PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung manis (Zea mays L. Saccharata Sturt.) dapat tumbuh pada hampir semua jenis tanah yang baik akan drainase, persediaan humus dan pupuk. Kemasaman tanah (pH) optimal berkisar antara 6,0-6,5. Jagung manis dapat tumbuh baik pada daerah 58oLU-40oLS dengan ketinggian sampai 3000 meter diatas permukaan laut (dpl). Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah 21-27oC dan memerlukan curah hujan sebantak 300-600 mm/bln (Syukur dan Rifianto, 2014). Tanaman mentimun (Cucumis sativa L.) termasuk dalam tanaman merambat yang merupakan salah satu jenis tanaman sayuran dari keluarga Cucurbitaceae. Pembudidayaan mentimun meluas ke seluruh dunia, baik di daerah beriklim panas (tropis) maupun sedang (sub tropis). Di Indonesia tanaman mentimunbanyak ditanam di dataran rendah (Wijoyo, 2012).
Budidaya tanaman merupakan suatu usaha untuk memproduksi sesuatu hasil yang bermanfaat seperti sayuran, pangan, buah-buahandan lainnya dari tanaman yang diusahakan. Agar dapat melakukan budidaya tanaman yang baik maka perlu mengerti langkah-langkah yang tepat. Seperti halnya jagung manis dan mentimun yang perlu dilakukan budidaya yang baik agar mendapat hasil yang maksimum. Langkah-langkah budidaya tanaman yang perlu dilakukan yaitu pengolahan tanah, pola tanam, pengairan atau penyiraman pada tanaman, penyiangan, pemilihan bibit atau benih, penggunaan pupuk secara tepat baik pupuk organik maupun pupuk anorganik, dan pembubunan.
Pola tanam pada praktikum budidaya tanaman jagung diberikan dua perlakuan yaitu pola monokultur dan polikultur. Dalam pola tanam polikultur tanaman jagung ditumpang sari dengan tanaman kacang hijau. Perlakuan pola tanam yang berbeda tersebut bertujuan agar mengetahui perbedaan pertumbuhan jagung. karena pola tanam juga sangat mempengaruhi budidaya tanaman, maka akan terlihat perbedaan dari tanaman yang memakai pola monokultur dan yang memakai pola polikutur.
1.2 Tujuan
Tujuan melakukan praktikum budidaya tanaman yaitu untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan jagung dari pola tanam monokultur dan polikultur. Serta untuk mengetahui pengaruh pemulsaan pada pertumbuhan mentimun.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Tanam
Terdapat banyak pendapat mengenai definisi tanam, diantaranya menurut Prihandarini (2005) menyatakan bahwa tanam merupakan kegiatan menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun media bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam. Menurut Vincent (1998) yang menyatakan bahwa tanam adalah menempatkan bahan tanam berupa benih atau bibit pada media tanam baik media tanah maupun media bukan tanah dalam suatu bentuk pola tanam.Sedangkan menurut Anggi (2002) yang berpendapat bahwa tanam adalah menanam sesuatu yang bisa hidup yang disesuaikan dengan daerah kondisi dan lingkungan serta keadaan sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang menguntungkan minimal bagi pribadi yang menanam.
2.2 Fungsi dan Macam-macam Pola Tanam
Macam-macam pola tanam terdiri dari monokultur dan polikultur. Pola tanam monokultur menurut Djafar (2014) adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Kelebihan dari pola tanam monokultur yaitu menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja. Tetapi kekurangan dari penanaman monokultur menyebabkan terbentuknya lingkungan pertanian yang tidak mantap, karena tanah pertanian harus diolah, dipupuk dan disemprot dengan insektisida. Jika tidak, tanaman pertanian mudah terserang hama dan penyakit. Jika tanaman pertanian terserang hama, maka dalam waktu cepat hama itu akan menyerang wilayah yang luas. Djafar (2014) menyatakan kelebihan sistem ini yaitu teknis budidayanya relatif mudah karena tanaman yang ditanam maupun yang dipelihara hanya satu jenis. Sementara, kelemahan sistem ini adalah tanaman relative mudah terserang hama maupun penyakit.
Pola tanam tumpangsari menurut Setiawan (2009) menyatakan bahwa tumpang sari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah. Keberhasilan sistem tumpang sari ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya bentuk interaksi interspesifik dan intraspesifik kombinasi tanaman yang memungkinkan. Pada umumnya juga sistem tumpang sari lebih menguntungkan dibandingkan dengan penanaman secara monokultur karena produktifitas lahan juga menjadi lebih tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian saran produksi dan resiko kegagalan dapat diperkecil. Disamping keuntungan diatas sistem tumpang sari juga dapat memperkecil erosi, bahkan cara ini berhasil juga dalam menjaga kesuburan tanah (Setiawan, 2009).
Setiawan (2009) menyatakan bahwa prinsip pola tanam tumpang sari banyak menyangkut tanaman, diantaranya:
Tanaman tumpang sari, dua tanaman atau lebih sebaiknya mempunyai periode pertumbuhan yang tidak sama.
Apabila tanaman tumpang sari mempunyai umur yang hampir sama, sebaiknya fase pertumbuhan berbeda.
Terdapat perbedaan kebutuhan terhadap faktor lingkungan, seperti air, kelembaban udara, cahaya dan unsur hara.
Tanaman mempunyaibentuk kanopi dan tinggi tanaman yang nyata
Tanaman mempunyi perbedaan perakaran baik sifat, luas dan kedalaman perakarannya.
Syarat tanah untuk tumpang sari adalah pada dasarnya sama seperti bentuk yang lain. Dari produksi tanaman intensif, ketika tanah tidak subur, kebasaan menggabungkan tanaman dengan akar yang berbeda diyakini mendapat produksi yang layak. Ketika tanaman tunggal hanya memberikan menghasilkan yang kecil karena terbatasnya nutrisi menjadi jalan utama dalam memperoleh spesies yang berbeda. Pengaturan jarak tanam dalam barisan akan menentukan tingkat persaingan terhadap faktor tumbuh di antara tanaman jagung dalam barisan. Jarak tanam semakin rapat maka makin tinggi tingkat persaingan antar tanaman jagung sehingga hasil pertanaman menjadi lebih rendah dibandingkan pada jarak yang semakin renggang (Setiawan, 2009).
Setiawan (2009) menyatakan bahwa untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan serta dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Sebaran sinar matahari penting, hal ini bertujuan untuk menghindari persaingan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsari. Tinggi dan lebar tajuk antara tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan.
Menurut Setiawan (2009) keuntungan dari pola tanam tumpang sari adalah diperoleh panen lebih dari sekali setahun, menjaga kesuburan tanah dengan mengembalikan bahan organik yang banyak dan penutupan tanah oleh tajuk tanaman, selain itu keuntungan lain dari pola tanam tumpang sari adalah:
Mengurangi erosi tanah atau kehilangan tanah-olah,
Memperbaiki tata air pada tanah-tanah pertanian, termasuk meningkatkan pasokan (infiltrasi) air ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk pertumbuhan tanaman akan lebih tersedia,
Menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah,
Mempertinggi daya guna tanah sehingga pendapatan petani akan meningkat pula,
Mampu menghemat tenaga kerja,
Menghindari terjadinya pengangguran musiman karena tanah bisa ditanami secara terus menerus,
Pengolahan tanah tidak perlu dilakukan berulang kali,
Mengurangi populasi hama dan penyakit tanaman, dan
Memperkaya kandungan unsur hara antara lain nitrogen dan bahan organik.
2.3 Teknik Budidaya Jagung Manis
Menurut Sutoro (2015) produksi jagung di Indonesia mencapai 17 juta ton per tahun. Penggunaan jagung di Indonesia, selain untuk industri pakan juga sebagai bahan pangan. Walaupun hasil produksi jagung di Indonesia dapat menghasilkan 10-11 t/ha, namum produktivitas di lahan petani sangat beragam, berkisar antara 3,2-8 t/ha yang tergolong masih rendah. Produktivitas jagung nasional pada tahun 2014 menurut data BPS adalah 4,8 t/ha sementara kebutuhan jagung untuk industri pakan yang terus berkembang, mengakibatkan Indonesia harus mengimpor jagung 1-3 juta ton per tahun, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan jagung yang diperlukan masyarakat harus dilakukan teknik budidaya tanaman jagung yang baik yaitu dengan cara :
Menentukan jarak tanam
Pola tanam dapat digunakan sebagai landasan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Hanya saja dalam pengelolaannya diperlukan pemahan kaedah teoritis dan keterampilan yang baik tentang semua faktor yang menentukan produktivitas lahan tersebut. Biasanya, pengelolaan lahan sempit untuk mendapatkan hasil/pendapatan yang optimal maka pendekatan pertanian terpadu, ramah lingkungan, dan semua hasil tanaman merupakan produk utama adalah pendekatan yang bijak (Sukarsono, 2000).
Pemeliharaan tanaman
Penyiangan
Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Penyiangan jangan sampai mengganggu perakaran tanaman yang pada umur tersebut masih belum cukup kuat mencengkeram tanah maka dilakukan setelah tanaman berumur 15 hari (Sukarsono, 2000).
Penyisipan
Tanaman yang tumbuhnya paling tidak baik, dipotong dengan pisau atau gunting tajam tepat di atas permukaan tanah. Pencabutan tanaman secara langsung tidak boleh dilakukan, karena akan melukai akar tanaman lain yang akan dibiarkan tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Jumlah dan jenis benih serta perlakuan dalam penyulaman sama dengan sewaktu penanaman (Sukarsono, 2000).
Penyiraman
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung (Sukarsono, 2000).
Pembumbunan
Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupukan. Tanah di sebelah kanan dan kiri barisan tanaman diuruk dengan cangkul, kemudian ditimbun di barisan tanaman. Dengan cara ini akan terbentuk guludan yang memanjang (Aryo, 2000).
Pemupukan
Dosis pupuk jagung yang digunakan dalam praktikum ini urea sebanyak 300 gr sp 36sebanyak 300 gr dan KCLsebanyak 200 gr. Pemupukan ini di lakukan hanya satu kali, pada tanaman mengalami masa pegetatif. Pupuk di berikan ketika tanaman jagung berumur 3-4 minggu setelah tanam (Effendi, 1999)
2.4 Teknik Budidaya Mentimun
Produksi mentimun menurut data BPS (2008) hanya mencapai 1,46 ton/ha yang menunjukkan bahwaproduksi mentimun masih rendah. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain sistem budidaya yang belum intensif dan rendahnya kesuburan tanah. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan teknik budidaya tanaman mentimun. Teknik budidaya tanaman mentimun dimulai dengan :
Pengolahan Tanah
Lahan yang telah tersedia itu diolah kembali sesuai persyaratan meliputi mencangkul dan membuat saluran air. Supaya terbentuk lingkungan perakaran yang baik maka lahan untuk pertamanan mentimun perlu diolah, dibajak atau dicangkul sedalam 20 - 30 cm. Lahan juga harus dibersihkan dari rerumputan dan gulma (Soempena, 2004). Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dan kualitas yang baik, tanaman mentimun membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, tidak menggenang (becek) dan pH-nya berkisar antara 6–7. Tanamanmentimun membutuhkan tanah yang ringan, tempat yang terbuka atau mudah menerima sinar matahari (Dita, 2012).
Penanaman
Sebelum benih ditanam, sebaiknya media persemaian dipersiapkan terlebih dahulu. Media persemaian itu berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 7:3. Sebagai tempat media persemaian dapat di gunakan polybag atau kantung plastik transparan.
Penyiraman
Tanaman mentimun perlu banyak air, terutama waktu pembungaan, tetapi air tanahnya tidak menggenang. Walaupun demikian tanaman tidak senang banyak hujan (Sunarjono, 2004). Penyiraman hanya dilakukan apabila air tanah dan air hujan kurang. Pada minggu pertama, tanaman disiram 1 – 2 hari sekali dan pada minggu berikutnya setiap 4 – 6 hari sekali (Setiawan, 2009).
Penyulaman
Penyulaman dilakukan seawal mungkin yakni sejak tanaman hingga umur 15 hari setelah tanam. Pada sistem tanam langsung, penyulaman tanaman yang atau tumbuhnya abnormal diganti dengan benih yang baru (Ditta, 2012).
Pemulsaan
Pemulsaan dilakukan untuk mengatur kelembaban dan menekan pertumbuhan gulma, tanaman diberi mulsa dengan potongan rumput, jerami kering maupun dengan Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) (Ditta, 2012).
Pemberian ajir
Selanjutnya setiap tanaman diberi sebuah ajir dan setiap ajir dihubungkan dengan belahan bambu yang lebih kecil (Ditta, 2012).
Pemupukan
Peranan suplai unsur hara untuk tanaman menunjukkan manfaat yang sangat besar dalam meningkatkan pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil mentimun. Jenis pupuk yang digunakan dapat berupa pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang berupa pupuk kandang biasanya diberikan pada saat pengolahan lahan. Sementara pupuk organik yang berupa pupuk buatan diberikan sebagai pupuk susulan (Soempena, 2004). Tanaman mentimun akan tumbuh dan menghasilkan buah yang baik apabila tanahnya banyak mengandung unsur nitrogen, fosfor, kalium.
Pemangkasan
Jika daun tanaman mentimun terlalu lebat, maka harus dilakukan pemangkasan, dengan cara memotong pada ujung - ujung tanaman dan tinggalkan 3 - 4 helai daun (Ditta, 2012).
Panen
Cara panen mentimun yaitu dengan memetik (memotong) tangkai buah dengan alat bantu pisau atau gunting yang tajam agar tidak merusak tanaman (Ditta, 2012). Pemanenan pertama tanaman mentimun yaitu ketika tanaman berumur dua bulan dari waktu tanam. Pemanenan mentimun harus dilakukan setelah buah besar. Buah mentimun tidak boleh dipanen terlalu tua. Tanaman yang terawatdengan baik dan sehat dapat menghasilkan 20 ton buah tiap hektar (Sunarjono, 2004).
Pasca panen
Rangkaian kegiatan pasca panen yang dilakukan dengan benar akan menjaga kualitas mentimun yang dipanen. Kegiatan pasca panen meliputi sortasi, pembersihan, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran (Soempena, 2004). Pengemasan merupakan kegiatan sebelum pemasaran. Kegiatan pengemasan bertujuan untuk mencegah kerusakan, kehilangan hasil dan menjaga mutu dan penampilan tetap menarik. Jenis kemasan yang ideal adalah mudah diangkut aman dan ekonomis. Prinsip penggunaan kemasan adalah ekonomis, bahan banyak tersedia, mudah dibuat, ringan kuat dan dapat melindungi, mempunya ventilasi, tidak menyerap bahan mudah dibuang (Soempena, 2004).
2.5 Pengertian Mulsa dan Pemulsaan
Mulsa dan pemulsaan dapat diartikan penting bagi tanaman seperti beberapa pendapat dari beberapa literatur seperti Menurut Umboh (2002), mulsa diartikan sebagai bahan atau material yang sengaja dihamparkan di permukaan tanah atau lahan pertanian. Metode pemulsaan dapat dikatakan sebagai metode hasil penemuan petani. Artinya, dengan pemahaman seadanya dari petani bahwa segala sesuatu akan awet bila tertutupi maka petani mulai mencoba-coba mengawetkan lahan pertaniannya dengan cara menutupkan bahan-bahan sisa atau limbah hasil panen seperti dedaunan, batang-batang jagung atau jerami padi.
Sedangkan menurut Krestiani (2009) mulsa adalah bahan untuk menutup tanah sehingga kelembaban dan suhu tanah sebagai media tanaman terjaga kestabilannya, di samping itu dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman akan tumbuh lebih baik. Pemberian/pemasangan mulsa pada permukaan bedengan pada musim hujan dapat mencegah erosi permukaan bedengan, sekaligus pada komoditas hortikultura tertentu seperti melon, semangka, tomat terong dsb mulsa dapat mencegah percikan air hujan atau air siraman menempel pada kulit buah yang kadang menyebabkan infeksi pada tempat percikan tersebut. Sedangkan pemulsaan pada musim kemarau akan menahan panas matahari langsung sehingga permukaan tanah bagian atas relatif rendah suhunya dan lembab, hal ini disebabakan oleh penekanan penguapan sehingga air dalam tanah lebih efisien pemanfaatannya.
Dari kedua literature tersebut, sesuai dengan pendapat menurut (Wiharjo, 1999) yang menyatakan bahwa mulsa adalah suatu bahan yang digunakan sebgai penutup tanah yang bertujuan untuk menghalangi pertumbuhan gulma, menjaga suhu tanah agar tetap stabil, dan mencegah percikan air langsung mengenai tanah
2.6 Pengaruh Mulsa Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Kehadiran gulma di ruang lingkup pertanian cukup membuat para petani yang ada di Indonesia bingung menghadapi masalah akan organisme pengganggu tanaman tersebut. Seiring berkembangnya jaman, ditemukan solusi untuk mencegah pertumbuhan gulma yaitu dengan menggunakan mulsa. Menurut Cunningham (2000) “Mulch retains soil moisture, prevents erosion, blocks weeds, and promotes a steady soil temperature”, yang berati mulsa mampu mempertahankan kelembaban tanah, mencegah erosi, blok gulma, dan mempromosikan suhu tanah stabil. Mulsa sangat berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyatri (2003), aplikasi mulsa merupakan salah satu upaya menekan pertumbuhan gulma, memodifikasi keseimbangan air, suhu, dan kelembapan tanah serta menciptakan kodisi yang sesuai bagi tanaman, sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Penggunaan mulsa memberikan berbagai keuntungan, baik dari aspek biologi, fisik maupun kimia tanah. Secara fisik mulsa mampu menjaga suhu tanah lebih stabil dan mampu mempertahankan kelembaban di sekitar perakaran tanaman (Doringet al.,2006). Dengan pemberian mulsa ini, tanaman tidak akan berebut unsur hara dengan gulma karena penggunaan mulsa ini dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman tidak akan kekurangan unsur hara serta pertumbuhan tanaman akan menjadi baik (Mulyatri, 2003).
2.7 Pola Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis
Pola pertumbuhan pada tanaman jagung manis melewati beberapa tahap yaitu:
Fase V3-V5 (JumlahDaun yang TerbukaSempurna 3-5)
Faseiniberlangsungpadasaattanamanberumurantara 10-18 harisetelahberkecambah. Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh, akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh dii bawah permukaan tanah . Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akan memperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menunda terbentuknya bunga jantan (McWilliams et al. dalamSubektiet al., 2008) .
Fase V6-V10 (JumlahDaunTerbukaSempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18 -35 hari setelah berkecambah. Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembangan akar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batang meningkat dengan cepat. Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) dan perkembangan tongkol dimulai (Leedalam dalamSubekti et al., 2008). Tanaman mulai menyerap hara dalam jumlah yang lebih banyak, karena itu pemupukan pada fase ini diperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliams et al.dalamSubektiet al., 2008).
Fase V11- Vn (Jumlah Daun Terbuka Sempurna 11 Sampai Daun Terakhir 15-18)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelah berkecambah. Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan kering meningkat dengan cepat pula. Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggi untuk mendukung laju pertumbuhan tanaman. Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini, kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkan jumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnya menurunkan hasil (McWilliams et al.dalamSubekti et al., 2008).
Fase Tasseling / VT (Berbunga Jantan)
Fase tasseling biasanya berkisar antara 45-52 hari, ditandai oleh adanya cabang terakhir dari bunga jantan sebelum kemunculan bunga betina (silk/rambut tongkol). Tahap VT dimulai 2-3 hari sebelum rambut tongkol muncul, di mana pada periode ini tinggi tanaman hampir mencapai maksimum dan mulai menyebarkan serbuk sari (pollen). Pada fase ini dihasilkan biomas maksimum dari bagian vegetatif tanaman, yaitu sekitar 50% dari total bobot kering tanaman, penyerapan N, P, dan K oleh tanaman masing-masing 60-70%, 50%, dan 80-90% (Subekti et al., 2008).
Fase R1 (Silking)
Tahap silking diawali oleh munculnya rambut dari dalam tongkol yang terbungkus kelobot, biasanya mulai 2-3 hari setelah tasseling. Penyerbukan (polinasi) terjadi ketika serbuk sari yang dilepas oleh bunga jantan jatuh menyentuh permukaan rambut tongkol yang masih segar. Serbuk sari tersebut membutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk mencapai sel telur (ovule), di mana pembuahan (fertilization) akan berlangsung membentuk bakal biji. Rambut tongkol muncul dan siap diserbuki selama 2-3 hari. Rambut tongkol tumbuh memanjang 2,5-3,8 cm/hari dan akan terus memanjang hingga proses penyerbukan. Bakal biji hasil pembuahan tumbuh dalam suatu struktur tongkol dengan dilindungi oleh tiga bagian penting biji, yaitu glume, lemma, dan palea, serta memiliki warna putih pada bagian luar biji. Bagian dalam biji berwarna bening dan mengandung sangat sedikit cairan. Pada tahap ini, apabila biji dibelah dengan menggunakancutter, belum terlihat struktur embrio di dalamnya. Serapan N dan P sangat cepat, dan K hampir komplit (Leedalam Subekti et al., 2008).
Fase R2 (Blister)
Fase R2 muncul sekitar 10-14 hari setelah silking, rambut tongkol sudah kering dan berwarna gelap. Ukuran tongkol, kelobot, dan janggel hampir sempurna, biji sudah mulai nampak dan berwarna putih melepuh, pati mulai diakumulasi ke endosperm, kadar air biji sekitar 85%, dan akan menurun terus sampai panen (Subekti et al., 2008).
Fase R3 (Masak Susu)
Fase ini terbentuk 18 -22 hari setelah silking. Pengisian biji semula dalam bentuk cairan bening, berubah seperti susu. Akumulasi pati pada setiap biji sangat cepat, warna biji sudah mulai terlihat (bergantung pada warna biji setiap varietas), dan bagian sel pada endosperm sudah terbentuk lengkap. Kekeringan pada fase R1-R3 menurunkan ukuran dan jumlah biji yang terbentuk. Kadar air biji dapat mencapai 80% (Subekti et al., 2008).
Fase R4 (Dough)
Fase R4 mulai terjadi 24-28 hari setelah silking. Bagian dalam biji seperti pasta (belum mengeras). Separuh dari akumulasi bahan kering biji sudah terbentuk, dan kadar air biji menurun menjadi sekitar 70%. Cekaman kekeringan pada fase ini berpengaruh terhadap bobot biji (Subekti et al., 2008).
Fase R5 (Pengerasan Biji)
Fase R5 akan terbentuk 35-42 hari setelah silking. Seluruh biji sudah terbentuk sempurna, embrio sudah masak, dan akumulasi bahan kering biji akan segera terhenti. Kadar air biji 55% (Subekti et al., 2008).
Fase R6 (Masak Fisiologis)
Tanaman jagung memasuki tahap masak fisiologis 55-65 hari setelah silking. Pada tahap ini, biji-biji pada tongkol telah mencapai bobot kering maksimum. Lapisan pati yang keras pada biji telah berkembang dengan sempurna dan telah terbentuk pula lapisan absisi berwarna coklat atau kehitaman. Pembentukan lapisan hitam (black layer) berlangsung secara bertahap, dimulai dari biji pada bagian pangkal tongkol menuju ke bagian ujung tongkol. Pada varietas hibrida, tanaman yang mempunyai sifat tetap hijau (stay-green) yang tinggi, kelobot dan daun bagian atas masih berwarna hijau meskipun telah memasuki tahap masak fisiologis. Pada tahap ini kadar air biji berkisar 30-35% dengan total bobot kering dan penyerapan NPK oleh tanaman mencapai masing-masing 100% (Subekti et al., 2008).
2.8 Pola Pertumbuhan Tanaman Mentimun
Menurut pendapat Ahmad (2013) fase pertama pertumbuhan pada tanaman mentimun akan mulai tumbuh tunas dibagian ujung biji timun selanjutnya tunas mulai memanjang dan membesar dari hari sebelumnya, serta pada bagian tunas tersebut adanya bulu-bulu halus berwarna putih. Pada tanaman timun umumnya mengalami perubahan yang sangat cepat hal ini dapat terlihat tanaman timun akan tumbuh daun pertama sekaligus mulai terlepasnya bagian-bagian tunas dari biji, bulu-bulu halus berwarna putih yang tampak sebelumnya akan mulai tampak berisi yang nantinya akan berperan sebagai akar. Selanjutnya daun timun akan mulai membelah dan mengalami pemanjangan batang serta pelebaran daun, masa ini akan mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Daun pada tanaman timun adalah sepasang daun yang berbentuk bulat dan sepasang lagi daun yang berbentuk gerigi.
Menurut Ahmad (2013) ketika tanaman timun berumur 3 minggu terlihat jelas bahwa:daun yang bentuk bangun adalah jorong (ovalis), ujung daunnya berbentuk membulat (rotundatus), pangkal daunnya berbentuk tumpul (obstusus), susunan tulang daunnya berbentuk menyirip (penninervis) dan membulat, tepi daunnya bertepi rata (integer) serta daging daunnya seperti kertas (papyraceus). Pertumbuhan daun tidak begitu cepat sejak tumbuh nya daun yang bergerigi tersebut. Daun bergerigi lebih lebar dan panjang daripada daun yang berbentuk jorong dan bertepi rata, pada hal yang pertama kali muncul daun, yang muncul adalah daun yang berbentuk jorong tadi dan bertepi rata serta pada saat perkecambahan usia seminggu itu sangat cepat pertumbuhannya. Jumlah helaian daun jorong sebanyak 2 helaian.
Ahmad (2013) menyatakan bahwa daun mentimun berbentuk seperti delta (deltoideus), ujung daunnya berbentuk meruncing (acuminatus), pangkal daunnya berlekuk (emarginatus), susunan tulang daunnya menjari (palminervis), tepi daunnya bergiri (dentatus) sinusnya berbentuk tumpul, dan angulusnya berbentuk lancip serta daging daunnya seperti kertas (papyraceus). Selanjutnya pertumbuhan batang timun akan terus mengalami pertambahan, namun beberapa dari pertumbuhan batangnya tidak lurus melainkan agak berkelok. Tanaman timun pada hari ke 28 mulai masuk pada tahap pembunggan yang terlihat pada gambar. Batang serta daun terus mengalami pelebaran diameter serta pemanjangan.
2.9 Pengertian Panen dan Pasca Panen
Menurut Susetyo (2017) panen merupakan kegiatan mengumpulkan buah secepat mungkin dari hasil pertananaman pada tingkat ketuaan yang tepat dengan tingkat kerusakan, kehilangan hasil dan biaya yang minimum. Sedangkan menurut Suswono (2013) panen adalah rangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya berdasarkan umur, waktu, dan cara sesuai dengan sifat dan/atau karakter produk.
Pengertian pascapanen menurut pasal 31 UU No.12/1992 adalah suatu kegiatan meliputi pembersihan, pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standarisasi mutu, dan transportasi hasil budidaya pertanian.Pasca panen merupakan tndakan yang diberikan pada hasil pertanian setelah panen sampai komoditas berada di tangan konsumen (Mutiarawati, 2007).Hal tersebut sesuai dengan pengertian pasca panen menurut Suswono (2013) yang mengemukakan pascapanen merupakan rangkaian kegiatan yang dimulai dari pengumpulan hasil panen, proses penanganan pascapanen hingga produk siap diantarkan ke konsumen.
2.10 Kriteria Panen
2.10.1 Ciri Panen dan Standar Mutu Pada Jagung Manis
Jagung Manis adalah tanaman herba monokotil, dan tanaman semusim iklim panas. Menurut Redman (2016) umumnya umur panen jagung manis adalah 70-85 HST di dataran menengah dan 60-70 HST di dataran rendah. Menurut Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (2015) standar panen secara visual pada jagung manis bila sudah siap dipanen adalah sebagai berikut:
Batang, daun dan kelobot berubah menjadi kuning atau telah mengering.
Klobot kering berwarna kuning dan bila dikupas biji mengkilap.
Bila biji ditekan dengan kuku tidak berbekas.
Terdapat bintik hitam pada bagian biji yang melekat pada tongkol.
Cara panen jagung manis dilakukan dengan cara manual, yaitu memutar tongkol beserta kelobotnya atau dapat dilakukan dengan cara mematahkan tangkai buah jagung manis. Pada lahan yang luas dan rata sangat cocok bila menggunakan mesin pemetikan (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).
2.10.2 Ciri Panen dan Standar Mutu Pada Mentimun
Mentimun merupakan buah semusim yang bersifat menjalar. Buah mentimun ini dapat dipanen pada umur 34-46 HST, ciri-ciri buah yang dapat dipanen, yaitu buah berukuran cukup besar, keras, tidak terlalu tua, dan buah berwarna sama mulai dari pangkal sampai ujung berwarna hijau keputihan. Interval panen dilakukan setiap 2 kali sehari. Panen dilakukan dengan cara memotong tangkainya dengan pisau atau gunting. Pegunaan pisau tajam atau gunting sendiri bertujuan agar tidak merusak tanaman. Tangkai buah yang bekas dipotong sebaiknya dicelupkan kedalam larutan lilin untuk mempertahankan laju penguapan dan kelajuan sehingga kesegaran buah mentimun dapat terjaga relative lama (Soempena, 2004).
Standar penentuan waktu yang tepat menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2012) menyatakan bahwa terdapat 3 poin penting dalam standar penentuan waktu panen dan penanganan panen pada tanaman mentimun yaitu:
Dengan melihat perkembangan fisik tanaman mentimun dan memperhatikan duri yang sedikit tersisa pada buah mentimun dan warna kulit hijau mengkilap.
Pemetikan mentimun harus dilakukan secara tepat, jika dipetik terlalu awal maka buah mudah keriput dan jika terlambat maka warna hijau menjadi kekuningan dan kandungan air menjadi banyak sehingga rasa buah menjadi tidak enak.
Umur panen mentimun, penentuan umur awal panen mentimun 35-45 HST, tergantung varietas, cuaca/musim, pemeliharaan tanaman, dan permintaan pasar.
2.11 Tahapan Pasca Panen
Selesai dilakukan pemanenan hasil pertanian dilakukan pasca panen. Pasca panen sendiri memiliki tahap-tahapan, seperti yang dikemukakan oleh Bambang (2007), tahap-tahapan penanganan pasca panen secara umum yaitu penjemuran, brangkasan, perontokan, pembersihan dan sortasi, pengeringan, pengemasan, penyimpanan.Tahapan pasca panen juga perlu dilakukan perlakuan inovatif, seperti yang dikemukakan oleh Adi (2015), Penanganan pasca panen produk hasil pertanian antaralain dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dengan perlakuan yang inovatif berbasis ekonomi kreatif. Perlakuan inovatif antara lain dilakukan melalui desain bentuk yang menarik pada perangkaian atau dekorasi desain produk. Pelapisan dilakukan dengan cara antara lain melalui penyemprotan dan pencelupan menggunakan lilin (wax coating) atau bahan pelapis lainnya.
Pasca panen hasil pertanian adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak proses pemanenan hasil pertanian, sampai dengan proses yang menghasilkan produk setengah jadi (produk antara / intermediate). Kegiatan pasca panen meliputi panen, pengumpulan, perontokan / pemipilan / pengupasan, pencucian, pensortiran, pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan, (drying), penggilingan dan atau penepungan, pengemasan dan penyimpanan (Suswono, 2013).
2.12 Faktor Penyebab Kerusakan Hasil Panen
Menurut Rini (2012) kerusakan hasil panen dapat disebabkan faktor-faktor seperti:
a. Pertumbuhan dan Aktifitas Mikroba
Mikroba merupakan penyebab kebusukan pangan dapat ditemukan di tanah, air dan udara. Tumbuhnya mikroba di dalam bahan pangan dapat mengubah komposisi bahan pangan, dengan cara: menghidrolisis pati dan selulosa menjadi fraksi yang lebih kecil; menyebabkan fermentasi gula; menghidrolisis lemak dan menyebabkan ketengikan; serta mencerna protein dan menghasilkan bau busuk dan amoniak. Beberapa mikroba dapat membentuk lendir, gas, busa, warna, asam, toksin, dan lainnya. Mikroba menyukai kondisi yang hangat dan lembab.
b. Aktifitas Enzim di dalam Bahan Pangan
Enzim yang ada dalam bahan pangan dapat berasal dari mikroba atau memang sudah ada dalam bahan pangan tersebut secara normal. Enzim ini memungkinkan terjadinya reaksi kimia dengan lebih cepat, dan dapat mengakibatkan bermacam-macam perubahan pada komposisi bahan pangan. Enzim dapat diinaktifkan oleh panas/suhu, secara kimia, radiasi atau perlakuan lainnya. Beberapa reaksi enzim yang tidak berlebihan dapat menguntungkan, misalkan pada pematangan buah-buahan. Pematangan dan pengempukan yang berlebih dapat menyebabkan kebusukan. Keaktifan maksimum dari enzim antara pH 4 – 8 atau sekitar pH 6.
c. Serangga Parasit dan Tikus
Serangga merusak buah-buahan, sayuran, biji-bijian dan umbi-umbian. Gigitan serangga akan melukai permukaan bahan pangan sehingga menyebabkan kontaminasi oleh mikroba. Pada bahan pangan dengan kadar air rendah (biji-bijian, buah-buahan kering) dicegah dengan zat-zat kimia : metil bromida, etilen oksida, propilen oksida. Etilen oksida dan propilen oksida tidak boleh digunakan pada bahan pangan dengan kadar air tinggi karena dapat membentuk racun. Parasit bayak ditemukan di dalam daging babi adalah cacing pita, dapat menjadi sumber kontaminasi pada manusia. Tikus sangat merugikan karena jumlah bahan yang dimakan, juga kotoran, rambut dan urine tikus merupakan media untuk bakteri serta menimbulkan bau yang tidak enak.
d. Suhu (pemanasan dan pendinginan)
Pemanasan dan pendinginan yang tidak diawasi secara teliti dapat menyebabkan kebusukan bahan pangan. Suhu pendingin sekitar 4,50C dapat mencegah atau memperlambat proses pembusukan. Pemanasan berlebih dapat menyebabkan denaturasi protein, pemecahan emulsi, merusak vitamin, dan degradasi lemak/minyak. Pembekuan pada sayuran dan buah-buahan dapat menyebabkan “thawing” setelah dikeluarkan dari tempat pembekuan, sehingga mudah kontaminasi dengan mikroba. Pembekuan juga dapat menyebabkan denaturasi protein susu dan penggumpalan.
e. Kadar Air
Kadar air pada hasil panen dipengaruhi oleh kelembaban RH udara sekitar. Bila terjadi kondensasi udara pada permukaan bahan pangan akan dapat menjadi media yang baik bagi mikroba. Kondensasi tidak selalu berasal dari luar bahan. Di dalam pengepakan buah-buahan dan sayuran dapat menghasilkan air dari respirasi dan transpirasi, air ini dapat membantu pertumbuhan mikroba.
f. Udara dan Oksigen
Udara dan oksigen selain dapat merusak vitamin terutama vitamin A dan C, warna bahan pangan, flavor dan kandungan lain, juga penting untuk pertumbuhan kapang. Umumnya kapang adalah aerobik, karena itu sering ditemukan tumbuh pada permukaan bahan pangan. Oksigen dapat menyebabkan tengik pada bahan pangan yang mengandung lemak. Oksigen dapat dikurangi jumlahnya dengan cara menghisap udara keluar secara vakum atau penambahan gas inert selama pengolahan, mengganti udara dengan N2, CO2 atau menagkap molekul oksigen dengan pereaksi kimia.
g. Sinar
Sinar dapat merusak beberapa vitamin terutama riboflavin, vitamin A, vitamin C, warna bahan pangan dan juga mengubah flavor susu karena terjadinya oksidasi lemak dan perubahan protein yang dikatalisis sinar. Bahan yang sensitif terhadap sinar dapat dilindungi dengan cara pengepakan menggunakan bahan yang tidak tembus sinar.
h. Waktu
Pertumbuhan mikroba, keaktifan enzim, kerusakan oleh serangga, pengaruh pemanasan atau pendinginan, kadar air, oksigen dan sinar, semua dipengaruhi oleh waktu. Waktu yang lebih lama akan menyebabkan kerusakan yang lebih besar, kecuali yang terjadi pada keju, minuman anggur, wiski dan lainnya yang tidak rusak selama “ageing”.
Benturan
Benturan karena penjatuhan buah yang sudah dikemas ke dasar yang keras, atau benturan dengan buah lain.
Tekanan
Deformation dibawah tekanan. Ini sering terjadi selama penyimpanan dan transportasi dan disebabkan oleh berat masa buah akibat tumpukan
Pengemasan yang melebihi kapasitas
Rusaknya kotak pengemas akibat pengemas yang kurang kuat atau pengemas tidak kuat untuk menahan tumpukan
Gesekan
Menimbulkan kerusakan permukaan, khususnya pada produk yang berkulit tipis
Banyak terjadi selama pemanenan, terutama disebabkan karena alat panen yang digunakan.
Penyebab lain: duri, tangkaidaribuah lain.
Dampak: jaringan kehilangan integritas, menyebabkan penetrasi bakteri dan jamur Jenis kerusakan ini mudah dideteksi, sehingga dapat dipisahkan selama grading dan pengemasan.
3. METODE PELAKSANAAN
3.1 Waktu dan Tempat
Kegiatan praktikum Dasar Budidaya Tanaman dilakukan pada bulan Maret hingga bulan Mei, di Lahan Percobaan Universitas Brawijaya Jatimulyo.
3.2 Alat dan Bahan
Pada penanaman jagung dan mentimun, alat yang digunakan adalah cangkul untuk mengolah lahan, tugal untuk melubangi tanah, penggaris untuk mengukur tinggi tanaman, meteran untuk membuat pola tanam dan mengukur jarak tanam, timba air untuk wadah menyiram tanaman, mulsa plastik hitam perak sebagai mulsa pada tanaman mentimun, kaleng susu untuk menandai mulsa yang akan dilubangi, dan cutteruntuk melubangi mulsa tali rafia untuk membuat pola tanam jagung.
Bahan yang digunakan adalah bibit mentimun dan biji jagung sebagai bahan tanam, pupuk SP-36 seagai bahan untuk pemupukan awal, pupuk urea sebagai bahan untuk pemupukan pada saat tanaman sudah mulai tumbuh, pupuk KCL sebagai bahan untuk pemupukan tambahan. Kemudianada air yang digunakan sebagai bahan penyiram tanaman dan chocopeat yang digunakan sebagai media tanam.
3.3 Metode Pelaksanaan
3.3.1 BudidayaTanamanJagungManis
3.3.1.1 Persiapan lahan
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam persiapan lahan adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Kemudian mencabut atau membersihkan gulma yang ada di lahan, dan melakukan pengolahan tanah seperti menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul serta membuat bendengan pada lahan yang bertujuan untuk mempermudah proses penanaman.
3.3.1.2 Penanaman
Setelah dilakukan persiapan lahan yang bertujuan untuk menggemburkan tanah dan menghilangkan gulma, maka tahap selanjutnya dilakukan penanaman. Pada tahap penanaman pertama diukur jarak tanam yaitu 70x30 cm karena pada jarak tanam 70x30 cm jagung diharapkan akan tumbuh optimal dengan ruang antar tanaman lebih terbuka. Pada tiap lubang diberi dua benih jagung yang bertujuan apabila satu benih jagung membusuk atau tidak tumbuh, akan ada satu cadangan lagi untuk kemungkinan jagung tumbuh. Sedangkan pada pola tanam tumpangsari pada setiap sela jarak tanam penanaman jagung manis dilubangi kembali untuk diberikan dua hingga tiga benih kacang hijau.
3.3.1.3 Pemupukan
Tahap pemupukan yang pertama yaitu dengan memberikan pupuk SP-36 pada awal penanaman. pupuk SP-36 diberkan dengan dosis 150 kg/ha caranya dengan menugal tanah di sekeliling tanaman jagung kemudian pupuk dimasukan kedalam lubang yang telah di tugal kemudian lubang ditutup kembali dengan tanah, selanjutnya pupuk KCL dan urea diberikan pada 7 hst dengan dosis 100 kg/ha pemberian pupuk menggunakan cara yang sama seperti pemberian pupuk SP-36. Pada 14 hst dilakukan penyulaman dengan diberikan pupuk kompos pada tanaman jagung. Selanjutnya pada 28 hst juga dilakukan pemupukan kembali yaitu dengan memberi pupuk urea dengan dosis 150 kg/ha
3.3.1.4 Perawatan
Perawatan pada tanaman jagung dilakukakan dengan beberapa cara diantaranya yaitu penyulaman, penjarangan, pembubunan, penyiraman, penyiangan (mencabut gulma). Penyulaman dilakukan pada tanaman jagung yang tidak tumbuh. Penyulaman bertujuan untuk mengganti biji jagung yang tidak tumbuh dengan biji yang baru sehingga diharapkan biji jagung yang baru dapat tumbuh menjadi tanaman jagung
Penjarangan yang dilakukan adalah pemilihan salah satu tanaman jagung yang berada pada satu lubang yang sama. Tujuan dilakukannya penjarangan adalah agar tidak terjadi perebutan unsur hara antar dua tanaman jagung pada satu lubang yang sama.
Kemudian perawatan yang dilakukan adalah pembubunan. Pembubunan dilakukan dengan cara memberi dan menaikan tanah hingga menutupi akar tanaman jagung. Tujuan dari pembubunan adalah melindungi akar tanaman, dan memperkokoh akar tanaman jagung.
Peratawan yang dilakukan selanjutnya adalah penyiangan dengan cara mencabuti gulma agar tanaman jagung dapat tumbuh optimal, dan tidak bersaing dengan gulma dalam menyerap nutrisi didalam tanah. Untuk penyiraman dilakukan setiap hari baik pada pagi maupun sore hari tetapi juga harus memperhatikan curah hujan.
3.3.1.5 Pengamatan
Pengamatanbudidaya tanaman jagung manisdilakukandengan memperhatikan semua parameter, diantaranya persentase tumbuh tanaman jagung manis, tinggi tanaman, jumlah daun, waktu muncul bunga, panjang tongkol dan diamter tongkol tanaman jagung manis.
3.3.1.6 Panen
Pemanenan tanaman jagung manis dilakukan dengan memutar tongkol, atau dapat dilakukan dengan mematahkan tangkai buah jagung.
3.3.2 Budidaya Tanaman Mentimun
3.3.2.1 Persiapan Lahan
Dengan Mulsa Plastik Hitam Perak
Dalam melakukan persiapan lahan mentimun dengan MPHP yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Kemudian mencabut atau membersihkan gulma yang ada di lahan, dan melakukan pengolahan tanah seperti menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul. selanjutnya, mulsa plastik hitam perak dipasang di lahan dengan posisi warna hitam di bawah dan warna perak di atas kemudian disesuaikan dengan luas lahan yang akan diberi mulsa. selanjutnya, bagian pinggir mulsa dipasak dengan menggunakan bambu agar tidak mudah lepas. selanjutnya, mulsa diberi pola lingkaran dengan kaleng dan spidol untuk membuat lubang tanam dengan jarak tanam 20cm x 15cm dan jumlah lubang tanam 16 lubang yang diukur dengan meteran. Kemudian, pola lingkaran tersebut digunting dengan cutter.
Tanpa Mulsa
Dalam melakukan persiapan lahan mentimun tanpa mulsa yang pertama dilakukan adalah menyiapkan alat dan bahan yang digunakan. Kemudian mencabut atau membersihkan gulma yang ada di lahan, dan melakukan pengolahan tanah seperti menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul. Kemudian membuat jarak tanam dengan menggunakan meteran.
3.3.2.2 Pembibitan
Pembibitan tanaman mentimun dimulai dengan memasukkan tanah kompos pada plastik polybag untuk pembibitan. Tanah yang dimasukkan kedalam plastik sebanyak ¾ bagian dari plastik, tujuannya agar mudah melakukan penyiraman. Selanjutnya biji mentimun dimasukkan kedalam tanah sedalam 2 cm. Kemudian bibit yang sudah ditanam di siram dengan cara menyemprotkan air dengan menggunakan spryer. Ketika menyemprotkan air pada tanah tidak boleh sampai terlalu basah, cukup tanah menjadi lembab saja. Penyiraman atau penyemprotan air pada bibit mentimun dilakukan setiap pagi hari dan sore hari. Ketika bibit mentimun sudah mulai muncul daun, bibit tanaman harus dipindahkan ketempat yang terkena sinar matahari secara langsung. Tetapi ketika turun hujan bibit tanaman harus segera dimasukkan ke tempat yang teduh agar bibit tidak busuk karena air hujan.
3.3.2.3 Penanaman
Proses penanamandilakukan dengan cara menyiapkan bibit mentimun yang akan ditanam, kemudian bibit diberi air secukupnya hingga tanah pada bibit bisa dipadatkan, tujuan tanah tersebut dipadatkan adalah agar akar bibit mentimun tidak lepas dari tanah yang berada di dalam polybag. setelah tanah pada bibit dirasa padat kemudian polybag dirobek dengan hati-hati dan selanjutnya bibit dimasukan ke tanah yang telah ditugal sebelumnya.
3.3.2.4 Pemupukan
Tahap pemupukan yang pertama yaitu dengan memberikan pupuk SP-36 pada awal penanaman. Pupuk SP-36 diberkan dengan dosis 250 kg/ha caranya dengan menugal tanah di sekeliling tanaman mentimun kemudian pupuk dimasukan kedalam lubang yang telah di tugal kemudian lubang ditutup kembali dengan tanah, selanjutnya pupuk KCL dan urea diberikan pada 7 hst dengan dosis 36 kg/ha pemberian pupuk menggunakan cara yang sama seperti pemberian pupuk SP-36. Selanjutnya pada 28 hst juga dilakukan pemupukan kembali yaitu dengan memberi pupuk urea dengan dosis 75 kg/ha.
3.3.2.5 Perawatan
Perawatan pada tanaman jagung dilakukakan dengan beberapa cara diantaranya yaitu penyulaman, penyiraman, pemasangan ajir dan penyiangan. Penyulaman dilakukan pada bibit mentimun yang mati. Penyulaman bertujuan untuk mengganti bibit mentimun yang mati dengan bibit yang baru sehingga diharapkan bibit jagung yang baru dapat tumbuh menjadi tanaman mentimun
Peratawan yang dilakukan selanjutnya adalah penyiangan dengan cara mencabuti gulma agar tanaman mentimun dapat tumbuh optimal, dan tidak bersaing dengan gulma dalam menyerap nutrisi didalam tanah. Untuk penyiraman dilakukan setiap hari baik pada pagi maupun sore hari tetapi juga harus memperhatikan curah hujan
Pemasangan ajir (turus) sebaiknya dilakukan seawalmungkin (± 5 hari setelah tanam) agar tidak menggangu atau merusak perakaran tanaman mentimun. Fungsi ajir adalah merambatkan tanaman, memudahkan pemeliharaan, dan tempat menopang buah yang letaknya bergelantungan.
3.3.2.6 Pengamatan
Pengamatanbudidaya tanaman jagung manisdilakukandengan memperhatikan semua parameter, diantaranya persentase tumbuh tanaman mentimun, panjang tanaman, jumlah daun, waktu muncul bunga, jumlah bunga, jumlah buah, bobot segar buah mentimun.
3.3.2.7 Panen
Hal pertama yang harus diperhatikan dalam pemanenan tanaman mentimun ialah menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk memanen mentimun, kemudian mengamati tanaman mentimun yang sudah siap untuk dipanen, Lalu memetik tanaman mentimun yang telah siap panen dengan cara memotong tangkai tanaman dengan menggunakan pisau tajam. Alasannya menggunakan pisau yang tajam ialah agar tidak merusak tanaman.
3.4 Parameter Pengamatan
3.4.1 Tanaman Jagung Manis
3.4.1.1 Persentase Tumbuh
Hasil persentase tumbuh tanaman jagung manis didapatkan dengan cara membagi seluruh tanaman jagung yang tumbuh dengan seluruh lubang yang dibuat untuk menanam jagung pada saat awal pembudidayaan kemudian dikali 100% cara ini digunakan untuk mendapatkan hasil persentase tumbuh tanaman jagung manis yang akurat karena dengan cara diatas kita akan mendapatkan perbandingan tanaman jagung yang tumbuh dengan lubang tanam yang kita buat saat awal pembudidayaan sehingga kita juga dapat mengetahui jumlah tanaman jagung manis yang tidak tumbuh, cara tersebut lebih akurat jika dibandingkan hanya dengan menghitung tanaman jagung manis yang tumbuh dengan cara hitung manual.
3.4.1.2 Tinggi tanaman
Dalam pengamatan budidaya tanaman dilakukan pengukuran tinggi tanaman, yaitu dengan cara mengukur dari pangkal tanaman jagung hingga titik tumbuh, pengukurannya dapat menggunakan meteran.
3.4.1.3 Jumlah Daun
Dalam menghitung jumlah daun pada tanaman jagung dilakukan dengan cara menghitung jumlah daunyang sudah membuka sempurna dan bewarna hijaupada tanaman yang menjadi sampel pengamatan. Daun yang masih kuncup tidak dimasukankedalam hitungan.
Waktu Muncul Bunga
Jagung manis mempunyai dua bunga yakni bunga jantan (malai) dan bunga betina (tongkol) yang tumbuh terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious).Bunga jantan berada di pucuk tanaman yang memiliki serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina muncul atau tumbuh di antara batang dan pelepah daun atau pada ketiak daun yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan rambut. Dalam mengamati waktu muncul bunga, dilakukan pengamatan setiap hari sehingga ketika melakukan pengecekan lahan setiap hari dapat diketahui kapan munculnya bunga pada tanaman jagung yang dijadikan sebagai sampel.
Panjang Tongkol Jagung Manis
Panjang tongkol dihitung dari pangkal tongkol hingga ke ujung tongkol. Cara perhitungan panjang tongkol jagung manis diukur dengan menggunakan meteran jahit.
3.4.1.6 Diameter Tongkol Jagung Manis
Setelah tumbuh malai akan tumbuh tongkol, praktikum kali ini melakukan pengukuran diameter tongkol, cara perhitungan diameter tongkol ini yaitu dengan menggunakan meteran jahit yang dilingkarkan pada bagian tengah tongkol dengan begitu didapatkan hasil diameter tongkol.
3.4.2 Tanaman Mentimun
3.4.2.1 Presentase Tumbuh
Hasil persentase tumbuh tanaman mentimun didapatkan dengan cara membagi seluruh tanaman mentimun yang tumbuh dengan seluruh lubang yang dibuat untuk menanam mentimun pada saat awal pembudidayaan kemudian dikali 100% cara ini digunakan untuk mendapatkan hasil persentase tumbuh tanaman mentimun yang akurat karena dengan cara diatas kita akan mendapatkan perbandingan tanaman mentimun yang tumbuh dengan lubang tanam yang kita buat saat awal pembudidayaan sehingga kita juga dapat mengetahui jumlah tanaman mentimun yang tidak tumbuh, cara tersebut lebih akurat jika dibandingkan hanya dengan menghitung tanaman mentimun yang tumbuh dengan cara hitung manual.
Panjang Tanaman
Cara pengukuran panjang tanaman mentimun adalah dengan mengukur mulai dari pangkal bawah (batas dengan akar penyangga) sampai ujung daun terpanjang ditangkupkan, Frekuensi pengukuran ada setiap seminggu sekali pada setiap hari kamis.
Jumlah Daun
Dalam praktikum budidaya tanaman dilakukan pula perhitungan daun pada tanaman mentimun. Perhitungan tersebut akan dilakukan selama satu minggu sekali dengan cara menghitungan jumlah daun pada tanaman sampel yang membuka sempurna dan bewarna hijau. Apabila daun masih kuncup tidak termasuk dalam hitungan. Hitung jumlah daun dengan mencatat sesuai sampel yang ditandai.
Waktu Muncul Bunga
Pada pengamatan yang dilakukan Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet, tanaman ini berumah satu artinya, bunga jantan dan bunga betina terpisah, tetapi masih dalam satu pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong yang membengkok, sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bakal buah yang membengkok. Letak bakal buah tersebut di bawah mahkota bunga.
Pada pengamatan yang dilakukan setiap seminggu sekali kemunculan bunga terlihat pada minggu ketiga dengan terlihat bakal bunga yang berbentuk terompet dan bewarna kuning. Perbedaan yang terlihat jelas pada bunga jantan maupun bunga betina terletak pada bentuk bunga betina yang akan menjadi bakal buah sedangkan pada bunga jantan tidak ada bakal buah.
Jumlah Bunga Mentimun
Hasil perhitungan jumlah bunga mentimun didapatkan dengan cara melihat dan menghitung secara manual jumlah bunga yang sudah mekar pada tanaman mentimun. Pada tanaman mentimun terdapat bungan jantan dan bunga betina, perbedaannya adalah bunga betina memiliki calon buah yang berbentuk lonjong dan membengkok sedangkan bunga jantan tidak memiliki calon buah yang membengkok.
Jumlah Buah Tanaman Mentimun
Setelah pemanenan dilakukan perhitungan jumlah buah mentimun yang telah dipanen, perhitungan dilakukan secara manual.
Bobot Segar Buah Mentimun
Buah sampel yang baru dipanen kemudian ditimbang dengan timbangan mekanik secara satu persatu dan bergantian antara mentimun perlakuan mulsa dan tanpa mulsa. Selanjutnya catat hasil penimbangan bobot segar mentimun. Catat hasil penimbangan tersebut dengan membedakan perlakuan mulsa dantanpa mulsa.
Penyiangan Gulma
Penyiangan gulma dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh menggunakan tangan pada perlakuan MPHP maupun non mulsa. Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap gulma yang tumbuh tersebut.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tanaman Jagung Manis
4.1.1.1 Presentase Tumbuh Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan presentase tumbuh tanaman jagung manis, dengan pengaruh pola tanam monokultur dan polikultur.
Tabel 1. Persentase Tumbuh Tanaman Jagung Manis pada Pola Tanam Monokultur dan Pola Tanam Polikultur
Perlakuan
Presentase Tumbuh (%)
Monokultur
Polikultur
86,5
71
Dari data di atas terlihat persentase tumbuh tanaman jagung manis pada pola tanam monokultur dan pola tanam polikultur terlihat berbeda, pada pola tanam monokultur persentase tumbuh tanaman jagung manis sebesar 86,5% sedangkan pada pola tanam polikultur persentase tumbuh tanaman jagung manis sebesar 71% dari data tersebut terlihat selisih persentase tumbuh anatara pola tanam monokultur dengan pola tanam polikultur sebesar 15,5%. Persentase tumbuh terlihat lebih tinggi pada tanaman jagung yang menggunakan pola monokultur daripada tanaman jagung yang menggunakan pola tanam polikultur.
4.1.1.2 Tinggi Tanaman Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan rata-rata tinggi tanaman jagung manis, dengan pengaruh pola tanam monokultur dan polikultur.
Tabel 2. Tinggi Tanaman Jagung Manis pada Pola Tanam Monokultur dan Pola Tanam Polikultur
Perlakuan
Tinggi Tanaman (cm)
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Monokultur
11,18
16,5
30
44,4
-
-
Polikultur
12,4
18
54,8
-
-
-
Berikut adalah grafik perbedaan rata-rata tinggi tanaman jagung manis pada pola monokultur dan pola polikultur.
Gambar 1. Tinggi Tanaman Jagung Manis pada Pola Tanam Monokultur dan Pola Tanam Polikultur
Dari data diatas terlihat tinggi tanaman jagung manis terus meningkat pada pola tanam monokultur maupun pola tanam polikultur, pada pola tanam monokultur perubahan yang sangat signifikan dapat dilihat diantara 7 mst dengan 8 mst yaitu memiliki selisih sebesar 30,2 cm. Dapat dilihat adanya selisih yang jauh. Pada data diatas dapat diketahui bahwa panjang tanaman jagung manis tertinggi pada pola tanam monokultur yaitu 74,6 cm pada saat umur 8 mst. Kemudian pada pola tanam polikultur tinggi tanaman jagung manis juga terus meningkat, perubahan tinggi tanaman yang signifikan terjadi diantara umur 5 mst dengan 6 mst, selisihnya mencapai 36,8 cm selisih tersebut merupakan selisih terjauh dibanding selisih minggu-minggu lainnya. Jika membandingkan data tinggi tanaman jagung antara pola tanam monokultur dengan polikultur, yaitu pada pola tanam polikultur lebih besar dibandingkan pola tanam monokultur setiap minggunya, seperti pada saat tanaman jagung manis berumur 8 mst tinggi tanaman jagung pada pola tanam monokultur adalah 74,6 sedangkan pada pola tanam polikutur tinggi tanaman jagung tertinggi terjadi pada saat 6 mst yaitu sebesar 54,8 cm. Pengukuran tinggi tanaman dihentikan pada minggu ke 7 pada pola tanam monokultur karena bunga jantan (malai) tanaman jagung sudah tumbuh, sedangkan pada pola tanam polikultur pengukuran tinggi tanaman dihentikan pada minggu ke 8.
4.1.1.3 Jumlah Daun Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan jumlah daun tanaman jagung manis, dengan pengaruh pola tanam pada usia 4 sampai 7 minggu setelah tanam (mst), dengan pengaruh pola tanam monokultur dan polikultur.
Tabel 3. Perbandingan Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis dengan Pola Tanam Monokultur dan Polikultur
Perlakuan
Jumlah Daun
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Monokultur
7,5
9,4
8,4
8,6
-
-
Polikultur
6,4
8,4
11
-
-
-
Berikut adalah grafik perbedaan rata-rata jumlah daun tanaman jagung manis pada pola monokultur dan pola polikultur.
Gambar 2. Rata-rata Jumlah Daun Pada Tanaman Jagung Manis pada Pola Tanam Monokultur dan Pola Tanam Polikultur
Dari data diatas dapat dilihat bahwa rata-rata jumlah daun tanaman jagung manis dengan perlakuan pola tanam monokultur terjadi peningkatan yaitu pada minggu ke-5 terjadi peningkatan rata-rata jumlah daun sebesar 1,9 helai dan pada minggu ke-6 terjadi penurunan rata-rata jumlah daun sebesar 1 helai karena terdapat sampel tanaman jagung yang mati. Sementara pada minggu ke-8 perhitungan jumlah daun dihentikan karena bunga jantan (malai) tanaman jagung sudah muncul. Pada tanaman jagung manis dengan pola tanam polikultur juga terjadi peningkatan rata-rata jumlah daun. Pada minggu ke-5 setelah tanam, tanaman jagung manis terjadi peningkatan rata-rata jumlah daun sebesar 2 helai dan pada minggu ke-6 terjadi peningkatan rata-rata jumlah daun sebesar 2,6 helai. Pada minggu ke-7 perhitungan jumlah daun pada tanaman jagung manis dengan pola tanam polikultur dihentikan karena malai atau bunga jantan tanaman jagung sudah muncul.
4.1.1.4 Waktu Muncul Bunga Tanaman Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan waktu muncul bunga jantan (malai) pada tanaman jagung manis.
Tabel 4. Waktu Muncul Bunga Tanaman Jagung Manis dengan Pola Tanam Monokultur dan Polikultur
Perlakuan
Waktu Muncul Bunga
Monokultur
54 hst
Polikultur
49 hst
Seusai dengan pengamatan yang dilakukan pada tanaman jagung manis dengan pola tanam monokultur, bunga jantan (malai) pada tanaman jagung manis pertama kali muncul pada umur 54 hari setelah tanam (hst) selanjutnya Sementara sesuai pegamatan yang telah dilakukan pada tanaman jagung manis dengan pola tanam polikultur, bunga jantan (malai) pada tanaman jagung manis pertama kali muncul pada umur 49 hari setelah tanam (hst). Bunga jantan (malai) pada tanaman jagung manis muncul terlebih dahulu pada pola tanam polikultur.
4.1.1.5 Panjang Tongkol Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan panjang tongkol tanaman jagung manis pada umur 8 minggu setelah tanam (mst) hingga 9 minggu setelah tanam (mst).
Tabel 5. Perbandingan Rata-Rata Panjang Tongkol Tanaman Jagung Manis dengan Perlakuan Sistem Polikultur dan Sistem Monokultur
Sampel
Panjang Tongkol (cm)
8 mst
9 mst
Polikultur
Monokultur
3
7,4
8,2
22,4
Berdasarkan tabel diatas dapat terlihat jelas bahwa pada lahan monokultur tongkol jagung manis lebih panjang dari tongkol pada jagung manis di lahan polikultur dengan selisih rata-rata sebesar 4,4 cm. Pada 9 mst panjang rata-rata tongkol jagung untuk sampel polikultur adalah sebesar 8,2 cm sedangkan pada sampel monokultur adalah sebesar 22,4. Kedua perlakuan tanaman jagung manis ini mengalami pertumbuhan panjang yang terus menerus. Pertambahan yang paling signifikan adalah pada tongkol jagung manis di lahan monokultur. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jagung yang di tanam pada pola monokultur memiliki panjang tongkol yang lebih besar dibandingkan dengan panjang tongkol jagung pada lahan polikultur.
4.1.1.6 Diameter Panjang Tongkol Jagung Manis
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan diameter tongkol tanaman jagung manis pada umur 8 minggu setelah tanam (mst) hingga 9 minggu setelah tanam (mst).
Tabel 6. Perbandingan Rata-Rata Diameter Tongkol Tanaman Jagung Manis dengan Perlakuan Sistem Polikultur dan Sistem Monokultur
Sampel
Diameter Tongkol (cm)
8 mst
9 mst
Polikultur
Monokultur
4,52
6,2
9,36
13,3
Data diatas terlihat diameter tongkol tanaman jagung manis terus meningkat pada umur 8 mst hingga 9 mst. Sistem polikultur tanaman jagung manis memiliki rata-rata diameter tongkol antara lain: pada 8 mst mencapai 4,52 cm,dan pada minggu terakhir pengamatan yaitu pada mst ke-9 diameter tongkol tanaman jagungpolikultur mencapai 9,36 cm. Sedangkan pada perlakuan monokultur tanaman jagung memiliki diameter tongkol antara lain: 8 mst yaitu 6,2 cm, dan pada mst ke-9 mencapai 13,3 cm . Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sistem pola tanam polikutur dan monokultur mempengaruhi pertumbuhan jagung terutama diameter tongkol jagung meskipun tidak memiliki perbedaan yang nyata. Tanaman jagung yang menggunakan sistem monokultur memiliki pertumbuhan diameter tongkol yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman jagung yang menggunakan sistem polikultur. Hal ini disebabkan karena pada sistem polikultur terjadi kompetisi antara tanaman jagung dan kacang hijau dalam menyerap nutrisi, meskipun jagung yang menjadi kompetitor terkuat dibandingkan kacang hijau.
4.1.2 Tanaman Mentimun
4.1.2.1 Presentase Tumbuh Mentimun
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan persentase tumbuh tanaman mentimun perlakuan tanpa mulsa dan perlakuan MPHP pada saat umur tanaman 2 mst hingga 7 mst
Perlakuan
Presentase Tumbuh Tanaman (%)
Tanpa Mulsa
62,5
MPHP
56,25
Tabel 7. Presentase Tumbuh Tanaman Mentimun Perlakukan Tanpa Mulsa dan perlakuan MPHP
Dari data diatas diketahui presentase tumbuh tanaman mentimun, pada perlakuan tanpa mulsa presentase tumbuh tanaman adalah 62,5% sedangkan pada perlakuan MPHP didapatkan presentase tumbuh tanaman adalah 56,25%. Pada tanaman mentimun yang diperlakukan dengan MPHP terdapat 9 tanaman yang tumbuh dari total tanaman yang ada di perlakuan MPHP 16 tanaman, dan pada tanaman mentimun yang diperlakukan tanpa mulsa terdapat 10 tanaman yang tumbuh dari total tanaman yang ada diperlakukan tanpa mulsa 16 tanaman. Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan lebih besar presentase tumbuh tanaman pada perlakuan tanpa mulsa dibandingkan dengan perlakuan MPHP.
4.1.2.2 Panjang Tanaman Mentimun
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan rata-rata panjang tanaman mentimun pengaruh pemulsaan pada saat umur tanaman 3 mst hingga 9 mst.
Tabel 8. Perbandingan Rata-Rata Panjang Tanaman Mentimun dengan PerlakuanTanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak
Perlakuan
Panjang Tanaman
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9mst
Tanpa Mulsa
11,4
19,9
58,4
60,4
66,6
64,3
61,4
MPHP
17,5
36
62,5
74,6
77,6
76
73
Berikut adalah grafik perbedaan rata-rata panjang tanaman mentimun pada lahan pakai mulsa dan tanpa mulsa.
Gambar 3. Perbandingan Rata-Rata Panjang Tanaman Mentimun dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak
Dari data diatas terlihat panjang tanaman mentimun terus meningkat pada pengunan MPHP maupun yang tidak mengunakan mulsa, perubahan yang signifikan dapat dilihat antara 4 mst dengan 5 mst, dengan selisih yang jauh. Pada data diatas dapat diketahui bahwa panjang tanaman mentimun terpanjang pada pengunan MPHP yaitu 77,6 cm pada saat umur 7 mst. Pada minggu ke 8 dan 9 terjadi penurunan panjang tanaman pada tanaman mentimun baik pada perlakuan MPHP maupun non mulsa karena pada minggu tersebut tanaman sudah mulai mati.
4.1.2.3 Jumlah Daun Mentimun
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan rata-rata jumlah daun tanaman mentimun Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak.
Tabel 9. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Mentimun dengan PerlakuanTanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak.
Perlakuan
Jumlah Daun
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanpa Mulsa
-
17
20
18
MPHP
-
25
29
38
Berikut adalah grafik jumlah daun tanaman mentimun
Gambar 4. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Daun mentimun dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak
Dari data diatas terlihat jumlah daun tanaman mentimun terus meningkat pada pengunan MPHP pada umur 5 mst jumlah daun sebanyak 25 helai, pada 6 mst sebanyak 29 helai dan meningkat lagi pada 7 mst yaitu sebanyak 38 helai. Sedanglan jumlah daun tanaman mentimun perlakuan tanpa mulsa jumlah daun mengalami penurunan menjadi 18 helai pada saat 7 mst dari sebelumnya 20 helai pada 6 mst. Pada data diatas dapat diketahui bahwa jumlah daun tanaman mentimun yang menghasilkan jumlah daun terbanyak pada pengunan MPHP yaitu dengan sebanyak 38 helai daun pada 7 mst.
4.1.2.4 Waktu Muncul Bunga
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan waktu muncul bunga tanaman mentimun Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak.
Tabel 10. Waktu Muncul Bunga Tanaman Mentimun dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan MPHP
Perlakuan
Waktu Muncul Bunga
Tanpa Mulsa
3 mst
MPHP
3 mst
Waktu muncul bunga mentimun pada bedengan dengan mulsa, bunga muncul pada minggu ke-3 setelah tanam begitupula pada bunga mentimun dengan perlakuan tanpa mulsa yang juga muncul pada minggu ke-3 setelah tanam.
4.1.2.5 Jumlah Bunga Mentimun
Berikut adalah tabel data hasil pengamatan rata-rata jumlah bunga tanaman mentimun, dengan pengaruh pemulsaan pada usia 2 sampai 7 minggu setelah tanam (mst), dengan pengaruh pemberian Mulsa Plastik Hitam Perak dan tanpa pemberian mulsa.
Tabel 11. Perbandingan Rata-Rata Jumlah Bunga Mentimun dengan Perlakuan Tanpa Mulsa dan Penggunaan Mulsa Plastik Hitam Perak
Perlakuan
Jumlah Bunga
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanpa Mulsa
Jantan
0
0,2
1,4
3,2
3,6
4,6
Betina
0
0,4
1
1,6
2,4
2,9
MPHP
Jantan
0
1,6
4
4,6
5,2
5,6
Betina
0
1
2,8
3,2
4,2
4,4
Dari data diatas dapat dilihat bahwa jumlah rata-rata bunga pada tanaman mentimun dengan perlakuan tanpa mulsa terus mengalami peningkatan baik bunga jantan maupun bunga betina.Begitu pula dengan rata-rata jumlah bunga mentimun dengan perlakuan MPHP juga mengalami peningkatan. Kenaikan jumlah bunga jantan tertinggi pada perlakuan tanpa mulsa terjadi pada 5 mst yaitu sebesar 1,8 dan kenaikan jumlah bunga betina tertinggi juga terjadi pada 5 mst yaitu sebesar 0,8. Sementara pada perlakuan MPHP kenaikan jumlah bunga jantan tertinggi terjadi pada 4 mst yaitu sebesar 2,4 dan kenaikan jumlah bunga betina tertinggi juga terjadi pada 4 mst yaitu sebesar 1,8.
4.1.2.6 Jumlah Buah Mentimun
Berikut merupakan perbandingan jumlah buah tanaman mentimun perlakuan tanpa mulsa dengan tanaman mentimun menggunakan mulsa
Tabel 12. Perbandingan Jumlah Buah Tanaman Mentimun Perlakuan Tanpa Mulsa dengan Tanaman Mentimun Pakai Mulsa
Perlakuan
Jumlah Buah Mentimun
6 mst
7 mst
8 mst
Tanpa Mulsa
0,8
0,8
0,8
MPHP
2
1,2
1,6
Pada hasil pengamatan jumlah buah mentimun dengan perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan lahan dengan mulsa dan tanpa mulsa, dapat dilihat perkembangan buah tidak selalu meningkat atau menurun setiap pemanenan. Pada tanaman tanpa mulsa rata-rata pemanenan setiap minggunya yaitu 0,8. Didapatkan rata-rata jumlah buah yang sama setiap pemanenan tetapi dari sampel tanaman yang berbeda dari pemanenan sebelumnya. Pemanenan buah mentimun pada perlakuan pakai mulsa yaitu pada 6 mst didapatkan rata-rata 2, pada 7 mst 1,2, dan pada 8 mst 1,6. Dalam perlakuan menggunakan mulsa, hasil buah yang didapat lebih banyak daripada mentimun yang tanpa mulsa, tetapi buah yang dihasilkan pada 6 mst lebih banyak daripada ketika pemanenan kedua yaitu 7 mst. Pertumbuhan jumlah buah mentimun lebih cepat dan banyak pada lahan pakai mulsa dibandingkan dengan jumlah buah pada lahan tanpa mulsa.
4.1.2.7 Bobot Buah Mentimun
Berikut merupakan perbandingan bobot buah tanaman mentimun perlakuan tanpa mulsa dengan tanaman mentimun menggunakan mulsa
Tabel 13. Perbandingan Bobot Buah Tanaman Mentimun Perlakuan Tanpa Mulsa dengan Tanaman Mentimun Pakai Mulsa
Pola Tanam
Bobot mentimun
6 mst
7 mst
8 mst
Tanpa Mulsa
0,56kg
0,40 kg
0,53 kg
MPHP
1,1 kg
0,68 kg
0,78 kg
Pada data diatas dapat diketahui bahwa bobot tanaman mentimun terberat yaitu mulsa yaitu sebesar 1,1 kg pada saat 6 mst. Kemudian pada tanaman mentimun tanpa mulsa bobot terberat yaitu sebesar 0,56 kg pada saat 6 mst. Jika dibandingkan dengan data bobot tanaman mulsa dan tanpa mulsa, bobot tanaman mentimun perlakuan mulsa lebih besar dibandingkan dengan tanaman mentimun tanpa mulsa.
4.1.2.8 Pengamatan Gulma
Berikut merupakan keberadaan gulma pada setiap perlakuan yaitu perlakuan tanpa mulsa dan menggunakan mulsa plastik hitam perak (MPHP).
Tabel 14. Keberadaan Gulma pada Perlakuan MPHP
No
Spesies Gulma
Jumlah
Dokumentasi
1
Ageratum conyzoides
19
Gambar 5. Ageratum conyzoides
2
Phyllanthus urinaria
1
Gambar 6.
Phyllanthus urinaria
No
Spesies Gulma
Jumlah
Dokumentasi
3
Cynodon dactylen
4
Gambar 7.
Cynodon dactylen
4
Ruellia tuberosa
1
Gambar 8.
Ruellia tuberosa
Tabel 17. Keberadaan Gulma pada Perlakuan Tanpa Mulsa
No
Spesies Gulma
Jumlah
Dokumentasi
1
Panicium rapens
39
Gambar 9.
Panicium rapens
2
Oxallis barrelier
3
Gambar 10.
Oxallis barrelier
3
Barreria alata
9
Gambar 11.
Barreria alata
4
Cynodon dactylen
22
Gambar 12.
Cynodon dactylen
No
Spesies Gulma
Jumlah
Dokumentasi
5
Echinochloa colona
27
Gambar 13.
Echinochloa colona
Sesuai dengan tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa gulma yang tumbuh dan mengganggu pertumbuhan pada mentimun dengan perlakuan MPHP adalah Ageratum conyzoides sebanyak 19 tanaman, Phyllanthus urinaria sebanyak 1 tanaman, Cynodon dactylen sebanyak 4 tanaman dan Ruellia tuberos sebanyak 1 tanaman. Sesuai dengan tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa gulma yang tumbuh dan mengganggu pertumbuhan pada tanaman mentimun dengan perlakuan tanpa mulsa adalah Panicium rapens sebanyak 39 tanaman, Oxallis barrelier sebanyak 3 tanaman, Barreria alata sebanyak 9, Cynodon dactylen sebanyak 22 tanaman dan Echinochloa colona sebanyak 27 tanaman. Gulma yang tumbuh pada perlakuan tanpa mulsa lebih banyak jika dibandingkan dengan gulma yang terdapat pada perlakuan MPHP.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengaruh Pola Tanam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis
Berdasarkan hasil data presentase tumbuh jagung manis dengan pola tanam monokultur sebesar 86,53% lebih baik dibandingkan dengan pola tanam polikultur sebesar 71%. Jika dilihat dari hasil pengamatan rata-rata tinggi tanaman jagung manis pada pola tanam monokultur maupun polikultur keduanya menunjukkan peningkatan. Tetapi jika membandingkan data tinggi tanaman jagung antara pola tanam monokultur dengan polikultur, tinggi tanaman jagung manis pada pola tanam polikultur lebih tinggi dibandingkan pola tanam monokultur setiap minggu nya, hal itu dapat dilihat pada data setiap minggunya seperti pada saat tanaman jagung manis berumur 6 mst tinggi tanaman jagung pada pola tanam monokultur adalah 30 cm sedangkan pada pola tanam polikutur tinggi tanaman jagung sebesar 54,8 cm. Cahaya sangat dibutuhkan dalam proses fotosintesis sebagaimana pendapat yang dikemukakan Dwidjoseputro (2004) bahwa tanaman butuh cahaya yang lebih banyak untuk proses fotosintesis sebagai sumber energi dan mengelolahnya menjadi energi kimia berupa karbohidrat. Pada pertumbuhan tinggi tanaman jagung pola tanam monokultur memiliki tinggi yang lebih baik dibandingkan pola polikultur, hal ini dikarenakan adanya perebutan unsur hara yang terjadi pada pola tanam polikultur antara jagung manis dan kacang hijau sebagaimana yang disampaikan oleh Wibisana (2016), bahwa pada saat tanaman jagung berumur 7 minggu (49 hst) atau dalam fase pembentukan bunga jantan (kondisi membutuhkan unsur N dalam jumlah yang tinggi) dan keberadaan kacang hijau pada umur 9 minggu (63 hst) atau dalam fase pembentukan biji penuh yang tidak membutuhkan unsur Nitrogen dalam jumlah tinggi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Catharina (2009) bahwa pada sistem tumpangsari, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain.
Jika dilihat dari rata-rata jumlah daun jagung pada pola tanam monokultur dan polikultur, jumlah daun tanaman monokultur lebih banyak jika dibandingkan dengan tanaman polikultur hal tersebut dikarenakan tanaman pada monokultur mendapat sinar matahari yang cukup. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Fithriadi dalam Dwidjoseputro (2004), menyatakan bahwa apabila suatu tanaman budidaya mendapatkan cahaya matahari yang cukup akan membantu tanaman budidaya tersebut dalam proses fotosintesis. Semakin banyak zat hijau daun akan mempermudah tanaman dalam proses tumbuh seperti pertumbuhan batang, akar, buah, dan daun.
Hasil data pengamatan waktu muncul bunga jantan (malai) pada tanaman jagung manis dengan pola tanam polikultur lebih cepat dibandingkan dengan pola tanam monokultur yaitu pada minggu ke 7. Jika dilihat dari hasil pengamatan, jika dibandingkan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wibisana (2016), pada saat tanaman berumur 7 minggu setelah tanam (49 hst) sudah memasuki fase pertumbuhan generatif yang ditandai denga munculnya bunga jantan tanaman jagung dan terbentuknya daun terakhir, sehingga unsur nitrogen yang tersedia dari keberadaan tanaman kacang tanah diteruskan dalam pembentukan daun pada pertumbuhan vegetatif sudah menurun (berkurang).
Berdasarkan hasil pengamatan panjang tongkol dapat terlihat sangat jelas bahwa pada lahan monokultur tongkol jagung manis lebih panjang dari tongkol pada jagung manis di lahan polikultur. Kedua perlakuan tanaman jagung manis ini mengalami pertumbuhan panjang yang terus menerus. Pertambahan yang paling signifikan adalah pada tongkol jagung manis di lahan monokultur. Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa jagung yang ditanam di monokultur memiliki panjang tongkol yang lebih besar dibandingkan dengan panjang tongkol jagung pada lahan polikultur. Pada hasil pengamatan rata-rata diameter tongkol tanaman jagung manis terus meningkat pada umur 8 mst hingga 9 mst. Sistem polikultur tanaman jagung manis memiliki rata-rata diameter tongkol antara lain: pada 8 mst mencapai 4,52 cm, dan pada minggu terakhir pengamatan yaitu pada mst ke-9 diameter tongkol tanaman jagung polikultur mencapai 9,36 cm. Sedangkan pada perlakuan monokultur tanaman jagung memiliki diameter tongkol antara lain: 8 mst yaitu 6,2 cm, dan pada mst ke-9 mencapai 13,3 cm . Dari data tersebut dapat diketahui bahwa sistem pola tanam polikutur dan monokultur mempengaruhi pertumbuhan jagung terutama diameter tongkol jagung meskipun tidak memiliki perbedaan yang nyata. Tanaman jagung yang menggunakan sistem monokultur memiliki pertumbuhan diameter tongkol yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman jagung yang menggunakan sistem polikultur. Hal ini disebabkan karena pada sistem polikultur terjadi kompetisi antara tanaman jagung dan kacang hijau dalam menyerap nutrisi, meskipun jagung yang menjadi kompetitor terkuat dibandingkan kacang hijau. Kedua hasil ini disebabkan karena adanya persaingan unsur hara pada pola tanam monokultur. Hal ini didukung pernyataan yang dikemukakan oleh Catharina (2009) bahwa pada sistem tumpangsari, kompetisi antar tanaman yang ditanam berdampingan pada satu lahan yang sama sering terjadi, bila ketersediaan sumber kehidupan tanaman berada dalam jumlah terbatas. Kompetisi ini biasanya diwujudkan dalam bentuk hambatan pertumbuhan terhadap tanaman lain. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Subhan (1998) bahwa tanaman yang ditanam secara tumpangsari akan terjadi kompetisi dalam memperebutkan unsur hara, air, dan sinar matahari. Sehingga dapat dikatakan pola tanam monokultur lebih baik jika dibandingkan dengan tanaman monokultur karena pada pola tanam monokultur produksi tanaman jagung manis lebih besar dibandingkan dengan tanaman jagung yang ditanam dengan pola tanam polikultur, hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan panjang tongkol dan diameter tongkol jagung manis yang lebih besar dibandingkan pada tanaman dengan pola tanam polikultur.
4.2.2 Pengaruh Pemulsaan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Mentimun
Hasil pengamatan pengaruh pemulsaan terhadap pertumbuhan tanaman pada saat tanaman berumur 15 dan 30 hst menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman ditandai dengan pertambahan ukuran sel dan jumlah sel. Menurut Heddy dalam Yadi (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman adalah proses bertambahnya ukuran dari suatu organisme yang mencerminkan bertambahnya ukuran organ tanaman seperti tinggi tanaman sebagai akibat dari metabolisme tanaman yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti air, sinar matahari dan nutrisi dalam tanah.
Pengamatan pertumbuhan mentimun dilakukan dengan mengamati beberapa parameter pertumbuhan diantaranya, presentase tumbuh, panjang tanaman mentimun, jumlah daun, waktu muncul bunga, jumlah bunga mentimun, julah buah mentimun dan bobot segar buah mentimun.
Dari data hasil pengamatan presentase tumbuh tanaman mentimun dapat diketahui pada tanaman mentimun yang diperlakukan dengan MPHP presentase tumbuh tanaman adalah 56,25%, terdapat 9 tanaman yang tumbuh dari total tanaman yang ada di perlakuan MPHP 16 tanaman, sedangkan pada tanaman mentimun yang diperlakukan tanpa mulsa presentase tumbuh tanaman adalah 62,5%, terdapat 10 tanaman yang tumbuh dari total tanaman yang ada diperlakukan tanpa mulsa 16 tanaman.
Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan lebih besar presentase tumbuh tanaman pada perlakuan tanpa mulsa dibandingkan dengan perlakuan MPHP. Hal tersebut tidak sesuai dengan dengan hasil penelitian Noorhadi dan Sudadi dalam Gunaeni (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan mulsa hitam perak pada tanaman mentimun sangat nyata terhadap peningkatan panjang tanaman. Menurut Tomaso dan Fahrurrozi dalam Gunaeni (2011), mulsa plastik perak menjaga kelembaban, mencegah tercucinya pupuk oleh air hujan, warna perak pada mulsa akan menyerap panas sehingga suhu tanah di dalam bedengan tetap hangat dan suasana gelap akan merangsang pertumbuhan akar tanaman secara optimal sehingga pertumbuhan tanamanpun berlangsung secara optimal, karena terjadi peningkatan laju fotosintesa, respirasi dan sintesa protein yang berpengaruh terhadap pertumbuhan.
.Pengamatan juga dilakukan dengan parameter panjang tanamanan mentimun, hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Idris (2003) yang menyatakan bahwa pengukuran panjang tanaman mentimun sampel dilakukan pada minggu ke-2 setelah tanam dengan interval pengamatan dua minggu sekali. Cara pengukuran mulai dari patok standart sampai titik tumbuh. Pengukuran dilakukan hanya pada tanaman sampel.
Dari data hasil pengamatan panjang tanaman mentimun didapat bahwa panjang tanaman mentimun terus meningkat pada pengunan MPHP maupun yang tidak mengunakan mulsa, perubahan yang signifikan dapat dilihat antara 4 mst dengan 5 mst, dengan selisih yang jauh. Pada data diatas dapat diketahui bahwa panjang tanaman mentimun tertinggi pada pengunan MPHP yaitu 77,6 cm pada saat umur 7 mst. Sedangkan panjang tanaman mentimun tertinggi pada perlakuan tanpa mulsa yaitu 66,6 cm pada saat umur 7 mst. Dari data hasil pengamatan dapat dilihat bahwa rata-rata panjang tanaman mentimun dengan perlakuan tanpa mulsa terus mengalami peningkatan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian mulsa memberikan dampak pada pertumbuhan tanaman mentimun, hal tersebut didukung oleh pernyataan Mulyatri dalam Yadi (2012) yang menyatakan bahwa dengan pemberian mulsa, tanaman tidak akan berebut unsur hara dengan gulma karena penggunaan mulsa ini dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman tidak akan kekurangan unsur hara serta pertumbuhan tanaman akan menjadi baik.
Dari data pengamatan jumlah daun tanaman mentimun didapatkan hasil bahwa jumlah daun tanaman mentimun terus meningkat pada pengunan MPHP pada umur 5 mst jumlah daun sebanyak 25 helai, pada 6 mst sebanyak 29 helai dan meningkat lagi pada 7 mst yaitu sebanyak 38 helai. Sedanglan jumlah daun tanaman mentimun perlakuan tanpa mulsa jumlah daun mengalami penurunan menjadi 18 helai pada saat 7 mst dari sebelumnya 20 helai pada 6 mst. Pada data diatas dapat diketahui bahwa jumlah daun tanaman mentimun yang menghasilkan jumlah daun terbanyak pada pengunan MPHP yaitu dengan sebanyak 38 helai daun pada 7 mst. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Ahmadi (2015) yang menyatakan bahwa tanaman mentimun yang ditanam menggunakan lanjaran memperoleh cahaya matahari lebih optimal, dan penggunaan mulsa akan mempengaruhi aktifitas mikroorganisme sehingga ketersedian unsur hara meningkat. Ketersediaan unsur hara serta penyerapan cahaya matahari yang cukup akan meningkatkan proses fotosintesis, sehingga fotosintat yang dihasilkan lebih banyak dan dapat mempengaruhi pembentukan daun.
Pada data hasil pengamatan bobot tanaman mentimun didapat bahwa bobot buah mentimun terberat yaitu mulsa yaitu sebesar 1,1 kg pada saat 6 mst. Kemudian pada tanaman mentimun tanpa mulsa bobot terberat yaitu sebesar 0,56 kg pada saat 6 mst. Jika dibandingkan dengan data bobot tanaman mulsa dan tanpa mulsa, bobot tanaman mentimun perlakuan mulsa lebih besar dibandingkan dengan tanaman mentimun tanpa mulsa. Hasil pengamatan tersebut sesuai dengan pendapat Ahmadi (2015) yang menyatakan bahwa penggunakan mulsa plastik hitam perak dapat menghasilkan berat dan volume buah yang lebih besar, karena fotosintat hasil fotosistesis lebih banyak.
Sesuai dengan data hasil pengamatan gulma dapat dilihat bahwa gulma yang tumbuh dan mengganggu pertumbuhan pada mentimun dengan perlakuan MPHP sebanyak 25 tanaman, sedangkan 6 pada tanaman mentimun dengan perlakuan tanpa mulsa sebanyak 100 tanaman. Gulma yang tumbuh pada perlakuan tanpa mulsa lebih banyak jika dibandingkan dengan gulma yang terdapat pada perlakuan MPHP. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahmadi (2015) yang menjelaskan bahwa Penggunaan mulsa plastik hitam perak dapat menekan pertumbuhan gulma sehingga persaingan dalam pengambilan unsur hara dapat diminimalkan. Meskipun demikian penggunaan mulsa plastik hitam perak masih membutuhkan penyiangan karena gulma di sekitar tanaman masih dapat tumbuh. Dengan adanya gulma maka terjadi kompetisi dalam pengambilan unsur hara. Menurut Moenandir dalam Ahmadi (2015), menyatakan bahwa gulma yang tumbuh disekitar tanaman mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan dan hasil akhir, sehingga berat dan volume buah menjadi lebih rendah.
Menurut Samiati, Bahrun, dan Safuan dalam Tinambunan (2014), pemberian mulsa dapat memberi pengaruh terhadap kelembaban tanah sehingga tercipta kondisi yang optimal untuk pertumbuhan tanaman. Apabila faktor lingkungan sesuai untuk pertumbuhan tanaman, maka fotosintat yang dihasilkan juga meningkat sehingga alokasi biomassa ke bagian yang dipanen juga relatif lebih besar. Gardner, Pearce, dan Mitchel dalam Tinambunan (2014) menyatakan nutrisi mineral dan ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan ruas pada organ vegetatif.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan pada tanaman jagung manis dengan pola tanam monokultur dan polikultur dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan pada pola tanam monokultur lebih baik dibandingkan pola tanam polikultur hal tersebut dapat terlihat dari presentase tumbuh pada tanaman monokultur yang lebih besar jika didbandidngkan pada tanaman polikultur selain itu juga jumlah daun jagung manis pada tanaman monokultur yang lebih banyak jika dibanding dengan tanaman jagung manis dengan pola tanam polikultur, parameter lain yang dapat dilihat yaitu panjang tongkol dan diameter tongkol tanaman jagung manis yang lebih besar pada tanaman monokultur dibandingkan tanaman polikultur. Sedangkan berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan mengenai pengaruh pemberian mulsa pada tanaman mentimun dapat disimpulkan bahwa, denga adanaya pemebrian Mulsa Plastik Hitam Perak (MPHP) dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap tanaman mentimun. Hal tersebut dapat diketahui dari parameter panjang tanaman yang lebih panjang jika dibanding dengan perlakuan tanpa mulsaa, jumlah daun pada perlakuan MPHP lebih banyak dibanding dengan perlakuan tanpa mulsa, jumlah bunga jantan dan betina yang lebih banyak dibanding perlakuan tanpa mulsa, suhu tanah, serta jumlah dan jenis gulma yang tumbuh pada MPHP lebih sedikit jika dibanding dengan perlakuan tanpa mulsa. Hal ini disebabkan oleh beberapa fungsi mulsa sendiri yang antara lain, dapat meningkatkan dan menjaga stabilitas suhu didalam dan permukaan tanah, dapat mencegah penguapan air tanah, dapat menekan pertumbuhan gulma, dan berberapa fungsi lainnya.
5.2 Saran
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pola tanam monokultur lebih baik dibandingkan dengan pola tanam polikultur sehingga untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal dan untuk memenuhi kebutuhan pasar, sebaiknya petani menggunakan pola tanam monokultur. Karena pola tanam monokultur memiliki pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan pola tanam polikultur.
Daftar Pustaka
Adi, Wiguna. 2015. Pasca Panen Hasil Pertanian. Sumatera Utara: UNSU press.
Agrovigor2 (2).
Ahmad. 2013. Kemampuan Batang Jagung. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Ahmadi, Murti Astiningrum dan Yulia Eko Susilowati. 2015. Pengaruh Macam Lanjaran Dan Mulsa Pada Hasil Mentimun Varietas Oris(Cucumis sativus, L.). Jurnal Ilmu Pertanian Tropika dan Subtropika
Anggi. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Aryo. 2000. Peningkatan Produktivitas Tanaman Jagung. Jember: Universitas Jember.
Balai Penyuluhan Pertanian. 2015. Sasaran Produksi Jagung. Diakses melalui www.pertanian.go.id (pada 27 Mei 2017).
Bambang, Cahyono. 2007. Tehnik Budidaya dan Analisis Usahatani. Semarang: CV Aneka Ilmu.
BPS. 2008. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan: BPS Provinsi Sumatera Utara.
BPS. 2014. Tanaman Pangan. Diakses dari www.bps.go.id (27 Mei 2017).
Catharina, T.S. 2009. Respon Tanaman Jagung Pada Sistem Monokultur dengan Tumpangsari kacang-kacangan Terhadap Ketersediaan Unsur Hara N dan Nilai Kesetaraan Lahan di Lahan Kering. Mataram: Fak. Pertanian Univ. Masaraswati Mataram
Cunningham, Sally Jean.2000. Great Garden Companion. USA: St. Martin’s Press.
Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012. Produksi Sayuran di Indonesia. Diakses dari http://hortikultura.pertanian.go.id (27 mei 2017).
Ditta, Marian. 2012. Usaha Teknik Budidaya Tanaman Buah Mentimun (Cucumis sativus L.) Untuk Prospek Pengembangan Sayuran di upt usaha pertanian aspakusa makmur teras boyolali. Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Djafar, M. 2014. Predator Pada tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt)Dengan Sistem Pola Tanam Monokultur dan Tumpangsari. Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo.
Doring T., U. Heimbach, T. Thieme, M. Finckch, H. Saucke. 2006. Aspect of Straw Mulching in Organic Potatoes-I, Effects on Microclimate, Phytophtora Infestans, and Rhizoctonia solani. Nachrichtenbl. Deut. Pflanzenschutzd. 58 (3):73-78.
Dwidjoseputro, D. 2004. Pengantar Fisiologi Tumbuhan edisi IV. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama
Effendi, Anwar. 1999.Dampak Alih Fungsi Lahan Sawah Menjadi LahanNon Pertanian di Sekitar Wilayah Perkotaan. Bandung: Jurnal Perencanaan WilayahNo.10, ITB..
Gunaeni, Neni. 2011. Penekanan Vektor Dan Virus Mosaik Komplek Dengan
Cara Pengendalian Dan Penggunaan Mulsa Pada Tanaman Mentimun (Cucucmis sativus L.). Agrin Vol. 15, No. 2, Oktober 2011
Idris,M.2003. Respons Tanaman Mentimun (Cucumus sativus L.) Akibat Pemangkasan dan Pemberian Pupuk ZA. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Volume 2, No 1, April 2004: 17
Idris,M.2003. Respons Tanaman Mentimun (Cucumus sativus L.) Akibat Pemangkasan dan Pemberian Pupuk ZA. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian Volume 2, No 1, April 2004: 17
Krestiani, Veronica. 2009. Kajian Pemulsaan Dan Letak Duduk Buah Terhadap Hasil Melon (Cucumis sativus L.). Kudus: Fakultas Pertanian Universitas Maria Kudus.
Mulyatri. 2003. Peranan Pengelolahan Tanah dan Bahan Organik Terhadap Konservasi Tanah dan Air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Solo: Universitas Negeri Sebelas Maret.
Mutiarawati, Tino. 2007. Penangan Pasca Panen Hasil Pertanian. Bandung: Workshop Pemandu Lapangan (PL-1) Sekolah Lapangan Pengolahan Pemasaran Hasil Pertanian (Sl-PPHP) Dep. Pertanian.
Prihandarini, Ririen. 2005.Pola Tanam.. Bali: International Rice Conference.
Redman. 2016. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Lamtoro Dan Pupuk Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Jagung Manis ( Zea mays L. Saccharata Sturt.). Lampung: Universitas Negeri Lampung.
Rini,Yulianingsih.2012. Teknik Penanganan Pasca Panen – Kerusakan Pasca Penen. Diakses melalui http://riniftpub.lecture.ub.ac.id pada 23 Mei 2017.
Setiawan, Eko. 2009.Kearifan Lokal Pola Tanam Tumpangsari Di Jawa Timur. Jember: Universitas Negeri Jember.
Soempena. 2004. Karakter Mentimun. Medan: Universitas Sumatra Utara.
Subekti, N. A., Syafruddin., Roy Efendi dan Sri Sunarti., 2008. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. Balai Penelitian Tanaman serealia, Maros.
Subhan. 1998. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemupukan Fospat terhadapPertumbuhan dan Hasil Kacang Jogo (Phasealus Vulgaris. L). Bull. Penel.Horti.VIII.2. Lembang. 12 hal.
Sukarsono. 2000. Kajian Ekonomi Antara Pola tanam Polikultur dan Monokultur Pada Tanaman Jagung. Surabaya: Universitas Wiya Guna Surabaya.
Sunarjono, H.H.,2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susetyo, Hendri P. 2017. Penangan OPT Pascapanen pada Komoditas Buah-buahan. Diakses melalui http://hortikultura.pertanian.go.id/(pada 23 Mei 2017).
Suswono. 2013. Pedoman Panen, Pascapanen, Dan PengelolaanBangsalPascapanen Hortikultura Yang Baik. Jakarta: Menteri Pertanian.
Sutoro.2015. Determinan Agronomis Produktivitas Jagung (The Agronomic Factors Determining Maize Productivity). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Syukur, M dan Rifanto.2014. Jagung Manis. Jakarta: Penebar Swadaya.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Budidaya Secara Hidroponik. , Bandung: CV. Nuansa Aulia
Umboh, Andry Harits. 2002. Petunjuk Penggunaan Mulsa. Jakarta: PenebarSwadaya.
Vincent, H. R. 1998. Agriculture Fertilizer and Envisement. CO. New York: BI Publishing.
Wibisana, Dharend. L. 2016. Transfer Nitrogen Kacang Tanah (Arachis hypgaea, L.) Pada Tanaman Jagung (Zea may, L.) yang Dibudidayakan Secara Tumpang Sari di Lahan Kering Ungaran. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Wiharjo.1998. Bertanam Semangka.Yogyakarta: Kanisius.
Wijoyo, P.M. 2012. Budidaya Mentimun Yang Lebih Menguntungkan. Jakarta: PT. Pustaka Agro Indonesia.
Yadi, Slamet et al.2012. Pengaruh Pemangkasan dan Pemberian Pupuk Organik Terhadap Produksi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus l.). Penelitian Agronomi Oktober 2012 Vol. 1 No. 2 Hal. 107-114.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan
Proses mengolah lahan
Proses mengolah lahan
Pemasangan mulsa pada lahan
Proses penanaman tanaman jagung
Penyiangan gulma pada tanaman mentimun
Pengukuran tinggi tanaman jagung
Tongkol Tanaman Jagung
Menimbang bobot mentimun
Lampiran 2. Perhitungan Pupuk
Kebutuhan pupuk SP 36 pada tanaman jagung manis
Diketahui : Luas lahan = 966 m2
Jarak tanam = 70x30 cm
Rekomendasi pupuk SP 36 = 150 kg/ha
Jawab :
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 14,49 kg pupuk SP 36
= 14490 gram pupuk SP 36
Populasi tanaman =
=
= 4600 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 3,15 gram/tanaman
Kebutuhan pupuk Urea pada tanaman jagung manis ketika umur 7 hari setelah tanam (mst)
Diketahui : Luas lahan = 966 m2
Jarak tanam = 70x30 cm
Rekomendasi pupuk Urea = 100 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 9,66 kg
= 9660 gram
Populasi tanaman =
=
= 4600 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 2,1 gram/tanaman
Kebutuhan pupuk KCL pada tanaman jagung manis ketika umur 7 hari setelah tanam (mst)
Diketahui : Luas lahan = 966 m2
Jarak tanam = 70x30 cm
Rekomendasi pupuk KCL = 100 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 9,66 kg
= 9660 gram
Populasi tanaman =
=
= 4600 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 2,1 gram/tanaman
Kebutuhan pupuk Urea pada tanaman jagung manis ketika umur 28 hari setelah tanam (mst)
Diketahui : Luas lahan = 966 m2
Jarak tanam = 70x30 cm
Rekomendasi pupuk Urea = 150 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 14,49 kg
= 14490 gram
Populasi tanaman =
=
= 4600 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 3,15 gram/tanaman
Kebutuhan pupuk SP 36 pada tanaman mentimun
Diketahui : Luas lahan = 739 m2
Jarak tanam = 70x40 cm
Rekomendasi pupuk SP 36 = 250 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 18,475 kg
= 18475 gram
Populasi tanaman =
=
= 2639 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 7 gram/tanaman
Kebutuhan pupuk Urea pada tanaman mentimun ketika umur 1 mst, 2 mst dan 3 mst
Diketahui : Luas lahan = 739 m2
Jarak tanam = 70x40 cm
Rekomendasi pupuk Urea = 75 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 5,5425 kg
= 5542,5 gram
Populasi tanaman =
=
= 2639 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 2,1 gram/tanaman
Kebutuhan pupuk KCL pada tanaman mentimun ketika umur 1 mst, 2 mst dan 3 mst
Diketahui : Luas lahan = 739 m2
Jarak tanam = 70x40 cm
Rekomendasi pupuk KCL = 36 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak = =
= 2,6604 kg
= 2660,4 gram
Populasi tanaman =
=
= 2639 tanaman
Kebutuhan pupuk per tanaman =
=
= 1,008 gram/tanaman
Lampiran 3.Data Pengamatan Per Minggu
Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Monokultur
Sampel
Tinggi tanaman (cm)
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanaman 1
-
-
12
18,5
31,5
55
Tanaman 2
-
-
9,5
10
-
-
Tanaman 3
-
-
10
16
39,5
60
Tanaman 4
-
-
11,9
19
32
47
Tanaman 5
-
-
12,5
19
47
60
Rata-rata
-
-
11,18
16,5
30
44,4
Data Pengamatan Jumlah Daun Tanaman Jagung Manis Polikultur
Sampel
Tinggi tanaman (cm)
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Tanaman 1
40
14
50
-
-
-
Tanaman 2
9
15
47
-
-
-
Tanaman 3
9
13
52
-
-
-
Tanaman 4
17
23
62
-
-
-
Tanaman 5
17
25
63
-
-
-
Rata-rata
12,4
18
54,8
-
-
-
Data Pengamatan Jumlah Daun Jagung Manis Monokultur
Sampel
Jumlah Daun (helai)
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Tanaman 1
8
10
10
9
-
-
Tanaman 2
7
8
-
-
-
-
Tanaman 3
8
8
11
13
-
-
Tanaman 4
7
10
11
10
-
-
Tanaman 5
7
10
10
11
-
-
Rata-rata
7,4
9,2
8,4
8,6
-
Data Pengamatan Jumlah Daun Jagung Manis Polikultur
Sampel
Jumlah daun (Helai)
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Tanaman 1
8
9
12
-
-
-
Tanaman 2
6
8
11
-
-
-
Tanaman 3
6
9
11
-
-
-
Tanaman 4
5
7
10
-
-
-
Tanaman 5
7
9
11
-
-
-
Rata-rata
6,4
8,4
11
-
-
-
Data Pengamatan Panjang Tongkol Jagung Manis Sistem Monokultur
Sampel
Panjang Tongkol (cm)
8 mst
9 mst
Tanaman 1
15
32
Tanaman 2
-
-
Tanaman 3
-
16
Tanaman 4
10
34
Tanaman 5
12
30
Rata-rata
7,4
25,4
Data Pengamatan Panjang TongkolJagung Manis Sistem Polikultur
Sampel
Panjang Tongkol (cm)
8 mst
9 mst
Sampel 1
5
9
Sampel 2
-
-
Sampel 3
3
12
Sampel 4
4
13
Sampel 5
3
7
Rata-rata
3
8,2
Data Pengamatan Diameter Tongkol Jagung Sistem Monokultur
Sampel
Diameter Tongkol (cm)
8 mst
9 mst
Tanaman 1
8
17
Tanaman 2
-
-
Tanaman 3
-
15,5
Tanaman 4
11
20
Tanaman 5
12
17,5
Rata-rata
6,2
14
Data Pengamatan Diameter Tongkol Jagung Sistem Polikultur
Sampel
Diameter Tongkol (cm)
8 mst
9 mst
Tanaman 1
6,6
12,3
Tanaman 2
-
-
Tanaman 3
4,8
10,7
Tanaman 4
6,2
14
Tanaman 5
5
9,8
Rata-rata
4,52
9,36
Data Pengamatan Panjang Tanaman Mentimun Mulsa
Sampel
Panjang tanaman
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Tanaman 1
0
17
17
98
112
114
112
109
Tanaman 2
0
24
24
47
50
54
54
51
Tanaman 3
0
15
15
51
58
60
59
58
Tanaman 4
0
18,5
18,5
67
71`
105
103
97
Tanaman 5
0
13,5
13,5
49
53
55
52
50
Rata-rata
0
17,5
36
62,5
74,6
77,6
76
73
Data Pengamatan Panjang Tanaman Mentimun Tanpa Mulsa
Sampel
Panjang tanaman
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
8 mst
9 mst
Tanaman 1
0
11
11
55
64
96
90,5
85
Tanaman 2
0
12
12
69
73
78
75
72
Tanaman 3
0
7
7
28
35
38
32
29,5
Tanaman 4
0
17
17
47
53
57
52,5
51,5
Tanaman 5
0
10
10
68
77
79
71,5
69
Rata-rata
0
11,4
19,9
58,4
60,4
66,6
64,3
61,4
Data Pengamatan Jumah Daun Tanaman Mentimun Tanpa Mulsa
Sampel
Jumlah daun
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanaman 1
-
19
21
20
Tanaman 2
-
16
18
21
Tanaman 3
-
10
12
13
Tanaman 4
-
21
25
18
Tanaman 5
-
20
25
18
Rata-rata
-
17,2
20,2
18
Data Pengamatan Jumah Daun Tanaman Mentimun Mulsa
Sampel
Jumlah daun
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanaman 1
-
28
36
60
Tanaman 2
-
21
20
21
Tanaman 3
-
26
32
34
Tanaman 4
-
23
26
42
Tanaman 5
-
25
30
32
Rata-rata
-
24,6
28,8
37,8
Data pengamatan Jumlah Bunga Tanaman Mentimun Tanpa Mulsa
Sampel
Jumlah bunga
Jenis
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanaman 1
Jantan
0
0
1
3
4
4
Betina
0
0
1
2
2
3
Tanaman 2
Jantan
0
1
2
4
5
7
Betina
0
0
1
1
3
4
Tanaman 3
Jantan
0
0
0
2
3
4
Betina
0
0
1
2
2
2
Tanaman 4
Jantan
0
1
1
2
3
2
Betina
0
1
1
2
2
1
Tanaman 5
Jantan
0
2
3
5
3
6
betina
0
1
2
2
3
4
Rata- rata
Jantan
Betina
0
0
0,2
0,4
1,4
1
3,2
1,6
3,6
2,4
4,6
2,9
Data Pengamatan Jumlah Bunga Tanaman Mentimun Mulsa
Sampel
Jumlah bunga
Jenis
2 mst
3 mst
4 mst
5 mst
6 mst
7 mst
Tanaman 1
Jantan
0
2
5
7
4
5
Betina
0
1
3
5
5
4
tanaman 2
Jantan
0
3
4
3
5
7
Betina
0
2
4
2
5
6
Tanaman 3
Jantan
0
2
6
4
8
7
Betina
0
1
4
4
6
3
Tanaman 4
Jantan
0
1
3
5
6
4
Betina
0
1
2
3
3
5
Tanaman 5
Jantan
0
0
2
4
3
5
betina
0
0
1
2
2
4
Rata-rata
Jantan
0
1,6
4
4,6
5,2
5,6
Betina
0
1
2,8
3,2
4,2
4,4
Perbandingan Jumlah Buah Tanaman Mentimun Perlakuan Dengan Mulsa
Sampel
Jumlah buah mentimun
6 mst
7 mst
8 mst
Tanaman 1
2
0
3
Tanaman 2
2
2
1
Tanaman 3
3
1
1
Tanaman 4
2
1
2
Tanaman 5
1
2
1
Rata-rata
2
1,2
1,6
Perbandingan Jumlah Buah Tanaman Mentimun Perlakuan Tanpa Mulsa
Sampel
Jumlah buah mentimun
6 mst
7 mst
8 mst
Tanaman 1
1
0
1
Tanaman 2
1
2
1
Tanaman 3
0
0
1
Tanaman 4
1
0
0
Tanaman 5
1
2
1
Rata-rata
0,8
0,8
0,8
Data Pengamatan Bobot Buah Mentimun Mulsa
Sampel
Bobot mentimun
6 mst
7 mst
8 mst
Tanaman 1
1,15
-
1,35
Tanaman 2
0,96
1,35
0,6
Tanaman 3
1,65
0,55
0,5
Tanaman 4
0,8
0,5
1
Tanman 5
0,56
1
0,45
Rata rata
1,1
0,68
0,78
Data Pengamatan Bobot Buah Mentimun Tanpa Mulsa
Sampel
Bobot mentimun
6 mst
7 mst
8 mst
Tanaman 1
0,55
-
0,45
Tanaman 2
0,65
1,06
0,5
Tanaman 3
-
-
0,53
Tanaman 4
0,55
-
-
Tanman 5
0,5
0,9
0,65
Rata-rata
0,56
0,40
0,53
68