Academia.eduAcademia.edu

MODUL BAHASA INDONESIA KELAS X

MEMAHAMI WACANA SASTRA MELALUI KEGIATAN MEMBACA CERPEN 1. Pengantar Salah satu kegiatan belajar dalam bahasa Indonesia yaitu membaca cerpen. Dengan membaca cerpen kita akan mengetahui karakter-karakter tentang tokoh dalam cerita maupun segala kisah hidup manusia karena cerita dalam cerpen tidak mustahil terjadi dalam kehidupan nyata meskipun cerpen merupakan salah satu bentuk prosa dalam karya sastra. Salah satu ciri sebuah cerita pendek atau cerpen adalah mengisahkan kisah hidup manusia yang lazim terjadi sekalipun banyak dibumbuhi unsur imajinasi tetapi ceita dalam cerpen tentang kehidupan manusia yang wajar / logis. Kegiatan membaca cerpen yang akan kita pelajari diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang nilai -nilai kehidupan di masyarakat.

MODUL BAHASA INDONESIA KELAS X MEMAHAMI WACANA SASTRA MELALUI KEGIATAN MEMBACA CERPEN 1. Pengantar Salah satu kegiatan belajar dalam bahasa Indonesia yaitu membaca cerpen. Dengan membaca cerpen kita akan mengetahui karakter-karakter tentang tokoh dalam cerita maupun segala kisah hidup manusia karena cerita dalam cerpen tidak mustahil terjadi dalam kehidupan nyata meskipun cerpen merupakan salah satu bentuk prosa dalam karya sastra. Salah satu ciri sebuah cerita pendek atau cerpen adalah mengisahkan kisah hidup manusia yang lazim terjadi sekalipun banyak dibumbuhi unsur imajinasi tetapi ceita dalam cerpen tentang kehidupan manusia yang wajar / logis. Kegiatan membaca cerpen yang akan kita pelajari diharapkan dapat menambah wawasan kita tentang nilai –nilai kehidupan di masyarakat. 2. Standar Kompetensi Membaca Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen. 3. Kompetensi Dasar Menganalisis keterkaitan unsur intrinsik suatu cerpen dengan kehidupan sehari-hari. 4. Tujuan Pembelajaran a) Siswa dapat menceritakan kembali isi cerpen yang dibaca. b) Siswa dapat mengungkapkan latar dan penokohan dalam cerpen dengan  menunjukkan kutipan yang mendukung. c) Siswa dapat menganalisis keterkaitan unsur intrinsik cerpen dengan kehidupan  sehari- hari . 5. Kegiatan Belajar 5.1. Membaca Cerpen Peradilan Rakyat  Cerpen Putu Wijaya Seorang pengacara muda yang cemerlang mengunjungi ayahnya, seorang pengacara senior yang sangat dihormati oleh para penegak hukum. “Tapi aku datang tidak sebagai putramu," kata pengacara muda itu, "aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan keadilan di negeri yang sedang kacau ini." Pengacara tua yang bercambang dan jenggot memutih itu, tidak terkejut. Ia menatap putranya dari kursi rodanya, lalu menjawab dengan suara yang tenang dan agung. "Apa yang ingin kamu tentang, anak muda?" Pengacara muda tertegun. "Ayahanda bertanya kepadaku?" "Ya, kepada kamu, bukan sebagai putraku, tetapi kamu sebagai ujung tombak pencarian keadilan di negeri yang sedang dicabik-cabik korupsi ini." Pengacara muda itu tersenyum. "Baik, kalau begitu, Anda mengerti maksudku." "Tentu saja. Aku juga pernah muda seperti kamu. Dan aku juga berani, kalau perlu kurang ajar. Aku pisahkan antara urusan keluarga dan kepentingan pribadi dengan perjuangan penegakan keadilan. Tidak seperti para pengacara sekarang yang kebanyakan berdagang. Bahkan tidak seperti para elit dan cendekiawan yang cemerlang ketika masih di luar kekuasaan, namun menjadi lebih buas dan keji ketika memperoleh kesempatan untuk menginjak-injak keadilan dan kebenaran yang dulu diberhalakannya. Kamu pasti tidak terlalu jauh dari keadaanku waktu masih muda. Kamu sudah membaca riwayat hidupku yang belum lama ini ditulis di sebuah kampus di luar negeri bukan? Mereka menyebutku Singa Lapar. Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuri-pencuri keadilan yang bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak belajar dari buku itu." Pengacara muda itu tersenyum. Ia mengangkat dagunya, mencoba memandang pejuang keadilan yang kini seperti macan ompong itu, meskipun sisa-sisa keperkasaannya masih terasa. "Aku tidak datang untuk menentang atau memuji Anda. Anda dengan seluruh sejarah Anda memang terlalu besar untuk dibicarakan. Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah keadilan itu sendiri." Pengacara tua itu meringis. “Aku suka kau menyebut dirimu aku dan memanggilku kau. Berarti kita bisa bicara sungguh-sungguh sebagai profesional, Pemburu Keadilan." "Itu semua juga tidak lepas dari hasil gemblenganmu yang tidak kenal ampun!" Pengacara tua itu tertawa. "Kau sudah mulai lagi dengan puji-pujianmu!" potong pengacara tua. Pengacara muda terkejut. Ia tersadar pada kekeliruannya lalu minta maaf. "Tidak apa. Jangan surut. Katakan saja apa yang hendak kamu katakan," sambung pengacara tua menenangkan, sembari mengangkat tangan, menikmati juga pujian itu.  "jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan diskripsi-diskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrin-doktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini." Pengacara muda diam beberapa lama untuk merumuskan diri. Lalu ia meneruskan ucapannya dengan lebih tenang. "Aku datang kemari ingin mendengar suaramu. Aku mau berdialog." "Baik. Mulailah. Berbicaralah sebebas-bebasnya." "Terima kasih. Begini. Belum lama ini negara menugaskan aku untuk membela seorang penjahat besar, yang sepantasnya mendapat hukuman mati. Pihak keluarga pun datang dengan gembira ke rumahku untuk mengungkapkan kebahagiannya, bahwa pada akhirnya negara cukup adil, karena memberikan seorang pembela kelas satu untuk mereka. Tetapi aku tolak mentah-mentah. Kenapa? Karena aku yakin, negara tidak benar-benar menugaskan aku untuk membelanya. Negara hanya ingin mempertunjukkan sebuah teater spektakuler, bahwa di negeri yang sangat tercela hukumnya ini, sudah ada kebangkitan baru. Penjahat yang paling kejam, sudah diberikan seorang pembela yang perkasa seperti Mike Tyson, itu bukan istilahku, aku pinjam dari apa yang diobral para pengamat keadilan di koran untuk semua sepak-terjangku, sebab aku selalu berhasil memenangkan semua perkara yang aku tangani. Aku ingin berkata tidak kepada negara, karena pencarian keadilan tak boleh menjadi sebuah teater, tetapi mutlak hanya pencarian keadilan yang kalau perlu dingin danbeku. Tapi negara terus juga mendesak dengan berbagai cara supaya tugas itu aku terima. Di situ aku mulai berpikir. Tak mungkin semua itu tanpa alasan. Lalu aku melakukan investigasi yang mendalam dan kutemukan faktanya. Walhasil, kesimpulanku, negara sudah memainkan sandiwara. Negara ingin menunjukkan kepada rakyat dan dunia, bahwa kejahatan dibela oleh siapa pun, tetap kejahatan. Bila negara tetap dapat menjebloskan bangsat itu sampai ke titik terakhirnya hukuman tembak mati, walaupun sudah dibela oleh tim pembela seperti aku, maka negara akan mendapatkan kemenangan ganda, karena kemenangan itu pastilah kemenangan yang telak dan bersih, karena aku yang menjadi jaminannya. Negara hendak menjadikan aku sebagai pecundang. Dan itulah yang aku tentang. Negara harusnya percaya bahwa menegakkan keadilan tidak bisa lain harus dengan keadilan yang bersih, sebagaimana yang sudah Anda lakukan selama ini." Pengacara muda itu berhenti sebentar untuk memberikan waktu pengacara senior itu menyimak. Kemudian ia melanjutkan. "Tapi aku datang kemari bukan untuk minta pertimbanganmu, apakah keputusanku untuk menolak itu tepat atau tidak. Aku datang kemari karena setelah negara menerima baik penolakanku, bajingan itu sendiri datang ke tempat kediamanku dan meminta dengan hormat supaya aku bersedia untuk membelanya." "Lalu kamu terima?" potong pengacara tua itu tiba-tiba. Pengacara muda itu terkejut. Ia menatap pengacara tua itu dengan heran. "Bagaimana Anda tahu?" Pengacara tua mengelus jenggotnya dan mengangkat matanya melihat ke tempat yang jauh. Sebentar saja, tapi seakan ia sudah mengarungi jarak ribuan kilometer. Sambil menghela napas kemudian ia berkata:  "Sebab aku kenal siapa kamu." Pengacara muda sekarang menarik napas panjang. "Ya aku menerimanya, sebab aku seorang profesional. Sebagai seorang pengacara aku tidak bisa menolak siapa pun orangnya yang meminta agar aku melaksanakan kewajibanku sebagai pembela. Sebagai pembela, aku mengabdi kepada mereka yang membutuhkan keahlianku untuk membantu pengadilan menjalankan proses peradilan sehingga tercapai keputusan yang seadil-adilnya." Pengacara tua mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti. "Jadi itu yang ingin kamu tanyakan?" "Antara lain." "Kalau begitu kau sudah mendapatkan jawabanku." Pengacara muda tertegun. Ia menatap, mencoba mengetahui apa yang ada di dalam lubuk hati orang tua itu. "Jadi langkahku sudah benar?" Orang tua itu kembali mengelus janggutnya. "Jangan dulu mempersoalkan kebenaran. Tapi kau telah menunjukkan dirimu sebagai profesional. Kau tolak tawaran negara, sebab di balik tawaran itu tidak hanya ada usaha pengejaran pada kebenaran dan penegakan keadilan sebagaimana yang kau kejar dalam profesimu sebagai ahli hukum, tetapi di situ sudah ada tujuan-tujuan politik. Namun, tawaran yang sama dari seorang penjahat, malah kau terima baik, tak peduli orang itu orang yang pantas ditembak mati, karena sebagai profesional kau tak bisa menolak mereka yang minta tolong agar kamu membelanya dari praktik-praktik pengadilan yang kotor untuk menemukan keadilan yang paling tepat. Asal semua itu dilakukannya tanpa ancaman dan tanpa sogokan uang! Kau tidak membelanya karena ketakutan, bukan?" "Tidak! Sama sekali tidak!" "Bukan juga karena uang?!" "Bukan!" "Lalu karena apa?" Pengacara muda itu tersenyum. "Karena aku akan membelanya." "Supaya dia menang?" "Tidak ada kemenangan di dalam pemburuan keadilan. Yang ada hanya usaha untuk mendekati apa yang lebih benar. Sebab kebenaran sejati, kebenaran yang paling benar mungkin hanya mimpi kita yang tak akan pernah tercapai. Kalah-menang bukan masalah lagi. Upaya untuk mengejar itu yang paling penting. Demi memuliakan proses itulah, aku menerimanya sebagai klienku." Pengacara tua termenung. "Apa jawabanku salah?" Orang tua itu menggeleng. "Seperti yang kamu katakan tadi, salah atau benar juga tidak menjadi persoalan. Hanya ada kemungkinan kalau kamu membelanya, kamu akan berhasil keluar sebagai pemenang." "Jangan meremehkan jaksa-jaksa yang diangkat oleh negara. Aku dengar sebuah tim yang sangat tangguh akan diturunkan." "Tapi kamu akan menang." "Perkaranya saja belum mulai, bagaimana bisa tahu aku akan menang." "Sudah bertahun-tahun aku hidup sebagai pengacara. Keputusan sudah bisa dibaca walaupun sidang belum mulai. Bukan karena materi perkara itu, tetapi karena soal-soal sampingan. Kamu terlalu besar untuk kalah saat ini." Pengacara muda itu tertawa kecil. "Itu pujian atau peringatan?" "Pujian." "Asal Anda jujur saja." "Aku jujur." "Betul?" "Betul!" Pengacara muda itu tersenyum dan manggut-manggut. Yang tua memicingkan matanya dan mulai menembak lagi. "Tapi kamu menerima membela penjahat itu, bukan karena takut, bukan?" "Bukan! Kenapa mesti takut?!" "Mereka tidak mengancam kamu?" "Mengacam bagaimana?" "Jumlah uang yang terlalu besar, pada akhirnya juga adalah sebuah ancaman. Dia tidak memberikan angka-angka?" "Tidak." Pengacara tua itu terkejut. "Sama sekali tak dibicarakan berapa mereka akan membayarmu?" "Tidak." "Wah! Itu tidak profesional!" Pengacara muda itu tertawa. "Aku tak pernah mencari uang dari kesusahan orang!" "Tapi bagaimana kalau dia sampai menang?" Pengacara muda itu terdiam. "Bagaimana kalau dia sampai menang?" "Negara akan mendapat pelajaran penting. Jangan main-main dengan kejahatan!" "Jadi kamu akan memenangkan perkara itu?" Pengacara muda itu tak menjawab. "Berarti ya!" "Ya. Aku akan memenangkannya dan aku akan menang!" Orang tua itu terkejut. Ia merebahkan tubuhnya bersandar. Kedua tangannya mengurut dada. Ketika yang muda hendak bicara lagi, ia mengangkat tangannya. "Tak usah kamu ulangi lagi, bahwa kamu melakukan itu bukan karena takut, bukan karena kamu disogok." "Betul. Ia minta tolong, tanpa ancaman dan tanpa sogokan. Aku tidak takut." "Dan kamu menerima tanpa harapan akan mendapatkan balas jasa atau perlindungan balik kelak kalau kamu perlukan, juga bukan karena kamu ingin memburu publikasi dan bintang-bintang penghargaan dari organisasi kemanusiaan di mancanegara yang benci negaramu, bukan?" "Betul." "Kalau begitu, pulanglah anak muda. Tak perlu kamu bimbang Keputusanmu sudah tepat. Menegakkan hukum selalu dirongrong oleh berbagai tuduhan, seakan-akan kamu sudah memiliki pamrih di luar dari pengejaran keadilan dan kebenaran. Tetapi semua rongrongan itu hanya akan menambah pujian untukmu kelak, kalau kamu mampu terus mendengarkan suara hati nuranimu sebagai penegak hukum yang profesional." Pengacara muda itu ingin menjawab, tetapi pengacara tua tidak memberikan kesempatan. "Aku kira tak ada yang perlu dibahas lagi. Sudah jelas. Lebih baik kamu pulang sekarang. Biarkan aku bertemu dengan putraku, sebab aku sudah sangat rindu kepada dia." Pengacara muda itu jadi amat terharu. Ia berdiri hendak memeluk ayahnya. Tetapi orang tua itu mengangkat tangan dan memperingatkan dengan suara yang serak. Nampaknya sudah lelah dan kesakitan. "Pulanglah sekarang. Laksanakan tugasmu sebagai seorang profesional." "Tapi..." Pengacara tua itu menutupkan matanya, lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Sekretarisnya yang jelita, kemudian menyelimuti tubuhnya. Setelah itu wanita itu menoleh kepada pengacara muda. "Maaf, saya kira pertemuan harus diakhiri di sini, Pak. Beliau perlu banyak beristirahat. Selamat malam." Entah karena luluh oleh senyum di bibir wanita yang memiliki mata yang sangat indah itu, pengacara muda itu tak mampu lagi menolak. Ia memandang sekali lagi orang tua itu dengan segala hormat dan cintanya. Lalu ia mendekatkan mulutnya ke telinga wanita itu, agar suaranya jangan sampai membangunkan orang tua itu dan berbisik. "Katakan kepada ayahanda, bahwa bukti-bukti yang sempat dikumpulkan oleh negara terlalu sedikit dan lemah. Peradilan ini terlalu tergesa-gesa. Aku akan memenangkan perkara ini dan itu berarti akan membebaskan bajingan yang ditakuti dan dikutuk oleh seluruh rakyat di negeri ini untuk terbang lepas kembali seperti burung di udara. Dan semoga itu akan membuat negeri kita ini menjadi lebih dewasa secepatnya. Kalau tidak, kita akan menjadi bangsa yang lalai." Apa yang dibisikkan pengacara muda itu kemudian menjadi kenyataan. Dengan gemilang dan mudah ia mempecundangi negara di pengadilan dan memerdekaan kembali raja penjahat itu. Bangsat itu tertawa terkekeh-kekeh. Ia merayakan kemenangannya dengan pesta kembang api semalam suntuk, lalu meloncat ke mancanegara, tak mungkin dijamah lagi. Rakyat pun marah. Mereka terbakar dan mengalir bagai lava panas ke jalanan, menyerbu dengan yel-yel dan poster-poster raksasa. Gedung pengadilan diserbu dan dibakar. Hakimnya diburu-buru. Pengacara muda itu diculik, disiksa dan akhirnya baru dikembalikan sesudah jadi mayat. Tetapi itu pun belum cukup. Rakyat terus mengaum dan hendak menggulingkan pemerintahan yang sah. Pengacara tua itu terpagut di kursi rodanya. Sementara sekretaris jelitanya membacakan berita-berita keganasan yang merebak di seluruh wilayah negara dengan suaranya yang empuk, air mata menetes di pipi pengacara besar itu. "Setelah kau datang sebagai seorang pengacara muda yang gemilang dan meminta aku berbicara sebagai profesional, anakku," rintihnya dengan amat sedih, "Aku terus membuka pintu dan mengharapkan kau datang lagi kepadaku sebagai seorang putra. Bukankah sudah aku ingatkan, aku rindu kepada putraku. Lupakah kamu bahwa kamu bukan saja seorang profesional, tetapi juga seorang putra dari ayahmu. Tak inginkah kau mendengar apa kata seorang ayah kepada putranya, kalau berhadapan dengan sebuah perkara, di mana seorang penjahat besar yang terbebaskan akan menyulut peradilan rakyat seperti bencana yang melanda negeri kita sekarang ini?" *** 5.1.1. Uraian dan Contoh  Pengertian Cerpen Cerita pendek ( cerpen ) adalah cerita yang menurut wujud fisiknya berbentuk pendek.Ukuran panjang pendeknya suatu cerita memang relative. Namun, pada umumnya cerita pendek merupakan cerita yang habis dibaca sekitar sepuluh menit atau setengah jam. Jumlah katanya sekitar 500- 5.000 kata. Oleh karena itu, cerita pendek sering diungkapkan sebagai cerita yang dapat dibaca dalam sekali di\duduk. Dengan demikian kita dapat menentukan ciri-ciri cerpen. Ciri-ciri cerpen ialah :  • pada umumnya cerita itu pendek; • yang ditampilkan hal – hal yang penting benar dan berarti; • isinya singkat lagi padat; • alur lebih sederhana; • tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang; • latar yang dilukiskan hanya sesaat dan dalam lingkungan yang relatif terbatas; • tema dan nilai-nilai kehidupan yang disampaikan relatif sederhana • menggambarkan tokoh cerita menghadapi suatu pertikaian (konflik) untuk  menyelesaikannya; • sanggup meninggalkan suatu kesan dalam hati pembaca. Upaya memahami karya sastra dapat dilakukan dengan menganalisis unsur-unsur dalam (intrinsik). Unsur-unsur dalam sebuah karya sastra memiliki keterkaitan satu dengan lainnya. Berikut ini unsur-unsur intrinsik yang ada dalam karya sastra. 1. Tema Tema dapat kita peroleh setelah kita membaca secara menyeluruh (close reading) isi cerita.Tema yang diangkat biasanya sesuai dengan amanat/pesan yang hendak disampaikan oleh pengarangnya. Tema menyangkut ide cerita. Tema menyangkut keseluruhan isi cerita yang tersirat dalam cerpen.Tema dalam cerpen dapat mengangkat masalah persahabatan, cinta kasih, permusuhan, dan lain-lain. Hal yang pokok adalah tema berhubungan dengan sikap dan pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Pengarang menyatakan idenya dalam unsur keseluruhan cerita. Cara-cara menemukan  tema antara lain : • melalui alur cerita • melalui tokoh cerita • melalui bahasa yang digunakan oleh pengarang 2 Jalan Cerita dan Alur Alur tersembunyi di balik jalan cerita. Alur merupakan bagian rangkaian perjalanan cerita  yang tidak tampak. Jalan cerita dikuatkan dengan hadirnya alur. Sehubungan dengan naik  turunnya jalan cerita karena adanya sebab akibat, dapat dikatakan pula alur dan jalan cerita dapat lahir karena adanya konflik. Konflik tidak harus selalu berisikan pertentangan antara orang per orang. Konflik dapat hadir dalam diri sang tokoh dengan dirinya ,dengan lingkungan di sekitarnya maupun dengan Tuhan atau keyakinannya. Hal yang menggerakkan kejadian cerita adalah plot. Suatu kejadian baru dapat disebut cerita kalau di dalamnya ada perkembangan kejadian. Dan suatu kejadian berkembang kalau ada yang menyebabkan terjadinya perkembangan konflik.Adapun kehadiran konlik harus ada sebabnya. Secara sederhana, konflik lahir dari mulai pengenalan hingga penyelesaian konflik. Untuk lebih jelasnya, secara umum jalan cerita terbentuk atas bagian-bagian berikut ini . • Pengenalan situasi cerita ( exposition ) • Pengungkapan peristiwa (complication) • Menuju pada adanya konflik (rising action) • Puncak konflik (turning point) • Penyelesaian (ending) Bagian-bagian alur tersebut tidaklah seragam, dapat pula dengan susunan seperti ini. • Pengenalan konflik • Timbul permasalahan • Permasalahan memuncak  • Permasalahan mereda  • Penyelesaian masalah 3. Tokoh dan Perwatakan Cara tokoh dalam menghadapi masalah maupun kejadian tentunya berbeda-beda. Hal ini  disebabkan perbedaan latar belakang (pengalaman hidup) mereka. Dengan  menggambarkan secara khusus bagaimana suasana hati tokoh, kita lebih banyak diberi  tahu latar belakang kepribadiannya. Penulis yang berhasil menghidupkan watak tokoh-tokoh ceritanya berarti berhasil pula dalam menghidupkan tokoh. Dalam  perwatakan tokoh dapat diamati dari hal-hal berikut: • apa yang diperbuat oleh para tokoh; • melalui ucapan-ucapan tokoh; • melalui penggambaran fisik atau perilaku tokoh; • melalui penggambaran lingkungan kehidupan tokoh; • melalui pikiran-pikirannya; • melalui penerangan langsung. 4. Latar (Setting) Latar (setting) merupakan salah satu bagian cerpen yang dianggap penting sebagai  penggerak cerita. Setting mempengaruhi unsur lain, semisal tema atau penokohan. Setting  tidak hanya menyangkut lokasi di mana para pelaku cerita terlibat dalam sebuah kejadian. Adapun penggolongan setting dapat dikelompokkan dalam setting tempat, setting waktu,  dan setting social atau suasana. . 5. Sudut Pandang (Point of View) Point of view berhubungan dengan siapakah yang menceritakan kisah dalam cerpen? Cara  yang dipilih oleh pengarang akan menentukan sekali gaya dan corak cerita. Hal ini  dikarenakan watak dan pribadi sipencerita (pengarang) akan banyak menentukan cerita  yang dituturkan pada pembaca.Adapun sudut pandang pengarang sendiri empat macam,  yakni sebagai berikut. a. Objective point of view Dalam teknik ini, pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti Anda melihat film dalam televisi. Para tokoh hadir dengan karakter masing-masing. Pengarang sama sekali tidak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. b. Omniscient point of view Dalam teknik ini, pengarang bertindak sebagai pencipta segalanya. Ia tahu segalanya. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai efek yang diinginkannya. c. Point of view orang pertama Teknik ini lebih populer dikenal di Indonesia. Teknik ini dikenal pula dengan teknik  sudut pandang "aku". Hal ini sama halnya seperti seseorang mengajak berbicara pada  orang lain. d. Point of view orang ketiga Teknik ini biasa digunakan dalam penuturan pengalaman seseorang sebagai pihak  ketiga. Jadi, pengarang hanya "menitipkan" pemikirannya dalam tokoh orang ketiga.  Orang ketiga ("dia") dapat juga menggunakan nama orang. 6. Gaya Bahasa Dalam cerita , penggunaan bahasa berfungsi untuk mencipta nada atau suasana persuasive dan merumuskan dialog yang mampu memperlihatkan hubungan dan interaksi antar tokoh Kemampuan penulis dalam menggunakan bahasa secara cermat dapat menjelmakan suasana yang berterus terang atau satiris,simpatik atau menjengkelkan ,dan objektif atau emosional.  Gaya menyangkut cara khas pengarang dalam mengungkapkan ekspresi berceritanya dalam cerpen yang ia tulis. Gaya tersebut menyangkut bagaimana seorang pengarang memilih tema, persoalan, meninjau persoalan, dan menceritakannya dalam sebuah cerpen. 7. Amanat Amanat adalah bagian akhir yang merupakan pesan dari cerita yang dibaca. Dalam hal ini,  pengarang "menitipkan" nilai-nilai kehidupan yang dapat diambil dari cerpen yang  dibaca. Amanat menyangkut bagaimana sang pembaca memahami dan meresapi cerpen  yang ia baca. Setiap pembaca akan merasakan nilai-nilai yang berbeda dari cerpen yang  dibacanya. Hal lain yang termasuk unsur sastra adalah unsur ekstrinsik. Unsur ini berada  di luar karya sastra itu sendiri. Misalnya, nama penerbit, tempat lahir pengarang, harga  buku, hingga keadaan di sekitar saat karya sastra tersebut ditulis. Dalam cerita pendek tersebut, kita dapat menganalisis unsur intrinsiknya. 1. Tokoh yang ada dalam cerita adalah Pengacara Tua dan Pengacara Muda. Pada awal  cerita disebutkan bahwa keduanya memilki hubungan ayah-anak. 2. Selanjutnya, kita dapat memahami watak setiap tokoh sesuai dengan apa yang mereka  bicarakan. a. Pengacara Tua : Memiliki sikap yang mau membela keadilan dan kebenaran  sesuai dengan hukum. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut. "... Aku memang tidak pernah berhenti memburu pencuripencuri keadilan yang  bersarang di lembaga-lembaga tinggi dan gedung-gedung bertingkat. Merekalah  yang sudah membuat kejahatan menjadi budaya di negeri ini. Kamu bisa banyak  belajardari buku itu." Ia pun memiliki sikap mau mewariskan sikap sewajarnya dalam menghadapi  persoalan kepada anaknya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan berikut. "Jangan membatasi dirimu sendiri. Jangan membunuh diri dengan deskripsi-deskripsi yang akan menjebak kamu ke dalam doktrindoktrin beku, mengalir sajalah sewajarnya bagaikan mata air, bagai suara alam, karena kamu sangat diperlukan oleh bangsamu ini." b. Pengacara Muda: Ia memiliki watak yang mau belajar dan berani membela kebenaran sesuai dengan apa yang telah diwariskan oleh ayahnya tersebut. Hal ini dibuktikan dengan apa yang dia ucapkan: "Aku datang ke mari sebagai seorang pengacara muda yang ingin menegakkan  keadilan di negeri yang sedang kacau ini." Pengacara Muda ini pun memiliki keteguhan sendiri yang tidak terpengaruh oleh  orang lain, bahkan ayahnya sekalipun. Ia minta bicara dengan ayahnya tersebut dengan memosisikan diri sebagai orang lain.Ia pun mempunyai sikapp berani  mengemukakan melawan arus. Ia berani bicara dengan pendiriannya sendiri yang  berbeda dengan garis pendirian ayahnya. Hal ini dibuktikan dengan kutipan  berikut. "...Meskipun bukan bebas dari kritik. Aku punya sederetan koreksi terhadap  kebijakan-kebijakan yang sudah Anda lakukan. Dan aku terlalu kecil untuk  menentang bahkan juga terlalu tak pantas untuk memujimu. Anda sudah tidak  memerlukan cercaan atau pujian lagi. Karena kau bukan hanya penegak keadilan  yang bersih, kau yang selalu berhasil dan sempurna, tetapi kau juga adalah  keadilan itu sendiri." 3. Adapun latar yang ada dalam cerpen tersebut adalah suasana di rumah sang Pengacara Tua. Anda dapat menentukan latar tempat yang sesuai dengan penafsiran  Anda sendiri. Latar sosial dalam cerita ini menyangkut keadaan negeri yang carut  marut dalam hal keadilan, yaitu korupsi yang merajalela. 4. Alur dalam cerita adalah alur maju. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kedatangan  sang Pengacara Muda kepada Pengacara Tua (ayahnya). Selanjutnya timbul dialog  yang terus maju dan timbul konflik antarpemikiran dua generasi. 5. Sudut pandang yang digunakan dalam cerpen karya Putu Wijaya ini adalah sudut  pandang orang ketiga. Pengarang menggunakan tokoh nama (orang ketiga), yaitu  Pengacara Muda dan Pengacara Tua. 6. Gaya bahasa dalam cerpen tersebut, pengarang banyak menggunakan istilah yang  berhubungan dengan dunia keadilan. Hal ini menyangkut dunia hukum dan keadilan yang terjadi di suatu negeri. 7. Amanat yang terdapat dalam cerpen tersebut, antara lain bahwa jangan ada kesenjangan pemikiran antara kaum tua dan kaum muda. Selain itu, kaum  tua tidak berhak untuk mengungkung pemikiran kaum muda. Tentunya, keadilan di  dalam kehidupan harus ditegakkan bagaimana pun adanya.  5.1.2. Latihan Soal 1 A. Tugas Terstruktur  1. Apakah yang dimaksud dengan cerpen ? 2. Sebutkan minimal lima ciri-ciri cerpen? 3. Apakah yang dimaksud unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra ? 4. Sebutkan macam-macam unsur intrinsik dalam karya sastra serta jelaskan ! 5. Sebutkan macam-macam unsur ekstrinsik karya satra !  B. Tugas Mandiri Tidak Terstruktur Carilah sebuah cerpen yang menarik menurut ananda serta analisislah cerpen tersebut berdasarkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsiknya. Kunci Jawaban Latihan Soal 1 1. Cerpen adalah cerita yang menurut wujud fisiknya pendek atau habis dibaca sekali duduk  atau cerita yang mengisahkan sepenggal kisah hidup manusia. 2. Ciri-ciri cerpen minimal lima  • pada umumnya cerita itu pendek; • yang ditampilkan hal – hal yang penting benar dan berarti; • isinya singkat lagi padat; • alur lebih sederhana; • tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang; 3. Unsur intrinsik karya satra adalah unsur-unsur yang berasal dari dalam karya sastra  tersebut sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berasal dari luar karya satra. 4. Macam-macam unsur intrinsik karya satra, antara lain : • tema adalah ide sentral dalam suatu cerita • tokoh adalah pemeran dalam cerita sedangkan perwatakan adalah karakter yang dimiliki atau ditampilkan tokoh cerita.  • alur adalah jalannya suatu cerita dari awal hingga akhir cerita • latar adalah waktu,tempat, dan suasana dalam cerita • sudut pandang (point of view ) adalah cara pengarang dalam bercerita • amanat adalah pesan yang disampaikan pengarang pada pembaca melalui karya sastranya • gaya bahasa ,ada dua persepsi. pertama gaya bahasa berhubungan dengan penyampaian bahasa yang digunakan pengarang dalam cerita. Kedua berhubungan  dengan majas. 5. Macam macam unsur ekstrinsik karya sastra, antara lain : • unsur moral • unsur agama • unsur pendidikan  • usur ekonomi dll. Rangkuman : 1. Cerpen sebagai karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun yang sama. Cerpen  dibangun dari unsur intrinsik dan ekstrinsik. 2. Dalam cerpen terdapat hal-hal menarik yang dapat dianalisis dan diidentifikasi. Hal-hal  tersebut berkenaan dengan realita sosial yang ada di masyarakat. Ini membuktikan bahwa  cerpen merepresentasikan kehidupan masyarakat. Tes Formatif 1 1. Unsur cerpen yang berupa rangkaian peristiwa yang membentuk cerita adalah… A. latar  B. alur C. tema D. amanat E. sudut pandang 2. (1) Cerita melukiskan seluruh kehidupan tokoh. (2) Cerita langsung menuju ke titik permasalahan. (3) Terjadi konflik tetapi tidak mengubah nasib manusia secara drastis. (4) Lebih dari satu konflik. (5) Perwatakan tokoh diceritakan secara singkat. Pernyataan diatas yang merupakan ciri cerita pendek (cerpen) adalah nomor… A. (1), (3), dan (5) B. (2), (3), dan (4) C. (1), (4), dan (5) D. (2), (3), dan (5) E. (3), (4), dan (5) 3. … Indra menjadi duda bukan karena kematian istrinya. Melainkan karena perceraian yang didahului dengan pertengkaran seru. Begitu serunya sehingga keluarga Indra dan Nur ikut menengahi pertengkaran itu. Hasilnya berakhir dengan perceraian. Hesti tahu benar dalam perceraian itu Indra yang bersalah. Karena menghianati perkawinannya. (Hesty, Y.S. Marjo)  Berdasarkan penggalan cerpen di atas, Indra adalah suami yang berwatak…. A. teguh pendirian B. pemarah dan pembenci C. pendiam tapi pendendam D. egois dan tak penyayang E. tidak jujur dan tidak terus terang 4. “Kau punya anak, punya istri. Dari itu kau punya pegangan hidup, punya tujuan minimal. Tapi yan terpenting kau punya tangan. Hingga kau dapat mencapai apa saja yang kau maui. Sebagai suami, sebagai ayah, sebagai lelaki, sebagai manusia juga, seperti yang kita omongkan dulu, kau dapat mencapai sesuatu yang kau inginkan. Alangkah indahnya hidup ini, kalau kita mampu berbuat apa yang kita inginkan. Tapi kini aku tentu saja tak dapat berbuat apa yang kuinginkan. Masa mudaku habis sudah ditelan kebuntungan ini.” Dan tangan ini diturunkannya lagi. Dia memandang lebih jauh melampaui balik gunung dari mana angin meniup. Kala itu aku ingin mengatakan sesuatu kepadanya. Sebuah ucapan yang indah dan memberi semangat seperti dulu sering kuucapkan. Untuk anak buahku di front Barat. Tapi bagaimana aku dapat mengatakan, kalau semangat itu sendiri telah kulemparkan jauh-jauh pada suatu ketika. Gambaran watak tokoh dalam cerpen tersebut adalah…. A. seorang lelaki yang bijaksana B. seorang ayah yang hanya pasrah pada nasib C. kecenderungan seseorang akan pasrah apabila dilanda musibah D. laki-laki tidak bertanggung jawab E. tokoh yang tidak ingin peduli dengan keluarganya 5. Taksu tersenyum “Kenapa tersenyum?” “Maaf Pak, saya tidak mampu untuk mengatakan apa yang akan terjadi, karena hal itu belum terjadi, jadi hanya akan merupakan janji-janji, kalau tidak bisa saya tepati nanti saya salah,” Direktur tertawa. “Setidak-tidaknya, sebagai gambaran, apakah Anda bersedia seandainya Dewan Komisaris menunjuk Anda sebagai wakil saya?” Taksu menunduk, “Saya sungguh tidak berani mengatakan apa-apa, sebelum terjadi.” Watak tokoh Taksu dalam penggalan cerpen di atas adalah…. A. rendah hati B. sombong C. jujur D. penurut E. penakut Umpan Balik dan Tindak Lanjut : Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini dan hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus di  Bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi ini. Rumus : Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benar x 100 %  5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai : 90 % - 100 % = Baik Sekali 80 % - 89 % = Baik 70 % - 79 % = Sedang - 69 % = Kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus ! Tetapi kalau nilai Anda di bawah 80 % , Anda harus mengulang Kegiatan Belajar 2 terutama yang belum Anda kuasai. Kunci Jawaban Tes Formatif 1 1. B 2. D 3. D 4. C 5. A ------------/////---------- MENGUNGKAPKAN PIKIRAN DAN PERASAAN MELALUI KEGIATAAN MENULIS PUISI 1. Pengantar Puisi merupakan ungkapan jiwa penulisnya . Demikian sebagian besar orang  beranggapan sebab puisi yang ditulis oleh seorang penyair biasanya menggambarkan suasana  batin maupun pikiran penyair pada waktu karya tersebut dibuat. Dengan puisi orang dapat  mengkritik ketidakadilan, kesenjangan sosial, kemerosotan moral, memberi wawasan tentang  kehidupan, perjuangan, pengorbanan, kasih saying, pengabdian, nasihat-nasihat maupun  ajaran moral. 2. Standar Kompetensi Menulis Mengungkapkan pikiran, dan perasaan melalui kegiatan menulis puisi. 3. Kompetensi Dasar Menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama, dan rima.  4. Tujuan Pembelajaran • Siswa dapat mengidentifikasi puisi baru berdasarkan bait, irama dan rima. • Siswa dapat menulis puisi baru dengan memperhatikan bait, irama dan rima. • Siswa dapat menyunting puisi baru yang dibuat teman. 5. Kegiatan Belajar 5.1. Kegiatan Belajar ! Uraian dan Contoh Secara umum, tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menulis puisi. Setiap orang  dapat menulis puisi. Masalahnya, mau atau tidak mau orang tersebut tergerak untuk  menuliskan kata-kata yang mampu mewakili hatinya. Misalnya, jika Anda sedang sedih, jatuh cinta, kecewa, rindu pada Tuhan atau orang terkasih, semuanya dapat diekspresikan dalam  bentuk puisi. Selanjutnya, Anda harus sering berlatih untuk mengolah kata dan rasa. Hal ini secara  perlahan dapat dilakukan dengan memahami teknik-teknik menulis puisi. Dalam pelajaran  ini, Anda akan belajar memahami teknik-teknik tersebut dan mempraktikannya. 1. Mengenal Jenis-Jenis Puisi Ditinjau dari bentuk dan isinya, puisi dapat dibedakan menjadi jenis berikut. • Puisi epik, yakni suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epik dibedakan menjadi folk epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, dan literary epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya. • Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, menjadi pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita.Jenis puisi yang termasuk dalam jenis puisi naratif ini adalah balada yang dibedakan menjadi folk ballad dan literary ballad. Ini adalah ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan,kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale, yaitu puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat. • Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern di Indonesia. Misalnya, dalam puisi-puisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain. • Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan  perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga  mengandung suatu gambaran kisah tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja  penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog. • Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya ditampilkan secara eksplisit. • Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat. • Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih. • Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang. • Ode, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun  sikap kepahlawanan. • Hymne, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta  erhadap bangsa dan tanah air. 2. Bait dalam Puisi Bait merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada  kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah  dari kelompok larik (bait) lainnya. Dalam puisi, keberadaan bait sebagai kumpulan larik tidaklah mutlak. Perhatikanlah puisi "Isa" karya Chairil Anwar berikut. Itu tubuh mengucur darah mengucur darah rubuh patah mendampar tanya: aku sallah ? Puisi Chairil Anwar tersebut terdiri atas enam bait, tiga di antaranya merupakan bait  yang hanya terdiri atas satu larik puisi tersebut. Salah satunya terdapat dalam penggalan  tersebut, yakni bait "mendampar tanya: aku salah?" Peranan bait dalam puisi adalah untuk membentuk suatu kesatuan makna dalam rangka  mewujudkan pokok pikiran tertentu yang berbeda dengan satuan makna dalam kelompok  larik lainnya. Pada sisi lain, bait juga berperan menciptakan tipografi puisi. Selain itu, bait  juga berperanan dalam menekankan atau mementingkan suatu gagasan serta menunjukkan  adanya loncatan-loncata gagasan yang dituangkan penyairnya. Sekarang, dengan jelas  Anda dapat mengetahui bahwa bait-bait dalam puisi dapat diibaratkan sebaga suatu  paragraf karangan yang paragraf atau baitnya telah mengandung pokok-pokok pikiran  tertentu. 3. Unsur Rima dan Irama dalam Puisi Bacalah puisi berikut ini dengan baik. Ke manakah pergi mencari matahari ketika salju turun pohon kehilangan daun Ke manakah jalan mencari lindungan ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup Ke manakah lari mencari api ketika bara hati padam tak berarti Ke manakah pergi Ke manakah pergi selain mencuci diri Setelah membaca puisi berjudul "Salju" karya Wing Kardjo tersebut, apakah yang  pertama kali menarik perhatian Anda? Sejalan dengan telaah unsur bangun struktur, Anda  tentunya mencoba mengamati contoh konkret dari apa yang disebut bangun struktur puisi.  Dari sejumlah unsur struktur puisi yang telah diungkapkan, sekarang kita pusatkan  perhatian pada aspek bunyi terlebih dahulu. Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang  hal-hal berikut. a) Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik puisi  maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan. b) Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan  tinggi- rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu  menumbuhkan kemerduan, kesan suasana, serta nuansa makna tertentu. Timbulnya  irama itu, selain akibat penataan rima, juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi  maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral. c) Ragam bunyi meliputi euphony, cacophony, dan onomatope. Rima adalah bunyi yang berselang atau berulang, baik di dalam larik puisi maupun pada  akhir larik-larik puisi. Pada contoh puisi tersebut, misalnya, dapat dilihat adanya  pengulangan bunyi vocal (e) seperti tampak pada larik "ke manakah pergi". Perulangan  bunyi demikian disebut asonansi. Selain itu, juga dapat diamati adanya perulangan  bunyi konsonan (n) seperti nampak pada larik "pohon kehilangan daun". Perulangan  bunyi konsonan itu disebut aliterasi. Perulangan bunyi seperti contoh tersebut berlaku di  antara kata-kata dalam satu larik. Rima demikian itu disebut rima dalam. Lebih lanjut,  jika kita mengamati bait pertama puisi "Salju" tersebut, tampak juga adanya paduan bunyi antara setiap akhir larik sehingga  menimbulkan pola persajakan vokal /i/ — vokal /i/ dengan konsonan /n/ — konsonan  /n/ seperti tampak pada bentuk . . . pergi/. . . matahari/. . . turun/. . . daun. Rima  demikian itu, yakni rima yang terdapat pada akhir larik puisi, disebut rima akhir. Pada  contoh puisi tersebut juga dapat kita jumpai adanya pengulangan kata "ketika" di antara  bait-bait. Ulangan kata demikian disebut rima identik. Contoh lain misalnya, dapat  diamati pada puisi berjudul "Sajak Samar" karya Abdul Hadi W.M. berikut. Ada yang memisahkan kita, jam dinding ini ada yang mengisahkan kita, bumi bisik-bisik ini ada. Tapi tak ada kucium waangi kainmu sebelum pergi tak ada. Tapi langkah gerimis bukan sendiri. Pengulangan bunyi disebut rima sempurna jika meliputi baik pengulangan konsonan  maupunvokal, seperti tampak pada bentuk "pergi" dan "sendiri", larik 3 dan 4 puisi  tersebut. Adapun pengulangan bunyi disebut rima rupa jika pengulangan hanya tampak  pada penulisan suatu bunyi, sedangkan pelafalannya tidak sama. Misalnya, rima antara  bunyi vokal /u/ dalam bentuk "bulan’serta bunyi vokal /u/ dalam "belum", seperti  tampak pada salah satu puisi Abdul Hadi W.M. berjudul "Dan Bajumu" berikut. Pasang bajumu. Dingin akan lalu melewat menyusup dekat semak-semak pohon kayu Tapi bulan belum kelihatan, puncak-puncak bukit sudah berhenti membandingkan dukamu, sehari keluh kesah Anda tentunya telah mengenal istilah euphony sebagai salah satu ragam bunyi yang mampu  menuansakan suasana keriangan,vitalitas, maupun gerak. Bunyi euphony umumnya berupa  bunyi-bunyi vokal. Anda sendiri dapat mengetahui bahwa kata-kata yang mengandung sesuatu  yang menyenangkan umumnya mengandung bunyi vokal, seperti tampak pada kata "gembira",  "bernyanyi", "berlari", dan lain-lain. Pada puisi "Salju" tersebut, Anda dapat melihat adanya  kata "pergi/mencari/matahari". Berkebalikan dengan bunyi euphony, bunyi cacophony adalah  bunyi yang menuansakan suasana ketertekanan batin, kebekuan, kesepian ataupun kesedihan.  Jika bunyi euphony umumnya terdapat dalam bentuk vokal, bunyi cacophony umumnya  berupa bunyi-bunyi konsonan yang berada di akhir kata. Bunyi konsonan itu dapat berupa  bunyi bilabial, seperti nampak pada larik-larik ketika tubuh kuyup dan pintu tertutup. Peranan  bunyi dalam puisi meliputi hal-hal berikut: o untuk menciptakan nilai keindahan lewat unsur musikalitas atau kemerduan; o untuk menuansakan makna tertentu sebagai perwujudan rasa dan sikap penyairnya; o untuk menciptakan suasana tertentu sebagai perwujudan suasana batin dan sikap penyairnya. 4. Majas dalam Puisi Beberapa contoh majas yang ada dalam puisi adalah sebagai berikut. • Metafora, yakni pengungkapan yang mengandung makna secara tersirat  untuk mengungkapkan acuan makna yang lain selain makna sebenarnya, misalnya, "cemara  pun gugur daun" mengungkapkan makna “ketidakabadian kehidupan". • Metonimia, yakni pengungkapan dengan menggunakan suat realitas tertentu, baik itu nama  orang, benda, atau sesuatu yang lain untuk menampilkan makna-makna tertentu. Misalnya, "Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu". "Kuntum bunga" di situ mewakili makna  tentang remaja yang sedang tumbuh untuk mencapai cita-cita hidupnya. • Anafora, yakni pengulangan kata atau frase pada awal dua larik puisi secara berurutan  untuk penekanan atau keefektifan bahasa. Misalnya, terdapat dalam salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut. Kita tinggalkan kota ini, ketika menyeberang sungai terasa waktu masih mengalir di luar diri kita. Awas men, jangan oleh, tak ada yang memerlukan kita lagi tak ada yang memanggil kembali. • Oksimoron, yaitu majas yang menggunakan penggabungan kata yang sebenarnya acuan maknanya bertentangan. Misalnya, pada salah satu puisi Sapardi Djoko Damono berikut. Begini: kita mesti berpisah. Sebab Sudah terlampau lama bercinta Latihan Soal 1 A. Tugas Terstruktur Bacalah puisi di bawah ini ! Menunggu Itu (Taufiq Ismail) Menunggu itu sepi Menunggu itu puisi Menunggu itu nyeri Menunggu itu begini: Sebuah setasiun kereta api Di negeri sunyi Malam yang berdiri di sini Ada wajahmu dan wajahku Benarkah jadi begini? Rambutnya hitam sepi itu Rambutnya putih sepi itu Sunyi adalah sebuah bangku kamar tunggu Dan jam tua, berdetik di atas itu Sunyi itu tak pernah tidur Sunyi itu tamu yang bisu Menawarkan rokok padamu Sunyi itu mengembara ke mana Sunyi kota gemuruh Sunyi padang penembakan Sunyi tulang-belulang Sebuah dunia yang ngeri Menyuruh orang menanti Ada karcis, ada kopor yang tua Perjalanan seperti tak habisnya Menunggu itu sepi Menunggu itu nyeri Menunggu itu teka-teki Menunggu itu ini 1968 Sumber: Horison Analisislah puisi tersebut berdasarkan : 1. Bangun struktur puisi yang menyangkut unsur pembentuk puisi yang dapat diamati visual. Unsur tersebut meliputi bunyi, kata, larik atau baris, bait, dan tipografi. 2. Lambang yang mengandung makna sesuai dengan kamus (makna leksikal). 3. Kata-kata yang mengandung makna apa yang sesuai dengan keberadaan dalam konteks  pemakaian? 4. Simbol, yakni kata-kata yang harus ditafsirkan (interpretatif). 5. Pengimajian, yakni penataan kata yang menyebabkan makna abstrak menjadi konkret. 6 Pengiasan, yakni pengimajian dengan menggunakan kata-kata kias sehingga menimbulkan  makna yang lebih konkret dan cermat. B. Tugas Tidak terstruktur 1. Tulislah sebuah puisi dengan tema bebas yang sesuai dengan suasana hati Anda sekarang. 2. Jika perlu, carilah suasana baru dalam menulis puisi, misalnya di taman sekolah, taman kota, dan lain-lain. 3. Setelah selesai, kumpulkanlah puisi tersebut! Rangkuman 1. Bangun struktur puisi adalah unsur pembentuk puisi yang dapat diamati secara visual. Unsur  tersebut meliputi bunyi, kata, larik, atau baris, bait, dan tipografi. 2. Lambang dalam puisi mungkin dapat berupa kata tugas, kata dasar, maupun kata bentukan. 3. Istilah pengimajian, yakni penataan kata yang menyebabkan makna-makna abstrak menjadi  konkret dan cermat. Selain pengimajian, terdapat istilah pengiasan, yakni pengimajian dengan menggunakan kata-kata kias sehingga menimbulkan makna yang lebih kongkret dan  cermat. 4. Bait merupakan satuan yang lebih besar dari baris yang ada dalam puisi. Bait merujuk pada  kesatuan larik yang berada dalam rangka mendukung satu kesatuan pokok pikiran, terpisah  dari kelompok larik (bait) lainnya. 5. Jika berbicara tentang masalah bunyi dalam puisi, kita harus memahami konsep tentang hal-  hal berikut. a. Rima, menyangkut pengulangan bunyi yang berselang di larik puisi. b. Irama, yakni paduan bunyi yang menimbulkan unsur musikalitas, baik berupa alunan  keras-lunak, tinggi-rendah, panjang-pendek, dan kuat-lemah yang keseluruhannya mampu  menumbuhkan kemerduan, kesan suasana serta nuansa makna tertentu. Timbulnya irama  tersebut, selain akibat penataan rima,juga akibat pemberian aksentuasi dan intonasi  maupun tempo sewaktu melaksanakan pembacaan secara oral. c. Ragam bunyi meliputi euphony, cacophony, dan onomatope Tes Formatif 2 Cermatilah bait puisi di bawah ini ! Kini tak seorang pun mengerti kegelisahanku. Bahkan,berkali-kali aku membuka kamus cinta tapi isinya hanya kata-kata yang nempel di gigi Dan tak paham arti rindu . “Ajari Aku Rindu” oleh Matdon 1. Tema puisi di atas adalah…. A. percintaan B. kerinduan E. penasaran C. kemanusiaan D. kefanaan 2. Mengungkapkan kembali suatu puisi dengan kata-kata bebas yang menyerupai cerita  merupakan salah satu aktivitas… B. interfrase B. parafrase E. frasa sambung C. narasi D intermediasi 3. Saat membaca puisi, lagu kalimat yang digunakan untuk memberikan penekanan maksud di  sebut …. A. diksi B. ritme E. jeda C. lagu D. intonasi 4 . Jangan lagi kau bercerita Sudah tercacar semua di muka Nanah meleleh dari muka Sambil berjalan kau usap juga Chairil Anwar Sikap rasa penulis puisi di atas pada seorang pengemis adalah…. A. kasih sayang B. dendam E. memarahi C. kasihan D. simpati 5. …. Kami sudah coba apa yang kami bisa. Tapi kerja belum selesai, belum apa-apa. Kami sudah beri kami punya jiwa. Kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa. …. Isi penggalan puisi tersebut tentang…. A. kegagalan B. kejiwaan E. pekerjaan C. perjuangan D. perhitungan  Umpan Balik dan Tindak Lanjut : Cocokkanlah jawaban Anda dengan kunci jawaban tes formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini dan hitunglah jumlah jawaban Anda yang benar. Kemudian gunakan rumus di  Bawah ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda dalam materi ini. Rumus : Tingkat Penguasaan = Jumlah jawaban yang benar x 100 %  5 Arti tingkat penguasaan yang Anda capai : 90 % - 100 % = Baik Sekali 80 % - 89 % = Baik 70 % - 79 % = Sedang - 69 % = Kurang Kalau Anda mencapai tingkat penguasaan 80 % ke atas, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar selanjutnya. Bagus ! Tetapi kalau nilai Anda di bawah 80 % , Anda harus mengulang Kegiatan Belajar 2 terutama yang belum Anda kuasai. Kunci Jawaban Tes Formatif 2 1. B  2. B 3. D 4. C 5. C