Academia.eduAcademia.edu

POLA SEMANTIS SERIALISASI VERBA DALAM BAHASA MELAYU KUPANG

Bahasa Melayu Kupang (BMK) merupakan salah satu bahasa kreol di Nusantara. Bahasa ini tergolong sebagai Bahasa Austronesia. Sebagai salah satu bahasa Austroneisa yang terbentuk dari proses kreolisasi, dan sebagai warisan Ilahi yang berharga bagi Indonesia, BMK beserta fitur-fitur linguistiknya perlu digali dan dilestarikan. Penelitian ini beranjak dari filsafat fenomenologi dan difokuskan pada fitur serialisasi verba yang secara khusus membahas fenomena pola semantis serialisasi verba BMK. Data penelitian pola semantis serialisasi verba BMK dikumpulkan dengan memadukan tiga metode penjaringan data, yaitu metode pengamatan, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Dalam metode pengamatan, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap. Dalam metode wawancara, peneliti mewawancarai beberapa narasumber. Narasumber dimaksud adalah penutur asli BMK yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan dalam metode dokumentasi, data diperoleh dari kumpulan dokumen Kitab Suci umat Kristiani yang tertulis dalam BMK dan kolom "tapaleuk" pada Surat Kabar Harian Pos Kupang. Selanjutnya, metode yang digunakan dalam analisis data dan pemaparan hasil analisis adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola semantis dari serialisasi verba BMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BMK memiliki lima pola semantis serialisasi verba, yaitu: (1) serialisasi verba benefaktif, (2) serialisasi verba kausatif, (3) serialisasi verba tujuan, (4) serialisasi verba kecaraan, dan (5) serialisasi verba aspektual. Kata Kunci: Pola Se mantis, Serialisasi Verba, Bahasa Melayu Kupang PENDAHULUAN Bahasa Melayu Kupang (selanjutnya disingkat BMK) merupakan bahasa kreol yang digunakan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur (bdk. Latupeirissa, 2016; Latupeirissa dan Riwu Hegi, 2016). Penutur asli BMK terdiri dari sekitar 200.000 orang, sedangkan puluhan ribu orang lainnya memakai bahasa ini sebagai bahasa kedua (Grimes B, 2000:510). BMK tergolong sebagai bahasa Austronesia (bdk.

POLA SEMANTIS SERIALISASI VERBA DALAM BAHASA MELAYU KUPANG David S. Latupeirissa Email: [email protected] Universitas Udayana Denpasar ABSTRAK Bahasa Melayu Kupang (BMK) merupakan salah satu bahasa kreol di Nusantara. Bahasa ini tergolong sebagai Bahasa Austronesia. Sebagai salah satu bahasa Austroneisa yang terbentuk dari proses kreolisasi, dan sebagai warisan Ilahi yang berharga bagi Indonesia, BMK beserta fitur-fitur linguistiknya perlu digali dan dilestarikan. Penelitian ini beranjak dari filsafat fenomenologi dan difokuskan pada fitur serialisasi verba yang secara khusus membahas fenomena pola semantis serialisasi verba BMK. Data penelitian pola semantis serialisasi verba BMK dikumpulkan dengan memadukan tiga metode penjaringan data, yaitu metode pengamatan, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Dalam metode pengamatan, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap. Dalam metode wawancara, peneliti mewawancarai beberapa narasumber. Narasumber dimaksud adalah penutur asli BMK yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Sedangkan dalam metode dokumentasi, data diperoleh dari kumpulan dokumen Kitab Suci umat Kristiani yang tertulis dalam BMK dan kolom „tapaleuk‟ pada Surat Kabar Harian Pos Kupang. Selanjutnya, metode yang digunakan dalam analisis data dan pemaparan hasil analisis adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pola semantis dari serialisasi verba BMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BMK memiliki lima pola semantis serialisasi verba, yaitu: (1) serialisasi verba benefaktif, (2) serialisasi verba kausatif, (3) serialisasi verba tujuan, (4) serialisasi verba kecaraan, dan (5) serialisasi verba aspektual. Kata Kunci: Pola Se mantis, Serialisasi Verba, Bahasa Melayu Kupang PENDAHULUAN Bahasa Melayu Kupang (selanjutnya disingkat BMK) merupakan bahasa kreol yang digunakan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur (bdk. Latupeirissa, 2016; Latupeirissa dan Riwu Hegi, 2016). Penutur asli BMK terdiri dari sekitar 200.000 orang, sedangkan puluhan ribu orang lainnya memakai bahasa ini sebagai bahasa kedua (Grimes B, 2000:510). BMK tergolong sebagai bahasa Austronesia (bdk. Blust, 1978, 1993; C. Grimes, 2000; C. Grimes et.al., 1997; B.F. Grimes, 2000 ). 1 Wilayah pemakaian bahasa ini adalah Kota Kupang dan sekitarnya, seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini. Sumber : Jacob J, Charles E. Grimes, compilers. (2003). Kamus Pengantar Bahasa Kupang: Edisi Kedua. Kupang: Artha Wacana Press Sebagai bahasa kreol yang terbentuk dari proses migrasi bahasa- bahasa daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT), keberadaan BMK dapat dikatakan kritis (bdk. Frank, 2007). Di sisi lain, penelitian kebahasaan tentang BMK masih tergolong sangat minim (bdk. Latupeirissa, 2016). Padahal, sebagai bagian dari kekayaan budaya nusantara, BMK perlu dilestarikan dan dikembangkan seperti yang dinyatakan dalam kutipan Undang-Undang Dasar (1945), Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945 di bawah ini: “….bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan ayat itu, negara memberi kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan bahasanya sebagai bagian dari kebudayaannya masing-masing…” Pernyataan mengenai pelestarian BMK, termasuk fitur- fitur linguistik yang terkandung di dalamnya sejalan dengan pendapat Halim (1980) yang merujuk pada Keputusan Kongres Bahasa Indonesia Tiga (1983) dan penjelasan UUD 1945, Bab XV, pasal 36 (Republik Indonesia. 1945). Halim (1980:21) menyatakan bahwa bahasa-bahasa yang dipakai sebagai alat perhubungan yang 2 hidup dan masih dibina oleh masyarakat pemakainya, dihargai dan dipelihara oleh negara karena bahasa-bahasa itu merupakan bagian dari kebudayaan Indonesia yang masih hidup. Demikianlah BMK adalah bagian dari kebudayaan Indonesia yang masih hidup patut dipelihara (Latupeirissa, 2016). Penelitian ini bertolak dari paham filsafat fenomenologi yang penulisannya bertujuan untuk mendokumentasikan fenomena fitur linguistik BMK itu sendiri, sebagai bagian dari kekayaan Nusantara. Pendokumentasian ini merupakan salah satu upaya pelestarian BMK. Di sisi lain, penelitian mengenai serialisasi verba BMK pernah dilakukan oleh Jacob dan Grimes (2011) serta Latupeirissa dan Riwu Hegi (2016). Jacob dan Grimes meneliti perihal ‗aspect and directionality in Kupang Malay serial verb constructions‟. Penelitian Jacob dan Grimes (2011) hanya berfokus pada hubungan pararel fenomena lingual BMK dengan beberapa bahasa lokal di NTT yakni bahasa Helong, Amarasi, Dhao dan Lhole untuk membuktikan bahwa BMK adalah bahasa kreol yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Bahasa Indonesia standar. Sementara itu, Latupeirissa dan Riwu Hegi (2016) meneliti pola gramatikal serialisasi verba BMK. Berbeda dari kedua penelitian yang disebutkan di atas, penelitian perihal fenomena lingual yang terdapat dalam BMK pada makalah ini difokuskan pada pemaparan pola semantis serialisasi verba yang belum pernah diteliti sebelumnya. Serialisasi verba (verb serialization) itu sendiri adalah sebuah konstruksi dalam klausa yang di dalamnya terdapat pemakaian dua atau lebih verba yang berurutan tanpa dihubungkan dengan partikel, klitik dan penghubung lain (Kroeger, 2004:222). Istilah ―serialisasi‖ itu sendiri merupakan bentuk derivasi dari kata ―serial‖ yang dibubuhi sufiks ―–isasi‖. Sebutan ‗serialisasi‖ mengacu kepada pengertian dua hal atau lebih verba yang disusun secara berderet atau berturutan. Konsep serialisasi verba dalam penelitian ini mengacu pada karakteristik verba serial sebagai ciri pembeda antara konstruksi serial dan konstruksi verbal biasa atau konstruksi lain yang dikemukakan oleh Durie (1997: 291) dan Aikhenvald (2006:3-4). Mereka menyatakan karakteristik serialisasi verba sebagai berikut. Pertama, secara morfologis, pemarkahan dapat terjadi 3 hanya pada salah satu verba atau tiap-tiap verba tersebut memeroleh pemarkahan yang sama. Kedua, secara sintaksis, konstruksi klausa berpredikat verba serial diisi oleh dua verba atau lebih, biasanya membentuk satu klausa (monoklausal) dengan kebersamaan argumen atau kategori fungsional antara lain: (a) mempunyai satu subjek, (b) mempunyai subjek dan objek bersama, (c) mempunyai katergori gramatikal bersama kala (tense), aspek, dan negasi serta tidak disela oleh pemarkah konjungsi, baik kordinasi maupun subordinasi, keberadaan verba serial sebagai elemen pengisi fungsi predikat dalam sebuah klausa dapat berdampingan atau terbelah. Ketiga, secara semantik, konstruksi verba serial dikonsepsikan sebagai peristiwa tunggal. Berikut ini merupakan contoh serialisasi verba secara umum yang dipaparkan oleh Jacob dan Grimes (2011). Contoh dimaksud memaparkan fenomena serialisasi verba dalam BMK dan dalam bahasa Helong (salah satu bahasa daerah di NTT yang bermigrasi dan turut memengaruhi kreolisasi BMK). Helong: Oen maa nakbua se onan 3p come gather PREP beach ‗They also gathered on the beach.‘ na that Kupang: Dong datang kumpul di 3p come gather LOC pante ju. beach also Indonesian: Mereka berkumpul di 3p gather LOC itu that pantai beach itu that lam. also juga. also Dari contoh di atas, ‗maa‟ dan ‗nakbua‟ dalam bahasa Helong merupakan verba serial dalam satu klausa sebagai pengisi fungsi predikat. Demikian juga ‗datang‟ dan ‗kumpul‟ dalam BMK juga merupakan verba serial yang mempunyai satu subyek ‗Dong‟ dengan kategori gramatikal yang sama. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan serilisasi verba adalah verba dalam kalimat/klausa BMK ya ng dipakai secara beruntun dengan pola gramatikal dan pola semantis khas sesuai kaidah yang berlaku dalam sistem BMK. 4 Dalam kaitannya dengan pola semantis, Foley dan Van Valin (1984) menyatakan bahwa dalam sebuah klausa terdapat suatu satuan hubungan semantis yang beragam dengan manifestasi sintaksis ganda. Hal tersebut juga berlaku dalam BMK. Dua istilah yang dapat dipakai untuk mengungkap aspek fungsi semantis dalam kalimat adalah actor dan undergoer. Actor adalah argumen dari predikat yang mengungkapkan partisipan yang melakukan, mengakibatkan, menyebabkan atau mengontrol situasi yang ditunjukan predikat. Undergoer adalah argumen yang menyatakan partisipan yang tidak melakukan aksi, memulai atau mengontrol suatu situasi tetapi lebih pada bagian yang diakibatkan oleh aktor bagaimanapun juga. Actor maupun undergoer memiliki hubungan semantis yang merata antara sebuah predikat dan argumen-argumen. Keduanya sama-sama memiliki kemungkinan mengemban peran semantis yang bermacam- macam. Sebuah NPs (FNs) bisa saja menghasilkan peran semantis sebagai actor atau undergoer jika dikaitkan dengan predikat yang diisi verba. Menurut Ha egeman (1992), struktur tematik yang berhubungan dengan peran tematik (peran semantis) selalu dikaitkan dengan proses sintaksis. Tidak ada pembatasan yang pasti tentang jumlah peran tematik atau peran semantis khusus. Peran-peran tersebut bisa berupa agent/actor, patient, theme, experiencer, goal, source, location, etc. Demikianlah hubungan dan pola semantis antar verba berkaitan erat dengan argumen-argumen yang dituntut verba tersebut. METODOLOGI Data penelitian pola semantis serialisasi verba BMK dikumpulkan dengan memadukan tiga metode penjaringan data yaitu metode pengamatan, metode wawancara, dan metode dokumentasi. Dalam metode pengamatan, peneliti menggunakan teknik simak libat cakap. Dalam metode wawancara, peneliti mewawancarai narasumber. Narasumber dimaksud adalah penutur asli BMK yang memenuhi syarat-syarat yang dipaparkan oleh Samarin (1988). Sedangkan dalam metode dokumentasi, data diperoleh dari kumpulan dokumen Kitab Suci umat 5 Kristiani ‗Janji Baru‟ (2007) yang tertulis dalam BMK serta teks di kolom ‗tapaleuk‟ dalam Surat Kabar Harian Pos Kupang. Selanjutnya, metode yang digunakan dalam analisis data dan pemaparan hasil analisis adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan karena tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan fenomena pola semantis dari serialisasi verba BMK. Adapun langkah-langkah analisis data yaitu pertama, pentranskripsian, kedua, penyeleksian, ketiga penterjemahan cermat (gloss) dan yang terakhir adalah penarikan simpulan. HASIL ANALISIS Berdasarkan hasil penjaringan data, diidentifikasi lima jenis pola semantis serialisasi verba dalam BMK, yaitu (1) serialisasi verba benefaktif, (2) serialisasi verba kausatif, (3) serialisasi verba tujuan, (4) serialisasi verba kecaraan, dan (5) serialisasi verba aspektual, sebagaimana dipaparkan dan dijelaskan di bawah ini. A. Serialisasi Verba Benefaktif Hasil penelitian menunjukan bahwa serialisasi verba benefaktif (benefactive serialization) dalam BMK terjadi pada klausa sederhana dengan komponennya yang terdiri dari dua argumen yang muncul sebagai akibat interpretasi dari dua verba atau lebih. Dalam konstruksi serialisasi verba benefaktif yang terdapat dalam BMK, ditemukan bahwa verba yang muncul bisa saja berjumlah dua atau lebih, sebagaimana dilihat pada data berikut: (1) Itu orang bawa pulang itu kayu DET orang membawa pulang DET kayu Orang itu membawa kayu tersebut ke rumah (2) Dia pi eo ame kopi kasi katong 3TG pergi ambil kopi kasih 1JM Dia memberikan kopi kepada kami. Seperti tampak pada data (1), verba yang mengandung makna benefaktif adalah verba pertama, sedangkan verba kedua bukan merupakan verba benefaktif . Verba kedua merupakan verba intransitif-aksi yang menyatakan aksi atau aktivitas yang dilakukan argumen dia yang mengemban fungsi sebagai subjek. Makna yang 6 terkandung dalam verba intransitif-aksi bawa menunjukan adanya suatu keuntungan yang dihasilkan sebagai akibat kegiatan yang dilakukan SUBJ yang ditunjukan verba bawa. Pada data (2), konstruksi serialisasi verba tampil dalam sebuah konstruksi berpisah karena verba pertama, verba kedua, dan verba ketiga hadir berdampingan, yaitu pi eo ame, sedangkan verba keempat, yaitu verba kasi hadir setelah argumen, kopi, yang berfungsi sebagai OBJ (Direct Object). Makna benefaktif terkandung pada verba kasi yang dipisahkan oleh argumen dia. Verba kasi sebagai verba intransitif menyatakan makna keuntungan yang didapati dari aksi yang dilakukan SUBJ terhadap OBJ, dalam hal ini memberikan kopi. Serialisasi verba, pi eo ame, yang masing- masing merupakan verba intransitifaksi, transitif-aksi dan transitif-aksi, menyatakan suatu peristiwa yang biasa dilakukan pelaku (SUBJ). B. Serialisasi Verba Kausatif Kausatif merupakan salah satu model konstruksi predikat komp leks secara lintas bahasa, terutama pada bahasa-bahasa yang miskin dalam tataran morfologi. Dalam realisasinya, konstruksi serialisasi verba kausatif ini bisa muncul secara morfologis dan sintaksis. Hal ini sesuai dengan klasifikasi tipe kausatif yang dikemukakan Comrie (1983, 1989) yang memilah dan membedakan serialisasi verba kausatif atas dua tipe, yaitu (1) kausatif morfologis (morphological causative) atau kausatif sintetik (synthetic causative) dan (2) kausatif sintaksis (syntactic causative) yang sering disebut kausatif analitik (analitic causative) atau kausatif perifrastik (periphrastic causative). Dengan menggunakan parameter formal atau parameter morfosintaksis, Comrie (1989: 166-174) mengklasifikasi kausatif atas tiga tipe, yaitu (1) kausatif analitik (analitic causative), (2) kausatif morfologis (morphologycal causative), dan (3) kausatif leksikal (lexical causative). Tipe konstruksi serialisasi verba kausatif yang terdapat dalam suatu bahasa sangat tergantung pada tipe bahasa itu sendiri, terutama dilihat dari tipologi morfologis (isolasi, aglutinasi, dan seterusnya). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa tipe serialisasi verba kausatif yang terdapat dalam BMK tidak memiliki konstruksi kausatif morfologis, sebagaimana dilihat pada data berikut: 7 (3) Dia bikin babae itu sepeda 3TG buat baik DET sepeda “Dia memperbaiki sepeda itu.‖ (4) Dong pi puku kas mati itu anjing 3JM pergi pukul kasih mati DET anjing ―Mereka memukul mati anjing iru.‖ Data (3) menunjukan bahwa serialisasi verba kausatif dalam BMK terdapat pada verba dasar, bikin, yang hadir sebagai verba pertama sedangkan pada data (4), hadir pada verba ketiga, kas ―kasih‖. Predikat pada data (4) merupakan unsur pokok dalam klausa tersebut yang muncul dalam bentuk serialisasi dengan dua argumen ini (core argument). Verba beruntun bikin babae ―buat baik/memperbaiki‖ memiliki dua argumen, yaitu ‗dia‘ sebagai agen dan ‗itu sepeda‘ sebagai pasien. Makna kausatif yang terkandung pada verba serial ‗bekin babae‘ adalah kausatif analitik. Sedangkan pada data (4), dalam serialisasi verba pi puku kas mati „pergi pukul kasih/buat mati‟/‟memukul mati‟, makna kausatif terdapat pada dua verba terakhir, yaitu „kasi mati‟. Verba pi puku ‗pergi pukul‘ menunjukan aksi/perbuatan pelaku. Jenis kausatif pada serialisasi verba, pi puku kas mati, adalah serialisasi verba kausatif analitik. C. Serialisasi Verba Tujuan Serialisasi verba tujuan (purpose serialization) adalah serialisasi verba yang mengandung makna tujuan tertentu. Makna tujuan serialisasi verba tujuan dalam BMK dapat dilihat pada data berikut: (5) Ketong pi loti kalong 1JM pergi lihat/cari kelelawar Kita pergi mencari kelelawar (6) Dong masok minta orang pung ana parampuan 3JM masuk minta orang punya anak perempuan Mereka meminang anak gadis orang Serialisasi verba pi loti ‗pergi cari‘ pada data (5) dan serialisasi verba masok minta ‗masuk minta‘ pada data (6) adalah serialisasi verba yang mengandung makna tujuan. Dilihat dari aspek semantik, ada tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan. Pada data (5), tujuan yang 8 hendak dicapai adalah mendapatkan/menemukan kalong ‗kelelawar‘. Makna tujuan untuk mendapatkan/menemukan kelelawar terkandung dalam serialisasi verba, pi loti ‗pergi lihat/cari‘. Makna tujuan untuk mendapatkan (meminang) seorang anak gadis pada (6) terkandung serialisasi verba, masok minta ‗masuk minta‘(meminang). D. Serialisasi Verba Kecaraan Serialisasi kecaraan (manner serialization) adalah jenis serialisasi verba yang menyatakan bagaimana suatu pekerjaan dilakukan. Serialisasi verba kecaraan dalam BMK dapat dilihat pada data berikut: (7) Dia dudu tongka dagu sa 3TG duduk menyangga dagu saja Dia duduk menongkat dagunya (8) Ketong dudu lipa kaki lebe bae 1JM duduk lipat kaki lebih baik Kita lebih baik duduk bersilah Dilihat dari pola semantis, makna kecaraan pada serialisasi verba pada klausa (7) terdapat pada verba kedua, tongka (dagu), sedangkan verba pertama, dudu menunjukan pada aktivitas argumen (pelaku) secara umum. Makna kecaraan pada data (8) terdapat dalam serialisasi verba, dudu lipa (kaki) dan makna aktivitas/kegiatan ditunjukan oleh verba pertama, dudu ‗duduk‘. Seperti tampak pada kedua data di atas, konstruksi serialisasi verbanya berdampingan tanpa dipisahkan oleh kehadiran argumen ini. E. Serialisasi Verba Aspektual Konstruksi serialisasi verba dalam BMK yang bersifat aspektual ditandai dengan pemarka ada dan su. Kata ada dalam BMK menyatakan suatu kegiatan sedang berlangsung dan kata su dipakai untuk mengungkapkan suatu kegiatan yang sudah selesai dikerjakan. Pola semantik serialisasi verba aspektual dalam BMK dapat dilihat pada data berikut: (9) Beta su suruh dia pi dari tadi 1TG sudah suruh 2TG pergi sejak tadi Saya telah menyuruh dia pergi sejak tadi 9 (10) Bu Tian ada dudu tofa rumput di dong pung kintal NAMA sedang duduk bersih rumput di 3JM punya kintal Pak Tian sedang duduk membersihkan rumput di halaman Seperti tampak pada data di atas, ciri atau hubungan aspektual ditandai dengan kehadiran atau pemakaian kata su pada data (9) dan kehadiran atau pemakaian kata ada pada data (10). Kata su pada data (9) muncul sebelum atau mendahului verba suru dan verba pi dipisahkan oleh kehadiran argumen dia. Makna aspektual (perfektif) pada data (10) ditunjukan oleh kehadiran atau pemakaian su pada data (9) menyatakan bahwa kegiatan suruh „menyuruh‟ sudah/telah disampaikan. Makna aspektual pada data (10) ditunjukan oleh kehadiran atau pemakaian pemarkah aspek, ada ‗sedang‘ yang menyatakan bahwa kegiatan dudu tofa ‗duduk membersihkan‘ sedang berlangsung. Makna aspektual kata ada yang dipakai pada data (10) adalah makna aspektual yang berdiri durative karena menunjukan bahwa kegiatan dudu tofa ‗duduk membersihkan‘ masih sedang berlangsung. Dari pembahasan tentang ciri atau hubungan semantis antar verba pembentuk konstruksi serialisasi verba dalam BMK, maka dapatlah di buat sebuah bagan yang menggambarkan pola semantis serialisasi verba dalam BMK sebagai berikut. 10 Bagan Hubungan Semantis Serialisasi Verba Dalam BMK SV BENEFAKTIF SV KAUSATIF SV KECARAAN SV BMK SV TUJUAN SV INSTRUMEN Keterangan SV BMK : Serialisasi Verba Bahasa Melayu Kupang SV BENEFAKTIF : Serialisasi Verba Benefaktif SV KAUSATIF : Serialisasi Verba Kausatif SV TUJUAN : Serialisasi Verba Tujuan SV KECARAAN : Serialisasi Verba Kecaraan SV ASPEKTUAL : Serialisasi Verba Aspektual . 11 SIMPULAN Berdasarkan data dan analisis yang telah dipaparkan di atas, ditarik simpulan bahwa terdapat lima fenomena pola semantis serialisasi verba dalam BMK yaitu (1) serialisasi verba benefaktif, (2) serialisasi verba kausatif, (3) serialisasi verba tujuan, (4) serialisasi verba kecaraan, dan (5) serialisasi verba aspektual. Kelima pola semantis ini merupakan fenomena kebahasaan dalam BMK yang khas. 12 DAFTAR PUSTAKA Aikhenvald, Alexandra Y. (2006). Serial Verb Constructions in Typological Perspective. Dalam Aikhenvald, Alexandra Y. & Dixon, R. M. W. (Eds). Serial Verb Constructions: A Cross-Linguistic Typology. USA: Cambridge University Press. Pp. 1--68. Blust, Robert A. (1978). Eastern Malayo-Polynesian: a subgrouping argument. Pacific Linguistics C–61: 181–234. ———. (1993). Central and Central-Eastern Malayo-Polynesian. Oceanic Linguistics 32/2:241–293. Comrie, B. (1983, 1989). Language Universal and Linguistic Typology. Oxford: Basil Blackwell. Durie, Mark. (1996). Grammatical Structures in Verb Serialization. Dalam: Alsina, Alex, Joan Bresnan, & Peter Sells (Eds). Complex Predicates. USA: CLSI Publication. Hal. 289 -- 354. Foley, William A dan Van Valin, Robert D., Jr. (1984). Functional Syntax and Universal Grammar. Cambridge: Cambridge University Press. Frank, David B. (2007). We Don‟t Speak a Real Language: Creoles as Misunderstood and Endangered Language. Paper yang dipresentasikan pada 25 Maret 2007 di Symposium on Endangered Languages. United States of America: College Park, MD. Grimes, Barbara F. ed. (2000). Ethnologue: Languages of the World. 2 vols. 14th edition. Dallas: SIL International. Grimes, Charles E. (2000). Introduction: new information filling old gaps in eastern Indonesia. Dalam Charles E. Grimes, ed. Spices from the East: Papers in languages of eastern Indonesia. Pacific Linguistics 503:1–8. Grimes, Charles E., Tom Therik, Barbara Dix Grimes, and Max Jacob. (1997). A guide to the people and languages of Nusa Tenggara. Paradigma B–1. Kupang: Artha Wacana Press. 13 Haegeman, Liliane. (1991). Introduction to Government and Binding Theory. Inter-Library Loan. Australia: National Library of Australia. Halim, Amran (Ed.) (1984). Politik Bahasa Nasional 2. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Jacob J, Charles E. Grimes, compilers. (2003). Kamus Pengantar Bahasa Kupang: Edisi Kedua. Kupang: Artha Wacana Press. Jacob J, Charles E. Grimes. (2011). Aspect and Directionality an Kupang Malay Serial Verb Constructions. Dalam ‗Creoles, their Substrates, and Language Typology, halaman 337-366. Amsterdam : John Benjamins Publishing Company. Janji Baru. (2007). Alkibab Bahasa Kupang. Kupang : Unit Bahasa dan Budaya Latupeirissa, David Samuel (2016). Reduplikasi dalam Bahasa Melayu Kupang. Dalam Prosiding SNBI IX. Denpasar: Universitas Udayana Latupeirissa, David Samuel dan Riwu Hegi, James (2016). Pola Gramatikal Serialisasi Verba dalam Bahasa Melayu Kupang. Makalah yang dipresentasikan dalam Seminar Internasional ‗Menelusuri Jejak Migrasi Bahasa- Bahasa Austronesia‟. Jakarta: Badan Bahasa Kroeger, Paul R. (2004). Analyzing Syntax: A Lexical Functional Approach. Cambridge: Cambridge University Press. Republik Indonesia. (1945). Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara. Samarin, Wiliam J. (1988). Ilmu Bahasa Lapangan (Terj. J. S. Badudu). Yogyakarta: Kanisius 14