersama-sama oleh insan Bank
Papua (dengan memanfaatkan perbedaan dan kemajemukan) untuk
mencapai kinerja perusahaan yang optimal.
c. Program pelatihan karyawan didasarkan pelayanan komisaris:
Program Pelatihan dalam Rangka Meningkatkan Kompetensi
Direksi
1. Kepada anggota Direksi yang baru ditunjuk wajib diberikan program
pengenalan berupa :
a. Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance berikut
kode etik bank Papua.
b. Gambaran mengenai Bank Papua, tujuan, sifat dan ruang lingkup
kegiatan usaha, kinerja keuangan dan operasi, strategi, rencana
usaha jangka pendek dan panjang, posisi kompetitif resiko-resiko
yang utama dan masalah strategi lainnya.
c. Keterangan mengenai kewenangan yang didelegasikan, audit
internal dan eksternal, sistem dan kebijakan pengendalian
internal dan komite-komite yang telah dibentuk.
d. Tugas dan tanggung jawab komisaris dan direksi yang tertuang
dalam buku pedoman kerja
D. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam suatu organisasi/instansi baik swasta maupun pemerintah
keberadaan sumber daya manusia adalah sangat penting. Oleh karena itu
upaya-upaya untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas
tinggi sangat diperlukan.
Salah satu upaya dalam pengembangan sumber daya manusia adalah
melalui pendidikan dan pelatihan yang mengikut sertakan para karyawan pada
PT. Bank Papua KCP Abepura.
Untuk mengetahui pengembangan sumber daya manusia pada PT Bank
Papua KCP Abepura, dapat dilihat pada berikut :
Tabel 4.1
Tanggapan Tentang Pemberian Kesempatan
Kepada Staf Untuk Berpikir Sendiri.
1. Pendidikan dan Pelatihan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
24
47,06
2
Kadang-Kadang
9
17,65
3
Tidak Pernah
18
35,39
51
100,00
Jumlah
Dari data Tabel 4.1 tentang frekuensi responden menurut pemberian
kesempatan kepada staf untuk berpikir sendiri tercatat sebanyak 24 responden
atau 47,06% sebagian besar responden diberi kesempatan untuk berpikir
sendiri. Sedangkan 17,65% sebagian kecil responden tidak demikian,
sementara itu 35,29% responden sisanya menyatakan tidak pernah diberikan
kesempatan kepada staf berpikir sendiri di dalam melaksanakan pekerjaan.
Tabel 4.2
Frekuensi Responden Menurut Adanya Inisiatif
dalam Pengambilan Keputusan
No
Kategori
Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
25
49,02
2
Kadang-Kadang
17
33,33
3
Tidak Pernah
9
17,37
Jumlah
51
100,00
Dari tabel 4.2 memperlihatkan 49.02% responden memiliki inisiatif
dalam pengambilan keputusan, sedang 33,33% sebagian besar responden
memiliki inisiatif dimaksud. Sementara itu 17,37% responden sisanya
menyatakan tidak pernah memiliki inisiatif dalam pengambilan keputusan.
Tabel 4.3
Frekuensi Responden Menurut Adanya Pemberian Perhatian
Untuk Kemauan Pegawai
No
Kategori Jawaban
1
Sering Kali
22
43,14
2
Kadang-Kadang
13
25,49
3
Tidak Pernah
16
31,37
51
100,00
Jumlah
Frekuensi (N)
%
Dari tabel 4.3 diatas tercatat 43,14 sebagian besar responden
menyatakan bahwa pemberian perhatian untuk kemajuan pegawai, sedang
25,49% responden menyatakan bahwa pemberian perhatian untuk kemajuan
pegawai itu hanya kadang-kadang saja. Sementara itu 31,37% responden
sisanya menyatakan tidak pernah diperhatikan.
Tabel 4.4
Frekuensi Responden Menurut Membimbing Bawahan
Kearah Perbaikan.
No
Kategori
Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
29
56,86
2
Kadang-Kadang
20
39,22
3
Tidak Pernah
2
3,92
51
100,00
Jumlah
Dari tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa 56,86% sebagian besar
responden menyatakan kegiatan membimbing bawahan ke arah kemajuan
sering kali melakukan, sedang 39,22% sebagian kecil responden menyatakan
kegiatan membimbing bawahan ke arah kemajuan itu hanya kadang-kadang
dilakukan. Sementara itu 3,92% sisanya menyatakan bahwa kegiatan tersebut
diatas tidak pernah dilakukan.
Tabel 4.5
Frekuensi Responden Menurut Adanya Komunikasi
Antara Atasan dan Bawahan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
35
68,63
2
Kadang-Kadang
14
27,45
3
Tidak Pernah
2
3,92
51
100,00
Jumlah
Dari data Tabel 4.5 diatas tercatat bahwa 56,86% sebagian besar
responden menyatakan ada komunikasi antara atasan dan bawahan.
sedangkan 27,45% sebagian responden mengakui hanya kadang-kadang saja
terjadi komunikasi antara atasan dan bawahan. Sementara itu 3,92% sisanya
menyatakan bahwa tidak ada komunikasi antara atasan dan bawahan.
Tabel 4.6
Frekuensi Responden Menurut Adanya Komunikasi Kaitannya
Dengan Pengambilan Keputusan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
37
72,55
2
Kadang-Kadang
11
21,57
3
Tidak Pernah
3
5,88
Jumlah
51
100,00
Dari tabel 4.6 diatas memperlihatkan bahwa 72,55% responden
mengakui adanya komunikasi kaitannya dengan pengambilan keputusan,
sedang 21,57% sebagian kecil responden menyatakan hanya kadang-kadang
saja dilakukan komunikasi dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan.
Sementara itu 5,88% responden sisanya menyatakan bahwa kegiatan
dimaksud tidak pernah dilakukan.
Tabel 4.7
Frekuensi Responden Menurut Adanya Komunikasi
Sebagai Pengendali Perilaku
No
Kategori Jawaban Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
31
60,78
2
Kadang-Kadang
18
35,29
3
Tidak Pernah
2
3,93
Jumlah
51
100,00
Dari tabel 4.7 tersebut diatas tercatat 60,78% sebagian besar
responden menyatakan adanya komunikasi sebagai pengendali perilaku.
Sedang 35,29% sebagian kecil responden menyatakan hanya kadang-kadang
saja dilakukan kegiatan tersebut. Sementara itu 3,93% responden sisanya
menyatakan bahwa tidak pernah dilakukan komunikasi sebagai pengendali
perilaku.
Pendelegasian
pekerjaan,
membuat
yang
baik
memerlukan
ketentuan-ketentuan
penetapan
tugas
secara
batas-batas
tertulis
dan
memberikan dorongan motivasi kepada para pegawai/stafnya. Data tentang
hal-hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.8
Frekuensi Responden Menurut Penetapan Batas-Batas
No Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
31
60,78
2
Kadang-Kadang
18
35,29
3
Tidak Pernah
2
3,93
51
100,00
Jumlah
Pekerjaan
Dari tabel 4.8 tersebut diatas memperlihatkan bahwa 37,25% sebagian
besar responden menyatakan bahwa ada penetapan batas-batas pekerjaan,
25,49% sebagian kecil responden menyatakan kadang-kadang dilakukan
penetapan bats-batas pekerjaan. Sementara itu 3 7,25% sebagian besar
responden juga menyatakan tidak pernah dilakukan penetapan batas-batas
pekerjaan.
Tabel 4.9
Responden Secara Tertulis
Menurut Ketentuan-Ketentuan Tugas
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
27
52,94
2
Kadang-Kadang
22
43,13
3
Tidak Pernah
2
3,93
Jumlah
51
100,00
Dari Tabel 4.9 tentang frekuensi responden menurut ketentuanketentuan tugas secara tertulis tercatat 52,94% sebagian besar responden
menyatakan sering kali dibuat ketentuan-ketentuan tugas secara tertulis.
Sedang 43,13% sebagian kecil responden menyatakan hanya kadang-kadang
dibuat melakukan hal itu. Sementara itu 3,93% responden sisanya menyatakan
bahwa belum pernah dilakukan hal itu.
Tabel 4.10
Frekuensi Responden Menurut Adanya Dorongan (Motivasi)
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
35
68,63
2
Kadang-Kadang
13
25,63
3
Tidak Pernah
3
5,88
51
100,00
Jumlah
Pada Tabel 4.10 tersebut diatas tercatat 68,63 % sebagian besar
responden menyatakan bahwa ada pemberian dorongan motivasi kepada
bawahan. Sedang 25,49 % sebagian kecil responden sisanya menyatakan
pemberian motivasi itu hanya kadang-kadang saja. Sementara itu 5,88 %
responden sisanya menyatakan bahwa atasan tidak pernah memberikan
motivasi kepada para bawahan.
4.2 Efektifitas Kerja
Tujuan dan perusahaan/organisasi akan dapat tercapai dengan baik
apabila, pegawai dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Untuk itu
diperlukan usaha-usaha yang ditujukan untuk memperbaiki dan meningkatkan
efektifitas kerja. Perbaikan efektifitas kerja tersebut dapat dilakukan dengan
cara memperbaiki pengetahuan pegawai, keterampilan pegawai maupun sikap
pegawai itu sendiri terhadap tugas-tugasnya, yang dapat dikemukakan sebagai
berikut:
B. Pengetahuan Karyawan
Pengetahuan pegawai akan pelaksanaan tugas atau pengetahuan
umum yang mempengaruhi pelaksanaan tugas sangat menentukan berhasil
tidaknya tugas dengan baik. Bahasan tentang pengetahuan pegawai untuk
menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut dapat dilihat pada
tabel 4.11. berikut ini :
Tabel 4.11
Frekuensi Responden Menurut Adanya Pengetahuan
Tentang tata cara, Ketentuan dan Peraturan Lainnya
yang Menyangkut Pekerjaan
No
Kategori Jawaban
1
Sering Kali
2
Kadang-
%
34
66,66
14
27,46
Tidak Pernah
3
5,88
Jumlah
51
100,00
Kadang
3
Frekuensi (N)
Data tabel 4.11 tentang frekuensi responden menurut adanya
pengetahuan tentang tata cara tercatat 66,66% sebagian besar responden
menyatakan ada pengetahuan tentang tata, ketentuan dan peraturan
lainnya yang menyangkut pekerjaan. Sedangkan 27,46% sebagian kecil
responden menyatakan kadang-kadang ada pengetahuan tentang tata
cara, ketentuan dan peraturan lainnya. Sementara itu, 5,88% responden
sisanya menyatakan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan tentang
tata cara, ketentuan dan peraturan lainnya yang menyangkut pekerjaan.
Tabel 4.12
Frekuensi Responden Menurut Adanya Pengetahuan
Tentang Hal-Hal Yang Berhubungan Dengan Pekerjaan
Kategori
No
Jawab
an
1
Sering
Kali
2
Frekuensi
%
(N)
14
27,45
24
47,06
13
25,49
51
100,00
KadangKadan
g
3
Tidak
Perna
h
Jumlah
Sumber data : Diolah dari Data Primer, 2008
Dari data tabel 4.12 diatas tentang frekuensi responden menurut
adanya pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan
tercatat 27,45% sebagian kecil responden menyatakan bahwa mereka
memiliki
pengetahuan
tentang
hal-hal
yang
berhubungan
dengan
pekerjaan. 47,66% sebagian besar responden mengakui hanya kadangkadang saja memiliki pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan
dengan pekerjaan. Sedangkan 5,88% responden sisanya tidak memiliki
pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan.
Tabel 4.13
Frekuensi
Responden
Menurut
Adanya
Pengetahuan
Tentang
Keistimewaan Pribadi Atasan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
38
74,50
2
Kadang-Kadang
5
9,82
3
Tidak Pernah
8
15,68
51
100,00
Jumlah
Pada 4.13 diatas memperlihatkan bahwa 74,50% sebagian besar
responden menyatakan adanya pengetahuan tentang keistimewaan pribadi
atasan. Sedang 9,82% responden menyatakan hanya kadang-kadang ada
pengetahuan tentang keistimewaan atasan.
Sementara itu 15,68%
responden sisanya menyatakan bahwa tidak ada pengetahuan tentang
keistimewaan atasan.
C. Keterampilan Karyawan
Keterampilan dalam hal melaksanakan pekerjaan dengan cepat dan
tepat sangat menentukan prestasi kerja pegawai yang bersangkutan.
Kemampuan
demikian
itu
dapat
dimiliki
oleh
seseorang
melalui
pengalaman. pengetahuan dan bakat. dan tentang ketiga aspek tersebut
ditampilkan pada tabel-tabel berikut ini:
Tabel 4.14. Frekuensi Responden Menurut Adanya Pengalaman
Dalam
Melaksanakan
Pekerjaan
tercatat
74,50%
sebagian
besar
responden yang menyatakan ada pengalaman di dalam melaksanakan
pekerjaan. Sedangkan 9,85% sebagian kecil responden menyatakan hanya
kadang-kadang
ada
pengalaman
dalam
melaksanakan
pekerjaan.
Sementara 15,68% responden sisanya menyatakan tidak ada pengalaman
dalam melaksanakan pekerjaan:
Tabel. 4.14
Frekuensi Responden Menurut Adanya Pengalaman
Dalam Melaksanakan Pekerjaan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
28
54,90
2
Kadang-Kadang
9
17,65
3
Tidak Pernah
14
27,45
Jumlah
51
100,00
Dari
tabel
4.14
diatas
tentang
adanya
pengalaman
dalam
melaksanakan pekerjaan tercatat 54,90% sebagian besar responden yang
menyatakan ada pengalaman di dalam melaksanakan pekerjaan. Sedang
sebagian
kecil
responden
menyatakan
hanya
kadang-kadang
ada
pengalaman dalam melaksanakan pekerjaan. Sementara itu 27,45%
responden
sisanya
menyatakan
tidak
ada
pengalaman
dalam
melaksanakan pekerjaan.
Tabel 4.15
Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan
Dalam Melaksanakan Pekerjaan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
31
60,78
2
Kadang-Kadang
15
29,42
3
Tidak Pernah
5
9,80
Jumlah
51
100,00
Dari tabel 4.15 diatas tercatat 60,78% sebagian besar responden
menyatakan ada pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan. Sedang
29,42%
sebagian
kecil
responden
menyatakan
kadang-kadang
ada
pengetahuan dalam melaksanakan tugas. Sementara itu 27,45% responden
sisanya menyatakan tidak ada pengetahuan dalam melaksanakan tugas.
Tabel 4.16
Responden Menurut Adanya Bakat
Dalam Melaksanakan Pekerjaan
No
Kategori Jawaban
Frekuensi (N)
%
1
Sering Kali
4
7,84
2
Kadang-Kadang
17
33,33
3
Tidak Pernah
30
58,83
Jumlah
51
100,00
Data tabel 4.16 diatas memperlihatkan bahwa 7,84% sebagian kecil
responden
menyatakan
ada
bakat
dalam
melaksanakan
pekerjaan.
Sedangkan 33,33% sebagian besar responden menyatakan kadang-kadang
memiliki bakat dalam melaksanakan pekerjaan. Sementara itu 58,83%
responden sisanya menyatakan tidak memiliki bakat dalam melaksanakan
pekerjaan.
4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pada PT. Bank Papua KCP Abepura.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan sumber daya
manusia yaitu:
1. Pendidikan dan pelatihan, tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang ikut
mempengaruhi sumber daya manusianya, dipilih atau diangkatnya menjadi
pemimpin sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuannya, karena pola
pikir dan konsep-konsep yang disusunnya lebih banyak ditentukan oleh
faktor kecerdasannya.
2. Kematangan sosial dan situasi sosial. Pada umumnya dalam melakukan
interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang
pemimpin dalam hal ini Kepala PT. Bank Papua untuk mencapai
keberhasilan perlu memiliki emosi yang matang dan stabil serta tidak
mudah panik atau goyah di dalam mempertahankan pendirian yang diyakini
kebenarannya.
3. Adanya dorongan dan dalam yang kuat dan keinginan untuk berhasil.
pengembangan sumber daya manusia di PT Bank Papua di dalam
memimpin para pegawainya senantiasa terdorong untuk memberikan
motivasi atau semangat agar program-program kerja yang telah disusun
dapat dicapai, oleh pihak PT. Bank Papua.
4. Sikap hubungan antara manusia yang dimiliki, hubungan kerja PT. Bank
Papua dengan para pegawai pada kantor tersebut cukup baik. Sikap
hubungan yang baik kepada para karyawan PT. Bank Papua dengan para
pegawai berdampak positif terhadap adanya dukungan atau partisipasi
terhadap pimpinannya.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian dan membahas permasalahan yang ada,
akhirnya penulis mencoba mengambil kesimpulan dan membuat saran-saran
yang kemungkinan dapat digunakan oleh perusahaan. Adapun kesimpulan
yang diperoleh adalah:
1. Secara umum pengaruh motivasi manajemen sumber daya manusia
dilingkungan PT. Bank Papua KCP. Abepura dalam meningkatkan
efektifitas kinerja pegawainya, cukup maksimal dilakukan.
2. Faktor-faktor atau hambatan yang dialami oleh manajemen sumber daya
seperti
kurangnya perhatian dari
kualitas sumber daya manusia dan
manajemen terhadap peningkatan
sarana
untuk mendukung aktifitas
operasional dalam meningkatkan efektifitas kerja pegawai Bank Papua
merupakan tantangan tersendiri yang dihadapi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil studi, beberapa hal yang dapat direkomendasikan
kepada manajemen perusahaan dalam rangka lebih meningkatkan motivasi
kerja serta manajemen sumber daya manusia dapat dijelaskan berikut :
1. Manajemen perlu memperhatikan hambatan-hambatan dan kekurangankekurangan yang dihadapi oleh karyawan-karyawan berkaitan dengan
tugas dan kewajibannya.
2. Perlu diadakan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan kualitas kerja
karyawan di PT. Bank Papua KCP. Abepura agar mampu bekerja secara
profesional di bidangnya sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh
perusahaan.
3. Perlu memberikan mandat kepada bawahannya, dalam
dorongan,
moril,
material
serta
finalsialnya
agar
motivasi,
karyawan
dapat
meningkatkan stamina, skiil dalam mengambil kebijakan dalam tugas dan
tanggung jawabnya dibidang masing-masing. Terhadap produktivitas kerja
karyawan di PT.Bank Papua KCP. Abepura.
DAFTAR PUSTAKA
Koloner Kal. (Purn) susilo martoyo, S.E.Bambang Tri. 1996. Manajemen Sumber
Daya Manusia. (Jakarta : IPWI. Edisi 4)
Hasibuan Malayu, 2001. Motivasi Manajemen Dalam Perusahaan Terhadap
Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta
Kantadinata, Sonaryo, 1997, Pendidikan dan Pengembangan SDM Bermutu
Memasuki Abad XXI. Makalah Konvensi, Purwokerto.
Payaman J. Simanjuntak .Edisi 2001. Pengantar Ekonomi Sumber
Daya
Manusia (Jakarta: lembaga penerbit fakultas ekonomi indonesia)
Mangkuprawira, Rb. Sjafri, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik.
(Jakarta : Ghalia Indonesia)
Marzuki, 1986. Metode Penelitian Riset. BPPE-UH, Yogyakarta
Moenir, A.S. 1998. Kepemimpinan Kerja Peranan, Teknik dan keberhasilannya,
Bina Aksara, Jakarta.
Ndraha Taliziduhu, 1999. Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta :
Rineka Cipta).
Notoatmodjo, 2003. Pengembangan SDM. Rineka Cipta, Jakarta
Papua Post, 2003, Tajuk, Jayapura
Rivai Veithzat, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Siagian, Sondong, 1995. Teori Pengembangan Organisasi (Jakarta : Sinar Bumi
Aksara).
Siagian, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.