Academia.eduAcademia.edu

Karya Tulis Ilmiah-Edit

Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) No. 09, Tahun 2009, bahwa sebagai persyaratan Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Izajah, setiap pegawai di dalam lingkungan KESDM yang akan mengikuti hal tersebut di atas (Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Izajah) diwajibkan untuk membuat karya tulis ilmiah. Untuk memenuhi syarat tersebut penulis yang telah menyelesaikan pendidikan Strata -1 pada Jurusan Internal untuk Optimalisasi Realisasi Anggaran di Pusat Survei Geologi". Mengingat pentingnya pengendalian internal yang berdampak pada capaian kinerja secara keseluruhan di Pusat Survei Geologi. Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, Pengendalian terhadap pengelolaan keuangan sangatlah penting untuk ditingkatkan agar anggaran pendapatan dan belanja melalui DIPA benar-benar dapat dikelola secara efektif, efeisien, dan mencapai tujuan yang diharapkan (direncanakan). Hal itu, bersesuaian dengan amanah undang-undang di bidang keuangan negara yang membawa implikasi terhadap perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Prinsip ini hanya bisa dicapai jika seluruh penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) No. 09, Tahun 2009, bahwa sebagai persyaratan Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Izajah, setiap pegawai di dalam lingkungan KESDM yang akan mengikuti hal tersebut di atas (Ujian Kenaikan Pangkat Penyesuaian Izajah) diwajibkan untuk membuat karya tulis ilmiah. Untuk memenuhi syarat tersebut penulis yang telah menyelesaikan pendidikan Strata - 1 pada Jurusan Administrasi Bisnis, Program Studi Manajemen Ekonomi Publik Konsentrasi Keuangan Publik, Sekolah Tinggi Administrasi Lembaga Administrasi Negara, Bandung. Akan menyajikan tulisan yang berjudul “Manajemen Pengendalian Internal untuk Optimalisasi Realisasi Anggaran di Pusat Survei Geologi”. Mengingat pentingnya pengendalian internal yang berdampak pada capaian kinerja secara keseluruhan di Pusat Survei Geologi. Dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, Pengendalian terhadap pengelolaan keuangan sangatlah penting untuk ditingkatkan agar anggaran pendapatan dan belanja melalui DIPA benar-benar dapat dikelola secara efektif, efeisien, dan mencapai tujuan yang diharapkan (direncanakan). Hal itu, bersesuaian dengan amanah undang-undang di bidang keuangan negara yang membawa implikasi terhadap perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan transparan. Prinsip ini hanya bisa dicapai jika seluruh penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian sampai dengan pertanggungjawaban, dilakukan secara tertib, terkendali, efektif, dan efisien. Maka dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Manajemen pengendalian internal yang dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah tersebut. Realisasi anggaran dan capaian kinerja realisasi pada semester I tahun anggaran 2015 masih dibawah 15%. Rendahnya capaian kinerja tersebut diduga oleh karena pelaksanaan manajemen pengendalian internal masih belum optimal. Oleh karena itu dalam karya ilmiah yang saya akan sampaikan ini perlu adanya evaluasi terhadap sistem pengawasan dan pengendalian internal dalam suatu unit kerja sehingga capaian kinerja suatu unit kerja sesuai dengan yang direncanakan dan diharapkan. Peran manajemen dan jajarannya juga menjadi kunci penting dalam menyusun suatu pengendalian yang efektif dan yang lebih penting lagi dalam pelaksanaannya. Manajemen Pengendalian internal yang efektif tentunya akan menunjang dalam optimalisasi realisasi anggaran di Pusat Survei Geologi, sebagai staff pegawai di Bagian Keuangan tentunya penulis merupakan salah seorang dari 253 Aparatur Sipil Negara di unit Satuan Kerja Pusat Survei Geologi yang diberi tugas jabatan sebagai pengadministrasi keuangan agar capaian realisasi anggaran di satuan kerja Pusat Survei Geologi dapat berjalan sesuai perencanaan. Sistem manajemen pengendalian yang disusun akan mempermudah dalam pelaporan realisasi anggaran, sehingga realisasi anggaran dan capaian kinerja dapat dipantau setiap saat dalam tahun anggaran berjalan. Maksud dan tujuan Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan bahwa maksud dari penulisan karya ilmiah ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran manajemen pengendalian internal terhadap optimalisasi realiasasi anggaran sehingga dapat menunjang pelaksanaan capaian kinerja. Hal tersebut juga menjadi dasar tujuan dalam penulisan makalah ini, adapun tujuannya secara rinci adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui manajemen pengendalian anggaran internal di Pusat Survei Geologi. Untuk mengetahui optimalisasi realisasi anggaran di Pusat Survei Geologi. Untuk mengetahui sejauh mana optimalisasi realisasi anggaran berpengaruh terhadap capaian kinerja satuan kerja di pusat survey geologi. Untuk mengetahui peran manajemen pengendalian internal terhadap optimalisasi realisasi anggaran dalam peningkatan capaian kinerja di Pusat Survei Geologi. Keluaran Keluaran yang diharapkan dari penulisan karya ilmiah ini adalah : Gambaran dari manajemen pengendalian internal di Pusat Survei Geologi Sistem pelaporan yang efektif untuk meningkatkan realisasi anggaran SOP pelaksanaan dalam merealisasikan anggaran BAB II KERANGKA PIKIR PENULISAN 2.1. Konsep Manajemen Manajemen dibutuhkan oleh siapa saja yang bekerja sama dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Untuk itu Siagian (1996 : 5) mendefinisikan manajemen sebagai : “Kemampuan atau keterampilan atau memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan – kegiatan orang lain “. Selanjutnya Hasibuan (2005 : 1-2) mengemukakan bahwa : “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber – sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu “. Kemudian Koontz & O’Donnel (1992 : 3), mengemukanan bahwa : “Management is getting things done through people bringing about this coordinating of group activity the manager, as a manager plans, organizes, staff, direct and control the activities other people. Maksud dari pendapat tersebut diatas bahwa manajemen merupakan usaha organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan antara anggota organisasi. Kondisi tersebut dicapai melalui perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan dan pengendalian. Stoner (1992 : 6) mengemukakan bahwa : “Management is the process of planning, organizing, leading and controlling the efforts of organization members and of using all other organizational resources to achieve stater organizational goals “. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan proses perencanaan, pengoerganisasi, pengarahan dan pengawasan atas usaha-usaha para anggota organisasi serta pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manullang (1996 : 15) mengemukakan bahwa manajemen adalah : “Seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan, pengarahan serta pengawasan sumber daya untuk mencapai tujuan yang sudah ditetapkan “. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, manajemen bisa dikelompokkan ke dalam peranan sebagai sistem wewenang dan tanggung jawab, proses, sifat kebersamaan, serta manajemen sebagai seni dan ilmu. pengertian perananan dapat diartikan sebagai proses pengawasan untuk mencapai tujuan secara rasional, efektif dan efesien. Fungsi-fungsi manajemen Berdasarkan pendapat diatas bahwa manajemen perupakan proses kerjasama antar dua orang manusia atau lebih untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebagai ciri dari manajemen adalah adanya kelompok manusia, kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih adanya kerjasama dari kelompok tersebut, adanya proses , bimbingan, kepemimpinan dan pengendalian dan adanya tujuan Sementara itu Terry (1997 : 25) mengklasifikasikan fungsi – fungsi manajemen, sebagai berikut : Planning (Perencanaan) Organizing (Pengorganisasian) Actuating (Penggerakan) Controlling (Pengendalian dan pengawasan) Fungsi – fungsi manajemen menurut Fayol (Siagian, 1996 : 105) terdiri dari : Planning (Perencanaan) Organizing (Pengorganisasian) Commanding (Pemberian Komando) Coordinating (Pengkoordinasian) Controlling (Pengawasan) Menurut Gulick (1997 : 104) bahwa fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut : Planning (Perencanaan) Organizing (Pengorganisasian) Staffing (Pengadaan tenaga kerja) Directing (Pengarahan) Coordinating (Pengkoordinasian) Reforting (Pelaporan) Budgeting (Penganggaran) Pengawasan serta Pengendalian (Controlling) Pendapat para ahli tersebut dia atas menunjukan bahwa pengendalian merupakan fungsi dari manajemen, disamping fungsi lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan karena fungsi – fungsi tersebut mutlak harus dijalankan pimpinan dalam mencapai tujuan organisasi. 2.2. Konsep Pengendalian Pengendalian (Controlling) merupakan suatu faktor penunjang penting dalam efisiensi organisasi, demikian juga pada perencanaan pengorganisasian dan pengarahan. Pengendalian adalah suatu fungsi yang positif dalam menghindarkan dan memperkecil penyimpangan – penyimpangan dari sasaran – sasaran atau target yang direncanakan. Setiap pengorganisasian oleh karena itu harus memiliki sistem pengendalian. Perbedaan antara pengawasan dengan pengendalian adalah pada wewenang dari pengembang kedua istilah tersebut. Pengendalian memiliki wewenang turun tangan yang tidak dimiliki oleh pengawasan. Pengawas hanya sebatas memberi saran, sedangkan tindak lanjutnya dilakukan oleh pengendali. Koontz & O’Donnell (1992 : 29) memberikan pengertian mengenai pengendalian sebagai berikut : “Controlling is the managerial function of measuring and correcting performance of activities of subordinates in orfer to assure that enterprise objectives and are being accomplished “ . Pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana- rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara. Maksud dari pendapat diatas tersebut bahwa pengendalian merupakan kegiatan dari fungsi manajerial guna memperbaiki pelaksanaan dari berbagai kegiatan unit kerja agar sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan. Sedangkan menurut LAN RI (1995) pengawasan ialah suatu kegiatan untuk memperoleh apakah pelaksanaan pekerjaan/kegiatan telah dilakukan sesuai dengan rencana semulailai dan . Kegiatan pengawasan pada dasarna membandingkan kondisi yang ada dengan yang seharusnya terjadi. Pengendalian ialah apabila dalam pengawasan ternyata ditemukan adanya penyimpangan atau hambatan maka segera diambil tindakan koreksi. Dalam hal ini pengendalian mempunyai arti lain adalah kegiatan memantau, menilai dan melaporkan kemajuan disertai dengan tindak lanjut. 2.3. Konsep Anggaran Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh kegiatan lembaga, yang dinyatakan dalam unit moneter dan berlaku untuk jangka waktu yang akan datang (Suharyanto, 2005). Sedangkan menurut Ibnu Syamsi, anggaran negara adalah hasil dari suatu perencanaan yang berupa daftar mengenai bermacam-macam kegiatan terpadu, baik menyangkut penerimaannya maupun pengeluarannya yang dinyatakan dalam satuan uang dalam jangka waktu tertentu. Negara Indonesia menetapkan anggaran negaranya dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang setelah mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mulyadi (1997:488) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anggaran adalah : “Merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standard an satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun” Sedangkan Marwan (1993:6) mengemukakan bahwa : “ Anggaran adalah sautu pendekatan yang formasl dan sistematis dasri pada pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan.” Kemudian Munandar (1998 : 2) menjelaskan bahwa : “Anggaran adalah suatu rencana yang disusun secara sistematis, yang meliputi seluruh perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu tertentu.” Anggaran Berbasis Kinerja Penganggaran merupakan rencana keuangan yang secara sistematis menunjukan alokasi sumber daya manusia, material, dan sumber daya lainnya. Berbagai variasi dalam sistem penganggaran pemerintah dikembangkan untuk melayani berbagai tujuan termasuk guna pengendalian keuangan, rencana manajemen, prioritas dari penggunaan dana dan pertanggung jawaban kepada publik. Penganggaran berbasis kinerja diantaranya menjadi jawaban untuk digunakan sebagai alat pengukuran dan pertanggungjawaban kinerja pemerintah (Halim, 2004: 177). Anggaran berbasis kinerja (ABK) adalah proses penyusunan APBD yang diberlakukan dengan harapan dapat mendorong proses tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Penerapannya diharapkan akan membuat proses pembangunan menjadi lebih efisien dan partisipatif, karena melibatkan pengambil kebijakan, pelaksana kegiatan,bahkan dalam tahap tertentu juga melibatkan warga masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pelayanan public (Utomo Dkk, 2007). Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat terhadap Visi, Misi dan Rencana Strategis organisasi. Anggaran Berbasis Kinerja mengalokasikan sumber daya pada program bukan pada unit organisasi semata dan memakai ëoutput measurementí sebagai indikator kinerja organisasi (Bastian, 2006). Pengertian penganggaran berbasis kinerja menurut Halim (2004:177) merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mangaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut. Keluaran dan hasil tersebut dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Sedangkan bagaimana tujuan itu dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Penganggaran berbasis kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas atau kegiatan. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan terukur juga penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif (Putra, 2010). Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output. Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan dan rasionalitas yang tinggi dengan mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak terbatas. Hal tersebut juga untuk menghindari duplikasi rencana kerja serta bertujuan untuk meminimalisasi kesenjangan antara target dengan hasil yang dicapai berdasarkan tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan (Halim, 2004:174) Anggaran Sektor Publik Mardiasmo (2002) menjelaskan mengenai definisi anggaran sektor publik yaitu sebagai suatu rencana kegiatan yang direpresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Anggaran sektor publik merupakan rincian seluruh aspek kegiatan yang akan dilaksanakan yang tersusun atas rencana pendapatan dan pengeluaran yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Oleh karena itu anggaran publik dapat dinyatakan bahwa merupakan suatu rencana finansial yang menyatakan: Berapa biaya atas rencana-rencana yang dibuat (pengeluaran/belanja); Berapa banyak dan bagaimana caranya memperoleh uang untuk mendanai rencana tersebut (pendapatan). Anggaran sektor publik dibuat untuk membantu pemerintah dalam menentukan tingkat kebutuhan masyarakat seperti listrik, air bersih, kualitas kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya agar terjamin secara layak dan tingkat kesejahteraan masyarakat akan semakin terjamin serta penggunaan dan pengalokasiannya lebih efektif dan efisien. Anggaran sektor publik disusun oleh pemerintah dengan tujuan untuk melaksanakan pelayanan publik kepada masyarakat yaitu dalam bentuk kebutuhan dasar masyarakat, seperti kesehatan, pendidikan, listrik, air bersih, dan transportasi; serta infrastruktur seperti jaringan jalan, sanitasi, dan fasilitas umum agar terjamin secara layak. Oleh karena itu, anggaran merupakan blue print keberadaan sebuah negara dan merupakan arahan di masa yang akan datang. Mardiasmo (2002) berpendapat, alasan pentingnya anggaran sektor publik adalah sebagai berikut: Sebagai alat pemerintah untuk mengarahkan pembangunan sosial ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang. Adanya masalah keterbatasan sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice), dan trade offs. 2.4. Konsep Optimalisasi Dalam Kamus Bahasa Indonesia, (W.J.S. Poerdwadarminta (1997 : 753) mengemukakan bahwan : “Optimalisasi adalah hasil yang dicapai sesuai dengan keingingan, jadi optimalisasi merupakan pencapaian hasil sesuai harapan secara efektif dan efisien”. Optimalisasi banyak juga diartikan sebagai ukuran dimana semua kebutuhan dapat terpenuhi dari kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan. Menurut Winardi (1999:363) Optimalisasi adalah ukuran yang menyebabkan tercapainya tujuan sedangkan jika dipandang dari sudut usaha, optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki. Dari uraian diatas diketahui bahwa optimalisasi hanya dapat diwujudkan apabila dalam perwujudannya secara efektif dan efesien. Dalam penyelenggaraan organisasi, senantiasa tujuan diarahkan untuk mencapai hasil secara efektif dan efesien agar optimal. BAB III TINJAUAN UNIT KERJA PUSAT SURVEI GEOLOGI Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2010, mengenai organisasi dan tatakerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menjelaskan bahwa tugas fungsi Pusat Survei Geologi adalah melaksanakan penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang survei geologi. Dalam melaksanakan tugas fungsi tersebut, secara umum kegiatan di Pusat Survei Geologi meliputi kegiatan survei dan penelitian di berbagai kelompok kerja serta pelaksanaan administrasi rutin di berbagai bidang. Hal tersebut tentunya diperlukan adanya sistem pengendalian dalam hal realisasi anggaran, hal ini sesuai dengan adanya himbauan dan anjuran dari pemerintah. 3.1. Sejarah Pusat Survei Geologi Dalam perjalanan sejarahnya, Pusat Survei Geologi yang dikenal sekarang ini telah berevolusi melewati tiga kurun waktu. Dimulai dari Dienst van het mijnwezzen pada masa pemerintahan Hindia Belanda (1820). Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia institusi ini menjadi Direktorat Geologi yang kemudian pada tahun 1979 berubah menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, dan sejak tahun 2006 menjadi Pusat Survei Geologi. Penelitian dan pengembangan geologi di Indonesia diawali Dienst van het mijnwezzen dengan dipaparkannya teori undasi, penemuan lajur anomali gaya berat free air negatif, dan penemuan fosil hominid oleh ilmuwan Belanda sekitar tahun 1850. Pada tahun 1946, Direktorat Geologi memulai program pemetaan geologi sistematik, eksplorasi mineral logam dan mineral industri, survei hidrogeologi dan geologi teknik, penyelidikan dan pemantauan gunungapi. Pemetaan gayaberat sistematik dimulai padatahun 1964. Sejak tahun 1979 Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi mulai merangkum berbagai hasil kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya menjadi paket-paket data dan informasi kebumian berupa peta-peta geologi digital, serta paket data geologi Irian Jaya (Papua) dan Kalimantan. Kegiatan litbang kebumian dimulai dengan penajaman pada pencarian sumber-sumber baru energi dan mineral, serta aspek lingkungan dan kebencanaan. Hasil-hasil litbang yang berupa data dan informasi tentang potensi kebumian itu disebarluaskan kepada para pemangku kepentingan (stakeholder), kalangan industri dan masyarakat luas. Tugas dan Fungsi Organisasi Pusat Survei Geologi merupakan salah satu unit pengendali keuangan Negara eselon II di lingkungan Badan Geologi – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dimana Badan Geologi adalah unit eselon I yang bertugas memberikan pelayanan informasi geologi. Pusat Survei Geologi dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 0018 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang digunakan sekarang, menggantikan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang dahulu yaitu Nomor 0030 Tahun 2005. Adapun Kedudukan Tugas dan Fungsi Pusat Survei Geologi sebagai berikut: Kedudukan Pusat Survei Geologi dipimpin oleh Kepala Pusat Survei Geologi yang berada di bawah Badan Geologi dan Bertanggung Jawab kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Tugas Pokok Berdasarkan Pasal 664, Pusat Survei Geologi mempunyai tugas melaksanakan penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang survei geologi. Fungsi Berdasakan Pasal 665, Pusat Survei Geologi menyelenggarakan fungsi; Penyiapan penyusunan kebijakan teknis, rencana, dan program penelitian, penyelidikan dan pelayanan di bidang survei geologi. Pelaksanaan penelitian, penyelidikan, pemetaan sistematik dan tematik, perekayasaan, permodelan geologi, geofisika dan geokimia, serta pengelolaan dan pelayanan sarana prasarana teknik, dan informasi di bidang survei geologi; Pemantauan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan penelitian, penyelidikan dan pelayanan d bidang survei geologi; dan Pelaksanaan administrasi Pusat Survei Geologi. Struktur Organisasi Dalam menjalankan tugas dan fungsi yang telah dibebankan, Pusat Survei Geologi dipimpin oleh seorang Kepala Pusat dan struktur organisasinya terdiri atas : Bagian Tata Usaha; Sub. Bagian Umum dan Kepegawaian dan Sub. Bagian Keuangan Bidang Program dan Kerjasama; Sub. Bidang Program dan Sub. Bidang Kerjasama Bidang Sarana Teknik; Sub. Bidang Laboratorium dan Sub. Bidang Sarana Penyelidikan Bidang Informasi; Sub. Bidang Sistem Informasi dan (dahulu Sub. Bidang penerapan sistem informasi) Sub. Bidang Pelayanan Informasi (dahulu Sub. Bidang penyediaan informasi public) Kelompok Jabatan Fungsional Struktur Organisasi Pusat Survei Geologi sesuai dengan Keputusan Menteri Energi dan Sumber daya Mineral Nomor 0018 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tabel 1 : Struktur Organisasi Pusat Survei Geologi Peran dan Posisi Bidang Geologi dalam Pembangunan Indonesia memiliki potensi energi yang beragam, baik yang berasal dari energi fosil maupun energi non fosil dan potensi sumber daya geologi yang ada sekarang haruslah dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan penerimaan negara. Badan Geologi, khususnya Pusat Survei Geologi harus mampu memberikan informasi data bidang kegeologian yang up to date dan mudah di akses sebagai informasi publik bagi kepentingan pembangunan nasional. Diharapkan dengan adanya data-data informasi geologi yang berkualitas mampu meningkatkan para pelaku usaha atau pengguna produk kegeologian untuk lebih mengembangkan potensi-potensi efisiensi dan nilai tambah dari sumber daya alam dan potensi energi Indonesia. Pelaku usaha selalu ingin bebas dari resiko tentang sumber daya, dalam pengusahaan sumber daya mineral dan energi. Oleh sebab itu pemerintah perlu memberikan insentif non-fiskal berupa data dan informasi geosain sebagai bentuk risk-sharing, arahan eksplorasi dan eksploitasi. Dalam menjawab tantangan dan mandat dari undang-undang dan peraturan yang ditugaskan Badan Geologi melalui Pusat survei Geologi maka di bentuk 5 kelompok kerja yang terdiri dari : Kelompok Pemetaan Geologi, Kelompok Pemetaan Geokimia dan Metalogenik, Kelompok Pemetaan Geofisika Udara, Kelompok Dinamika Cekungan, Kelompok Dinamika Kuarter Untuk itu, Pusat Survei Geologi dituntut untuk terus menerus dapat menemukan dan mengungkapkan sumber-sumber baru potensi energi, mineral dan seluruh informasi mengenai geologi Indonesia guna memenuhi permintaan. Produk kegiatan kegeologian biasa digunakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pekerjaan Umum, Pertanian, Lingkungan Hidup, dan Kementerian lainnya, lembaga Pemerintah non-Kementerian serta industri. Program dan Kegiatan Nomenklatur Program dari Badan Geologi adalah Program Penelitian, Mitigasi dan Pelayanan Geologi. Nomenklatur anggaran Kegiatan Pusat Survei Geologi adalah Survei dan Pelayanan Geologi. Kegiatan tersebut untuk mendukung indikator utama program yang menyangkut tentang : Terpenuhinya Kebutuhan Pegawai, Sarana Prasarana dan Lancarnya Kegiatan Sehari Hari Perkantoran, Jumlah Peta Geologi yang Digunakan, Jumlah Peta Geologi bersistem dan peta geologi tematis yang dihasilkan, serta Jumlah data dan geosains yang dihasilkan. Kondisi Sekarang Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dengan 233/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang menyusun dan menyampaikan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) yang meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal, dalam rangka penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Laporan Keuangan Kantor Pusat Survei Geologi telah disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya, yang mencakup unsur-unsur pendapatan dan belanja selama periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun anggaran berjalan, seperti contohnya tertuang di bawah ini : Uraian Catatan 31 Desember 2014 31 Desember 2013 Anggaran Realisasi % Realisasi terhadap Anggaran Realisasi PENDAPATAN 1. Penerimaan Negara Bukan Pajak 450.000.000 6.616.930.961 1470,42 1.965.217.378 Jumlah Pendapatan 450.000.000 6.616.930.961 1470,42 1.965.217.378 BELANJA 1. Belanja Pegawai 19.855.815.000 15.512.846.047 78,13 16.802.764.995 2. Belanja Barang 170.673.136.000 81.522.421.155 47,77 91.594.531.751 3. Belanja Modal 187.590.314.000 15.321.850.500 8,17 92.687.490.610 Jumlah Belanja 378.119.265.000 112.357.117.702 29,71 201.084.787.356 Tabel 2 : Ringkasan PNBP dan Belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran per 31 Desember 2014 dan 31 Desember 2013 (dalam Rupiah) Uraian 31 Desember 2014 31 Desember 2013 Anggaran Realisasi % Real. Thd Anggaran Realisasi Pendapatan Negara 450.000.000 6.616.930.961 1.470,42 1.965.217.378 Belanja Negara 378.119.265.000 112.357.117.702 29,71 201.084.787.356 Tabel 3 : Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran per 31Desember 2014 dan 31 Desember 2013 (dalam Rupiah) Sedangkan untuk realisasi anggaran semester I Tahun 2015 yang berakhir pada 30 juni 2015 ini tertuang pada : Tabel 4 : Ringkasan Laporan Realisasi Anggaran Belanja per 30 Juni 2015 (dalam rupiah) Tabel 5 : Ringkasan Estimasi dan realisasi pendapatan per 30 Juni 2015 (dalam rupiah) Laporan Keuangan pula menjadi tolak ukur dari capaian realisasi anggaran, kemudian setelah mencermati rendahnya realisasi anggaran belanja beberapa tahun belakangan ini di sebabkan oleh beberapa aspek, diantaranya : Gagalnya usulan penghematan anggaran yang berasal dari belanja modal yang mengakibatkan tidak terlaksananya beberapa kegiatan pengadaan paket lelang. Tidak terlaksananya sebagian pengadaan paket lelang karena keterbatasan waktu sehingga mempengaruhi pada realisasi belanja modal . Rendahnya realisasi dari belanja pegawai karena adanya beberapa pegawai yang memasuki masa purna bakti. Tidak digunakannya belanja uang lembur dan tunjangan lain-lain sehingga mempengaruhi ke realisasi belanja pegawai pada tahun 2014 Tidak dilaksanakannya beberapa kegiatan paket meeting dalam kota dan luar kota. Dari jenis belanja diketahui bahwa yang sangat berpengaruh menjadi penyebab rendahnya realisasi anggaran adalah dari belanja modal yang batal dilaksanakan atau gagal lelang, dimana memiliki nilai pagu anggaran yang besar, sehingga mempengaruhi persentase realisasi anggaran. Sumber daya manusia yang tidak memadai untuk di lakukannya Survei sesuai dengan Pagu anggaran yang tersedia menjadi kendala pula dalam penyerapan anggaran. Sistem pengajuan serta pelaporan anggaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal perbendaharaan yang berubah-ubah juga memberikan kontribusi terhadap rendahnya capaian realisasi anggaran Tantangan dan Kendala Untuk mendukung kinerja bidang keuangan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral agar mendapatkan penilaian WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tentunya bersumber dari kinerja unit – unit satuan kerja eselon 1 dan 2 di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dalam hal ini unit Pusat Survei Geologi pula memiliki rencana dan sasaran kinerja yang akan dicapai dalam satu tahun, tetapi dalam laporan realisasi anggaran ternyata penyerapan anggarannya termasuk dalam golongan rendah. Tantangan dan kendala yang dihadapi dalam pengendalian realisasi anggaran berasal dari internal dan ekstnal, seperti yang diuraikan di bawah ini : Dalam hal administrasi internal satuan kerja Pusat Survei Geologi mengalami keterlambatan dalam penetapan Surat Keputusan setiap kegiatan dan pengelola keuangan Pada sistem administrasi eksternal yaitu dalam hal ini adalah sistem administrasi dan birokrasi yang terdapat pada KPPN Bandung I dalam pencairan anggaran, walaupun KPPN telah menerapkan pelayanan prima kepada satuan kerja dengan menggunakan pelayanan maksimal 1 jam dana sudah dapat dicairkan tanpa prosedur yang berbelit-belit yang sejalan dengan adanya reformasi birokrasi di tubuh kementerian keuangan. akan tetapi prosedur dan peraturan yang berubah-ubah menyebabkan kendala dalam pencairan anggaran. Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh satuan kerja yang ditunjuk sebagai panitia pengadaan barang dan jasa belum memahami dengan baik tata cara dan prosedur teknisnya pengadaan barang dan jasa. Hal tersebut disebabkan karena karena pegawai yang ditunjuk sebagai panitia pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mengalami perubahan besar. kekurangan akan jumlah pegawai pada pengelola keuangan yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai, mengingat Kementerian Keuangan dewasa ini selalu mengeluarkan terobosan-terobosan berupa aplikasi pengelolaan anggaran yang membutuhkan kualifikasi sumber daya manusia yang kompeten pula. Sumber Daya Manusia di Pejabat Fungsional yang tidak mencukupi untuk di laksanakannya semua kegiatan yang telah tercantum dalam DIPA Anggaran Pusat Survei Geologi tahun berjalan. Rendahnya presentase Realisasi Anggaran tersebut yang telah penulis gambarkan diatas tidak sepenuhnya disebabkan karena ketidakmampuan Satker Pusat Survei Geologi untuk membelanjakan dana sesuai alokasi tersebut tapi juga karena berbagai faktor yang tidak sepenuhnya bisa dikontrol oleh unit. Seperti kendala yang dihadapi pada poin 1 di atas mengenai terlambat nya Surat Keputusan setiap kegiatan dipengaruhi oleh Perubahan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), para pejabat dan pengelola anggaran merupakan penyebab masalah yang cukup signifikan. Dengan perubahan tersebut menyebabkan beban kerja dari pengendali keuangan menjadi semakin besar. Hal ini menyebabkan dokumen-dokumen yang harus ditandatangani oleh PPK menjadi terlambat ditandatangani karena keterbatasan waktu yang tersedia dan ini menyebabkan proses selanjutnya juga menjadi terhambat. Hal lain yang menjadi masalah adalah keterlambatan dalam sosialisasi perubahan-perubahan yang terjadi sampai ke tingkat user, sehingga pelaksanaan kegiatan di tingkat masing-masing bidang mengalami keterlambatan. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam realisasi anggaran. Kondisi Yang Diinginkan Kondisi lemahnya manajemen pengendalian dalam realisasi anggaran untuk capaian kinerja satuan kerja pusat survey geologi, mendorong penulis memiliki keinginan untuk memperbaiki dan mencoba untuk sumbang fikiran dan ide untuk kemajuan satuan kerja pusat survei geologi. Kondisi yang diinginkan penulis untuk unit Pusat Survei Geologi, yaitu : Tercapainya manajemen sistem pengendalian realisasi angaran yang efektif dan efisien Terbentuknya Tim akuntabel yang kompeten sebagai penguji dan memverifikasi pengelolaan keuangan satuan kerja, yang dapat mengawasi pengeluaran anggaran agar sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku Agar unit Pusat Survei Geologi memiliki suatu aplikasi internal sebagai acuan untuk pengendalian sistem realisasi anggaran Setiap bidang di Pusat Survei Geologi memiliki SOP (Standard Operating Procedures) yang jelas dan dilaksanakan secara berkesinambungan sebagai titik awal Manajemen pengendalian untuk optimalisasi realisasi anggaran Untuk bidang pengendalian anggaran khususnya kepada para pengelola anggaran atau para pejabat yang terkait agar dapat : Mengawasi serta mengendalikan kegiatan-kegiatan dan pengeluaran-pengeluaran. Mencegah secara umum pemborosan-pemborosan, atau penyimpangan-penyimpangan. Pengendalian serta pengawasan terhadap pelaksanaan pekerjaan diharapkan dapat mengurangi terjadinya temuan oleh pihak pengawas baik dari internal maupun eksternal. BAB IV ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Metodologi Pemecahan Masalah Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode studi kasus pada Pusat Survei Geologi. Menurut Bogdan dan Bikien (1982) studi kasus merupakan pengujian secara rinci terhadap satu latar atau satu orang subjek atau satu tempat penyimpanan dokumen atau satu peristiwa tertentu. Stake (1995) dan Cresswell (2010), mengemukakan studi kasus merupakan strategi penelitian dimana didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan. Penelitian yang dilakukan dengan mengamati langsung yang menjadi obyek penelitian yaitu Pusat Survei Geologi, dengan metode sebagai berikut : Dokumentasi Dokumentasi data yang dilakukan dengan cara mempelajari data dan informasi yang relevan terhadap penelitian, bersumber dari obyek penelitian. Beberapa dokumen tersebut meliputi : Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian ESDM Perencanaan Strategis (Renstra) Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKAKL) Laporan Keuangan Pusat Survei Geologi periode berakhir 30 juni 2015 Tugas dan Fungsi Pusat Survei Geologi Dokumen pendukung lainnya yang berhubungan dengan penelitian Pengamatan atau observasi lapangan Metode ini digunakan dengan maksud untuk mengamati dan mencatat gejala-gejala yang tampak pada obyek penelitian pada saat keadaan atau situasi yang alami atau yang sebenarnya sedang berlangsung, meliputi kondisi sumber daya manusia, kondisi sarana dan prasarana yang ada, proses penganggaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan serta kendala-kendala dalam penganggaran dan kondisi lain yang dapat mendukung hasil penelitian. Analisis data ini terdiri dari: Data dari observasi dan dokumentasi diorganisir kesamaan dan perbedaannya sesuai dengan pertanyaan penelitian. Data yang sudah diorganisir ditentukan temanya. Mencari keterkaitan antar tema. Interpretasi atas temuan sesuai dengan keterkaitan antar tema dengan menggunakan teori yang relevan. Hasil interpretasi dituangkan dalam deskriptif analitik kontekstual. Penulis yang telah menyelesaikan program studi Manajemen Ekonomi Publik Konsentrasi Keuangan Publik, akan mencoba menghubungkan mengenai manajemen pengendalian realisasi anggaran dengan Ekonomi bersektor Pelayanan publik sekarang ini. Mengingat Pusat Survei Geologi merupakan salah satu Satuan Kerja di bawah Badan Geologi, Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral yang mengelola sumber dana APBN yang cukup besar, sehingga diperlukan pertanggungjawaban keuangan yang sangat besar juga. Dengan tanggungjawab yang besar tentu saja banyak kendala yang dihadapi terutama dalam hal merealisasikan anggaran serta akuntabilitas kinerja . Terjadinya kelemahan sistem pengendalian intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian terhadap keuangan Negara/daerah di atas, menurut pendapat penulis, langsung maupun tidak langsung dikarenakan masih lemahnya pelaksanaan pengendalian serta pengawasan internal. Khususnya di unit Pusat Survei Geologi, Beberapa faktor menjadi penyebab lemahnya pengendalian serta pengawasan internal tersebut seperti yang telah penulis uraikan dalam bab sebelumnya. Memecahkan masalah Bagaimana meningkatkan Manajemen pengendalian internal untuk optimalisasi realisasi anggaran yang ada di Pusat Survei Geologi agar lebih efektif sehingga target yang telah ditentukan dalam realisasi anggaran tercapai? Pengendalian internal didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan yaitu keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku (Arens et al., 2008). Menyikapi perkembangan ini, Pemerintah telah mengadopsi struktur pengenalian intern COSO kedalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) yang ditetapkan dalam bentuk PP Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Menurut PP Nomor 60 Tahun 2008, SPI adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Sebagaimana komponen dalam COSO, maka dalam pasal 3 PP No. 60 tahun 2008 disebutkan bahwa SPIP terdiri dari lima unsur yang sama. Kelima komponen tersebut juga telah dijabarkan oleh Sudjono dan Hoesodo (2009) dalam Kawedar (2010) yang menyatakan bahwa suatu SPIP dikatakan baik jika memenuhi lima komponen, yaitu: Lingkungan pengendalian dalam instansi pemerintah yang memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Penilaian risiko atas kemungkinan kejadian yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Kegiatan pengendalian untuk mengatasi risiko serta penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Informasi dan komunikasi. Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah. Komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik. Pemantauan pengendalian intern atas mutu kinerja SPI dan proses yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti. Adapun definisi SPI lainnya juga tertuang dalam berbagai peraturan perundangan, antara lain menurut PP Nomor 8 Tahun 2006 dan Permendagri Nomor 4 Tahun 2008, SPI adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan Pemerintah. PP Nomor 60 Tahun 2008 merupakan pelaksanaan dari amanat yang ada dalam Pasal 58 UU Nomor 1 tahun 2004 yang menyebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, Presiden selaku kepala pemerintahan mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara menyeluruh. Sementara teknis pelaksanaan dari SPIP ini harus dikerjakan dan menjadi tanggung jawab dari setiap instansi pemerintah, baik yang ada di pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Dalam melaporkan kelemahan pengendalian internal atas pelaporan keuangan, pemeriksa BPK harus dapat mengidentifikasi “kondisi yang dapat dilaporkan” yang secara sendiri-sendiri maupun kumulatif merupakan kelemahan yang material. Pemeriksa harus menempatkan identifikasi tersebut menjadi suatu temuan dalam perspektif yang wajar (SPKN, 2007). Untuk memberikan dasar bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam mempertimbangkan kejadian dan konsekuensi kondisi tersebut, hal yang diidentifikasi harus dihubungkan dengan hasil pemeriksaan secara keseluruhan. Sejalan dengan definisi wajar menurut standar pemeriksaan tersebut, auditor BPK diharuskan menggunakan pertimbangan profesionalnya dalam menentukan apakah telah terjadi kasus kelemahan pengendalian internal atau tidak, serta apakah temuan tersebut dirasa cukup material untuk dilaporkan atau tidak. Beberapa contoh “kondisi yang dapat dilaporkan” tersebut seperti yang dirumuskan dalam SPAP antar lain: Tidak ada pemisahan tugas yang memadai sesuai dengan tujuan pengendalian yang layak. Tidak ada reviu dan persetujuan yang memadai untuk transaksi pencatatan akuntansi atau output dari suatu sistem. Tidak memadainya berbagai persyaratan untuk pengamanan aktiva. Bukti kelalaian yang mengakibatkan kerugian, kerusakan, atau penggelapan aktiva. Bukti bahwa suatu sistem gagal menghasilkan output yang lengkap dan cermat sesuai dengan tujuan pengendalian yang ditentukan oleh entitas yang diperiksa, karena kesalahan penerapan prosedur pengendalian. Bukti adanya kesengajaan mengabaikan pengendalian intern oleh orang- orang yang mempunyai wewenang, sehingga menyebabkan kegagalan tujuan menyeluruh sistem tersebut. Bukti kegagalan untuk menjalankan tugas yang menjadi bagian dari pengendalian intern, seperti tidak dibuatnya rekonsiliasi atau pembuatan rekonsiliasi tidak tepat waktu. Kelemahan dalam lingkungan pengendalian, seperti tidak adanya tingkat kesadaran yang memadai tentang pengendalian dalam organisasi tersebut. Kelemahan yang signifikan dalam disain atau pelaksanaan pengendalian intern yang dapat mengakibatkan pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan yang berdampak langsung dan material atas laporan keuangan. Kegagalan untuk melakukan tindak lanjut dan membentuk sistem informasi pemantauan tindak lanjut untuk secara sistematis dan tepat waktu memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pengendalian intern yang sebelumnya telah diketahui. Kondisi-kondisi tersebut mempengaruhi jumlah temuan atas kasus kelemahan SPI yang berakibat pada level efektivitas SPI yang pada akhirnya dijadikan dasar dalam penentuan pemberian opini. Dan dapat dijadikan dasar dalam pengendalian pengelolaan keuangan di Pusat Survei Geologi sehingga optimalisasi realisasi anggaran dapat tercapai sesuai dengan rencana dan juga menurut undang-undang yang berlaku, sehingga output yang dihasilkan dapat akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan kepada Negara secara baik dan benar. Pemecahan Masalah Hasil pengamatan yang ada menunjukkan bahwa tidak semua pegawai mengetahui ada sistem pengendalian internal di Pusat Survei Geologi, sedangkan dalam penelusuran dokumen sistem pengendalian internal di Pusat Survei Geologi tidak terfokus kepada optimalisasi realisasi anggaran sehingga pengendalian secara global dilakukan hanya melalui audit eksternal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Audit internal yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal (Irjen). Agar tugas-tugas yang ada didalam operasional kegiatan dapat diselesaikan dengan cepat, tepat dan efektif diperlukan standar operasional prosedur (SOP). standar tersebut merupakan elemen yang harus ditentukan sebelum melaksanakan anggaran berbasis kinerja, terutama yang menyangkut tugas dan fungsi setiap unit kerja. Tugas dan fungsi merupakan rencana kerja dasar suatu unit kerja, sedangkan anggaran untuk menjabarkan bagaimana suatu unit kerja dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh Pusat Survei Geologi yaitu : Perlunya membuat sistem dan tim pengendalian internal yang dioptimalkan kepada percepatan realisasi anggaran dengan mengeluarkan surat keputusan (SK) Kepala Pusat Perlunya membuat sosialisasi isi PP nomor 60 tahun 2008 Membuat Sistem Operasi dan Prosedur Studi Banding terhadap satuan kerja yang telah menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pelaksanaan anggaran merupakan suatu proses dalam merealisasikan apa yang sudah tertuang dalam dokumen perencanaan. Setelah proses penganggaran selesai maka Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara mengesahkan dokumen isian pelaksanaan anggaran yang dibuat/disusun satker kementerian negara/lembaga (K/L) melalui Dirjen Perbendaharaan atau Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan. Dokumen tersebut yang menjadi dasar pelaksanaan anggaran belanja satuan kerja yang bersangkutan dan pembayaran oleh Kuasa Bendahara Umum Negara. DIPA berlaku satu tahun anggaran dan memuat satuan-satuan terukur yang berfungsi sebagai dasar pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran. Paling sedikit DIPA memuat informasi : fungsi, subfungsi, program, dan kegiatan; hasil (outcome) yang akan dicapai; indikator kinerja utama program dan indikator kinerja kegiatan; keluaran (output) yang dihasilkan; pagu yang dialokasikan; rencana penarikan dana yang akan dilakukan; dan penerimaan yang diperkirakan dapat dipungut. Pagu dalam DIPA merupakan batas pengeluaran tertinggi yang tidak boleh dilampaui dan pelaksanaannya harus dapat dipertanggungjawabkan. Dengan adanya DIPA, pengguna anggaran maupun kuasa pengguna anggaran di tiap Kementerian/Lembaga baru bisa menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan kegiatan yang ada di dalam DIPA. Pelaksanaan anggaran erat kaitannya dengan petunjuk operasional kegiatan yang mengambarkan secara rinci untuk melaksanakan anggaran. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa seluruh pegawai mengetahui tentang pelaksanaan anggaran sedangkan kendala pelaksanaan anggaran lebih banyak terkendala dari administrasi, aturan dan prosedur pelaksanaan. Ketaatan pada perencanaan awal masih terlihat, tetapi memang di tengah perjalanan tahun anggaran seringkali merevisi baik dari kesalahan menerapkan mata anggaran atau jumlah dana yang kurang atau adanya penugasan mendadak dari puncak manajemen. Administrasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) Untuk faktor pengendalian internal bidang administrasi dan SDM mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan kerja sehingga bisa mempengaruhi penyerapan anggaran satuan kerja. Hal ini disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan administrasi seperti penetapan SK pejabat pengelola keuangan yang belum ditetapkan pada awal tahun oleh satuan kerja. Berdasarkan data-data tersebut, memang masih ada beberapa faktor pembentuk yang masih buruk terkait variabel administrasi dan SDM pada satuan kerja. Namun dalam hal ini variabel administrasi dan SDM berpengaruh dalam penyerapan anggaran sebagai ukuran kinerja. Hal tersebut disebabkan : Dalam hal administrasi internal satuan kerja Pusat Survei Geologi mengalami keterlambatan penetapan Surat Keputusan pejabat dan pengelola keuangan. Pada sistem administrasi eksternal satuan kerja yaitu dalam hal ini adalah sistem administrasi dan birokrasi yang terdapat pada KPPN Bandung I dalam pencairan anggaran, walaupun KPPN telah menerapkan pelayanan prima kepada satuan kerja dengan menggunakan pelayanan maksimal 1 jam dana sudah dapat dicairkan tanpa prosedur yang berbelit-belit yang sejalan dengan adanya reformasi birokrasi di tubuh kementerian keuangan. akan tetapi prosedur dan peraturan yang berubah-ubah menyebabkan kendala dalam pencairan anggaran Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh satuan kerja yang ditunjuk sebagai panitia pengadaan barang dan jasa belum memahami dengan baik tata cara dan prosedur teknisnya pengadaan barang dan jasa. Hal tersebut disebabkan karena karena pegawai yang ditunjuk sebagai panitia pengadaan barang dan jasa setiap tahunnya mengalami perubahan besar. kekurangan akan jumlah pegawainya pada pengelola keuangan yang memiliki kompetensi dan keahlian yang memadai. Sistem administrasi pada satuan kerja tersebut dapat mengurangi pengaruh buruk kualitas SDM satuan kerja sehingga faktor administrasi dan SDM mempunyai pengaruh significat terhadap penyerapan anggaran. Berdasarkan pengamatan dan penelusuran dokumen, Pengendalian Internal Pusat Survei Geologi tidak bisa terlepas dari aspek Administrasi dan Sumber Daya Manusia yang masih belum memadai, berdasarkan analisis tersebut maka ada beberapa langkah pengendalian yang dapat ditempuh oleh bagian administrasi juga SDM di Pusat Survei Geologi yaitu : Membuat SOP dan jadwal dalam mengangkat Pejabat dan pengelola keuangan. Melalukan interaksi yang berkesinambungan dengan mengundang pihak luar terkait, misalnya KPPN Bandung I untuk mengantisipasi adanya perubahan prosedur pencairan dana. SDM dalam bidang pengadaan barang/jasa serta pengelolaan anggaran di perbanyak untuk mengikuti ujian sertifikasi dan diklat-diklat. Membuat Sistem Pengendalian Internal baik terhadap pengelolaan keuangan maupun untuk optimalisasi realisasi anggaran. Pengelola keuangan sebagai SDM yang identik dengan pengendali realisasi anggaran agar dapat memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan Negara yaitu Undang-undang No. 17 tahun 2003 sebagai cerminan kaidah-kaidah yang baik (Best practices) dalam pengelolaan keuangan Negara, yaitu : Akuntabilitas berorientasi pada hasil Profesionalitas Proporsionalitas Keterbukaan/Transparan Pemeriksaan Keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri Tahunan Kesatuan Universalitas Spesialitas Menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas merupakan tujuan dari reformasi dibidang keuangan berbasis kinerja yang diterapkan saat ini dalam manajemen pengendalian keuangan termasuk di unit Pusat Survei Geologi, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Dalam lingkup ini, penulis sebagai salah seorang pengelola APBN di unit Pusat Survei Geologi bertugas sebagai pembuat laporan realisasi anggaran untuk konsumsi pihak terkait di internal, sebagai acuan untuk dapat melaksanakan manajemen pengendalian untuk optimalisasi realisasi anggaran di pusat survey geologi, dan juga untuk konsumsi tim pengawas eksternal seperti BPK atau Inspektorat Jenderal KESDM. Masalah yang timbul dalam pengelolaan anggaran begitu kompleks untuk menuju optimalisasi serta percepatan realisasi anggaran setiap tahunnya, keterbatasan sumber daya manusia memegang peranan penting terhadap lambannya proses realisasi anggaran yang optimal, untuk mengatasi hal tersebut sub. Bagian keuangan telah meminta formasi Calon Pegawai Negeri Sipil untuk mengisi kembali pegawai yang telah memasuki masa purna bhakti. Perencanaan Faktor pengendalian intern perencanaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan kerja lingkup Pusat Survei Geologi, maka apabila faktor perencanaan semakin baik maka mempunyai probabilitas/kecenderungan terdapat perubahan peningkatan terhadap penyerapan anggaran satuan kerja. Berdasarkan data-data yang bersumber dari laporan keuangan dan Rencana Kerja Anggaran / Kementerian Lembaga (RKA/KL) Pusat Survei Geologi 2 tahun terakhir, faktor-faktor yang terkait dalam perencanaan pada satuan kerja masih tergolong buruk kinerjanya sehingga berpengaruh terhadap keterlambatan penyerapan anggaran. Hal tersebut disebabkan : Masa penyusunan dan penelaahan anggaran selama ini dianggap kurang bagi satuan kerja dalam merencanakan pencairan dana khususnya untuk awal-awal tahun anggaran. Satuan kerja harus membuat jadwal pelaksanaan kegiatan terlebih dahulu, serta melengkapi semua persyaratan yang diperlukan agar semua program yang sudah direncanakan dapat berjalan dengan baik. Jadi kurangnya masa penyusunan dan penelaahan anggaran tersebut disebabkan oleh sebagian program tidak diikuti dengan jadwal pelaksanaan yang jelas pada awal tahun yang mengakibatkan penyerapan anggaran tidak bisa dilakukan pada awal-awal tahun (Yustika, 2012). Adanya pejabat pengelola keuangan yang sering mutasi juga turut memperburuk faktor perencanaan dalam optimalisasi realisasi anggran. Tidak meratanya pengetahuan dan keahlian teknis dalam proses penatausahaan keuangan negara membuat adanya kesenjangan dalam masa transisi pergantian pejabat pengelola keuangan. Seringnya pejabat pengelola keuangan yang mutasi turut mempengaruhi terhambatnya penyerapan anggaran karena membutuhkan penetapan pejabat pengelola keuangan setiap tahunnya. Pelaksanaan kegiatan pada satuan kerja sering mengabaikan jadwal dalam DIPA. Kurangnya kesiapan satuan kerja pada awal tahun anggaran dalam karena tidak adanya jadwal pelaksanaan yang jelas membuat adanya jadwal pencairan dana dalam DIPA tidak dijadikan panduan bagi sebagian besar satker untuk melakukan penarikan dana. Pada halaman 3 DIPA memuat jadwal rencana penarikan dana. Hal ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh satuan kerja sebagai panduan dalam rangka penyusunan jadwal rencana pencairan anggaran. Namun hal tersebut sering diabaikan oleh satuan kerja dalam pelaksanaan kegiatan/program pada tahun anggaran berjalan. Adanya pagu alokasi anggaran yang diblokir mengakibatkan anggaran tersebut tidak dapat dicairkan oleh satuan kerja. Penyebab pemblokiran anggaran yaitu adanya rencana kegiatan yang belum dilengkapi dengan Term of Refference (TOR), Rencana Anggaran Belanja (RAB), dan detail desain yang diperlukan untuk pembangunan kegiatan fisik seperti gedung dan jembatan. Seharusnya dokumen-dokumen pendukung harus sudah dipersiapkan pada saat penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga pada tahun anggaran sebelumnya sehingga pada saat tahun anggaran berjalan tidak terdapat blokir pagu anggaran. Masa penyusunan dan penelaahan anggaran yang tidak pasti juga mengakibatkan keterlambatan pembentukan panitia pengadaan barang dan jasa. Panitia pengadaan barang dan jasa tersebut bertugas untuk menyusun jadwal dan menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi pengadaan, menyusun harga perkiraan sendiri, menyiapkan dokumen pengadaan, dan mengumumkan pengadaan di media elektronik. Apabila pembentukan panitia pengadaan barang dan jasa tersebut mengalami keterlambatan, maka bisa dipastikan pelaksanaan kegitan tersebut terhambat. Belum lagi ditambah oleh proses lelang yang memakan waktu cukup lama sehingga semakin memperlambat penyerapan anggaran. Berdasarkan data diatas dan pengamatan serta penelusuran dokumen, Pengendalian Internal Pusat Survei Geologi dalam hal perencanaan yang ada dibidang Program maupun di Pejabat Pengelolaan Anggaran belum memadai terutama terlihat dari realisasi anggaran tidak sesuai dengan target yang telah ditetapkan. Berdasarkan analisis tersebut di atas, maka ada beberapa langkah yang dapat ditempuh oleh Pusat Survei Geologi yaitu : Membuat SOP realisasi anggaran Bidang Progam melakukan Sosialisasi terhadap RKAKL dan DIPA kepada Pejabat dan pengelola keuangan serta seluruh pegawai. Melaksanakan penyusunan anggaran dengan cara menentukan skala prioritas yang baik, adil dan merata. Melaksanakan sistem Bottom UP dengan mempertimbangan usulan dari bidang level paling bawah kemudian keatasnya sehingga dalam penyusunan anggaran lebih tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing bagian. Melakukan reviu atau evaluasi setiap semester atau akhir anggaran untuk mengetahui usulan anggaran apa yang tidak terserap secara optimal, sehingga setiap bidang yang mengusulkan dapat melakukan perbaikan. Lebih teliti dalam menetapkan anggaran karena banyak tingkatan yang dilalui dalam menaikkan usulan anggaran. Pengadaan Barang dan Jasa Pengendalian internal terhadap pengadaan barang dan jasa mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap penyerapan anggaran satuan kerja Pusat Survei Geologi, karena dari jenis belanja telah diketahui bahwa yang sangat berpengaruh menjadi penyebab rendahnya realisasi anggaran adalah dari belanja modal. Komposisi pagu anggaran dengan realisasi yang sangat jauh di bawah rata-rata ini tercantum dari laporan keuangan Pusat Survei Geologi tahun anggaran 2014 di bawah ini : ‘ Tabel 6 : Komposisi Pagu Anggaran Pusat Survei Geologi berdasarkan jenis belanja TA. 2014 Tabel 7: Komposisi Pagu dan Realisasi Anggaran Pusat Survei Geologi berdasarkan jenis belanja TA. 2014 Oleh karena itu perlu perencanaan yang matang dalam merencanakan pembelian atau pengadaan barang atau jasa, sehingga kedepannya tidak akan menyebabkan optimalisasi realisasi anggaran menjadi terhambat. Perlunya pengendalian internal terhadap pengadaan barang dan jasa adalah dikarenakan beberapa alasan berikut di bawah ini : Besarnya tanggung jawab dan resiko yang ditanggung oleh panitia pengadaan barang dan jasa. Resiko yang sangat besar yang menjadi alasan satuan kerja antara lain apabila adanya pemeriksaan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ketakutan akan pengawasan yang ketat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini akan tuduhan korupsi. Adanya intervensi dari atasan selaku Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat Pembuat Komitmen pada satuan kerja membuat panita pengadaan barang dan jasa tidak leluasa dalam menjalankan tugas-tugasnya. Intervensi tersebut antara lain penunjukan calon pemenang lelang pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan persyaratan dan ketentuan pengadaan barang dan jasa akan tetapi berdasarkan kepentingan pribadi. Kuasa Pengguna Anggaran sekaligus sebagai Pejabat Pembuat Komitmen adalah sebagai seorang birokrat cenderung untuk memaksimumkan anggaran daripada memilih untuk menghemat anggaran negara (Mangkoesoebroto, 2001). Dalam hal ini, efek lain yang ditimbulkan oleh adanya birokrat seperti yang dikemukakan oleh Niskanen dalam Mangkoesoebroto (2001) selain inefesiensi dalam penggunaan sumber ekonomi oleh pemerintah, juga turut menghambat dan mempengaruhi terhadap penyerapan anggaran. Honorarium yang diterima sebagai panitia pengadaan barang dan jasa tidak begitu besar. Tidak sebandingnya resiko dan honor yang diterima oleh pegawai, serta volume pekerjaan yang berat dan lama. Sumber daya manusia yang kurang memadai dan faham akan aturan – aturan dalam pengadaan barang/jasa yang terbaru. Serta sangat sedikit sekali SDM yang sudah memiliki sertifikasi PBJ. Perpres 4 tahun 2015 yang merupakan perubahan keempat atas Perpres Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 16 Januari 2015. Perpres ini dapat mengatasi beberapa kendala dan permasalahan yang dihadapi dalam pengadaan barang dan jasa. Salah satu poin penting yang ada di perpres ini adalah diberikannya kewenangan yang lebih besar kepada pejabat pengadaan untuk melaksanakan pengadaan dengan cara e-purchasing, yaitu pengadaan barang/jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.  Pengadaan secara elektronik terdiri dari dua jenis yaitu e-tendering dan e-purchasing. E-tendering adalah tata cara pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua penyedia barang/jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan satu kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Sedangkan e-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui sistem katalog elektronik. Katalog elektronik atau e-catalogue adalah sistem informasi elektronik yang memuat daftar, jenis, spesifikasi teknis dan harga barang tertentu dari berbagai penyedia barang/jasa pemerintah. (PP 4 tahun 2015) Dalam rangka pembenahan penyelenggaraan pemerintahan di dalam upaya meningkatkan kepemerintahan yang baik (good governance) dan sebagai upaya untuk mencegah praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme maka pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan nomor 30 tahun 2014, dengan pemberian harapan tidak ada lagi kriminalisasi terhadap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. kehadiran undang-undang tersebut bisa menjadi landasan hukum untuk mengenali apakah sebuah keputusan dan atau tindakan terdapat kesalahan administrasi atau penyalahgunaan wewenang yang berujung pada tindak pidana. Oleh karena itu para pemangku jabatan dalam lingkup manajemen pengendalian realisasi anggaran, seperti pengelola anggaran, pejabat pengadaan barang/jasa, perencana, tidak perlu khawatir dalam menentukan kebijakan untuk terciptanya optimalisasi realisasi anggaran, selama masih berpegang kepada pedoman serta aturan yang berlaku. BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintahan termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara. Salah satu agenda reformasi keuangan negara adalah adanya pergeseran dari pengganggaran tradisional menjadi pengganggaran berbasis kinerja. Dengan basis kinerja ini, arah penggunaan dana pemerintah tidak lagi berorientasi pada input, tetapi pada output. Perubahan ini penting dalam rangka proses pembelajaran untuk menggunakan sumber daya pemerintah yang makin terbatas, tetapi tetap dapat memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Penganggaran berbasis kinerja merupakan suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai, begitu juga di unit satuan kerja pusat survey geologi. Dengan mengandalkan manajemen pengendalian yang baik, maka diharapkan anggaraan berbasis kinerja tersebut dapat teroptimalisasi dengan baik. Mengingat dewasa ini presentase realisasi anggaran menjadi tolak ukur capaian kinerja tiap unit satuan kerja. Realisasi dan penyerapan anggaran sesuai dengan alokasi yang telah dianggarkan memerlukan kerjasama dari berbagai pihak terkait baik ditingkat struktural maupun di tingkat fungsional. Untuk mendukung hal tersebut dibutuhkan protap yang jelas bagi semua pihak yang terlibat untuk mengurangi tingkat kesalahan yang akan memperlambat proses pencairan anggaran.         Dengan  penyusunan perencanaan anggaran pusat survei geologi yang tepat sasaran serta ditunjang oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang terarah dan dibantu oleh SOP yang matang. Sehingga dalam pelaksanaannya, setiap bidang tinggal berpegangan pada semua rencana yang telah disusun sebelumnya. Di mana, bagaimana, mengapa, kapan, adalah pertanyaan-pertanyaan yang selalu di kembangkan dalam kegiatan sehari-hari. Dalam implementasinya kegiatan yang dilaksanakan untuk optimalisasi realisasi anggaran akan dilakukan dengan lebih efisien  dan efektif apabila manajemen memperhatikan pengendalian serta pengawasan di setiap bidang.         Sedangkan manfaat lain adalah membantu Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam mengelola anggaran. KPA harus mengambil keputusan-keputusan yang paling efektif dan efesien agar dapat terciptanya realisasi anggaran yang optimal sesuai dengan aturan dan undang-undang yang berlaku saat ini. Dengan melihat data dokumentasi dari capaian realisasi anggaran pusat survey geologi beberapa tahun ini angka prosentasenya selalu di bawah harapan, hal ini disebabkan dari faktor internal maupun eksternal, Maka diperlukan evaluasi dan reviu di segala bidang. sebagai contohnya hambatan dari faktor ekternal adalah sering berubah-ubahnya aturan serta aplikasi di Kementerian Keuangan sehingga berdampak kepada keterlambatan proses pencairan dana. Hal lain yang menjadi masalah adalah keterlambatan dalam sosialisasi perubahan-perubahan tersebut diatas, sehingga pelaksanaan kegiatan di tingkat unit-unit juga mengalami keterlambatan. Akibatnya operasional ditingkat unit cenderung memakai aturan yang berlaku sebelum adanya perubahan tersebut dan dampak dari hal itu dalam proses pertanggungjawaban yang diajukan dari tingkat bidang ke satuan kerja tidak sesuai aturan yang baru dan pertanggungjawaban tersebut ditolak. Hal ini menyebabkan keterlambatan dalam pencairan dana. Oleh karena itu untuk meningkatkan kembali penyerapan anggaran yang ada di satuan kerja Pusat Survei Geologi berupaya melakukan berbagai usaha pembenahan dibidang keuangan. Sedangkan untuk pengendalian internal seperti halnya bidang administrasi dan sumber daya manusia sebagai pengelola, pelaksana, pengendali serta sekaligus pengawas terhadap anggaran yang telah tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran setiap tahunnya. Para Pengelola anggaran agar dapat membuat, mengolah data realiasi anggaran yang akurat, akuntabel, tranparansi dan tentunya bermanfaat sebagai acuan untuk mengambil tindakan atau kebijakan untuk optimalisasi realisasi anggaran. Bidang perencana sebagai titik tonggak serta awal dari capaian realisasi anggaran, diharapkan dapat menyusun anggaran dengan memperhatikan beberapa prinsip, seperti : hemat, efesien, dan sesuai kebutuhan. Agar anggaran yang di susun dapat terarah, terkendali, sesuai rencana program atau kegiatan, dengan memperhatikan kemampuan, potensi serta sumber daya manusia yang ada. Pejabat atau panitia pengadaan barang/ jasa sebagai pengelola belanja modal yang dimana dalam anggaran unit Pusat Survei Geologi memiliki porsi yang cukup besar sehingga menentukan dalam prosentasi capaian realisasi anggaran diharapkan agar selalu up to date dalam melaksanakan kegiatan dan proses lelang, sehingga jangka waktu pelaksanaan serta pelunasan pembayaran bisa sesuai dengan perjanjian kerja yang di buat. Kinerja yang diharapkan adalah persepsi dari penerima jasa terhadap pelayanan publik dari unit pusat survei geologi bisa dilihat dalam beberapa aspek, seperti : Bukti fisik (tangibles) meliputi sarana fisik, kelengkapan pegawai dan sarana komunikasi. Kehandalan (reliability) meliputi kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan secara segera, akurat dan memuaskan. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan penyedia jasa untuk membantu para pelanggan dengan memberikan pelayanan / jasa yang dibutuhkan, Jaminan (assurance) mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh penyedia jasa, bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan Kepedulian (empathy) meliputi kemudahan melakukan hubungan interaksi, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan user. Saran-saran Saran yang diberikan diharapkan bisa memberikan hasil yang baik untuk meningkatkan penyerapan anggaran di unit Pusat Survei Geologi adalah dengan melakukan rapat koordinasi anggaran setiap bulannya dengan semua bidang. Rapat koordinasi anggaran ini dilakukan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat dan juga berapa capaian optimalisasi realisasi pencairan keuangannya untuk masing-masing bidang, dimana nantinya disinkronkan dengan laporan dari kasubag keuangan. Disamping itu juga membahas permasalahan-permasalahan yang dihadapi baik dalam proses pelaksanaan kegiatan maupun dalam proses pencairan keuangannya sehingga bisa diperoleh solusi yang mungkin untuk dilaksanakan dalam mengatasi masalah yang ada. Upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan realisasi anggaran dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja dari berbagai pihak yang terlibat dalam proses pencairan anggaran. Selain itu kegiatan-kegiatan lain terkait dengan bidang keuangan lainnya seperti pembenahan bidang administrasi keuangan juga dilakukan. Kegiatan yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk proses pencairan dana agar dapat dievaluasi dan dibuat SOP kembali agar waktu yang diperlukan tidak lama kembali. Upaya lain yang dilakukan untuk mendukung peningkatan penyerapan dana ini adalah melakukan rapat evaluasi keuangan yang dihadiri oleh para semua pengelola anggaran, diharapkan agenda yang dibicarakan dalam kegiatan ini adalah membahas permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam proses pencairan dana dari kegiatan yang telah dilakukan oleh manajemen pengendali kegiatan-kegiatan yang direncanakan. Mempersingkat alur birokrasi pencairan dana juga merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mempercepat realisasi anggaran, dimana proses verifikasi tidak lagi dilakukan berulang-ulang sehingga membutuhkan waktu yang lama. Pengetahuan dan keterampilan terkait masalah dan prosedur keuangan dari tenaga-tenaga yang terlibat juga merupakan faktor yang berperan cukup penting dalam upaya meningkatkan dan mempercepat realisasi anggaran. Untuk itu pengetahuan dan keterampilan tenaga keuangan perlu ditingkatkan. Peningkatan keterampilan ini dapat dilakukan dengan diklat-diklat, sertifikasi serta seminar-seminar. Untuk mendukung peningkatan penyerapan dana, evaluasi kegiatan dibidang umum dan perlengkapan sebagai pelaksana untuk kegiatan dan pengadaan sarana dan prasarana barang dan jasa juga memegang peranan yang cukup penting untuk dilakukan sehingga kegiatan pengadaan dan pemeliharaan yang telah direncanakan dapat dipantau pelaksanaannya. Menerapkan manajemen pengendalian terhadap optimalisasi realisasi anggaran yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektivitas merupakan tujuan dari reformasi dibidang keuangan berbasis kinerja yang diterapkan saat ini dalam manajemen keuangan. Kegiatan yang telah dilakukan selama ini tidak akan berarti apabila tidak didukung oleh upaya-upaya perbaikan dalam manajemen pengendalian untuk optimalisasi realisasi anggaran. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada, hal-hal yang mungkin bisa dilakukan adalah sebagai berikut : Pelayanan prima dari pengelola keuangan dengan memberikan pelayanan secara segera, akurat dan memuaskan. Untuk mendukung peningkatan pelayanan di bidang keuangan dengan memberikan pelayanan sesuai dengan yang telah dijanjikan, meliputi; prosedur administrasi, pelayanan pemeriksaan dan verifikasi, jadwal pelayanan serta prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit sesuai dengan salah satu dimensi mutu menurut servqual yaitu kehandalan. Jaminan (assurance) adalah bagian yang tidak bisa diabaikan untuk meningkatkan kinerja termasuk dalam proses mempercepat realisasi anggaran di unit pusat survey geologi. Yang termasuk dalam assurance ini diantarannya adalah pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan dan keterampilan bisa diperoleh secara formal maupun informal. Secara formal, sub. Bagian kepegawaian bisa melakukan pelatihan-pelatihan terkait keuangan pada staf yang terkait secara berkala dan melakukan refreshing pada yang sudah lama tidak ikut pelatihan. Secara informal, bisa dilakukan dengan me-magang-kan tenaga keuangan di sub. Bagian keuangan. Perubahan-perubahan dalam hal kebijakan dan peraturan tidak bisa dihindari sering terjadi. Untuk menghindari kendala yang mungkin ditimbulkan karena adanya perubahan yang terjadi maka perlu dilakukan sosialisasi perubahan-perubahan aturan yang berlaku ke setiap bidang. Sosialisasi perubahan tersebut tidak hanya pada pihak tertentu saja tapi pada semua pihak yang terkait dengan bidang keuangan mulai dari pimpinan sebagai bagian tertinggi sampai ke tingkat bawah di juru bayar/bendaharawan pengeluaran pembantu. Sosialisasi yang dilakukan, dalam jangka pendek untuk mempercepat pencairan keuangan dan tujuan jangka panjang untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dari tenaga keuangan. Perencanaan dilakukan dengan sebaik mungkin dan diperiksa oleh tim yang terlibat sehingga tidak terjadi perbedaan antara yang direncanakan di setiap bidang dengan yang dibuat di oleh bidang program dan kerjasama, dengan kata lain mencocokan antara RKAKL yang dibuat oleh bidang program dengan yang dibuat oleh bidang lainnya untuk menghindari tidak bisanya dilakukan pembayaran/pencairan keuangan dari kegiatan yang dilakukan. Membuat protap yang jelas untuk pelaksanaan pencairan anggaran dan disosialisasikan pada pihak-pihak yang terlibat sehingga bisa mengurangi tingkat kesalahan yang bisa memperlambat proses pencairan dana tersebut. Segera melakukan perubahan yang diperlukan untuk kelancaran proses pencairan anggaran, apabila terjadi ketidaksinkronan atau kesalahan yang menyebabkan kendala dalam proses pencairan keuangan. Responsiveness (ketanggapan) merupakan salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan mutu/kualitas kinerja. DAFTAR PUSTAKA Daftar Buku - buku Abdul Halim. 2004. Manajemen Keuangan Daerah. (UPP) AMP YKPN : Yogyakarta Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik Suatu Pengantar. Erlangga : Jakarta. Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. 1982. Qualitative Research for Education : An. Introduction to Theory and Mehtods. Allyn and Bacon, Inc. : Boston Creswell, John W. 2010. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan. Mixed. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. Gulick, L. 1997. The Theory of Administration. Institut of Public Administration : New York. Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta. Ibnu Syamsi. 1988. Dasar-dasar Kebijaksanaan Keuangan Negara. Bumi Aksara : Jakarta. Koontz, H. And Cyril O’Donnel. 1992. Principles, An Analysis of Management Function. McGraw Hill Book Company : New York. Lembaga Administrasi Negara RI. 1995. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Yayasan Penerbit Administrasi : Jakarta. Mangkoesoebroto, Guritno, 2001. Ekonomi public. BPFE : Yogyakarta Manullang, M. 1996. Manajemen. Universitas Gajah Mada : Yogyakarta. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Andi Offset : Yogyakarta. Marwan, A dan Adi, S. 1993. Anggaran Perusahaan. BPFE : Yogyakarta. Mirawati, Sudjono dan Jan Hoesada. 2009. Strategi Penerapan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Majalah Akuntansi Indonesia. Edisi no. 15/tahun III/Maret 2009. Munandar, M. 1998. Budgeting Perencanaan, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. Mulyadi. 1997. Akuntansi Biaya. BPFE : Yogyakarta. Siagian, P. S. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara: Jakarta. Stoner, James AF. Wankel Carles. 1992. Management. Hall International Inc. : New York. Terry, G. R. 1997. Principles of Management. Ricard D. Irwin Inc Homemwood : Illionois. Utomo, Warsito. 2007. Administrasi Publik Baru di Indonesia. Pustaka Pelajar : Yogyakarta. W.J.S. Poerwadarminta. 1997. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka : Jakarta Daftar Dokumen – dokumen Undang - Undang no. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja INstansi Pemerintah Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 4 tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara Peraturan Menteri Keuangan nomor 233/PMK.05/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2010 tentang organisasi dan tatakerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Laporan Keuangan Kantor Pusat Survei Geologi periode tahun anggaran 2013 Laporan Keuangan Kantor Pusat Survei Geologi periode tahun anggaran 2014 Laporan Keuangan Kantor Pusat Survei Geologi periode semester I tahun anggaran 2015 PAGE \* MERGEFORMAT 55