Academia.eduAcademia.edu

PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH DI ASIA

Abstrak: Pada masa awal perkembangan perbankan syariah antara periode 1980-1990, industri perbankan syariah terfokus hanya pada negara timur tengah dan asia tenggara atau pada negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim. Sejak saat itu perbankan syariah tumbuh sangat cepat melampaui 75 negara di dunia. Perbankan syariah dipercaya menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi perbankan saat ini, dari yang hanya sebuah " basic banking " pada tahun 1990an, industri perbankan syariah mengembangan sayap ke segmen yang lebih luas seperti sukuk (islamic bonds), aset manajemen, dan takaful (islamic insurance). Pertumbuhan aset perbankan syariah dari USD 150 Miliar pada periode 1990 menjadi USD 1.9 Triliun pada akhir 2013, dan di prediksikan pada tahun 2020 menjadi USD 6,5 Triliun. Pada saat ini perbankan syariah mendominasi 80,4% dalam " islamic financial asset ". Perbankan syariah saat ini menjadi pilihan alternatif dari perbankan konvensional, tidak hanya tumbuh pada negara muslim akan tetapi juga pada negara-negara lainnya.

PERTUMBUHAN PERBANKAN SYARIAH DI ASIA Oleh Mochammad Fahlevi, MM, MA, M.Ud. Abstrak: Pada masa awal perkembangan perbankan syariah antara periode 1980-1990, industri perbankan syariah terfokus hanya pada negara timur tengah dan asia tenggara atau pada negara yang memiliki penduduk mayoritas muslim. Sejak saat itu perbankan syariah tumbuh sangat cepat melampaui 75 negara di dunia. Perbankan syariah dipercaya menjadi solusi bagi permasalahan yang dihadapi perbankan saat ini, dari yang hanya sebuah “basic banking” pada tahun 1990an, industri perbankan syariah mengembangan sayap ke segmen yang lebih luas seperti sukuk (islamic bonds), aset manajemen, dan takaful (islamic insurance). Pertumbuhan aset perbankan syariah dari USD 150 Miliar pada periode 1990 menjadi USD 1.9 Triliun pada akhir 2013, dan di prediksikan pada tahun 2020 menjadi USD 6,5 Triliun. Pada saat ini perbankan syariah mendominasi 80,4% dalam “islamic financial asset”. Perbankan syariah saat ini menjadi pilihan alternatif dari perbankan konvensional, tidak hanya tumbuh pada negara muslim akan tetapi juga pada negara-negara lainnya. Kata kunci: bank, syariah, sukuk, asset manajemen, takaful Pendahuluan Perbankan Islam atau yang kita kenal sebagai bank syariah melarang penerapan bunga atau yang biasa disebut riba pada setiap transaksinya. Hukum Islam melarang keras aneka penambahan bunga dalam pengembalian pada transaksi finansial, sehingga tingkat pengembalian dari hasil investasi diharuskan mengacu pada real economic activities, dan kontrak porsi pembagian dari perjanjian yang telah disepakati. Pembagian tidak hanya pada keuntungan (profit) tetapi juga pada resiko (risk) karena perbankan syariah sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Di samping pelarangan pengenaan bunga (riba), Molyneux (2010) telah menambahkan beberapa prinsip lain seperti pelarangan judi dan aktifitas lain yang dilarang oleh aturan Islam (seperti bank membiayai kasino, produsen alkohol, dan sebagainya) serta pelarangan Gharar. Pelarangan Gharar bermakna syarat dan ketentuan yang ada dalam sebuah kontrak yang memiliki implikasi tidak dipahami dengan jelas oleh pihak lain. Konsep ini sama dengan apa yang kita sebut sebagai informasi asimetris yang merupakan perbedaan informasi yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam kontrak. Saat terdapat situasi di mana salah satu pihak dapat mengambil keuntungan yang sangat besar dari pihak lain melalui kontrak tersebut, maka dapat dikatakan kontrak tersebut anti-Islam (Molyneux, 2010: 3). Perbedaan antara perbankan Islam dan konvensional juga dijelaskan oleh Aburime dan Felix (2009). Mereka mengemukakan bahwa terdapat enam perbedaan operasi antara bank konvensional dan bank syari’ah. Yang pertama adalah pelarangan pengenaan bunga. Perbankan Islam tidak pernah membebankan biaya atau bunga atas pinjaman yang diberikan. Secara prinsip pinjaman yang diberikan berdasarkan murabaha tambahan biaya atau mark up pada pinjaman. Yang kedua adalah penekanan terhadap prinsip moral Islami. Bank Islam beroperasi berdasarkan aturan syari’ah yang dikenal sebagai fiqh al-muamalat dalam melakukan transaksi. Aturan ini menempatkan moralitas sebagai hal yang terpenting, karena berkenaan dengan Islam. Oleh karenanya perbankan Islam dilarang untuk melakukan investasi pada bisnis yang tidak memiliki moral, atau haram, seperti bisnis yang menjual alkohol atau babi, judi, dan bisnis yang memproduksi media yang kontennya adalah gosip atau pornografi. Yang ketiga adalah penekanan pada jaminan. Perbedaan antara bank syari’ah dan bank konvensional juga terdapat pada aspek ini. Perbankan konvensional cenderung membiayai proyek yang memiliki nilai jaminan yang kuat, di mana perbankan syari’ah cenderung lebih mempertimbangkan keberlangsungan proyek dan profitabilitas operasi itu sendiri, bukan pada besaran jaminan yang ada. Yang keempat adalah kepastian deposito dan pendapatan. Bagi perbankan Islam, terdapat banyak jenis penerimaan dikarenakan bank syari’ah tidak mengenakan suku bunga. Dengan kata lain, saat perbankan konvensional menjamin deposan dengan tingkat bunga tertentu di awal, perbankan syari’ah melakukannya dengan prinsip pembagian keuntungan dan kerugian dan tidak memberikan jaminan keuntungan baik kepada bank dan kepada nasabah. Yang kelima adalah risiko likuiditas dan solvency. Perbankan syari’ah cenderung memiliki risiko likuiditas yang tinggi dan risiko solvency yang lebih rendah dikarenakan mereka lebih ahli dalam hal pembiayaan ekuitas dan dagang. (Anwar, 2016 : 310) Perbankan syariah di Indonesia menjadi semakin tumbuh setelah melihat bukti empiris bahwa perbankan syariah di dunia dan Indonesia tidak begitu terkena dampak dari krisis yang di alami oleh banyak negara termasuk Indonesia. Krisis moneter telah membuat banyak bank dilikuidasi di Indonesia dan juga dialami secara global oleh bank-bank lain di dunia ketika terkena dampak dari krisis moneter. Bank syariah telah membuktikan bahwa sistem yang dijalankan pada perbankan syariah dapat menjamin kesejahteraan perbankan dan masyarakat sebagai nasabah dengan tetap menjaga aset bank dan nasabah dalam situasi yang sulit sekalipun. Sebagai sebuah negara yang perekonomiannya terbuka, Indonesia tak luput dari imbas dinamika pasar keuangan global. Termasuk pula imbas dari krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat, yang menerpa negara-negara lainnya, dan kemudian meluas menjadi krisis ekonomi secara global yang dirasakan sejak semester kedua tahun 2008. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada 2008 menjadi 2,2% pada tahun 2009. Perlambatan ini tentu saja pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor nasional, yang pada akhirnya berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional Eskposure pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global dan belum memiliki tingkat sofistikasi transaksi yang tinggi; adalah dua faktor yang dinilai telah 2 bulan pertama di tahun 2009 jaringan pelayanan bank syariah mengalami penambahan sebanyak 45 jaringan kantor. Hingga saat ini sudah ada 1492 kantor cabang bank konvensional yang memiliki layanan syariah. Secara geografis, penyebaran jaringan kantor perbankan syariah saat ini telah menjangkau masyarakat di lebih dari 89 kabupaten/kota di 33 propinsi. Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai posisi Februari 2009 dengan kinerja pembiayaan yang baik (NPF, Net Performing Financing di bawah 5%). Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah per Februari 2009 secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 33,3% pada Februari 2008 menjadi 47,3% pada Februari 2009. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.40,2 triliun. Sekali lagi industri perbankan syariah menunjukkan ketangguhannya sebagai salah satu pilar penyokong stabilitas sistem keuangan nasional. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang mencapai ratarata 46,32% dalam lima tahun terakhir, Bank Syariah di Indonesia diperkirakan tetap akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun 2009 Sumber : Pew Research Center, 2010 (Percentage of total country population) Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dengan jumlah penduduk muslimnya sekitar 205 juta jiwa. Populasi Muslim yang besar ini merupakan potensi besar bagi perkembangan perbankan syariah. Perbankan syariah ini mula mendapat perhatian pemerintah dengan dikeluarkannya undang-undang yang mendukung perbankan syariah. Pada tahun 1992 bank syariah pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia resmi beroperasi. Setelah itu muncul beberapa bank syariah lain, baik yang berbentuk full pledge system maupun yang berbentuk dual banking system. Dukungan terhadap perkembangan perbankan syariah ini juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi masyarakat Muhammadiyah ditandai dengan keluarnya fatwa pengharaman bunga bank. Landasan Teori Asia adalah bagian penting dari kekuatan besar ekonomi global dan ekonomi Islam, wilayah ini merupakan rumah terbesar umat muslim di dunia, wilayah Asia terdiri dari beberapa negara yang memiliki mayoritas muslim. Asia juga menjadi kekuatan utama pendorong ekonomi global, saat ini di Asia keuangan Islam di dominasi oleh Bank Syariah dan sektor sukuk. Islamic Finance Landscape in Asia (End-2013) Sumber : KFH Research Momentum pertumbuhan yang signifikan dari keuangan Islam didorong oleh beberapa faktor. Islamic Financial Institution (IFI) berusaha memberikan pembiayaan yang lebiih baik sebagai alternatif dalam sistem ekonomi global, dibingkai oleh batas-batas yang telah diatur dalam prinsip hukum syariah. Lembaga-lembaga ini berjalan paralel bersama lembaga keuangan konvensional karena memiliki produk yang kurang lebih sama, hanya saja terdapat beberapa perbedaan terutama pada filosofi dan operasinya. Perbankan syariah di Asia telah menyaksikan peningkatan perbankan syariah yang terus tumbuh dengan pendatang-pendatang baru, dan juga dari bank konvensional yang telah ada sebelumnya membuka bisnis baru syariah dengan dual banking system. Kesadaran mulai tumbuh seiring kinerja pebankan syariah ternyata banyak diminati oleh muslim dan non muslim, kesadaran mengenai kinerja tersebut membuat pertumbuhan yang semakin cepat pada bank syariah. Diantara negara-negara di Asia yang memiliki undang-undang dan sangat mendukung tumbuhnya perbankan syariah di negaranya ialah Malaysia, Bangladesh, Pakistan, dan Brunei Darussalam. Malaysia ada salah satu pemimpin global dalam pertumbuhan bank syariah, dengan memiliki pangsa pasar 10% dari aset perbankan syariah secara global pada akhir tahun 2013. Jika dibandingkan dengan Indonesia, Pakistan, dan Brunei Darussalam memiliki pangsa pasar yang lebih kecil, akan tetapi regulasi yang terus berubah pada akhir-akhir ini meningkatkan pertumbuhan di negara-negara tersebut. MENA (Middle East and North African) merupakan yang terdepan dalam industri bank syariah, MENA termasuk negara GCC Gulf (CooperationCouncil) adalah aliansi politik dan ekonomi dari enam negara-Arab Timur-Tengah yaitu Saudi Arabia , Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, dan Oman. GCC didirikan di Riyadh, Saudi Arabia, pada bulan Mei 1981 dan juga termasuk negara-negara di Asia lainnya yang masuk dalam MENA. Bank syariah dunia saat ini di pimpin oleh beberapa negara seperti Arab Saudi, Malaysia, Inggris, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, dan Turki negara-negara tersebut menjadi salah satu penggagas dan penggerak pertumbuhan bank syariah di dunia. Perkembangan perbankan syariah dapat kita lihat pada produk dan layanan perbankan yang semakin inovatif pada saat ini. Jangkauan produk terhadap pasar telah berkembang seiring dengan semakin berkembangnya teknologi yang mendukung pengembangan produk-produk perbankan. Industri bank syariah secara bersama-sama saling mengembangkan layanan kepada nasabah sebagaimana yang terdapat pada bank konvensional sebelumnya. Key Islamic Banking Market Sumber : Central Banks, Government Intitutions, Ernst & Young, CEIC database, KFHR Pembahasan Asia menjadi tempat ekspansi perbankan syariah, begitu banyak bank syariah baru dan pasar potensial di Asia, ini ditunjukan dari beberapa bank konvensional membuka bisnis dalam perbankan syariah. Fakta saat ini bank syariah menjawab kebutuhan tidak hanya kepada umat muslim akan tetapi juga kepada non muslim. Sebagian negara Asia yang lain memiliki jumlah populasi umat muslim yang banyak seperti India akan tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal, bank syariah diharapkan dapat ekspansi ke beberapa negara besar industri di Asia seperti China, Hongkong, Jepang, dan Korea Selatan negara-negara tersebut merupakan pasar potensial dari bank syariah kedepan. Asian Islamic Banking Industry : Presence and Stages of Development Sumber : KFHR Kawasan Asia Tenggara termasuk wilayah yang menjadi pusat perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah di dunia. Indonesia dan Malaysia menjadi dua negara di kawasan tersebut yang menjadi penggerak berkembangnya industri tersebut di kawasan Asia Tenggara. Dengan berkembangnya sistem perbankan dan keuangan syariah di dunia negara tersebut mendorong negara-negara di kawasan untuk juga berpartisipasi dalam mengembangkan industri keuangan syariah. Apalagi di tahun 2015 terjadi integrasi ekonomi negara-negara ASEAN dimana sektor keuangan syariah menjadi bagian di dalamnya. Perkembangan sistem perbankan dan keuangan syariah di negara-negara ASEAN memiliki variasi masing-masing. Malaysia menjadi negara yang paling cepat dalam mengembangkan industri tersebut dengan total pangsa pasar perbankan syariah yang sudah mencapai sekitar 26% dari keseluruhan aset perbankan nasional. Secara historis, Malaysia sudah mengembangkan konsep keuangan syariah semenjak tahun 1963 melalui pendirian Tabung Haji Malaysia. Kehadiran undangundang bank syariah (IBA 1983) menjadi dasar berdirinya bank Islam Malaysia tahun 1983. Sistem perbankan syariah kemudian berkembang secara pesat melalui kebijakan liberalisasi sektor keuangan syariah dengan mengundang pihak asing untuk membuka bank syariah di Malaysia. Kebijakan selanjutnya adalah memberikan peluang bagi bank konvensional untuk menawarkan produk perbankan dan keuangan syariah melalui skema subsidairi dan Islamc window, kebijakan ini didasarkan UU BAFIA 1989. UU IFSA 2013 merupakan UU terbaru yang mengatur tentang lembaga keuangan syariah di Malaysia. Indonesia juga termasuk negara di ASEAN yang saat ini lagi gencar mengembangkan sistem perbankan dan keuangan syariah. Berbeda dengan negara Malaysia yang menggunakan pendekatan state driven, industri perbankan syariah di Indonesia lebih banyak digerakkan oleh masyarakat (market driven). Sehingga hasilnya juga berbeda, perbankan syariah saat ini baru memiliki pangsa pasar sekitar 4,8% dari keseluruhan perbankan nasional. Perbankan syariah di Indonesia mengalami momentum percepatan pertumbuhan semenjak disahkannya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain di kedua negara ASEAN tersebut, perbankan syariah juga berkembang di Brunei Darussalam. Negara ini termasuk negara berpenduduk Muslim yang cukup intens mengembangkan industri keuangan syariah. Singapura sebagai negara minoritas Muslim yang bertetangga dengan Malaysia dan Indonesia juga punya ambisi untuk mengembangkan industri keuangan syariah. Bahkan negara tersebut sudah memproklamirkan diri untuk menjadi pusat keuangan syariah di kawasan Asia bahkan di dunia. Ambisi ini tentunya didukung oleh reputasi negara Singapura sebagai pusat keuangan di dunia selama ini. Selain Singapura sebagai negara Muslim minoritas, Filipina dan Thailand juga menjadi negara ASEAN yang mengembangkan sistem perbankan dan keuangan syariah. Kedua negara tersebut sudah memiliki bank syariah yang secara khusus ingin melayani penduduk Muslim di masing-masing negara tersebut. Sistem regulasi di negara Filipina dan Thailand sudah mengakomodir keberadaan bank syariah dengan cara mengesahkan UU tentang perbankan syariah di masing-masing yurisdiksi tersebut. Regional Contribution to Growth in 2014 Kita dapat melihat bahwa pertumbuhan dan dominasi besar terjadi pada negara GCC sedangkan pada negara Asia lainnya tumbuh perlahan meskipun tidak signifikan pertumbuhan perbankan syariah di negara-negara Asia lainnya memperluas potensi pasar bank syariah di Asia. ASEAN mulai terlihat kontribusinya pada pertumbuhan bank syariah di 2014, ini di dorong oleh kebijakan dari pemerintahan yang mendorong pertumbuhan pada perbankan syariah, Malaysia dan Indonesia merupakan pasar besar bank syariah yang diharapkan dapat berkontribusi besar pada pertumbuhan perbankan syariah. Growth Rate by Region Pertumbuhan terlihat stabil dan merata pada negara GCC selama periode 2010-2014 bahkan terapat kenaikan yang cukup signifikan di tahun 2014, ini sedikit berbeda dengan negara ASEAN yang memiliki pertumbuhan yang begitu fantastis pada tahun 2010 yang disebabkan oleh penetrasi pasar di negara-negara ASEAN terutama Malaysia, Indonesia, dan Brunei. Negara ASEAN dan pemerintahannya perlahan mulai mendukung gerakan ekonomi syariah, sejak terjadinya krisis 2008 negara di Asia melihat bukti nyata dari rapuhnya kondisi ekonomi saat ini. Terutama di Indonesia terlihat peran pemerintah untuk mendorong pertumbuhan bank syariah ini terlihat dari banyak dari bank konvensional yang membuka bisnis syariah dengan dual banking system. Data menunjukkan setelah kenaikan yang signifikan perbankan syariah di ASEAN mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan pula dan dari data tersebut di tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup signifikan dan pada tahun 2014 juga mengalami penurunan. Faktor-faktor penurunan pertumbuhan banyak disebabkan oleh pelayanan dan fitur-fitur produk dari perbankan syariah di ASEAN kurang dapat bersaing dengan bank konvensional. Participation Industry Footprint Negara GCC masih menjadi yang terdepan dalam ekonomi Islam, dari diatas dapat kita amati Saudi Arabia dan Kuwait memiliki kontribusi yang besar di nasional dan global. Wilayah ASEAN hanya Malaysia yang memiliki kontribusi yang signifikan baik nasional maupun global, sedangkan Indonesia untuk negara yang memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia masih sangat rendah, hanya 3,7% dalam nasional dan 2,5% pada global. Kurangnya edukasi dan pemasaran serta pengenalan produk bank syariah tetap menjadi kendala utama lambatnya pertumbuhan bank syariah di Indonesia. Sejarah sistem perbankan di Arab Saudi dimulai dengan dibentuknya Badan Moneter Arab Saudi atau Saudi Arabia Monetery Agency (SAMA) 35 pada Oktober 1952. Pendirian badan ini atas usulan dari IMF sebagai program untuk mengembangkan sistem moneter suatu negara. Pada tahun 1957, Al-Rajhi Bank sebagai bank Islam pertama yang didirikan di Arab Saudi. Saat ini Bank Al-Rajhi merupakan bank Islam terbesar di dunia dalam hal kapitalisasi pasar dengan total aset sebesar US$ 33 miliar dan kapitalisasi pasar sebesar US$ 4 miliar. Setelah itu muncul bank-bank Islam lainnya seperti Bank Alinma, Bank Aljazira dan Bank Albilad.36 Untuk memperkuat industri keuangannya, Arab Saudi memperkuat kerjasama sesama Negara teluk dengan berdirinya Gulf Cooperation Council (GCC) pada 25 Mei 1981 yang terdiri dari Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab. Tujuan didirikannya GCC ini adalah untuk mempengaruhi koordinasi, integrasi dan antar-hubungan antara negara anggota di segala bidang, memperkuat hubungan antara rakyat mereka, merumuskan peraturan yang sama di berbagai bidang seperti ekonomi, keuangan, perdagangan, bea cukai, pariwisata, hukum, administrasi, serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknis pembinaan sumber daya industri, pertambangan, pertanian, air dan hewan, membangun pusat penelitian ilmiah, mempersiapkan usaha patungan, dan mendorong kerjasama sektor swasta.37 Dalam kawasan GCC, Arab Saudi merupakan pasar terbesar dengan pertumbuhan tahunan rata-rata 3,2% yang diperkirakan antara tahun 2011 dan 2015 booming ekonomi ditetapkan sebesar 4,2%. Untuk sektor perbankan saja, Arab Saudi memiliki proporsi tertinggi di dunia dari aset perbankan syariah terhadap total aset perbankan melebihi 20%, karena semua bank disana memiliki operasional yang sesuai dengan prinsip syariah, mulai dari yang sepenuhnya bank syariah sampai yang baru membuka jendela bank syariah. Sektor perbankan Saudi Arabia saat ini terdiri 22 bank komersial, termasuk 12 bank lokal dan sepuluh cabang Teluk dan bank asing. Dari 12 bank lokal, ada empat bank (Al-Rajhi, Al-Jazira, Al-Bilad dan Al Inma Bank) yang sudah menjadi Bank Umum Syariah. Dengan potensi besar di bidang-bidang seperti Real Estate, Private Equity, Infrastruktur dan Pembiayaan Proyek dan Modal Pertumbuhan pasar melalui penerbitan Sukuk, investasi prospek Kerajaan Saudi Arabia untuk keuangan Islam sangat positif. Pertumbuhan penduduk Arab Saudi telah jauh melampaui pembangunan infrastruktur di Inggris di berbagai sektor, baik itu air, listrik, transportasi, pelabuhan, infrastruktur ringan dan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Dari sudut pandang hukum, dibandingkan dengan lima anggota lainnya GCC Arab Saudi mungkin yang paling terbuka untuk investasi asing, karena ada peraturan yang telah direvisi oleh Saudi Arabian Monetary Authority dan Modal Otoritas Pasar untuk membuka pasar dan mendorong investasi asing dan bakat ke dalam negara.38 Kesimpulan Pada kawasan Asia perbankan syariah memiliki pertumbuhan yan cukup baik terutama pada negara-negara yang memang memiliki mayoritas muslim, berdasarkan data, Indonesia yang memiliki jumlah umat muslim terbesar di dunia masih kalah dengan pertumbuhan perbankan syariah Malaysia, peran pemerintah untuk mendukung ekonomi syariah merupakan faktor yang penting. Ekonomi syariah mulai dikenal oleh dunia, banyak negara yang bukan mayoritas muslim mulai membuka bank syariah, karena ekonomi syariah dianggap lebih aman dari ekonomi konvensional yang ada saat ini. Daftar Pustaka Adiwarman A. Karim, Islamic Banking 3rd Edition: Fiqh and Financial Analysis, (Jakarta : Rajawali Pers), 2005, hlm. 196 Alam, H. M., Arslan, M., Saleem, M., Raziq, H., & Aleem, A. (2011). Development of Islamic Banking in Pakistan. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research In Business, 3(1), 17 Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Vol. 1). Jakarta: Gema Insani. Archer, S., & Karim, R. A. A. (2012). The structure, regulation and supervision of Islamic banks. [Article]. Journal of Banking Regulation, 13(3), 228-240. doi: 10.1057/jbr.2012.3 Ariss, R. T. (2010). Competitive conditionsin Islamic and conventional banking: A global perspective. Review of Financial Economics, 19, 8. doi: 10.1016/ j.rfe.2010.03.002 Awan, H. M., & Bukhari, K. S. (2011). Customer’s criteria for selecting an Islamic bank: evidence from Pakistan. Journal of Islamic Marketing, 2(1), 15. doi: 10.1108/17590831111115213 Burki, A. A., & Ahmad, S. (2010). Bank governance changes in Pakistan: Is there a performance effect? Journal of Economics and Business, 62, 18. doi: 10.1016/j.jeconbus.2009.08.002 Chong, B. S., & Liu, M.-H. (2009). Islamic banking: Interest-free or interest-based? Pasific- Basin Finance Journal, 17, 20. doi: 10.1016/j.pacfin.2007.12.003 Dar, H. A., & Presley, J. R. (2000). Lack of Profit Loss Sharing in Islamic Banking; Management and Control Imbalances Centre for International, Financial and Economics Research. Loughborough, UK: Loughborough University Fayed, M. E. (2013). Comparative Performance Study of Conventional and Islamic Banking in Egypt. Journal of Applied Finance & Banking, 3(2), 15. Gallhofera, S., Haslam, J., & Kamla, R. (2011). The accountancy profession and the ambiguities of globalisation in a post-colonial, Middle Eastern and Islamic context: Perceptions of accountants in Syria. Critical Perspectives on Accounting, 22, 20. doi: 10.1016/ j.cpa.2010.09.003 Gujarati, D. (2004). Econometrics (Fourth ed.). United Stated of America: The McGraw”Hill Companies. Haron, S. (2004). Determinants of Islamic Bank Profitability. Global Journal of Finance and Economics, 1(1). Hasan, M. A. (2003). Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hassoune, A. (2005). Islamic Banks’ Profitability in An Interest Rate Cycle. International Journal of Islamic Financial Services, 4(2). Hassan, M. K., & Lewis, M. K. (2007). Handbook of Islamic Banking. Massachusetts: Edward Elgar Publishing, Inc. Huda, A. N. (2012). The Development of Islamic Financing Scheme for SMEs in a Developing Country: The Indonesian Case. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 52, 8. doi: 10.1016/ j.sbspro.2012.09.454 Karim, B. A., Lee, W. S., Karim, Z. A., & Jais, M. (2012). The Impact of Subprime Mortgage Crisis on Islamic Banking and Islamic Stock Market. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 65, 6. doi: 10.1016/j.sbspro.2012.11.182 Muhammad. (2005). Pengantar Akuntansi Syariah (2 ed.). Jakarta: Salemba Empat. Nienhaus, V. (1983). Profitability of Islamic PLS Bank Competing with Interest Banks: Problems and Prospects. Journal of Research in Islamic Economics, 1(1), 73-50. Pepinsky, T. B. (2012). Development, Social Change, and Islamic Finance in Contemporary Indonesia. World Development, 14, 11. doi: 10.1016/ j.worlddev.2012.06.007 Quresh, A. H., Hussain, Z., & Rehman, K. U. (2012). A Comparison between Islamic Banking and Conventional Banking Sector in Pakistan. Information Management and Business Review, 4(3), 11. Rosadi, D. (2012). Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan dengan EViews. Yogyakarta: CV Andi Offset. Salman, K. R. (2012). Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah. Padang: Akademia Permata. Timberg, Thomas A. (2000). Islamic Banking and Its Potential Impact, Paving the Way Forward for Rural Finance An International Conference on Best Practices Risk Management : Islamic Financial Policies, World Council of Credit Unions, Inc. Vinnicombe, T. (2010). AAOIFI reporting standards: Measuring compliance. Advances in Accounting, incorporating Advances in Internationa Accounting, 26, 11. doi: 10.1016/j.adiac.2010.02.- 009. 14 Nuansa Oktober 2016 No. 131 Th. XIX