Academia.eduAcademia.edu

Makalah askep bronchiolitis

A. LATAR BELAKANG Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz & Cecily, 2002). Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza. Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahuntahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun. Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus. B. RUMUSAN MASALAH 1. Apakah yang dimaksud dengan bronchilolitis? 2. Bagaimana Etiologi dari bronchiolitis ?

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz & Cecily, 2002). Bronkiolitis yang terjadi di bawah umur satu tahun kira-kira 12% dari seluruh kasus, sedangkan pada tahun kedua lebih jarang lagi, yaitu sekitar setengahnya. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah terbanyak pada anak. Penyebab yang paling banyak adalah virus Respiratory syncytial, kira-kira 45-55% dari total kasus. Sedangkan virus lain seperti Parainfluenza. Bakteri dan mikoplasma sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi. Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun pertama kehidupan akan bermanifestasi berat. Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas yang tidak bertahan lama. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa komposisi antigen RSV relatif stabil dari tahun ke tahun. Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini karena antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun. Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama terhadap virus. RUMUSAN MASALAH Apakah yang dimaksud dengan bronchilolitis? Bagaimana Etiologi dari bronchiolitis ? Bagaimana klasifikasi dari bronchiolitis ? Bagaimana Manifestasi klinis dari bronchiolitis ? Bagaimana Patofisiologi dan pathway dari bronchiolitis ? Bagaimana komplikasi dari bronchiolitis ? Bagaimana penatalaksaan medis dan keperawatan dari bronchiolitis ? Bagaimana pemeriksaan penunjang dari bronchiolitis ? Bagaimana tindakan pencegahan dari bronchiolitis ? TUJUAN PENULISAN Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan bronchilolitis Untuk mengetahui Etiologi dari bronchiolitis Untuk mengetahui klasifikasi dari bronchiolitis Untuk mengetahui Manifestasi klinis dari bronchiolitis Untuk mengetahui Patofisiologi dan pathway dari bronchiolitis Untuk mengetahui komplikasi dari bronchiolitis Untuk mengetahui penatalaksaan medis dan keperawatan dari bronchiolitis Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari bronchiolitis Untuk mengetahui tindakan pencegahan dari bronchiolitis BAB II PEMBAHASAN DEFINISI BRONCHILOLITIS Bronchiolitis akut adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran napas kecil (bronkiolus), terjadi pada anak berusia kurang dari 2 tahun dengan insidens tertinggi sekitar usia 6 bulan (Mansjoer, 2000). Bronchiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus pada bronkiolus, yang menyebabkan obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. Lebih sering disebabkan oleh respiratory syncytial virus (RSV), gangguan ini biasanya terjadi pada anak usia 2-12 bulan, terutama selama musim dingin dan awal musim semi (Anonim, 2008). Bronchiolitis adalah penyakit virus pada saluran pernapasan bawah yang ditandai dengan peradangan bronkioli yang lebih kecil (Betz & Cecily, 2002). Bronchiolitis adalah inflamasi bronchioles yang pada banyak kasus disebabkan oleh virus respiratory syncitial dan paling sering ditemukan pada anak-anak dalam usia 1 tahun pertama (Hinchliff & Sue, 1999). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bronchiolitis adalah penyakit infeksi virus pada saluran bronkiolus berupa radang atau inflamasi akut yang sering menyerang anak usia 2-12 bulan sehingga menyebabkan obstruksi akut saluran napas dan penurunan pertukaran gas dalam alveoli. ETIOLOGI BRONCHIOLITIS Bronchiolitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah: Virus Virus Respiratory Syncytial (RSV) RSV adalah virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada paru dan saluran napas. Sekitar 50% bronchiolitis akut disebabkan oleh RSV. Virus ini sering sekali menyerang anak-anak, biasanya seorang anak yang berusia 2 tahun sudah pernah terinfeksi oleh virus ini. RSV juga dapat menginfeksi orang dewasa. b. Virus parainfluenza Virus parainfluenza merupakan virus patogen yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bagian atas dan bagian bawah pada anak anak maupun orang dewasa. Polusi udara Asap pembakaran Polusi udara akibat kayu atau hutan yang terbakar bisa menjadi faktor risiko terjadinya bronchiolitis yang menyebabkan bayi dirawat di rumah sakit pada tahun pertama kehidupannya. Hal ini dapat disebabkan pembakaran yang tidak sempurna. Bayi yang sering terpapar pembakaran kayu tidak sempurna cenderung lebih sering masuk rumah sakit akibat terkena bronchiolitis. Pemaparan polutan udara seperti nitrat oksida, karbon monoksida dan partikel lainnya diduga dapat memicu terjadinya bronchiolitis. Asap dari kayu yang dibakar dapat mengiritasi sistem pernapasan dan telah terbukti memiliki efek buruk terhadap kesehatan paru-paru anak-anak. Asap kayu memiliki dampak terbesar terhadap kesehatan paru-paru, sedangkan bahan bakar fosil memiliki dampak kesehatan terbesar terhadap kesehatan jantung karena lebih banyak mengandung logam. Asap rokok Asap beserta beberapa zat kimia yang berdampak buruk terhadap kesehatan paru-paru yang dilepaskan saat merokok, dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronchus sehingga drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan virus dan selanjutnya dapat menginvasi sampai ke bronkiolus. Sedangkan kondisi atau faktor risiko yang dapat menyebabkan seorang anak atau dewasa menderita bronchiolitis yaitu: Pada anak-anak Bayi berusia kurang dari 6 bulan. Anak-anak yang terlahir premature. Anak yang tidak memperoleh ASI Anak-anak yang memiliki kondisi kesehatan kurang baik terutama mereka yang mengidap penyakit jantung atau paru-paru bawaan. Anak-anak yang system kekebalan tubuhnya rendah, seperti sedang menjalani kemoterapi, transplantasi, atau karena penyakit. Anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan atau memiliki saudara kandung yang sudah bersekolah akan memiliki resiko lebih tinggi tertular infeksi ini. Balita yang berada pada lingkungan yang berisiko tinggi untuk terpapar pada polusi udara dan asap rokok. Kerentanan juga akan meningkat saat musim RSV tertinggi, yang biasanya dimulai pada musim gugur dan berakhir di musim semi. Pada dewasa Orang-orang dewasa berusia lanjut. Orang dewasa pengidap gagal jantung atau penyakit kronis. Klasifikasi Berdasarkan keparahannya, bronchiolitis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Ringan a. Anak sadar, warna kulit merah muda. b. Anak dapat makan dengan baik. c. Saturasi oksigen > 90%. Pada kondisi ini anak dapat ditangani di rumah dengan cukup istirahat dan makan lebih sering dalam porsi kecil. Dapat dilakukan kunjungan follow-up ke dokter dalam 24 jam. 2. Sedang, anak akan mengalami: a. Kesulitan makan. b. Lemah. c. Kesulitan bernapas, dengan penggunaan otot-otot bantu pernapasan. d. Adanya kelainan jantung atau saluran napas. e. Saturasi oksigen < 90%. f. Usia kurang dari enam bulan. Berat, gejalanya sama dengan criteria sedang, namun: Mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen. Menunjukkan episode henti napas (apnea). Menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau karbon dioksida dalam tubuh terkumpul terlalu banyak. Pada kondisi ini, hal yang perlu dilakukan adalah: Memonitor jantung dan pernapasan. Mungkin membutuhkan perawatan di ICU. Membutuhkan tes darah untuk mengetahui kadar berbagai zat dalam darah. Manifestasi Klinis Gejala awal bronchiolitis mirip dengan flu biasa, seperti hidung berair, hidung tersumbat disertai dengan demam ringan, tidak nafsu makan dan batuk. Tetapi setelah dua atau tiga hari, gejala menjadi lebih parah bukannya semakin membaik.  Gejala umum dari bronchiolitis yang sering muncul yaitu: Hidung tersumbat disertai dengan demam dan batuk. Kesulitan bernafas, pernapasan cepat dan dangkal (RR 60-80 x/menit), dengan terengah-engah disertai dengan peningkatan batuk. Kehilangan nafsu makan, akibat dari gangguan pernapasannya. Terlihat pernapasan cuping hidung disertai retraksi interkostal suprasternal Anak gelisah dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirasi memanjang disertai dengan mengi (wheezing). Ronki nyaring halus kadang terdengar pada akhir ekspirasi atau pada awal ekspirasi. Pada keadaan yang berat, suara pernapasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Infeksi ditandai adanya edema mukosa, peningkatan sekresi mukus, obstruksi bronkiolus, dan peregangan yang berlebihan dari alveoli. Tanda-tanda dan gejala infeksi RSV biasanya terlihat pada 4-6 hari setelah terjadi paparan terhadap infeksi virus. Pada orang dewasa dan anak-anak yang berusia lebih dari 3 tahun, RSV biasanya menyebabkan terjadinya tanda-tanda seperti selesma ringan dan gejala yang mirip dengan gejala yang ada pada infeksi saluran pernapasan atas. Tanda-tanda ini adalah: Hidung mampet atau berlendir  Batuk kering disertai suara serak Demam dengan suhu yang tidak terlalu tinggi Sakit leher Sakit kepala ringan Rasa tidak nyaman dan gelisah (malaise) Pada anak-anak berusia kurang lebih dari 3 tahun, RSV dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada saluran pernapasan bagian bawah seperti radang paru atau bronchiolitis. Gejala dan tanda-tandanya adalah: Demam dengan suhu tinggi Batuk yang parah Nafas tersengal-sengal, ada suara ngik (wheezing) yang biasanya terdengar saat ekspirasi Napasnya cepat atau sulit untuk bernapas, yang mungkin akan menyebabkan anak lebih memilih untuk duduk daripada berbaring Warna kebiruan pada kulit yang disebabkan oleh kekurangan oksigen disertai dengan berkeringat.   Kondisi paling parah akibat infeksi dari RSV akan diderita oleh bayi dan balita. Gejala paling berat umumnya dialami di hari kedua atau ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10 hari dan batuk dapat berlanjut hingga 2-4 minggu. Pada bayi dan balita yang menderita infeksi RSV, tanda-tandanya adalah: Terlihat jelas tarikan otot dada dan kulit di sekitar tulang iga saat bernapas, yang menandakan bahwa mereka mengalami kesulitan bernapas. Napas mereka mungkin pendek, dangkal dan cepat. Napas yang cepat ini mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau minum. Gejala yang lebih mengkhawatirkan adalah jika bayi berhenti bernapas selama lebih dari sepuluh detik dalam satu kesempatan. Gejala ini disebut recurrent apnea. Atau mungkin tidak menunjukkan adanya infeksi saluran napas, tetapi tidak mau makan dan biasanya lemas dan rewel. Bayi menjadi mudah mengantuk dan bibirnya mulai membiru. Patofisiologi Bronkiolitis biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan virus, parainfluenza, dan bakteri. Bronkiolitis akut ditandai obstruksi bronkiole yang disebabkan oleh edema, penimbunan lendir serta debris- debris seluler. Tekanan udara pada lintasan udara kecil akan meningkat baik selama fase inspirasi maupun selama fase ekspirasi, karena jari-jari suatu saluran nafas mengecil selama ekspirasi, maka obstruksi pernafasan akan mengakibatkan terperangkapnya udara serta pengisian udara yang berlebihan. Proses patologis yang terjadi akan mengganggu pertukaran gas normal di dalam paru-paru. Ventilasi yang semakin menurun pada alveolus akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia dini. Retensi karbon dioksida (hiperkapnia) biasanya tidak terjadi kecuali pada penderita yang terserang 3 hebat. Pada umumnya semakin tinggi pernafasan, maka semakin rendah tekanan oksigen arteri. Hiperkapnia biasanya tidak dijumpai hingga kecepatan pernafasan melebihi 60 x / menit yang kemudian meningkat sesuai dengan takipne yang terjadi. PATHWAY BRONKIOLITIS Sumber : Ngastiyah (2005) & Carpenito, L.J. (2000) Komplikasi Radang paru-paru. Virus maupun organisme yang menyebabkan infeksi dapat menginvasi ke bagian paru-paru yang lain bahkan seluruh bagian. Radang saluran tengah, terjadi saat ada virus yang masuk ke daerah di belakang gendang telinga Kemungkinan timbulnya penyakit asma di kemudian hari. Reaksi radang yang terjadi saat anak-anak dapat meningkatkan sensitivitas pada saluran napas terhadap allergen, sehingga dapat memicu terjadinya astma. Gangguan respiratorik jangka panjang pasca bronchiolitis dapat timbul berupa batuk berulang, mengi, dan hiperreaktivitas bronkus, yang cenderung membaik sebelum usia sekolah. Bronkiolitis obliterans dan sindrom paru hiperlusen unilateral (Sindrom Swyer-James). Komplikasi ini sering dihubungkan dengan adenovirus. Kematian. Pada anak-anak yang berusia kurang dari 6 bulan, bayi-bayi yang lahir prematur, dan bayi-bayi yang memiliki kelainan bawaan pada jantung dan paru-parunya, infeksi RSV dapat berakibat serius sampai menimbulkan kematian.  Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami bronchiolitis, tetapi yang dibutuhkan adalah lebih banyak istirahat dan pemberian makan (ASI, formula, atau makanan tambahan sesuai usia bayi) dalam porsi lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. ASI diberikan lebih sering, namun dalam waktu yang lebih pendek setiap kalinya. Dengan demikian anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami dehidrasi. Bayi dengan bronchiolitis ringan dapat dirawat di rumah dengan diberikan sirup yang mengandung paracetamol untuk demam dan mengatasi rasa gelisah. Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi. Namun apabila penyakit menunjukkan keparahan atau infeksi serius yang dapat mengancam jiwa, maka harus segera dibawa ke rumah sakit untuk memperoleh penanganan lanjut serta pemantauan jantung dan laju pernafasan. Karena penyebab bronchitis pada umunya disebabkan oleh virus maka belum ada obat kausal. Antibiotik tidak berguna, obat yang biasanyan diberikan adalan obat penurun demam, banyak minum terutama sari buah-buahan. Obat penekan batuk tidak diberikan pada batuk yang banyak lender lebih baik diberi banyak minum. Bila batuk tetap ad dan dalam 2 minggun tidak ada perbaikan maka perlu dicurigai adanya infeksi bakteri sekunder  dan antibiotic perlu diberikian.pemberian antibiotic yang serasi untuk M. pneumonia dan H. influensae sebagai bakteri penyerang sekunder misalnya amoksilin, kontrimoksasol dan golongan makrolid. (Ngastiyah, 1997) Penatalaksanaan medis Terapi farmakologis Bronkodilator, diberikan untuk membantu anak lebih mudah bernapas dengan cara membuka saluran udara di paru-paru dan mengurangi sesak napas. Obat ini dapat diberikan dengan nebulasi, contoh obat ini adalah proventil, ventolin. Steroid, untuk mengatasi radang saluran pernapasan, membantu mengurangi sesak napas dan mengontrol demam, namun pemberiannya tidak dianjurkan.Deksametason 0,5 mg/kgBB inisial, dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Antivirus, seperti ribavirin (Rebetol) dapat diberikan dalam bentuk nebulasi, penggunanya telah dianjurkan untuk bayi dengan penyakit jantung konginetal oleh komite penyakit infeksi akademik pediatric amerikaka (AAP) Antibiotik. Penggunaan antibiotik tidak berguna untuk mengobati RSV karena RSV disebabkan oleh infeksi virus. Meskipun demikian, antibiotik tetap diberikan karena bronchiolitis sukar dibedakan dengan pneumonia interstisialis, dan apabila telah terjadi komplikasi bakteri, seperti infeksi di telinga bagian tengah, atau radang paru-paru karena bakteri. Bila tidak ada komplikasi, maka dokter mungkin akan merekomendasikan obat-obatan yang dapat dibeli secara bebas seperti asetaminofen (Tylenol, dll) atau ibuprofen (Advil, Motrin, dll), yang dapat mengurangi demam tetapi tetap tidak dapat mengobati infeksi tersebut untuk sembuh lebih cepat. Untuk kasus bronkiolitis community base: Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Untuk kasus bronkiolitis hospital base: Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian Amikasin 10-15mg/kgBB/hari dalam 2kali pemberian Nebulasi, untuk membantu mengeluarkan lendir dari hidung anak.  Oksigenasi. Biasanya, penderita diberikan oksigen yang lembab melalui selang udara ke hidung atau headbox atau pada beberapa kasus parah, melalui ventilasi buatan. Untuk bronchiolitis ringan, oksigen diberikan sebanyak 1-2 L/menit atau sesuai kebutuhan. Pada kasus yang serius, anak mungkin membutuhkan pemasangan ventilasi mekanik, sebuah alat bantu pernapasan. Anak akan merasa lega setelah lebih mudah bernapas dan selera makannya juga akan mulai kembali membaik. Pemberian cairan infuse, untuk mencegah terjadinya dehidrasi apabila anak sulit makan dan minum. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. Koreksi gangguan asam basa dan elektrolit. 2. Penatalaksanaan keperawatan Hal utama dalam pengobatan bronchiolitis adalah menjaga anak agar tidak terjadi dehidrasi jika anak tidak makan atau minum dengan baik. Beri minum air putih sebanyaknya untuk menghindari dehidrasi dan beri makan dengan porsi yang lebih kecil namun dengan frekuensi lebih sering. Memberikan posisi yang nyaman dengan posisi kemiringan 30°-40° (semifowler) atau dengan kepala dan dada yang sedikit ditinggikan sehingga leher berada pada posisi ekstensi untuk mempermudah pernapasan. Atau duduk dengan posisi tegak. Berikan minuman atau cairan hangat, seperti sup atau air hangat, untuk membantu melegakan pernapasan dan mengencerkan dahak yang mengental. Anak ditempatkan pada tempat yang sejuk dan udara yang cukup lembab untuk dihirup untuk mengatasi hipoksemia. Buat agar ruangan atau kamar dalam keadaan hangat tetapi tidak terlalu panas Bila udaranya kering, gunakan pelembab ruangan (humidifier) atau vaporizer yang dapat melembabkan udara dan membantu melegakan napas dan batuk. Yakinkan agar alat pelembab udara dalam keadaan kering untuk mencegah timbulnya bakteri dan kuman. Yakinkan lingkungan yang bebas dari asap rokok. Asap rokok dapat memperburuk gejala yang ada. Hindari kontak dengan bayi lainnya dalam beberapa hari pertama. Periksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk anak yang menderita bronkiolitis adalah : Pemeriksaan darah menunjukkan leukositosis dengan predominan polimorfonuklear atau dapat ditemukan leukopenia yang menandakan prognosis buruk, dapat ditemukan anemia ringan atau sedang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal. Pemeriksaan radiologis : Foto dada anterior posterior, hiperinflasi paru, pada foto lateral, diameter anteroposterior membesar dan terlihat bercak honsolidasi ,yang tersebar. Analisa gas darah : Hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolik, atau respiratorik ( Raharjoe, 1994). Tindakan Pencegahan Tidak ada vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi RSV. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah tersebarnya infeksi virus ini diantaranya adalah: Sering-sering mencuci tangan, terutama sebelum menyentuh anak, dan ajarkan pada anak-anak tentang pentingnya mencuci tangan. Hindari paparan terhadap infeksi RSV, dengan cara membatasi kontak antara bayi dengan orang-orang yang sedang mengalami demam dan selesma. Jagalah kebersihan. Pastikan agar rak-rak selalu dalam keadaan bersih terutama rak yang terdapat di dapur dan kamar mandi, terutama bila ada anggota keluarga yang sedang selesma. Segera buang tisu bekas pakai. Jangan menggunakan gelas yang sudah digunakan oleh orang lain. Gunakan gelas sendiri atau gelas sekali pakai bila kita atau orang lain sedang sakit. Jangan merokok. Bayi yang terkena paparan tembakau memiliki resiko lebih tinggi terkena infeksi RSV dan berpotensi lebih besar terkena gejala yang lebih parah. Selalu coba untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar bayi, terutama jika bayi memiliki kelainan saluran napas atau jantung, sistem kekebalan yang rendah, atau lahir prematur. Cuci boneka secara rutin, terutama bila anak atau kawan bermain anak sedang sakit. Sebagai tambahan, ada obat yang disebut palivisumab (Synagis) yang dapat membantu melindungi anak-anak berusia kurang dari 2 tahun yang memiliki resiko mengalami komplikasi serius bila mereka terjangkit RSV. Synagis bekerja dengan menyediakan antibody yang diperlukan untuk melindungi tubuh dari RSV. Diperlukan satu kali suntikan tiap bulan yang disuntikkan melalui IM pada bagian paha setiap puncak musim RSV (dimulai pada musim gugur) dan dilakukan secara terus menerus selama lima bulan. Suntikan ini diulangi lagi setiap tahun hingga si anak tidak lagi dalama kondisi yang berisiko tinggi. Pemberian obat tidak akan mempengaruhi jadwal vaksinasi anak. Penggunaan terapi seperti ini mengurangi frekwensi dan lama perawatan di rumah karena infeksi RSV. Tetapi karena biayanya yang tinggi, penggunaan pengobatan seperti ini dibatasi hanya pada mereka yang memiliki resiko paling tinggi mengalami komplikasi karena infeksi RSV. Pengobatan ini tidak akan berguna untuk mengobati infeksi RSV yang sudah terjadi. Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian Identitas Pasien Pengkajian mengenai Nama, Usia, Jenis kelamin, perlu dilakukan pada pasien bronchiolitis. Data Riwayat Kesehatan 1) Riwayat Kesehatan Dahulu Pada klien kaji jika pernah menderita penyakit bronchiolitis sebelumnya. 2) Riwayat Kesehatan Sekarang Bagian ini membahas tentang uraian secara lengkap jelas dan kronologis tentang penyebab perawatan pasien. Biasanya klien demam,batuk dan dan pilek yang disertai dengan sesak nafas. 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Pada klien kaji apakah klien mempunyai riwayat alergi dalam keluarga, gangguan genetic, riwayat tentang disfungsi pernapasan sebelumnya. Pola Fungsional Gordon Pemeriksaan fisik Keadaan umum Kesadaan Tanda – tanda Vital Pemeriksaan head toe too Pemeriksaan penunjang Terapi Analisa Data Diagnosa Keperawatan Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien bronchiolitis adalah Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Ketidakefektifan pola nafas Defisiensi pengetahuan. Intervensi Keperawatan Perencanaan yang digunakan pada pasien Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berdasarkan NIC yaitu Manajemen Jalan Nafas 1) Auskultasi daerah paru 2) Monitor status pernafasan dan oksigenisasi, sebagaimana mestinya 3) Kelola pemberian bronkodilator. Perencanaan yang digunakan pada pasien Ketidakefektifan pola nafas berdasarkan NIC yaitu Monitor pernafasan 1) monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulita bernafas 2)monitor suara nafas tambahan seperti ngorok, atau mengi 3)monitor pola nafas 4) Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer) Perencanaan yang digunakan pada pasien Defisiensi pengetahuan berdasarkan NIC yaitu Proses penyakit 1) Kaji tingkat pengetahuan pasien aktivitas pasien 2) Tentukan efek dari obat pasien terhadap pola tidur.3) Monitor pola tidur pasien 4) Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk mendukung tidur 5) Diskusikan kepada keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan tidur. Implementasi Keperawatan Implementasi merupakan penatalaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan yang spesifik dan melakukan semua tindakan yang sudah direncanakan pada intervensi. Implementasi yang akan dilakukan pada pasien Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yaitu 1)Mengobersevasi KU klien 2)Memonitor TTV 3)Memonitor suara nafas 4)Memposisikan klien untuk memaksimalkan pernafasan 5)Mengeluarkan sekret dengan batuk efektif atau suctioning 6)Kolaborasi pemberian O2 7) Kolaborasi pemberian bronkodilator. Implementasi yang akan dilakukan pada pasien Ketidakefektifan pola nafas yaitu 1)Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulita bernafas 2) memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok, atau mengi 3) Memonitor pola nafas 4) Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer) Implementasi yang akan dilakukan pada pasien Defisiensi pengetahuan yaitu 1)Memonitor kecemasan 2)Menjelaskan tiap prosedur tindakan yang akan dilakukan 3)Memberikan informasi tentang masalah kesehatan pada klien/keluarga meliputi penanganan dan prognosis 4)Melaporkan penurunan kecemasan 5)Menyediakan pilihan realistis tentang aspek perawatan 6) Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah komplikasi dan kontrol penyakit. Evaluasi Evaluasi merupakan rangkaian proses dalam suatu asuhan keperawatan dimana tindakan dalam evaluasi adalah mengukur kemajuan pasien dalam kriteria hasil dengan indikator yang sudah direncanakan. ASUHAN KEPERAWATAN An.S DENGAN BRONCHIOLITIS DI RUANG MAWAR RSUD X KASUS Pada tanggal 23 Agustus 2018. Pasien An. S dengan umur 1 tahun datang bersama kedua orang tuanya ke IGD RSUD X dengan kondisi sesak nafas,demam,batuk, pilek sudah 2 hari tidak sembuh. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg Nadi : 125 x/menit RR : 76 x/menit Suhu : 37,5 0C Keadaan umum : Sadar Lemah, sesak nafas PENGKAJIAN Identitas Identitas pasien Nama : An. S Umur : 1 tahun Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan : - Alamat : Jl. Mawar Melati Suku/ bangsa : Jawa/ Indonesia Tanggal masuk RS : 23 Agustus 2018 No. RM : 106076 Diagnosa Medis : Bronchiolitis Identitas penangguang jawab Nama : Tn. H Umur : 28 tahun Perkerjaan : Swasta Jenis kelamin : Laki-laki Alamat : Jl. Mawar Melati Hubungan dengan pasien : Ayah kandung Riwayat kesehatan Keluahan utama Saat dilakukan pengkajian, ibu pasien mengatakan anaknya sesak nafas. Keluhan tambahan Ibu pasien mengatakan demam,batuk dan pilek Riwayat penyakit sekarang 2 hari sebelum masuk RS pilek tidak sembuh-sembuh 1 hari setelah msuk RS demam,batukdan dan pilek yang disertai dengan sesak nafas Riwayat penyakit dahulu Orang tua pasien mengatakan sebelumya belum pernah sakit seperti ini. Pasien tidak punya penyakit bawaan atau keturunan serta penyakit menular. Riwayat penyakit keluarga Ibu pasien mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular, menurun atau berbahaya. Pengkajian pola fungsi kesehatan Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan. Orang tua klien mengatakan tidak terlalu mengerti tentang penyakit anaknya saat ini,dan berobat ke RS dengan harapan agar cepat sembuh dan baik seperti semula. Pola nutrisi dan metabolik. Selama perawatan di RS pasien terpasang infus. Nutrisi dari ASI, dan klien mendapatkan asupan cairan peroral dan parenteral. Pola eliminasi. Selama berada di RS pasien BAB di pampers setiap hari dengan konsistensi lembek/baik. d. Pola istirahat dan tidur. Sebelum dirawat di RS ibu pasien mengatakan bisa tidur jam 20.00 dan terkadang kebangun tengah malam hari karena sesak dan batuk. Selama dirawat di Rumah Sakit masih sama seperti sebelum dirawat RS tetapi sudah dibantu dengan oksigenasi. e.Pola kognitif perseptual Pasien dalam keadaan sadar lemah, pasien mengalami gangguan penciuman karena pilek. Pola hubungan dengan orang lain.  Hubungan dengan keluarga, perawat, maupun orang lain tidak ada masalah baik selama dirawat dirumah sakit, orang yang paling dekat adalah ibunya Pola mekanisme koping. Selama anak sakit yang merawat pasien adalah orang tua. Pola nilai keperawatan dan keyakinan. Keluarga beragama islam dan selalu menjalankan ibadah sholat, orang tua menginginkan anaknya menjadi anak yang  sholeh Pola Persepsi Harapan orang tua pasien semoga anaknya cepat sembuh agar cepat pulang ke rumah. Pemeriksaan fisik Keadaan umum : Sadar Lemah Kesadaan : compos mentis Tanda – tanda Vital : TD : 110/70 mmHg N : 125 x/menit S : 37,5 ̊C RR : 76x/ menit Pemeriksaan head toe too Kepala Bentuk kepala : mesochepal Rambut : bersih Telinga : tidak ada serumen Hidung : bentuk simetris bilateral, terdapat sputum/lender yang kental dan produktif Gigi dan mulut : tidak ada somatis, mukosa bibir lembab Leher : tidak ada pembesaran thyroid dan kelenjar lymfe Dada : simetris Abdomen Inspeksi : kembung,supel Palpasi : tidak ada nyeri tekan Perkusi : timpani Auskultasi : paru bronchi basah Punggung : simetris, tidak ada kelainan Ginjal : tidak ditemukan kelainan Genetalia : bersih, tidak terpasang kateter Ekstermitas Atas : tidak ada edema, terpasang infus tangan kiri, fleksi dan ekstensi baik Bawah : tidak ada edema, fleksi dan ekstensi stabil Turgor kulit : < 1 detik Pemeriksaan reflek : tidak ditemukan kelainan Pemeriksaan penunjang Parameter Hasil Nilai normal Hematologi Darah lengkap Hemoglobin Leukosit Hematokrit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC PCV MPV Hitung jenis Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit 11,6 g/dl 12190.0 u/L 36 % 4.6 10^6/uL 334.000 /uL L 55.8 fL L 16.2 pg/cell 29.0 % H 19.4% L 9.0 fL 0.2% L 0.0% L 0.0% 44.0% 46.3% H9.5% 10.8-12.8 6000-17000 35-43 3.6-5.2 217.000-497.000 73-101 23-31 26-34 11.5-14-5 9.4-12.4 9-1 1-5 9-6 25-60 25-50 1-6 Terapi Infus KaEn 3A ( 12 tpm ) Inj.Ampi 3x100 mg Inj. Dexa 2x0,3 Ambroxol 3x1/2 cth Nebu ventolin dan pulmicort 3x1 ( 1:1 )  ANALISA DATA NO DATA ETIOLOGI MASALAH 1 DS:  Keluarga pasien mengatakan anak sesak nafas, batuk ±2 minggu yang lalu kalau batuk ngekel, keluar dahak dan pilek. DO: Keadaan Umum : lemah Kesadaran : Compos mentis. TTV : N : 120x/menit, S : 38,5ºC, Rr : 44x/menit Batuk ngekel, keluar dahak Hidung terdapat sekret dan lender Terdengar suara wheezing saat ekspirasi Terdengar ronkhi di paru-paru kanan di lobus tengah bagian posterior Terdapat cuping hidung Nafas cepat dan dalam Mukus berlebihan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas 2 DS: Ibu pasien mengatakan anaknya batuk, sesak dan pilek.. DO : Pasien tampak batuk,sesak nafas Menggunakan otot bantuan pernafasan. Retraksi dada : (+) Pernafasan cuping hidung : (+) RR : 76 x/menit Terpasang O2 ( 2 l/m ) Akral teraba dingin dan syanosis Hiperventilasi dan Keletihan otot pernafasan Ketidakefektifan pola nafas 3. DS: DS : Ibu mengatakan tidak tahu dengan penyakit anaknya. Ibu khawatir dengan kondisi anaknya. DU DO : Ibu tampak khawatir dan gelisah d Kurang sumber pengetahuan Defisiensi Pengetahuan DIAGNOSA KEPERAWATAN Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mukus berlebihan Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan INTERVENSI Dx Tujuan Dan NOC NIC dan Intervensi Rasional 1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan jalan nafas adekuat NOC : Status pernafasan : Kepatenan jalan nafas (0410) Indicator Skala Awal Tujuan Frekuensi pernafasan Irama pernafasan Kedalaman pernafasan Kemampuan mengeluarkan sekret Suara nafas tambahan Pernafasan cuping hidung 2 2 2 2 2 2 5 5 5 5 5 5 Keterangan skala : 1= Sangat Berat 2= Berat 3= Cukup Berat 4= Ringan 5= Tidak Ada NIC : Manajemen Jalan Nafas (3140) Auskultasi daerah paru Monitor status pernafasan dan oksigenisasi, sebagaimana mestinya Kelola pemberian bronkodilator Buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, sebagai mana mestinya Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi untuk mengetahui penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, bunyi nafas bronchial ( normal pada bronchus ) dapat juga terjadi pada area konsolidasi. untuk mengetahui tanda-tanda vital pada anak memberikan kebutuhan oksigen kepada tubuh 2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan pola nafas pasien efektif NOC : Status pernafasan : Ventilasi (0415) Indicator Skala Awal Tujuan Penggunaan otot bantu nafas Dispnea saat istirahat 3 3 5 5 Keterangan skala : 1 = sangat berat 2 = berat 3 = cukup berat 4 = ringan 5 = tidak ada NIC : Monitor pernafasan (3350) Intervensi : Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulita nbernafas Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok, atau mengi Monitor pola nafas Berikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer) Untuk mengetahui kecepatan irama Untuk mngetahui perkembangan status kesehatan pasien Memberikan kenyamanan pada pasien Untuk mengencerkan sekret 3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan akan mengekspresikan perawatannya tentang perawatan dirumah NOC : Pengetahuan prosedur penanganan (1814) Indicator Skala Awal Tujuan Prosedur penanganan Langkah-langkah prosedur Tindakan pencegahan yang berkaitan dengan prosedur Tindakan yang sesuai dengan komplikasi Efek samping penanganan Kontraindikasi prosedur 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 1 = tidak ada pengetahuan 2= pengetahuan terbatas 3=pengetahuan sedang 4= pengetahuan banyak 5= pengetahuan sangat banyak NIC : Pengajaran Proses penyakit (5602) Intervensi : Kaji tingkat pengetahuan pasien aktivitas pasien Tentukan efek dari obat pasien terhadap pola tidur Monitor pola tidur pasien Sesuaikan jadwal pemberian obat untuk mendukung tidur Diskusikan kepada keluarga mengenai teknik untuk meningkatkan tidur. Untuk menentukan jumlah tidur pasien Agar paham efek samping jika diberikan obat terhadap pola tidurnya Untuk menentukan jumlah tidur pasien Agar mendukung istirahat anak Agar keluarga dapat mengerti teknik meningkatkn tidur IMPLEMENTASI NO DX Tgl/jam Implementasi Respon Paraf I 23-08-2018 08.00WIB Mengobersevasi KU klien Memonitor TTV Memonitor suara nafas Memposisikan klien untuk memaksimalkan pernafasan Mengeluarkan sekret dengan batuk efektif atau suctioning Kolaborasi pemberian O2 Kolaborasi pemberian bronkodilator kesadaran : sadar lemah N: 125x/m, S: 37.5C, RR: 76x/m Aukultasi paru : Ronchi Semi fowler Sekret produktif, pasien melakukan suction dan batuk efektif. Terapi O2 (2l/m) dengan canul nasal Terapi ambroxol 3x ½ cth II 23-08-2018 08.00WIB 12.00 Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulita nbernafas Memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok, atau mengi Memonitor pola nafas Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer) Ireguler, cepat dan dangkal (cusmoul), RR: 76x/m Pasien kooperatif Pasien mengikuti arahan perawat III 23-08-2018 08.00 Memonitor kecemasan Menjelaskan tiap prosedur tindakan yang akan dilakukan Memberikan informasi tentang masala kesehatan pada klien/keluarga meliputi penanganan dan prognosis Melaporkan penurunan kecemasan Menyediakan pilihan realistis tentang aspek perawatan Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah komplikasi dan kontrol penyakit Respon ibu klien mengatakan sangat cemas dengan kondisi anaknya sekarang Respon ibu klien terlihat memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat, terkadang bertanya ketika ada hal yang tidak diketahuinya. Ibu klien terlihat mendengarkan dan memperhatikan setiap penjelasan perawat, sekali-sekali bertanya tentang hal yang tidak dimengerti Ibu klien mengatakan lega dan optimis anaknya akan sembuh. menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan perawat Ibu klien berniat untuk mengubah gaya hidup demu kesehatan anak-anaknya, dan untuk sementara waktu akan membawa anaknya ke rumah neneknya, dimana klien tidak terpapar oleh asp rokok. I 24-08-2018 08.00 Mengobersevasi KU klien Memonitor TTV Memonitor suara nafas Memposisikan klien untuk memaksimalkan pernafasan Mengeluarkan sekret dengan batuk efektif atau suctioning Kolaborasi pemberian O2 Kolaborasi pemberian bronkodilator R/ kesadaran : sadar lemah N: 134x/m, S: 37.8C, RR: 39x/m Aukultasi paru : Ronchi Pasien kooperatif Sekret produktif (mengeluarkan sekret dengan suction, batuk efektif O2 (2l/m) dengan canul nasal Ambroxol 3x 1/2cth II 24-08-2018 08.00 Memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulita bernafas Memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok, atau mengi Memonitor pola nafas Memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (nebulizer) Ireguler, cepat dan dangkal (cusmoul), RR: 39x/m Pasien kooperatif Pasien kooperatif Terapi ventolin & vulmicort (1:1) III 24-08-2018 08.00 Memonitor kecemasan Menjelaskan tiap prosedur tindakan yang akan dilakukan Memberikan informasi tentang masala kesehatan pada klien/keluarga meliputi penanganan dan prognosis Melaporkan penurunan kecemasan Menyediakan pilihan realistis tentang aspek perawatan Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang dapat mencegah komplikasi dan kontrol penyakit Ibu klien mengatakan cemas sudah mulai berkurang. Ibu klien terlihat memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat, terkadang bertanya ketika ada hal yang tidak diketahuinya. Ibu klien terlihat mendengarkan dan memperhatikan setiap penjelasan perawat, sekali-sekali bertanya tentang hal yang tidak dimengerti Ibu klien mengatakan lega dan optimis anaknya akan sembuh menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan perawat Ibu klien berniat untuk mengubah gaya hidup demu kesehatan anak-anaknya, dan untuk sementara waktu akan membawa anaknya ke rumah neneknya, dimana klien tidak terpapar oleh asp rokok. EVALUASI Tgl/jam No. Dx SOAP 23-08-2018 08.00 I S: ibu klien mengatakan sesek mual berkurang tetapi batuk pileknya masih O: kesadaran: sadar lemah Auskultasi paru: ronchi , terpasang O2 (2l/m) dengan canul nasal Sianosis , akral teraba hangat , sekret produktif Batuk pilek , N: 134x/m, RR: 39x/m, S: 37.8 C. A: masalah bersihan jalan nafas belum teratasi P: lanjutkan intervensi 23-08-2018 08.00 II S: Ibu klien mengatakan sesek muali berkurang tetapi batuk pileknya masih O: kesadaran: sadar lemah N: 134x/m, RR: 39x/m, S: 37.8 C. A: masalah pola nafas belum teratasi P: lanjutkan intervensi 23-08-2018 08.00 III S: ibu klien mengatakan sedikit lega setelah mendengar penjelasan dokter dan perawat, berharap anaknya cepat sembuh. O: ibu tampak tenang, terkadang bertanya tentang hal yang tidak di mengerti terkait penyakit anakya. A: masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi 24-08-2018 08.00 I S: ibu klien mengatakan sesek muali berkurang tetapi batuk pileknya masih O: kesadaran: sadar lemah Auskultasi paru: ronchi , terpasang O2 (2l/m) dengan canul nasal Sianosis , akral teraba hangat , sekret produktif Batuk pilek , N: 127x/m, RR: 43x/m, S: 38 C. A: masalah bersihan jalan nafas belum teratasi P: lanjutkan intervensi 24-08-2018 08.00 II S: ibu klien mengatakan sesek muali berkurang tetapi batuk pileknya masih O: kesadaran: sadar lemah N: 127x/m, RR: 43x/m, S: 38 C. A: masalah pola nafas belum teratasi P: lanjutkan intervensi 24-08-2018 08.00 III S: ibu klien mengatakan lega setelah mendengar penjelasan dokter dan perawat, berharap anaknya cepat sembuh. O: ibu tampak tenang A: masalah kurang pengetahuan teratasi P: pertahankan intervensi DAFTAR PUSTAKA Price, Selvia. A.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 2. Jakarta : EGC. Carolin, Elizabeth J.2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Hidayat, A.2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika oltekkes Kemenkes Semarang Prodi DIII Keperawatan Purwokerto 44