Membangun Kampung Kreatif Melalui Kolaborasi Mahasiswa Dengan Masyarakat:...
MEMBANGUN KAMPUNG KREATIF
MELALUI KOLABORASI MAHASISWA DENGAN MASYARAKAT:
KASUS: KAWASAN BALUBUR-TAMANSARI KOTA BANDUNG
Asep Yudi Permana1), Nana Sumarna 2), Karto Wijaya3)
1)Teknik
Arsitektur FPTK UPI
Sipil FPTK UPI
3)Teknik Arsitektur Universitas Kebangsaan
2)Teknik
E-mail:
[email protected]
Naskah diterima :13 Maret 2017
Naskah direvisi : 20 Maret 2017
Disetujui terbit : 22 Maret 2017
ABSTRAK
Kota Bandung sebagai kota pendidikan sudah dimulai sejak berdirinya Hollandsch Inlandsche
Kweekschool disingkat HIK48 yang didirikan tanggal 13 Mei 1868 oleh R. H. Muhammad Musa, Penghulu Kepala
di Limbangan Garut dan didukung K.F Holle seorang humanis Belanda sahabat R.H. Muhammad Musa.
Sementara itu kehidupan pendidikan tinggi mulai tumbuh sejak didirikannya Technische Hoogeschool (disingkat
THS) tahun 1920 sebagai cikal bakal berdirinya Insitut Teknologi Bandung (ITB), di mana saat itu merupakan
bagian dari Politik Etis Pemerintah Belanda kepada wilayah jajahannya.Salah satu kawasan pendidikan tertua di
kota Bandung yang sampai sekarang masih tetap menjadi kawasan penyangga pendidikan tinggi adalah
kawasan Balubur-Taman sari, karena kawasan ini tidak bisa terlepas dari perkembangan ITB. Tujuan penelitian
ini adalah mendapatkan gambaran perubahan setting ruang yang terjadi berdasarkan fenomena lapangan
sebagai akibat terjadinya aglomerasi fungsi pondokan mahasiswa dengan permukiman warga. Pondokan
mahasiswa merupakan bagian dari struktur kampung itu sendiri dalam artian pondokan ini bersatu (inherent)
dengan permukiman masyarakat.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan grou nded
theory. Fokus penelitian ditujukan pada fenomena diskrit di lapangan sebagai upaya untuk pengungkapan makna
yang melatar belakangi terbentuknya bangun pengetahuan yang dihasilkan. Penelitian ini tidak menggunakan
kerangka teoritik, namun adanya konsistensi di dalam melihat suatu fenomena diskrit dari hasil grand tourdi
lapangan. Fenomena tersebut diangkat melalui proses snowball sampling. Proses pengumpulan data dab
analisis dilakukan secara bersama-sama dalam satu rentang waktu penelitian dan iteratif (berulang-ulang).
Penelitian ini menghasilkan bangun pengetahuan berupa proses kolaborasi antara mahasiswa sebagai
pendatang (Migrant student) dengan masyarakat setempat yang menghasilkan sebuah kampong kreatif.
Kata Kunci: Pondokan mahasiswa,Kolaborasi, Migrant student
PENDAHULUAN
Pertumbuhan penduduk perkotaan di negara berkembang mengalami peningkatan yang sangat pesat.
Gejala ini sebagai dampak dari arus pertukaran dan kondisi saling mempengaruhi diberbagai dimensi, baik pada
aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, dan teknologi. Perkembangan ini mengakibatkan pertumbuhan dan
perkembangan penduduk di kota-kota besar meningkat pesat, di manadi dunia ketiga rata-rata pertumbuhan
penduduk perkotaan mencapai 32% dalam 30 tahun terakhir, ini sama dengan dua kali lipat dari angka semula
yang hanya 16%.Pertumbuhan ini didukung oleh adanya peningkatan eksplorasi alam, pesatnya migrasi dan
perubahan-perubahan pada masyarakat perdesaan.[1]Salah satu penyumbang pertumbuhan penduduk
perkotaan di negara berkembang adalah adanya migrant student.Kondisi ini mengakibatkan permukiman sekitar
kampus menjadi padat dan banyak rumah tinggal beralih fungsi menjadi pondokan mahasiswa.
Fenomena rumah sebagai pondokan mahasiswa di Kota Bandung khususnya di wilayah Bandung Utara
terlihat mulai dari Kawasan Ciumbuleuit, Balubur Tamansari, sampai dengan Kawasan Braga (kurang lebih 80%)
rumah yang ada dikontrakan baik sebagian maupun seluruhnya, meskipun ruang tinggalnya sangat terbatas.
Dengan segala keterbatasan yang ada, warga setempat berusaha memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal
bagi mahasiswa, karyawan, maupun pendatang lainnya. Dalam kondisi terbatas dan minim, cara pemondok
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
51
Asep Yudi Permana, Nana Sumarna dan Karto Wijaya
beradaptasi dengan menyiasati ruang tinggalnya sangat menarik untuk diteliti dan dikaji lebih lanjut untuk dapat
dipahami fenomenanya.
Kawasan Balubur Tamansari yang terletak di utara Kota Bandung pada awal perkembangannya (masa
penjajahan Balanda) merupakan salah satu tempat rekreasi dan beristirahat Tuan Menier dan None Belanda.
Berawal dari dibukanya Koninklijk Instituut voor Hoger Technische Onderwijs in Nederlandsche Indie (Technische
Hoogeschool Bandung) sebagai cikal bakal dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1920.[2] Sejak saat
itu mulai dibangun fasilitas Technische Hogeschool Bandung dan merangsang pertumbuhan permukiman di
Kawasan Balubur Tamansari dan sekitarnya. Seiring dengan perkembangan Kota Bandung kawasan ini berubah
menjadi kampung kota padat penduduk.
Salah satu fenomena yang terjadi di Kawasan Balubur Tamansari ini adalah terjadinya aglomerasi
fungsi pondokan mahasiswa dengan permukiman warga, sehingga pondokan mahasiswa sebagai bagian dari
daerah permukiman penduduk. Pondokan mahasiswa merupakan bagian dari struktur kampung itu sendiri dalam
artian pondokan ini bersatu (inherent) dengan permukiman masyarakat. Aktivitas yang terjadi tidak bisa
dipisahkan satu dengan lainnya.
Membahas fenomena ruang pondokan mahasiswa di Kawasan Balubur Tamansari Kota Bandung tidak
bisa lepas dari pembahasan kawasan tersebut. Kawasan Balubur Tamansari merupakan salah satu dari 6
(enam) kawasan kampung kota kreatif binaan Pemerintah Kota Bandung . Kekuatan dari kampung ini adalah
adanya peran aktif mahasiswa dalam membentuk struktur ruang sosial kampung untuk mempertahankan
kekuatan nilai-nilai lokal dalam keberagaman masyarakatnya. Dengan adanya komunitas mahasiswa di kawasan
ini memberikan dampak positif, sehingga lingkungan yang terbentuk menjadi humanis dengan ditandai adanya
kantung-kantung ruang bersama (seperti: lapangan sebagai ruang bersama yang digunakan untuk kegiatan
kolaborasi Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah, dan Warga Masyarakat). Toleransi penggunaan ruang secara
bersama dalam rumah tinggal sangat mewarnai kehidupan bermasyarakat di kawasan ini. Dengan segala
keterbatasan luas lahan yang dimiliki, mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan akan pondokan mahasiswa.
Dalam keterbatasan dan minimnya luas lahan, bagaimana masyarakat dan mahasiswa berusaha beradaptasi
dengan melakukan kolaborasi untuk menyiasati ruang tinggalnya.
Kota sebagai simpul dari kehidupan masyarakat merupakan proses aglomerasi dari ragam manusia dan
obyek pendukung lainnya. Sebagai konsekuensi dari keanekaragaman yang ada, maka akan memunculkan
berbagai kebutuhan dari keinginan-keinginan yang berbeda dalam konteks berinteraksi antar masyarakat. Ruang
baik dalam makna sempit sebagai ruangan maupun makna luas sebagai kawasan dan kota, digunakan untuk
wadah dan tempat saling berinteraksi antar masyarakat pengguna dan juga sebagai bagian dari kehidupan
sosial. Ruang dalam arti “kota” merupakan identitas dari kehidupan bermasyarakat warganya. Oleh karena itu
sebuah kota akan mengalami “siklus kehidupan” dengan tumbuh dan berkembang secara terus menerus.
Semakin tua umur sebuah kota, maka morfologi kotanya akan semakin banyak mengandung layer-layer berupa
urban tissues sebagai tempat terartikulasikannya beragam fenomena kota sepanjang sejarah pertumbuhan dan
perkembangannya.[3][4]Urban tissues layers tersebut akan membentuk beragam konfigurasi pada bentukan fisik
kota.
Pertumbuhan dan perkembangan fisik ini tidak berdiri sendiri tetapi selalu berjalan bersama dengan
perubahan dan perkembangan secara non fisik. Seperti dijelaskan Rapoport[5]proses transformasi pada sebuah
kota terjadi akibat adanya perubahan aktivitas pengguna sebagai satu konsekuensi dari perubahan nilai-nilai,
sosial, kultur, dan cara pandang dari masyarakatnya. Dengan demikian konfigurasi bentuk fisik kota akan selal u
mengalami perubahan, tidak akan selesai dan tidak akan pernah berhenti selama kota tersebut dihuni.Akan
tetapi pertumbuhan kota-kota di Indonesia tidak mengalami perubahan yang drastis seperti yang pernah terjadi di
Eropa, hal ini terjadi karena didasarkan pada pola dan kehidupan masyarakat Indonesia yang berbeda dengan
Eropa. Menurut Soetomo[6] pada umumnya kota-kota di Indonesia berciri dualistik, di mana struktur morfologi
terencana di sepanjang jalan utama dan struktur morfologi tak terencana di belakangnya sebagai area kampung
kota yang ditandai kehidupan sektor formal berciri modern dan sektor informal berciri tradisional berjalan
bersama-sama.[4][7]Dualistik morfologi antara yang formal modern dan informal yang tradisional membentuk
pemisahan yang drastis. Keadaan tersebut menciptakan kesulitan sektor informal untuk berkembang, dengan
kata lain kemiskinan kota akan tetap stagnan.
Kota Bandung merupakan salah satu kota kreatif di Indonesia. Banyak kekuatan kreativitas yang ada di
Kota Bandung, sehingga terpilih menjadi pilot project kota kreatif se Asia Pasifik. Keberhasilan mengembangkan
citra Kota Bandung sebagai kota kreatif sangat tergantung pada sumber daya manusia yang ada yaitu komunitas
kreatif[8]. Menurut Charles Landry [9], jaringan dan kreativitas pada hakikatnya saling menguntungkan, karena
semakin besar jumlah simpul dalam sebuah sistem semakin besar kapasitas untuk berinovasi.
Fenomena mahasiswa sebagai bagian dari tumbuhnya kawasan sebagai kekuatan kolaboratif yang
merupakan jejaring pelaku dalam pengembangan dan membangun kawasan kreatif di Kota Bandung masih
52
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Membangun Kampung Kreatif Melalui Kolaborasi Mahasiswa Dengan Masyarakat:...
belum banyak tereksplorasi. Kekuatan mahasiswa dengan membangun jejaring dengan komunitas Bandung
Creative City Forum (BCCF) tentunya akan memberikan implikasi yang besar dalam pengembangan Bandung
Kota Kreatif. Peran mahasiswa melalui aksi kolaboratif dengan masyarakat yang didukung penuh oleh
pemerintah memberikan dampak yang signifikan dalam perkembangan Kota Bandung sebagai kota kreatif.
Penelitian ini untuk mengetahui peran mahasiswa dalam pengembangan Bandung sebagai Kota Kreatif
dengan mengidentifikasi proses keterlibatan mahasiswa sebagai salah satu kekuatan dalam kolaboratif antara
mahasiswa, komunitas, masyarakat dan pemerintah dalam membangun kawasan kreatif.
METODE PENELITIAN
Metode dan Langkah Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan model Grounded
theoryyang dikembangkan oleh Glaser dan Strauss.[10] Melalui Pendekatan model Grounded theory ini, peneliti
berusaha untuk melihat langsung sebuah setting tanpa menyesuaikan alat, metode, model terlebih dahulu dari
opini-opini dan kejadian-kejadian di lapangan. Menurut Strauss dalam Groat dan Wang [11] bahwa dalam
pendekatan model Grounded theory proses pengumpulan data, analisis, dan teori berdiri dalam hubungan erat
satu sama lain dan dilakukan secara bersama-sama serta berulang-ulang (itteratif). Secara diagramatik prosedur
penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Langkah-langkah Penelitian
Sumber: Modifikasi dari berbagai sumber 2016
Berdasarkan gambar 1 langkah penelitian dibagi menjadi 6 (enam) tahapan yang ditujukan untuk mengetahui:
(1) kondisi pengaruh, (faktor-faktor yang menjadi penyebab permasalahan utama penelitian); (2) fenomena,
(menjelaskan bagaimana ciri-ciri fisik bisa dibaca, suasana emosi bisa dirasakan); (3) konteks, yaitu diuraikan
pada konteks permasalahan; (4) kondisi kausal, (dijelaskan bagaimana situasi permasalahan semakin kuat,
semakin lemah, atau berubah-ubah); (5) strategi (tindakan), (bagaimana tindakan konkrit yang telah dilakukan
untuk menyelesaikan permasalahan); dan (6) konsekuensi, yaitu terkait dengan strategi (tindakan) yang sudah
dilakukan.
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, video, observasi, dan wawancara kualitatif.Pengambilan
sampel kualitatif dilakukan berdasarkan metode sampling purposive.
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
53
Asep Yudi Permana, Nana Sumarna dan Karto Wijaya
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Taman Hewan yang termasuk ke dalam Wilayah BaluburTamansari Kota Bandung yang memiliki keunikan dan kekhasan baik dilihat dari fisik bangunan maupun
kawasannya sendiri [12].
Secara geografis, Kawasan Balubur ini terletak pada kawasan Bandung Utara dengan kondisi lahan
berkontur dengan kemiringan mengarah ke arah Sungai Cikapundung yang membelah Kota Bandung dari mulai
Utara di daerah Ciumbuleuit sampai Selatan di Jalan Soekarno Hatta. Secara administrasi Kawasan ini terdiri
dari 3 RW dengan 11 RT dan mempunyai luas lahan sebesar 45Ha. Dari segi kepemilikan lahan di kawasan ini
terbagi menjadi 3 kelompok kepemilikan, yaitu (1) tanah hak milik perorangan; (2) tanah milik salah satu BUMN
Negara yaitu milik PJKA; dan Tanah milik Negara yaitu marka sungai Cikapundung. Penggunaan lahan pada
kawasan ini 95% digunakan sebagai lahan terbangun.Lebih jelasnya lokasi penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2.
Jl
.
T
J
l
.
J
l
.
Jl . La yang PasteurCikapa yang-Surapati
J
l
.
I
r
.
KeyPlan
Gambar 2. Kawasan Balubur-Tamansari Kota Bandung
Sumber: Diolah Peneliti dari Peta Digital Kota Bandung
HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan kawasan Balubur-Tamansari Kota Bandung
Pola tekstur kawasan dan fungsi bangunan kawasan Balubur-Tamansari kota Bandung berdasarkan
sejarah perkembangannya mengalami 6 periode perkembangan yaitu: (1) masa penjajahan Belanda yang
berfungsi sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan tempat untuk bertamasya; (2) masa sebelum kemerdekaan
(tahun 1920-1945) sebagai “Botani garden” untuk kepentingan pendidikan yang bersamaan didirikannya
Technishe Hoogeschool THS tahun 1920; (3) masa setelah kemerdekaan (tahun 1945 – 1959) sebagai kawasan
penyangga perguruan tinggi, sejak didirikannya Sekolah Tinggi Teknik/STT Bandung (cikal bakal ITB) yang
secara resmi didirikan pada tahun 1959 oleh Ir. Soekarno; (4) tahun 19 60 – 1980 mulai tumbuh beberapa
perguruan tinggi baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta di Kota Bandung umumnya yang
54
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Membangun Kampung Kreatif Melalui Kolaborasi Mahasiswa Dengan Masyarakat:...
ditandai dengan perkembangan fisik sepanjang aliran Sungai Cikapundung. Perubahan yang terjadi meliputi
perubahan fungsi lahan, perubahan massa bangunan dengan penambahan massa bangunan; (5) Awal tahun
1980-an adanya perubahan dari Situ Garunggang berubah fungsi menjadi lahan perumahan yang sekarang
bernama “Perumahan Taman Pelesiran Baru”. Sejak saat itu mulai tumbuh dan berkembang rumah-rumah
menjadi perkampungan padat.Sempadan sungai yang semula sebagai ruang terbuka hijau merubah fungsi
menjadi rumah-rumah dan pondokan mahasiswa.Ujung bawah jalan Tamansari semula sebagai Kuburan
Belanda atau Kerkhof yang terlindung di bawah kerindangan Cemara Gunung berubah fungsi menjadi
permukiman dan perguruan tinggi (UNISBA). Era ini wujud kawasan menjadi perkampungan mahasiswa dengan
menjamurnya pondokan mahasiswa; (6) Pada Oktober tahun 2001 dibangun Jalan Layang Pasupati dan tanggal
25 Juni 2005 mulai beroperasi, maka sejak itu Kawasan Balubur Tamansari ini dibelah menjadi 2 bagian dengan
dibangunnya jalan layang Pasupati dengan panjang jalan sekitar 2,8 km dan lebar 30-60 meter[13]. Jembatan ini
dibangun untuk mengurangi kemacetan, mengingat Bandung semakin hari semakin dibanjiri kendaraan bermotor
pribadi, apalagi pada saat akhir pekan Kota Bandung dibanjiri oleh kendaraan dari luar kota yang sengaja
berkunjung ke Kota Bandung dengan tujuan untuk berbelanja ataupun hanya sekedar menikmati makanan
(wisata kuliner), karena Kota Bandung selain terkenal sebagai kota pendidikan tetapi juga terkenal sebagai
surganya berbelanja dan kuliner. Kondisi kawasan ini dapat dilihat pada gambar 3 dan gambar 4.
Gambar 3 Suasana Kawasan Balubur Tamansari Kota Bandung Dilihat dari Arah Jembatan Pasupati
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 4 Kawasan terbentuk dari tumpukan bangunan yang tidak beraturan
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Kolaborasi Mahasiswa, Komunitas BCCF, Masyarakat, dan Pemerintah Kota Bandung
Kolaborasi antara Mahasiswa, Komunitas BCCF, dan masyrakat yang didukung penuh oleh Pemeritah
Kota Bandung membentuk satu kawasan yang kreatif. Kawasan Balubur-Tamansari (Taman hewan) sebagai
kampung kreatif terlihat dari beberapa kegiatan mahasiswa Seni Rupa dan Arsitektur ITB, komunitas BCCF, dan
masyarakat dengan didukung penuh oleh Pemerintah Kota Bandung, seperti: saat kegiatan festival Seni Budaya
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
55
Asep Yudi Permana, Nana Sumarna dan Karto Wijaya
Taman Hewan melalui program perbaikan kampung, HELARFEST, Kukuyaan dalam rangka normalisasi sungai
Cikapundung, Mural atau lukisan dinding area bermain dan lapangan terbuka, dan sebagainya. Sehingga
kampung ini bukan hanya berkembang sebagai kampung pondokan mahasiswa tetapi juga berkembang m enjadi
kampung kreatif. Kampung Balubur Tamansari ini dijadikan sebagai kampung percontohan dalam
mengembangkan kreativitas kampung kota pada kawasan padat penduduk. Kegiatan ini seperti terlihat pada
gambar 5.
Gambar 5. Suasana Lapang Terbuka saat kegiatan HELARFEST
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Gambar 6. Komunitas Menempa Bandung dalam Kegiatan HELARFEST
56
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
Membangun Kampung Kreatif Melalui Kolaborasi Mahasiswa Dengan Masyarakat:...
Sumber: Dokumentasi Peneliti
Banyak event-event yang diselenggarakan melalui kolaborasi antara masyarakat, seperti: pemuda, anakanak, mahasiswa, dan Pemerintah Kota Bandung. Kegiatan HELARFEST yang dilaksanakan di ruang terbuka di
Kawasan Balubur Tamansari juga digunakan untuk unjuk kebolehan komunitas muda, seperi: komunitas PIJAR
merupakan komunitas menempa Bandung dalam mempertahankan warisa n budaya berupa pembuatan pusaka
kujang seperti pada gambar 6.
Selain itu juga kegiatan HELARFEST diisi dengan kegiatan mural atau lukisan dinding yang dikerjakan oleh
mahasiswa Seni Rupa ITB tingkat pertama, sebagai salah satu kegiatan kembali ke masyara kat dengan
langsung melakukan pengabdian kepada masyarakat di Kawasan Balubur Tamansari ini seperti terlihat pada
gambar 7.
Gambar 7. Suasana Kegiatan MURAL oleh mahasiswa Seni Rupa ITB
Sumber: Dokumentasi Peneliti
KESIMPULAN
Terbentuknya human settlement yang dibangun secara bersama-sama antara masyarakat dan
mahasiswa (perguruan tinggi) serta adanya dukungan dan dilindungi oleh pemerintah daerah yang membuat
kebijakan dalam menciptakan kawasan yang humanis dengan bercirikan kampung kota kreatif. Lingkungan ini
terbentuk oleh adanya dinamika dari penghuninya dengan bercirikan dua karakter masyarakat yaitu pemilik
pondokan yang tetap dan mahasiswa yang dinamis silih berganti (bermukim 4-5 tahun) membentuk kawasan
yang berkelanjutan (sustainable) dan tetap bertahan (survive) dengan kekhasannya sebagai kampung kota
kreatif yang bercirikan kampung seni.
Adanya Kolaborasi pengguna diharapkan dapat digunakan sebagai model dalam perbaikan dan
mengembangkan kampung kota (kawasan) lain melalui pemberdayaan masyarakat sesuai dengan karakteristik
dari kawasan tersebut dengan didukungan dan dilindungi oleh kebijakan dari pemerintah. Karena keinginan dan
peran masyarakat dalam membangun kawasan yang mempunyai keunikan dan kekhasan sesuai dengan
karakteristiknya tidak cukup tanpa adanya campur tangan dan keberanian pemerintah untuk tetap menjaga dan
melindungi kawasan tersebut sebagai salah satu aset dan identitas serta kekayaan daerahnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[A. Gilbert and J. Gugler, Cities Poverty and Development Urbanization in The Third World. Oxford: Oxford
University Press, 1983.
R. Voskult, Bandung Citra sebuah Kota. Bandung: Departemen Planologi bekerjasama dengan Jagadhita,
PT, 2007.
S. Kontoff, The City Assembled: The Elements of Urban Form Through History. London: Thames and
Hudson, 1991.
B. Setioko, “Integrasi Ruang Perkotaan dalam Fenomena Pertumbuhan Kawasan Pinggiran Kota di
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota
57
Asep Yudi Permana, Nana Sumarna dan Karto Wijaya
[5]
[6]
[7]
[8]
[9]
[10]
[11]
[12]
[13]
58
Indonesia,” Universitas Diponegoro Semarang, 2013.
Amos Rapoport, History and Precedent in Environmental Design. New York: Penum Press, 1990.
S. Soetomo, Urbanisasi dan Morfologi: Proses perkembangan peradaban dan wadah ruang fisiknya :
Menuju Ruang Kehidupan yang Manusiawi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012.
Masykur, “Karakteristik Permukiman Dualistik dan Tingkat Keberhasilan Penghunian, studi kasus Kota
Bogor Jawa Barat,” Institut Pertanian Bogor, 2005.
F. Fitriyana, “PENGEMBANGAN BANDUNG KOTA KREATIF MELALUI KEKUATAN,” no. Perencanaan
Wilayah dan Kota, pp. 1–8, 2011.
C. Landry, Creative city: a toolkit for urban innovation, Earthscan. London, 2008.
B. Glaser and A. Stauss, The Discovery of Grounded Theory: Strategies for Qualitative Research. New
York: Aldine Publishing Company, 1967.
L. Groat and D. Wang, Architectural Research Methods. Canada: John Wiley and Sons, Inc, 2002.
A. Permana, S. Soetomo, G. Hardiman, and I. Buchori, “Smart Architecture as a Concept of Sustainable
Development in the Improvement of the Slum Settlementarea in Bandung,” vol. 2, no. 9, pp. 26–35, 2013.
A. Permana, “Transformasi Gubahan Ruang: Pondokan Mahasiswa di Kawasan Balubur Tamansari Kota
Bandung,” Universitas Diponegoro Semarang, 2013.
ISBN : 978-602-73463-1-4
http://pasca.unand.ac.id/id/prosiding-seminar-nasional-perencanaan-pembangunan-inklusif-desa-kota