Academia.eduAcademia.edu

LAPORAN KASUS DEMAM TIFOID.docx

LAPORAN KASUS PASIEN MALARIA FALCIPARUM DENGAN CO-INFEKSI DEMAM TIFOID PADA ANAK USIA 6 TAHUN Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Akhir Kepanitraan Klinik Madya SMF Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Umum Abepura Oleh : Chici Chahyanti, S.Ked Dyerik Liling, S.Ked Enggelin Stevy, S.Ked Rulianis Aprianti, S.Ked Pembimbing: Dr. Immaculata Purwaningsih, SpA SMF ILMU KESEHATAN ANAK RSUD ABEPURA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS CENDERAWASIH PAPUA 2018 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Demam Tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella enteric serovar typhi (S.Typhi). Demam Tifoid termasuk demam enteric. Pada daerah endemic, sekitar 90% dari demam enteric adalah demam Tifoid. Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai saat ini yang belum dimiliki sebagian negara berkembang. Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid (> 100 kasus per 100.000 populasi pertahun). Manusia adalah penjamu yang alamiah dan merupakan reservoir untuk salmonella typhi. Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama berhari-hari di air tanah, air kolam atau air laut dan selama berbulan-bulan dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan. Pada daerah endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan musim hujan. Infeksi dapat di tularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi oleh feses. Di Indonesia, insidens demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3-19 tahun. Selain itu, demam tifoid di Indonesia juga berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk cuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan, dan tidak tersedianya tempat buang air besar dalam rumah. Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit paling umum pada bayi dan anak-anak. Angka rawat inap akibat gastroenteritis untuk anak-anak dibawah 5 tahun di laporkan sebanyak 9 per 1000 pertahun di amerika serikat setiap tahun, sedangkan di inggrisa sebanyak 12 per 1000 dan australia sebanyak 15 per 1000. Pada negara berkembang angka rawat inap akibat diare pada anak sebesar 26 per 1000. Diseluruh dunia penyakit diare merupakan penyebab utama angka kesakitan dan kematian pada anak-anak denga 1,5 miliar kejadian dan diperkirakan setiap tahunya kematian sebesar 1,5sampai 2,5 juta di antara anak-anak berusia dibawah 5 tahun. LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : An. HL Tanggal lahir : 8 Juni 2011 Umur : 6 Tahun Jenis kelamin : Perempuan Alamat : Sentani Agama : Kristen Protestan Tanggal Masuk Rumah Sakit : 10 April 2018 Tanggal Keluar Rumah Sakit : 16 April 2018 NO.RM : 464189 Pekerjaan Ayah : Pendeta Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga B. ANAMNESIS B.1 Keluhan Utama : Panas B.2 Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD dengan keluhan panas 5 hari sebelum masuk rumah sakit, panas dimulai pada pagi hari dan merasa semakin panas pada malam hari yang disertai keringat dan menggigil. Keluhan tambahan, pasien juga mencret 1 hari sebelum masuk rumah sakit kurang lebih 5 kali dalam 1 hari dengan konsistensi cair dan banyak berwarna putih sampai kuning yang disertai darah tanpa lendir, keluhan penyerta lain yaitu adanya nyeri perut dan nyeri kepala sejak 4 hari SMRS. B.3 Riwayat Pengobatan : Sebelum berobat ke Rumah Sakit Abepura, pasien sebelumnya telah berobat ke Apotek 4 hari sebelum masuk rumah sakit dan dari hasil pemeriksaan didapatkan Plasmodium falcifarum +1. Pasien kemudian diberikan obat paracetamol, primakuin dan DHP yang diminum selama 3 hari. Pagi sebelum masuk rumah sakit pasien kembali berobat ke apotek dengan keluhan panas dan disertai mencret disertai darah, mual dan muntah, pasien kemudian disarankan untuk berobat ke rumah sakit abepura. B.4 Riwayat Penyakit Dahulu : Malaria Falciparum Demam thypoid tidak pernah dialami pasien sebelumnya B.5 Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga pernah terkena Malaria Falciparum B.6 Riwayat Kehamilan dan Kelahiran : Selama kehamilan Ibu pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan dan jamu. Pasien juga lahir secara spontan di rumah sakit Dian Harapan dan lahir cukup bulan (kurang lebih 9 bulan) B.7 Riwayat Imunisasi : BCG Hepatitis B0 HB1 HB2 HB3 HB4 booster DPT1 DPT2 DPT3 DPT4 booster Polio1 Polio2 Polio3 Polio4 Campak Booster HiB1 HiB2 HiB3 HiB4 booster B.8 Riwayat Tumbuh Kembang Pasien diberi ASI sampai umur 2 tahun dan mulai diberi bubur sun usia 6 bulan. 0-1 bulan anak mampu memandang objek yang bergerak disekitarnya, merespon suara, dan tersenyum. 2 bulan anak mulai mencengkram tangan orang, kontak mata dengan orang sekitarnya dan bermain dengan jari-jarinya. 3 bulan anak mulai belajar tengkurap dan kepala mulai tegak saat digendong. 4 bulan anak mulai tertawa dan berguling ke satu sisi. 5 bulan anak mulai mampu mengambil barang yang ada disekitarnya dan mulai menangis jika ditinggal ibu atau orang terdekatnya. 6 bulan anak mampu memainkan tangan dan kakinya sendiri dan merangkak. 7 bulan anak mulai meniru suara, duduk tanpa bantuan, dan merespon ketika dipanggil. 8 bulan anak mampu memindahkan benda dari satu tangan ketangan lainnya, dan mulai belajar berdiri dengan berpegangan kebenda lain. 9 bulan anak mulai bisa melempar barang, sedangkan bulan ke 10 anak mulai memanggil mama atau papa, melambaikan tangan dan bermain cilukba. Usia 11 bulan anak mengoceh kata-kata yang sering didengar, dan bisa berdiri sendiri dalam beberapa waktu. 12 bulan anak mulai menunjuk sesuatu yang diinginkan dan meniru aktivitas orang lain. B.9 Riwayat Sosial Pasien tinggal bersama orangtuanya dengan 2 adik dan 1 kakak, pasien bersekolah di TK Harapan Papua dan diberikan makan rutin setiap pagi dan siang oleh pihak sekolah. C. PEMERIKSAAN FISIK C.1 Tanda – Tanda vital Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang Kesadaran : Composmentis Nadi : 105x/menit Respirasi : 25x/menit Suhu : 38,2°C SpO2 : 98% Status Gizi : Gizi buruk C.2 Status Generalis 1. Kepala Bentuk : Bulat, Simetris 2. Rambut : Hitam kecoklatan, Distribusi Merata 3. Muka : Bulat, Simetris, madarosis 4. Mata : Conjungtiva Anemis (+/+); Sklera Ikterik (-/-); Sekret (-/-) 5. Telinga : Deformitas (-), Sekret (-) 6. Hidung : Deviasi (-) 7. Mulut : Oral Candidiasis (-); Tonsil (T1-T1);Lidah Kotor(+)(bagian tengah putih dengan pinggiran yang hiperemis) 8. Leher : Trakea Letak Normal, Pembesaran KGB (-/-), JVP Tidak Meningkat. 9. ThoraksParu : Inspeksi : Simetris, ikut Gerak Nafas, retraksi (-), Jejas (-) Palpasi : Vokal Fremitus (Dextra=Sinistra) Perkusi : Sonor di Kedua Lapang Paru Auskultasi : Suara Nafas. Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) 10. Jantung : Inspeksi : Iktus Cordis Tidak Terlihat; Thrill (-) Palpasi : Iktus Cordis Teraba Pada ICS V Midline Clavicula Sinistra Perkusi : Pekak (Batas Jantung Dalam Batas Normal) Auskultasi : BJ I-II Reguler, Murmur (-), Gallop (-) 11. Abdomen : Inspeksi : Tampak Datar, Supel, Jejas (-) Auskultasi : Bising Usus (+) Normal Palpasi : Nyeri Tekan (-), Hepar : teraba 2 jari BAC Lien : tidak teraba Perkusi : Timpani 12. Ektremitas : Akral Hangat, Capillary Refill Time < 2 detik, Edema (-), Ulkus Clubbing Finger (-), nodulus (-), skuama (-) 13. Genitalia : Ulkus (-) D. PEMERIKSAAN PENUNJANG D.1 Pemeriksaan Widal Tabel 1. Pemeriksaan Widal Tanggal 10 April 2018 Widal O H Salmonella Typhy 1/320 1/320 Salmonella Paratyphy A 1/160 1/160 Salmonella Paratyphy B 1/160 1/320 Salmonella Paratyphy C 1/320 1/320 ASTO <200 I.U/mL (Negatif) Rheuma Factor <8 I.U (Negatif) DDR Negatif D.2 Pemeriksaan Hematologi Tabel 2. Pemeriksaan Hematologi Parameter Tanggal Nilai Normal 10/4/2016 RBC (106/mm3) 5.29 3.5–5.2 Hb (g/dL) 9.8 12-16 HCT (%) 33.5 35-49 MCV (fL) 63.2 80-100 MCH (pg) 18.5 27-34 MCHC (g/dL) 29.2 31-37 RDW CV 20.2 11-16 RDW SD 43.1 35-56 WBC (103/mm3) 2.4 4-12 Granulosit (%) 64.4 50-70 Lymphosit (%) 23.4 20-60 Trombosit (103/mm3) 185 100-300 MPV (fL) 9.1 6.5-12 PCT (%) 0.168 0.108-0.282 D.3 Pemeriksaan Feses Tabel 3. Pemeriksaan Feses Uji Makroskopik Uji Mikroskopik Parameter Tanggal Parameter Tanggal 13/4/2018 13/4/2018 Warna Coklat Epitel 1–2 sel/lapang pandang Konsistensi Lembek Makrofag - Bau Khas Leukosit 1–2 sel/lapang pandang Lendir + Eritrosit Positif 1+ Darah - Kristal - Sel Ragi - Kista Amoeba/Amoeba - Telur Cacing/Cacing - Sisa Makanan + D.4 Pemeriksaan USG Tanggal 13 April 2017 1. Hepar : Tidak membesar, tepi tajam, tekstur parenkim homogen halus, intensitas gema parenkim normal, massa/nodul (-). Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal, vena portal tidak melebar. 2. Gallblader : dinding tidak menebal, reguler, batu (-). 3. Pankreas : tidak membesar, massa (-). Duktus pankreaticus tidak melebar. 4. Lien : tidak membesar, tekstur parenkim homogeny halus, massa/nodul - vena lienalis tidak melebar 5. Ginjal : kanan kiri tidak membesar, system pelvokalises tidak melebar, batas parenkim dengan central echocomplek normal, intensitas gema parenkim normal, batu/kista (-). 6. Ureter : kanan kiri tidak melebar 7. Buli : dinding tidak menebal, regular, batu (-). 8. Prostat : ukuran tidak membesar, tidak tampak massa/ kalsifikasi KESIMPULAN 1. USG abdomen dalam batas normal 2. Tidak tampak Asites E. TIME LINE IGD RSUD Abepura Apotek DDR - 10/4/2018 Mencret Demam 9/4/2018 Pasien Kembali Demam 8/4/2018 Pasien mulai Demam Berobat ke apotik DDR + Diberi obat Malaria 6/4/2018 Gambar1. Perjalanan Klinis Pasien Sebelum Masuk RSUD Abepura. F. ASSESMENT DAN DIAGNOSIS F.1 Diagnosa Berdasarkan heteroanamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan maka diagnosa pada pasien atas nama HJL adalah : Demam Tifoid Anemia F.2 Diagnosa Banding Malaria Demam Dengue Gastroenteritis Akut Shigellosis G. TERAPEUTIK Monitoring Tanda – Tanda Vital IVFD Asering 20 tpm Nonmedikamentosa Injeksi sefotaksim 2x750 mg Paracetamol drip 3 x 150 mg Inj Ranitidin 2 x 15 mg Inj Ondancentron 3 x 1.5 mg Medikamentosa Gambar 2. Terapi Ketika Pasien Masuk IGD RSUD Abepura. F. HASIL DAN TINDAK LANJUT Tanggal Anamnesa Planing 11/04/2018 BB : 15kg U : 6 tahun Hp : 2 S : BAB encer, lendir (+) 3 kali, darah (+), makan/minum (+), demam (+). O : KU : Tampak lemah Kes : Composmentis TTV : S. 38,4 C, R. 25x/m, SpO2.95%, HR.104x/m Kepala-Leher:Normochepal, CA(+), SI(-), PCH(-), Pembesaran KGB (-), Tonsil hiperemis (-), Lidah kotor (+). Thorax :Simetris, ikut gerak napas, Retraksi(-), SN Vesikuler. Rhonki (-), Wheezing (-). Cor : BJ I-II regular,murmur (-), gallop (-). Abdomen : Datar, supel. Lien Teraba (-) Hepar Teraba(+) 2 cm BAC Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”. A : Demam tifoid Anemia IVFD Asering 50 tpm Inj. Cefotaxime 2x750 mg/IV Inj. Paracetamol 3x150 mg/IV Inj. Ranitidin 2x15 mg/IV Inj. Ondansetron 3x1,5 mg/IV Zinc 1x1 cth 12/04/2018 BB : 15kg U : 6 tahun Hp : 3 13/04/2018 BB : 15kg U : 6 tahun HP : 4 S. BAB encer, lendir (+), darah (+) , makan/minum (+), demam (+). O. KU : Tampak lemah Kes : Composmentis TTV : S. 37,8 C, R. 28x/m, SpO2. 99%, HR. 110x/m Kepala-Leher: Normochepal, CA(+), SI(-), PCH(-), Pembesaran KGB (-), Tonsil hiperemis (-), Lidah kotor (+). Thorax : Simetris ikut gerak napas, Retraksi (-), SN Vesikuler. Rhonki (-), Wheezing (-). Cor : BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-). Abdomen : Cembung. Lien Teraba (-) Hepar teraba (+) 2 cm BAC Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”. A. Demam tifoid Gastroenteritis akut S. BAB encer, lendir (+), darah (+), makan/minum (+), demam (-). O. KU : Tampak lemah KS : Composmentis TTV : S. 36,5 C, R. 28x/m, SpO2. 95%, HR. 106x/m Kepala-Leher : Normochepal, CA(+), SI(-), PCH(-),Pembesaran KGB(-), Tonsil hiperemis (-), Lidah kotor (+). Thorax : Simetris ikut gerak napas, Retraksi (-), SN Vesikuler. Rhonki (-), Wheezing (-). Cor : BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-). Abdomen : Datar. Lien Teraba (-) Hepar Teraba (-) Nyeri tekan (+) Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”. A. Demam tifoid Anemia Pem. Feses : Uji Makroskopik Warna : Coklat Konsistensi : Lembek Bau : Khas Lendir : (+) Darah : (-) Uji Mikroskopik : Epitel : 1-2 sel/lapang pandang Makrofag : (-) Eritrosit : (1+) Kristal : (-) Sel Ragi : (-) Kista Amoeba : (-) Telur cacing : (-) Sisa makanan : (+) IVFD Asering 50 tpm Inj. Cefotaxime 2x750 mg/IV Inj. Paracetamol 3x150 mg/IV Inj. Ranitidin 2x15 mg/IV Inj. Ondansetron 3x1,5 mg/IV Zinc 1x1 cth Liprolac 2x1 sach Colistine 2x 600.000 IU IVFD Asering 50 tpm Inj. Cefotaxime 2x750 mg/IV (stop) Inj. Ceftriaxone 2x750 mg/IV Inj. Paracetamol 3x150 mg/IV Inj. Ranitidin 2x15 mg/IV Inj. Ondansetron 3x1,5 mg/IV Zinc 1x1 cth Liprolac 2x1 sach Colistine 2x600.000 IU 14/04/2018 Bb : 15kg U : 6 tahun HP : 5 15/04/2018 BB : 15kg U : 6 tahun Hp : 6 Hepar :Tidak membesar, tepi tajam, tekstur parenkim homogen halus, intensitas gema parenkim normal, massa/nodul (-). Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal, vena portal tidak melebar. Gallblader:dinding tidak menebal, reguler, batu (-). Pankreas:tidak membesar, massa (-). Duktus pankreaticus tidak melebar. Lien:tidak membesar, tekstur parenkim homogeny halus, massa/nodul - vena lienalis tidak melebar Ginjal: kanan kiri tidak membesar, system pelvokalises tidak melebar, batas parenkim dengan central echocomplek normal, intensitas gema parenkim normal, batu/kista (-). Ureter: kanan kiri tidak melebar Buli :dinding tidak menebal, regular, batu (-). Prostat: ukuran tidak membesar, tidak tampak massa/ kalsifikasi KESIMPULAN 1.USG abdomen dalam batas normal 2.Tidak tampak Asites S. BAB encer 2x, lendir (-), darah (-) , makan/minum (+), demam (-). O. KU : Tampak lemah KS : Composmentis TTV : S. 36,6C, R. 19x/m, SpO2. 95%, HR. 104x/m Kepala-Leher : Normochepal, CA(+), SI(-), PCH(-), Pembesaran KGB -, Tonsil hiperemis (-), Lidah kotor (+). Thorax : Simetris ikut gerak napas, Retraksi (-), SN Vesikuler. Rhonki (-), Wheezing (-). Cor : BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-). Abdomen : Datar. Nyeri tekan (+) Lien Teraba (-) Hepar Teraba (-) Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”. A. Demam tifoid Anemia S. BAB encer 1 kali, lendir (-), darah (+) , makan/minum (+), demam (-). O. KU : Tampak lemah Kes : Composmentis TTV : S. 36,0 C, R. 21x/m, SpO2. 98%, HR. 80x/m Kepala-Leher : Normochepal, CA(+), SI(-), PCH(-),Pembesaran KGB(-), Tonsil hiperemis (-), Lidah kotor (+). Thorax : Simetris ikut gerak napas, Retraksi (-), SN Vesikuler. Rhonki (-), Wheezing (-). Cor : BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-). Abdomen : Datar, Supel. Limpa Teraba (-) Hepar Teraba (-) Nyeri tekan (+) Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”. A. Demam tifoid Anemia IVFD Asering 50 tpm Inj. Ceftriaxone 2x750 mg/IV Inj. PCT 3x150 mg/IV Inj. Ranitidin 2x15 mg/IV Inj. Ondansetron 3x1,5 mg/IV Zinc 1x1 cth Liprolac 2x1 sach Colistine 2x600.000 IU IVFD Asering 50 tpm Inj. Ceftriaxone 2x750 mg/IV Inj. PCT 3x150 mg/IV Inj. Ranitidin 2x15 mg/IV Inj. Ondansetron 3x1,5 mg/IV Zinc 1x1 cth Liprolac 2x1 sach Colistine 2x600.000 IU 16/04/2018 BB : 15kg U : 6 tahun Hp : 7 S. BAB encer (-), lendir (-), darah (-), makan/minum (+), demam (-). O. KU : Tampak lemah Kes : Composmentis TTV : S. 36,5 C, R. 25x/m, SpO2. 99%, HR. 104x/m Kepala-Leher : Normochepal, CA(-), SI(-), PCH(-),Pembesaran KGB(-), Tonsil hiperemis (-), Lidah kotor (-). Thorax : Simetris ikut gerak napas, Retraksi (-), SN Vesikuler. Rhonki (-), Wheezing (-). Cor : BJ I-II regular, mur-mur (-), gallop (-). Abdomen : Datar,supel, Lien : Teraba (-) Hepar :Teraba (-) Nyeri tekan (-) Ekstremitas : Akral hangat, CRT <3”. A. Demam tifoid Anemia IVFD AAsering 50 tpm Inj. Ceftriaxone 2x750 mg/IV Inj. PCT 3x150 mg/IV Inj. Ranitidin 2x15 mg/IV Inj. Ondansetron 3x1,5 mg/IV Zinc 1x1 cth Liprolac 2x1 sach Colisinin 2x600.000 IU Aff IVFD Obat oral Thyamfenikol 3x250 mg Gambar 3. Tampak lidah putih dan berselaput (13 April 2018) Gambar 4. Tampak lidah kemerahan dan sedkit berselaput (15 April 2018) Gambar 5. Tampak conjungtiva anemis pada kedua mata (13 April 2018) DIAGNOSIS ANAMNESIS Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala tersebut disebabkan oleh :1,2 faktor galur salmonela, status nutrisi, status imonologik pejamu serta lama sakit dirumah. Semua pasien demam tifoid selau menderita demam pada awal penyakit. Pada pasien yang tidak diobati, gejala demam pada demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan dan pada minggu ketiga dan keempat demam turun secara perlahan, kecuali terjadi fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah 1,4 : Nyeri kepala Malaise Anoreksia Mual muntah Mialgia Nyeri perut dan Radang tenggorokan Pada saat demam sudah tinggi, dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti penurunan kesadaran mulai dari apatis sampai koma. Gejala gastrointestinal pada demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, obstipasi atau obstipasi kemudian disusul episode daire. Pada kasus yang berpenampilan klinis berat, pada saat demam tinggi akan tamapak toksik/sakit berat. Bahkan dapat dijumpai penderita demam tifoid yang datang dengan syok hipovolemik.1 Pada kasus ini pasien mulai mengalami demam pada tanggal 6 april dan telah didiagnosa malaria serta diberikan obat. Setelah diberikan obat, suhu tubuh pasien tidak menurun. Suhu tubuh pasien bahkan mengalami kenaikan yang signifikan pada tanggal 10 April dengan suhu 38,8ºC, hal ini dapat dicurigai bahwa pasien bukan hanya menderita malaria namun ada penyebab lain yang menyebabkan suhu tubuh pasien tidak menurun namun makin meningkat. Pada kasus ini kami mencurigai pasien menderita penyakit demam typhoid karena pasien mulai mengalami demam 5 hari SMRS, demamnya tidak menurun walaupun telah diberi pengobatan malaria dan pada pasien ini demam mencapai tiitk tertinggi pada akhir minggu pertama. Selain pola demam tersebut pasien juga mengeluh demamnya mulai turun pada pagi hari namun tidak kembali normal dan meningkat pada sore dan malam hari Gambar 1.Grafik Suhu dan Nadi Pada Pasien Selain keluhan demam yang diraskan pasien 5 hari SMRS. Pasein juga mengeluh nyeri kepala dan nyeri perut 4 hari SMRS dan adanya keluhan gastrointestinal yang dirasakan pasien sejak 1 hari SMRS berupa mual muntah 3 kali dalam sehari berisi ampas makanan dan mencret dialami 5 kali dalam sehari berisi ampas makanan dan berlendir kemudian berisi darah saat akan ke Rumah Sakit Abepura. Keluhan tersebut sesuai dengan keluhan pada penyakit demam tifoid yang dirasakan pasien pada minggu pertama. Pada kasus ini pasien awalnya mengeluh mencret 5 kali dalam satu hari, keluhan tersebut dirasakan 1 hari SMRS, mencretnya tidak berhenti. Dan saat akan pergi ke rumah sakit abepura pasien mengeluh mencret yang disertai dengan darah. Keluhan tersebut disertai mual muntah dan nyeri perut. Pasien juga mengeluh panas yang tidak turun-turun 5 hari SMRS. Mencretnya kemudian berhenti setelah 7 hari dirawat di rumah sakit (pada tanggal 16 april 2018). Gejala pada pasien ini sesuai dengan patogenesis dan gejala dari demam tifoid yaitu mual muntah, nyeri abdomen, diare yang bercampur darah dan air serta adanya demam pada pasien ini.1 Hal yang menjadi unik disini adalah adanya diare yang bercampur darah karena keluhan tersebut dapat juga disebabkan oleh bakteri shigella (bakteri yang juga bersifat invasif).2-3 Namun gejala pada umumnya yang membedakan antara shigella dan salmonella adalah: 3 a. Pada Infeksi Salmonela Mual muntah sangat sering Nyeri abdomen Demam lebih sering Diare air atau berdarah b. Pada Infeksi Shigella Mual muntah jarang Nyeri abdomen Demam Diare berdarah PATOGENESIS1 Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme, yaitu: a. Penempelan dan invasi sel-sel Peyer”s patch b. Bakteri bertahan hidup dan bermulttiplikasi pada makrofag dan kelenjar getah bening c. Bakteri bertahan hidup dalam aliran darah d. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. Bakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH<2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan yeyenum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisis Peyer’s patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesentrika, hati dan limfe. Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi), yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon pejamu maka salmonella akan keluar dari habitatnya menuju ke sirkulasi sistemik, seperti hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, peyer’s patch dari ileum terminal. Gambar 1.Korelasi Konsistensi Feses dan Penyebabnya Tabel 1. Korelasi Patogenesi dan Gejala Diare Tipe Mikroorganisme Nausea dan Muntah Nyeri Abdomen Demam Diare Organisme Penghasil Toksin Bacillus Cereus +++-++++ +-++ -+ +++-++++, air Staphylococcus aureus +++-++++ +-++ -+ +++-++++, air Vibrio cholera ++-++++ +-++ -+ +++-++++, air ETEC ++-++++ +-++ -+ +++-++++, air Clostridium difficile -+ +++-++++ +-++ +-+++, biasa air kadang berdarah Organisme Enteroadherent E. Coli -+ +-+++ +-++ +-++ , air Giardia -+ +-+++ +-++ +-++ , air Cacing -+ +-+++ +-++ +-++ , air Organisme Invasif Rotavirus +-++ ++-+++ +++-++++ +-+++, air Salmonella -+++ +-++++ ++-++++ +++-++++, air atau berdarah Campylobacter -+++ +-++++ ++-++++ +++-++++, air atau berdarah Shigella -+ +-++++ -++++ +-++, berdarah Entamoeba histolytica -+ +-++++ -++++ +-++, berdarah Tabel 2. Gejala dan Tanda Diare Akut Karena Infeksi Berdasarkan Kausal3 Patogen Klinis Nyeri Perut Demam Mual Muntah Heme Pada Feses Feses Berdarah Shigella +/- + Salmonella + +/- + Campylobacter + +/- + Vibrio +/- +/- +/- +/- +/- Cyclospora +/- +/- + Cryptosporidium +/- +/- + Giardia + E.Hystolytica + + +/- +/- C.Difficile + + + + PEMERIKSAAN FISIK Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan yang meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan terutama pada sore hingga malam. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa: 1,5 Bradikardia relative (bradikardia relative adalah peningkatan suhu 1ºC tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung hiperemis serta tremor), Hepatomegali, splenomegali, meteorismus Gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium Rose spot, suatu ruam makulopapular yang berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm, sering kali dijumpai pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang kulit putih, Ruam ini muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai pada demam tifoid. Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini diperoleh hasil yang sesuai dengan teori berupa : Conjungtiva anemis dari tanggal 10 april 2018 – 15 april 2018 Lidah yang berselaput (kotor ditengah dan ujung hiperemis serta tremor) dari tanggal 13 april 2018 - 15 april 2018 Hepar dan lien teraba 2 cm dibawah arkus costa pengukuran dilakukan pada tanggal 12 april 2018 PEMERIKSAAN PENUNJANG a. Darah Lengkap Pada Pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia namun dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Selain itu dapat terjadi anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat. Sedangkan SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh.2 b. Uji Widal Uji widal merupakan uji yang dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap kuman S.typhi. Antigen yang digunakan pada ui widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan. Maksud uji widal adalah untuk untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita. Terdapat 3 aglutinin yaitu 1,2 : Aglutinin O (dari tubuh kuman) Aglutinin H (flagela kuman) Aglutinin Vi (Simpai kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosa demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Di indonesia uji widal menggunakan slide aglutinantion (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit) menunjukan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Titer yang digunakan pada uji widal adalah, 1/32, 1/64, 1/160, 1/320,1/640. Dinyatakan positif demam tifoid jika 1,3,4: Peningkatan titer uji widal 4x (2-3 minggu) Titer 1/160 dilihat 1 minggu kedepan apa ada kenaikan, jika ada + Titer 1/320 atau 1/640 dinyatakan + Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke empat, dan tetap tinggi selama beberapa. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan. Sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.1,4 c. Uji IgM Dipstick Uji yang secara khusus mendeteksi antibodi igM spesifik terhadap S. Typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopoliaskarida (LPS) S.typhoid dan anti igM sebagai kontrol. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum selama 3 jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaiaan terhadap garis uji dengan membandingkan dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarna dengan baik.1,3 d. Uji Tubex Uji TUBEX merupakan uji semikuantitatif kolometrik yang cepat (beberapa menit), mudah dikerjakan. Uji ini digunakan untuk mendeteksi antibodi anti-S.typhi 09 pada serum pasien. Deteksi terhadap anti 09 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5. Pada penelitian tahun 2006 menunjukan sensivitas uji ini 100% dan spesifitasnya 90%. 3 e. Uji Typhidot Uji typhidot dapat mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi igM dan IgG terhadap antigen S.typhi. Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (igG) teraktivasi secara berlebihan sehingga igM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun sehingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi. Untuk mengatasi masalah tersebut. Uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini dikenal dengan nama uji Typhidot-M. Dari hasi penelitian tahun 1997 uji ini memiliki sensivitas 100% dan lebih cepat (3 jam) dilakukan bila dibandingkan dengan kultur. Penilitian lain tahun 2002 menunjukan sensivitas uji ini sebesar 98%, spesifitasnya sebesar 76,6% dan efisiensi uji sebesar 84% . 1,3 f. Kultur Darah Kultur merupakan standar baku dalam menegakkan diagnosis. Kultur darah biasanya positif pada awal 2 minggu pertama, tapi kultur feses biasanya positif selama minggu ke 3 hingga ke 5. Sedangkan kultur urin pada minggu ke 4. Jika kultur negatif tetapi secara klinis suspek kuat demam tifoid, maka kultur biopsi spesimen sumsum tulang belakang dapat dijadikan pertimbangan untuk mencari kuman salmonella. 3 Pada kasus ini pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan widal, pemeriksaan feses, USG abdomen. a. Pemeriksaan darah lengkap Pada pemeriksaan darah lengkap yang dilakukan pada tanggal 10 april 2018 sebelum pasien masuk Rumah Sakit Abepura didapatkan hasil sebagai berikut Hb (9.8 g/dL) HCT (33.5 %) MCV (63.2 fL) MCH (18.5 pg) MCHC (29.2 g/dl) WBC (103/mm3) Dari hasil tersebut diketahui bahwa pasien mengalami anemia mikrositik hipokrom dan leukopenia. Hasil pemeriksaan pada pasien tersebut sesuai dengan pemeriksaan darah lengkap pada demam tifoid b. Pemeriksaan Widal Pada pemeriksaan widal yang dilakukan pada tanggal 10 april 2018 sebelum pasien masuk Rumah Sakit Abepura didapatkan hasil sebagai berikut Salmonella Typhy Aglutinin O (1/320) Aglutinin H (1/320) Salmonella Paratyphy A Aglutinin O (1/160) Aglutinin H (1/160) Salmonella Paratyphy B Aglutinin O (1/160) Aglutinin H (1/320) Salmonella Paratyphy C Aglutinin O (1/320) Aglutinin H (1/320) Dari hasil tersebut terbukti bahwa pasien menderita demam tifoid. Hasil pemeriksaan pada pasien tersebut sesuai dengan uji widal pada demam tifoid yaitu positif jika titer aglutinin 1/320 atau 1/640. c. Pemeriksaan USG Abdomen Hepar : Tidak membesar, tepi tajam, tekstur parenkim homogen halus,intensitas gema parenkim normal, massa/nodul (-). Ductus biliaris intra dan ekstra hepatal, vena portal tidak melebar. Gallblader : dinding tidak menebal, reguler, batu (-). Pankreas : tidak membesar, massa (-). Duktus pankreaticus tidak melebar. Lien : tidak membesar, tekstur parenkim homogeny halus, massa/nodul - vena lienalis tidak melebar Dari hasil pemeriksaan USG abdomen hepar dan lien tidak membesar d. Pemeriksaan Feses Pada pemeriksaan widal yang dilakukan pada tanggal 13 april 2018 saat pasien dirawat di Rumah Sakit Abepura didapatkan hasil sebagai berikut Uji Makroskopik Uji Mikroskopik Parameter Tanggal Parameter Tanggal 13/4/2018 13/4/2018 Warna Coklat Epitel 1–2 sel/lapang pandang Konsistensi Lembek Makrofag - Bau Khas Leukosit 1–2 sel/lapang pandang Lendir + Eritrosit Positif 1+ Darah - Kristal - Sel Ragi - Kista Amoeba/Amoeba - Telur Cacing/Cacing - Sisa Makanan + Dari hasil hasil pemeriksaan feses ditemukan adanya eritrosit pada uji mikroskopik hal tersebut sesuai dengan gejala dan patogenesis dari demam tifoid. Penatalaksanaan 4,5 Sampai saat ini Penatalaksanaan dalam mengobati demam tifoid terdiri atas tiga yaitu: a. Istirahat dan Perawatan Tirah Baring dengan tujuan untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Dalam perwatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaiaan dan perlengkapan yang dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk mencegah dekubitu serta higene perlu diperhatikan dan di jaga. b. Diet dan Terapi Peunjang (Simtomatik dan Suportif) Tujuannya untuk menngembalikan rasa nyaman dan kesehatan pasien secara optimal. Pemberian cairan dan diet sangat penting untuk memperbaiki keadaan umum dan gizi penderita. Dahulu pemberian diet pada pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien (bubur saring kemudian bubur kasar dilanjutkan dengan nasi) tujuannya untuk menghindari komplikasi saluran cerna atau perforasi. Namun sekarang, pemberian makanan padat dini yaitu nasi denga lauk pauk rendah selulosa dapat diberikan dengan aman pada pasien c. Pemberian Antimikroba Kloramfenikol Merupakan obat pilihan untuk mengobati demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis dan diberikan selama 10 hari. Dapat menurunkan demam rata-rata 5 hari. Tiamfenikol Dosis dan efektitasnya pada demam tifoid hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. Demam rata-rata menurunpada hari ke 5 dan ke 6. Kotrimoksazol Efektivitas obat ini hampir sama dengan kloramfenikol. Dosisnya 6-8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis Ampisilin dan Amoksisilin Efektivitas obat ini lebih rendah dibandingkan klloramfenikol. Ampisilin memilik respon yang lebih lambat dibandingkan amoksisilin. Dosis yang ampisilin dianjurkan adalah 100-200 mh/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis. Dosis amoksisilin yang dianjurkan adalah 100 mg/kgBB hari. Kedua obat tersebut diberikan selama 3 minggu Sefalosporin generasi ketiga Hingga saat ini sefalosporin generasi ketiga yang efektif untuk demam tifoid adalah seftriakson. Dosis yang dianjurkan adalah 80 mg/kgBB/hari. Diberikan selama 5 hari. Kortikosteroid Diberikan pada kasus berat seperti toksik tifoid atau demam tifoid yang mengalami syok septik. Dosis yang diberikan yaitu 1-3 mg/kgBB/hari IV dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik Selain tiga penatalaksanaan yang telah disebutkan sebelumnya, pada demam tifoid juga dapat diberikan transfusi darah pada kasus perdarahan saluran cerna ataupun dapat dilakukan tindakan bedah jika terdapat perforasi. Pada kasus ini pengobatan yang diberikan pada pasien telah sesuai dengan teori. Berikut tatalaksana yang diberikan pada pasien HJ dari tanggal 10 april 2018-16 april 2018: a. Tirah Baring b. Diet dan terapi penunjang IVFD Asering 20 tpm Paracetamol 2x150 mg/IV Ceftriaxone 2x750 mg/IV Zink sirup 1 x1 cth Liprolac 2x1 sachet Ranitidin 2x15 mg/IV Ondancentron 3x1.5 mg IV Diet yang diberikan pada pasien merupakan diet rendah serat dengan pola makan 3xsehari, dengan bentuk makanan yang diberikan berupa makanan lunak. Tujuan pemberian diet pada pasien ini yaitu untuk memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi, dengan prinsip : Energi cukup Protein cukup Lemak sedang Karbohidrat cukup Menghindari makanan berserat tinggi Pasien ini mempunyai berat badan 15 kg dengan usia 6 tahun 8 bulan, adapun kebutuhan energi dan zat gizi yang diberikan pada pasien ini yaitu : Kebutuhan Energi 1350 kal Kebutuhan Protein 22.5 gr Kebutuhan Lemak 30 gr Kebutuhan Karbohidrat 247.5 gr c. Antimikroba Pemberian antimikroba pada pasien ini bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran kuman, Adapun antimikroba yang digunakan pada pasien ini yaitu : Cefotaxim injeksi 2x750 mg/IV Antibiotik ini diberikan dari tanggal 10 april dan diberhentikan pada tanggal 13 april. 2018 Ceftriaxon injeksi 2x750 mg/IV Antibiotik ini diberikan untuk menggantika cefotaxim dan dibeikan dari tanggal 13 april hingga 16 april 2018. Tiamfenikol 3x250 mg/IV Merupakan antibiotik dengan kerja menghambat sintesis protein. Pada kasus ini obat tersebut diberikan saat pasien akan pulang (16 april 2018) PENUTUP KESIMPULAN Pada kasus diagnosis suatu penyakit berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sangat penting dalam mengkaji penyakit yang sedang diderita pasien maupun koinfeksi dari penyakit tersebut. Sehingga anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, serta pengobatan yang diberikan pada pasien sesuai dengan penyakit yang diderita oleh pasien dengan tinjauan pustaka yang didapat. DAFTAR PUSTAKA Poorwo Sumarmo, Garna Herry, Rezeki Sri, Irawan Hindra. Demam Tifoid.Dalam Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis Edisi II. Jakarta. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia: 2015.338-345. Suprapto Novita, Karyanti Mulya. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid I: Tifoid. Jakarta. FK UI Media Aesculapius: 2014. 74-75. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 25. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2012. 232-235. Pickering Larry. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Volume 1: Infeksi Salmonella, Shigella, E. Coli Enterik. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2006. 663-676. Bishop P. Warren. Sistem Pencernaan Dalam: Marcdante Karen, Kliegman Robert, Jenson Hal B, Berhman Richard E.. Nelson : Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi VI. Singapuara. Elsevier: 2011 481-486. 41