Academia.eduAcademia.edu

AL-HADITS KELOMPOK 6.PDF

AL-HADITS PEMBAGIAN HADITS BERDASARKAN KUALITAS DAN KUANTITAS RAWI DOSEN PENGAMPU: Dr. H. M. ROZALI, MA DISUSUN OLEH: KHAIRUN NISA’ NIM 0304181024 RIZKI ANANDA PUTRI NIM 0304181048 SAUDIN HAMDANI NIM 0304183220 FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN TA 2018-2019 KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum warohmatullahi wabarokatuh, Alhamdulillah puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah matakuliah Al-Hadist yang berjudul “ulumul hadist dan sejarah perkembangannya”. Kami ucapkan rasa terimakasih kepada bapak Dr. H. Rozali, MA selaku dosen pengampu. Karena dengan adanya tugas ini mampu menambah ilmu serta wawasan khususnya bagi penulis. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna. oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini memberikan informasi dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu-ilmu pengetahuan bagi kita semua. Wassal’amualaikum warohmatullahi wabarokatuh Medan, 27 April 2019 Penulis i DAFTAR ISI Kata Pengantar ..............................................................................................................i Daftar Isi .......................................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ................................................................................................iii B. Rumusan Masalah ...........................................................................................iii C. Tujuan Masalah ...............................................................................................iii BAB II PEMBAHASAN A. Pembagian hadist berdasarkan kuantitas perawi ..............................................1 B. Pembagian hadist berdasarkan kualitas perawi ................................................8 BAB III PENUTUP A. Simpulan .........................................................................................................13 B. Saran ...............................................................................................................13 Daftar Pustaka .............................................................................................................14 ii BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan banyak bermunculan penelitian tentang kajian keilmuan islam, terutama dalam ilmu hadits. Banyak sekali pembahasan dalam ilmu hadits yang sangat menarik dan sangat penting untuk di bahas terutama masalah ilmu hadits. Sebagian orang bingung melihat jumlah pembagian hadits yang banyak dan beragam. Tetapi kemudian kebingungan itu menjadi hilang setelah melihat pembagian hadits yang ternyata dilihat dari berbagai tinjauan dan berbagai segi pandangan, bukan hanya segi pandangan saja. Misalnya, hadits ditinjau dari segi kuantitas jumlah perawinya, hadits ditinjau dari segi kualitas sanad dan matan. Untuk mengungkapkan tinjauan pembagian hadits maka pada pembahasan ini hanya akan membahas pembagian hadits dari segi kuantitas dan segi kualitas saja. B. Rumusan Masalah 1. Apa saja pembagian hadits dari segi kuantitas perawi ? 2. Apa saja pembagian hadits dari segi kualitas perawi ? C. Tujuan Rumusan Masalah 1. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kuantitas perawi 2. Untuk mengetahui pembagian hadist dari segi kualitas perawi iii BAB II PEMBAHASAN A. Pembagian Hadist dari segi Kuantitas Perawi Para ulama hadits berbeda pendapat tentang pembagian hadits ditinjau dari aspek kuantitas atau jumlah perawi yang menjadi sumber berita. Diantara mereka ada yang mengelompokkan menjadi tiga bagian, yakni hadits mutawatir, masyhur, dan ahad. Ada juga yang membaginya menjadi dua, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. Ulama golongan pertama, menjadikan hadits masyhur sebagai berdiri sendiri, tidak termasuk ke dalam hadits ahad, ini dikatakan oleh sebagian ulama ushul seperti diantaranya, Abu Bakar Al-Jashshash (305-370 H). Sedangkan ulama golongan kedua diikuti oleh sebagian besar ulama ushul (ushuliyyun) dan ulama kalam (mutakallimun). Menurut mereka, hadits masyhur bukan hadits yang berdiri sendiri, akan tetapi hanya merupakan bagian hadist ahad. Mereka membagi hadits ke dalam dua bagian, yakni hadits mutawatir dan hadits ahad. 1. Hadits Mutawatir Mutawatir secara etimologi berasal dari kata tawatara yang berarti beruntun, atau mutatabi , yakni beriring-iringan anatar satu dengan lainnya tanpa ada jarak. Sedangkan secara terminologi mutawatir adalah hadits yang di riwayatkan oleh orang banyak yang terhindar dari kesepakatan mereka untuk berdusta sejak awal sanad sampai akhir sanad dengan didasarkan pada panca indra.1 Benpani, “Pembagian Hadits dari Segi Segi Kuantitas dan Kualitas Hadits”, diakses dari: http://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/92-2/ 1 1 Syarat- Syarat Hadits Mutawatir 1. Hadis mutawatir harus diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi yang membawa keyakinan bahwa mereka itu tidak sepakat untuk berbohong.2 2. Berdasarkan tanggapan panca indra, yakni bahwa berita yang mereka samapikan harus benar-benar merupakan hasil pendengaran atau penglihatan sendiri. 3. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat pertama maupun thabaqat berikutnya. Pembagian Hadits Mutawatir 1. Hadits Mutawatir Lafdzi adalah mutawatir dengan susunan redaksi yang persis sama. Contoh : ‫ي ُمت َ َع ّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ُء َمقْ َعدَهُ َمنَ النَار‬ َ ‫ب‬ َ ّ‫َم ْن َكذ‬ ّ َ‫عل‬ Artinya : “siapa yang berdusta terhadapku, maka hendaklah dia menduduki tempat duduknya dalam neraka”. Hadits tersebut menurut keterangan Abu Bakar al-Bazzar, diriwayatkan oleh empat puluh orang sahabat, bahkan menurut keterangan ulama lain, ada enam puluh orang sahabat, Rasul meriwayatkan hadits itu dengan redaksi yang sama. Zainal Abidin, “Tafsir Al-Quran Hadits”, diakses dari: http://tafsiralquranhadis.blogspot.com/2010/07/hadis-mutawatir.html 2 2 Hadits Mutawatir Maknawi adalah hadits mutawatir dengan makna umum yang sama, Walaupun berbeda redaksinya dan berbeda perincian maknanya. Contoh : Hadits yang menetapkan jumlah rakaat bagi shalat magrib 3 rakaat, karena seluruh periwayatan dalam hal ini menetapkan bahwa shalat magrib 3 rakaat, baik yang diriwayatkan saat Nabi saw shalat magrib di Madinah atau di Makkah, ataupun safar (dalam perjalanan) dan bermukim, lain lagi ada riwayat bahwa para sahabat melakukan shalat magrib 3 rakaat yang diketahui Nabi SAW.2 2. Hadits Mutawatir ‘Amali adalah hadits mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasullullah SAW , yang disaksikan dan ditiru tanpa perbedaan oleh orang banyak, untuk kemudian juga dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh orang banyak pada generasi-generasi berikutnya. Contoh : hadits hadits tentang sholat, tentang jumlah rakaat shalat wajib, adamya sholat I’ed, adanya sholat jenazah, dll. Kedudukan Hadits Mutawatir Hadits hadits yang termasuk kelompok hadits mutawatir adalah hadits hadits yang pasti (qath’I atau maqthu’) berasal dari Rasullullah SAW. Para ulama menegaskan bahwa hadits mutawatir membuahkan ‘ilm qath’i (pengetahuan yang pasti), yakni pengetahuan yang pasti bahwa perkataan, perbuatan atau persetujuan berasal dari Rasullulah SAW. Kedudukan hadits mutawatir sebagai sumber ajaran islam sama sama hal nya dengan menolak kedudukan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah. Kedudukan hadits mutawatir sebagai sumber ajaran islam lebih tinggi dari kedudukan hadits ahad.3 3 Mudasir, Ilmu Hadis, hal. 113-123. 3 2. Hadits Masyhur dan Hadits Ahad Hadits Ahad Ahd menurut bahsasa adalah kata jamak dari wahid atau ahad. Bila wahid atau ahad berarti satu, maka ahad sebagai jamaknya., berarti satu-satu. Sednagkan menurut istilah adalah hadits ahad meupakan hadits yang para rawinya tidak mencapai jumlah rawi hadits mtawatir, baik rawinya itu satu, dua, tiga, empat, limaatau seterusnya, tetapi jumlah nya tidak member pengertian bahwa hadits dengan jumlah rawi tersebut masuk dalam kelompok hadits mutawatir, atau dengan kata lain hadits ahad adalah hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir. Pembagian Hadits Ahad 1. Hadits Masyhur Menurut bahasa, masyhur berarti “sesuatu yang sudah tersebar dan popular”. Sedangkan menurut istilah ada beberapa definisi, antara lain : ‫ص َحابَ ِه َوم ِْن بَ ْع ِد ِه ْم‬ َّ ‫عدَد ٌ ال يَ ْبلُ ُغ َحدَّ ت ََـواتِر بَ ْعدَ ال‬ َّ ‫ار َواهُ مِنَ ال‬ َ ‫ص َحابَ ِه‬ َ َ ‫مـ‬ “Hadits yang diriwayatkan dari sahabat tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkatan mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang yang setelah mereka.” Hadits masyhur ada yang berstatus shahih, hasan dan dhaif. Hadits masyhur yang berstatus shahih adalah yang memenuhi syarat-syarat hadits shahih baik sanad maupun matannya. 4 Seperti hadits ibnu Umar: ‫اِذَا َجا َءكُ ُم اْل ُج ْم َعهُ فَ ْل َي ْغس ِْل‬ “Barang siapa yang hendak pergi melaksanakan shalat jumat hendaklah ia mandi.” Sedangkan hadits masyhur yang berstatus hasan adalah hadits yang memenuhi ketentuan-ketentuan hadits hasan, baik mengenai sanad maupun matannya. Seperti hadits Nabi yang berbunyi: ‫ار‬ َ َ‫ال‬ َ ‫ض َر َر َوالَ ضـــ ِ َر‬ “tidak memberikan bahaya atau membalas dengan bahaya yang setimpal.” Adapun hadits masyhur yang dhaif adalah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih dan hasan, baik pada sanad maupun pada matannya, seperti hadits : َ ‫ضــهٌ عــَـلَي كُ ِل ُم ْسل ٍِم َو ُم ْس ِل َمــــ ٍه‬ ُ َ‫طل‬ َ ‫ب اْلع ِْل ِم فَ ِر ْي‬ “menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.” Hadits masyhur dapat digolongkan kedalam : 1) Masyhur dikalangan ahli hadits, seperti hadits yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW membaca do’a qunut sesudah rukuk selama satu bulan penuh berdo’a atas golongan Ri’il dan Zakwan. (H.R. Bukhari, Muslim, dll). 2) Masyhur dikalangan ulama ahli hadits, ulama-ulama dalam bidang keilmuan lain, 5 dan juga dikalangan orang awam, seperti : ْ َ‫ســـــل َِم اْل ُم ْس ِل ُم ْون‬ ََ ‫مِن لِســـَـانِ ِه َوي ِد ِه‬ َ ‫اْل ُم ْس ِل ُم َم ْن‬ 3) Masyhur dikalangan ahli fiqh, seperti : ‫ع ْن بَي ِْع اْلغ ََر ِر‬ َ ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَيْــــ ِه َو‬ َ ِ‫صلَّي هللا‬ َ ِ‫نَ َهي َرسُ ْو َل هللا‬ “Raulullah SAW melarang jual beli yang didalamnya terdapat tipu daya.” 4) Masyhur dikalangan ahli ushul Fiqh, seperti : َ ‫َــــم فَاجْ ت َ َهدَ ث ُ َّم أَخَــــ‬ ‫طأ َ فَلـَهُ أَ ْج ٌر‬ َ ‫ص‬ َ َ ‫اِذَا َحك ََم اْل َحا ِك ُم ث ُ َّم ا ْجت َ َهدَ فَـــأ‬ ِ ‫اب فَلـَــهُ أ َ ْج َر‬ َ ‫ان َواِذَا َحك‬ Artinya: “Apabila seorang hakim memutuskan suatu perkara kemudian dia berijtihad dan kemudian ijtihadnya benar, maka dia memperoleh dua pahala (pahala Ijtihad dan pahala kebenaran), dan apabila ijtihadnya itu salah, maka dia memperoleh satu pahala (pahala Ijtihad”. 5) Masyhur dikalangan ahli Sufi, seperti : ‫ع َرفُ ْونِي‬ َ ‫ف َفخَلـ َ ْقتُ اْلخ َْلقَ فَ ِبي‬ َ ‫كُ ْنتُ َك ْن ًزا َم ْخ ِفيًّا فَأ َ ْح َببْتُ أ َ ْن أُع ِْر‬ “Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian aku ingin dikenal, maka kuciptakan makhluk dan melalui merekapun mengenal-Ku 6 6) Masyhur dikalangan ulama Arab, seperti ungkapan, “Kami orang-orang Arab yag paling fasih mengucapkan “(dha)” sebab kami dari golongan Quraisy”. 4 2. Hadits Aziz adalah hadits yang perawinya tidak kurang dari dua orang dalam semua thabaqat sanad. Contoh : “ Rasullullah SAW bersabda “kita adalah orang-orang yang paling terakhir (di dunia) dan yang paling terdahulu hari kiamat.” (Hadits Riwayat Hudzaifah dan Abu Hurairah) 3. Hadits Gharib adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang menyendiri dalam meriwayatkannya tanpa ada orang lain yang meriwayatkan. Contoh : “Dari Umar bin Khatab berkata : Aku mendengar Rasullullah SAW bersabda : “Amal itu hanya dinilai menurut niat, dan setiap orang hanya (memperoleh) apa yang diniatkannya”. Kedudukan Hadits Ahad Hadits mutawatir dapat di pastikan sepenuhnya berasal dari Rasullullah SAW , maka tidak demikian dengan hadits ahad. Hadits ahad tidak pasti berasal dari Rasullullah SAW, tetapi diduga (zhanni dan mazhnun) berasal dari beliau. Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa hadits ahad mungkin benar berasal daei Rasullullah SAW, dan mungkin pula tidak benar berasal dari dari beliau. Maka kedudukan hadits ahad , sebagai sumber ajaran islam, berada di bawah kedudukan Benpani, “Pembagian Hadits dari Segi Segi Kuantitas dan Kualitas Hadits”, diakses dari: http://b3npani.wordpress.com/tugas-kuliah/92-2/ 4 7 hadits mutawatir . berarti bila suatu hadits termasuk kelompok hadits ahad, jika bertentangan isinya dengan hadits mutawatir, maka hadis tersebut harus di tolak. B. Pembagian Hadits Berdasarkan Kualitas Perawi Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadits bergantung pada tiga hal, yaitu jumlah rawi, keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal tersebut menentukan tinggi-rendahnya suatu hadits. Bila dua buah hadits menentujan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadits yang diriwayatan oleh satu orang rawi dan hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Hadits yang tinggi tingkatannya berarti hadits yang tinggi taraf kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasullullah SAW. Hadits yang rendah tingkatannya berarti hadits yang rendah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang benarnya ia berasal dari Rasullullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadits menentukan tinggi rendahnya kedudukan hadits sebagai sumber hukum atau sumber islam. 5 5 Saeful Hadi, Ulumul Hadis, hal. 170 8 1. Hadits Shohih Kata shohih berasal dari bahasa arab ash-shahih yang berarti selamat dari penyakit. Sedangkan menurut istilah hadits shohih adalah hadits yang bersambung sampai kepada nabi Muhammad SAW, serta di dalam hadits tersebut tidak terdapat kejanggalan. Sebuah hadits di kataka shohih apabila : 1. Sanadnya bersambung, ialah sanadnya bersambung sampai ke musnad, dalam sifat di sebut hadits yang muttashil dan mausul ( yang bersambung ) 2. Seluruh periwayat dalam sanad hadits shahih bersifat adil adalah periwayat yang memenuhi syarat-syarat yaitu beragama islam, mukallaf, melaksanakan ketentuan agama, dan memelihara kehormatan diri. 3. Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dabit, ialah memiliki ingatan dan hafalan yang sempurna. 4. Sanad dan matan hadits yang shahih itu terhindar dari syadz. 5. Sanad dan matan hadits terhindar dari illat. Adapun contoh hadits yang shahih: ْ ‫ع ْن ُم َح َّمد بْن ُجبَيْر بْن ُم‬ ‫ع ْن أَبيْه‬ ٍ ‫عن ابْن ش َها‬ َ ‫طع م‬ َ ‫ب‬ َ ٌ‫ف قَا َل أ َ ْخبَ َرنَا َمالك‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬ َ ُ‫ع ْبد ُهللا بْنُ ي ُْوس‬ ُّ ‫م قَ َرأ َ في ْال َم ْغرب ب‬.‫سم ْعتُ َرسُ ْو َل هللا ص‬ ‫الط ْور “(رواه البخاري‬ َ ‫)قَا َل‬ Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR. Bukhari, Kitab Adzan). 9 Kehujjahan hadits shahih Hadits shahih dapat dijadikan hujah untuk menetapkan suatu akidah, tergantung kedabitannya dam keadilan perawinya, dan semakin dabit dan adil perawinya makin tinggi pula tingkatan kualitas hadits yang diriwayatkan. Hadits shohih kedudukannya lebih tinggi dari hadits hasan dan dhaif, tetapi berada di bawah kedudukan hadits mutawatir. Semua ulama sepakat menerima hadits shahih sebagai sumber aharan uslam atau hujjah, dalam bidang hukum dan moral. 2. Hadits Hasan Hadits hasan adalah hadits yang muttasil sanadnya diriwayatkan oleh rawi yag adil dan dabit tetapi kadar kedabitannya di bawah kedabitan hadits shahih dan hadits itu tidak syadz dan tidak pula terdapat illat. Adapun kriteria hadits hasan yaitu : 1. Sanadnya bersambung] 2. Para periwayat bersifat adil 3. Diantara orang periwayat terdapat orang yang kurang dabit 4. Sanad dan matan hadits terhindar dari kejanggalan 5. Tidak ber-illat. Adapun contoh hadits hasan: : ‫ي قَا َل‬ ُّ ‫حدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ َحدَّثَنَا َج ْعف َُر بْنُ سُلَ ْي َمانَ ال‬ َ ‫ع ْن أَبي بَ ْكر بْن أَبي ُم ْو‬ َ ‫ع ْن أَب ْي ع ْم َران ْال َج ْوني‬ َ ‫ضبَعي‬ ْ ‫سي ْاْل َ ْش َعر‬ َ ‫اب ْال َج َّنة ت َحْ تَ ظ‬ ‫ الحديث‬..… ‫سي ُْوف‬ ُّ ‫الل ال‬ َ “ َ ‫ إ َّن أَب َْو‬: ‫ َقالَ َرسُ ْو ُل هللا ص م‬: ‫سم ْعتُ أَبي ب َحض َْرة ال َعد ُّو َيقُ ْو ُل‬ Artinya: “Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni 10 dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi). Kehujahan Hadits Hasan Hadits hasan dapat digunakan sebagai berujah dalam menetapkan suatu kepastian hukum dan ia harus diamalkan baik hadits hasan lidzatihi maupun hasan lighairi. Al- Khattabi, mengungkapkan bahwa atas hadits hasanlah berkisar banyak hadits karena kebanyakn hadits tidak mencapai tingkatan shahih, hadits ini kebanyakan di amalkan oleh ulama hadits. 3. Hadits Dhoif Hadits dhoif mebnurut bahasa berarti hadits lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah atau rendah tentang benar nya hadits itu berasal dari Rasullullah SAW. Para ulama memberi batasan bagi hadist dhoif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat sifat hadits hasan . Jadi hadits dhoif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits sahih, melainkan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan. Pada hadits dhoif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut bukan berasal dari Rasullullah SAW. Ciri- ciri hadits dhaif ialah : 1. Periwayatnya seorang pendusta atau tertuduh pendusta 11 2. Banyak membuat kekeliruan 3. Suka pelupa 4. Suka maksiat atau fasik 5. Banyak angan-angan 6. Menyalahi periwayat kepercayaan 7. Periwayatnya tidak dikenal 8. Penganut bid’ah bidang aqidah 9. Tidak baik hafalannya Adapun contoh hadits dhoif: َ ‫ي م ْن‬ ‫ ” َم ْن‬: ‫ي ص م قَا َل‬ َ َ ‫ع ْن أَبي ه َُري َْرة‬ َ ‫ع ْن أَبي ت َم ْي َمة ال ُه َجيْمي‬ َ ”‫طريْق “ َحكيْم اْلَثْ َرم‬ ْ ‫َماأ َ ْخ َر َجهُ التّ ْرميْذ‬ ّ ‫عن النَّب‬ ‫علَى ُم َح ّم ٍد‬ َ ‫“ أَت َي َحائضا ً أ َ ْو ا ْم َرأة ً في دُبُرهَا أ َ ْو كَاهُنَا فَقَدْ َكف ََر ب َما أ َ ْنزَ َل‬ Artinya: “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw” Kehujahan Hadits Dhoif Khusus hadits dhoif , maka para ulama hadits kelas berat semacam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-asqalani menyebutkan bahwa hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat : 1. Level ke dhaifannya tidak parah 2. Berada di bawah nash lain yang shahih 3. Ketika mengamalkannya, tidak boleh menyakini ke-tsabitannya. 12 BAB III PENUTUP A. SIMPULAN Dari segi kuantitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Hadits mutawatir dan hadits ahad. Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang menurut adat mustahil mereka bersepakat berbuat dusta, tingakatan ulama/thabaqat yang tersusun dan bersandar pada pancaindera. Hadits mutawatir terbagi atas tiga (sebagian ulama membagi hanya dua) yaitu hadits mutawatir lafzi, hadits mutawatir maknawi, dan hadits mutawatir a’mali. Hadits Ahad terbagi atas tiga, yaitu hadits Mashyur, hadits Aziz, dan hadits Gharib. Dari segi kualitas perawi, hadits dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: hadits Shahih, hadits Hasan, dan hadits Dhoif. B. SARAN Demikianlah makalah tentang “Pembagian Hadits Berdasarkan Kuantitas dan Kualitas Perawi” yang dapat kami susun. Semoga bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan serta kesalahan. Oleh karenanya, kami terbuka untuk kritik dan saran yang membangun guna memperbaiki makalah selanjutnya. 13 DAFTAR PUSTAKA Abidin, Zainal. 2010. Tafsir Al-Quran Hadits. [online] (http://tafsiralquranhadis.blogspot.com/2010/07/hadis-mutawatir.html, diakses pada tanggal 1 Mei 2019) Benpani. Pembagian Hadits dari Segi Kuantitas dan Kualitas Rawi. [word] (b3npani.Wordpress.com/tugaskuliah/92-2/, diakses pada tanggal 27 April 2019) Hadi, Saeful. Ulumul Hadis.Sabda Media. Hartono, Drs. 2015. Makalah Hadits Shahih, Hasan, dan Dhoif beserta contohnya. [online] (https://www.nahimunkar.org/makalah-hadits-shahih-hasan-dan-dhaifserta-contohnya/, diakses pada tanggal 1 Mei 2019) Rozali, Dr. H. M. MA. 2019. Ilmu Hadis. Medan: Manhaji. 14