Academia.eduAcademia.edu

Hukum Kewarisan Perdata Barat

Resume Hukum Kewarisan Perdata Barat Dosen: Sugandhi Ishak, S.H., M.H. Oleh Sheren Elisabeth (205160215) Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta 2017 Pengertian Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang meninggal dunia, mengatur peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibat-akibatnya bagi ahli waris. Beberapa istilah yang dipakai dalam Hukum Kewarisan: Mewaris adalah menggantikan hak dan kewajiban seseorang yang meninggal. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dengan meninggalkan “Harta Kekayaan”. Ahli Waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan Pewaris dibidang Hukum Kekayaan akibat peninggalnya Pewaris. Harta Waris adalah kekayaan yang berupa keseluruhan aktiva dan pasiva yang ditinggalkan pewaris dan berpindah pada sekalian ahli warisnya. Keseluruhan kekayaan tersebut yang menjadi milik bersama ahli waris disebut Boedel. Subjek dari hukum waris adalah Pewaris dan Ahli waris. Pewaris adalah seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak yang diperoleh beserta kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat  sedangkan ahli waris adalah anggota keluarga yang meninggal dunia yang menggantikan kedudukan Pewaris dalam bidang hukum kekayaan karena meninggalnya Pewaris. Obbie Afri Gultom, Ketentuan Waris Berdasarkan KUHPerdata (BW), diakses dari http://www.gultomlawconsultants.com/ketentuan-waris-berdasarkan-kuhperdata-bw/#, pada tanggal 5 Juni 2017 pukul 12.36 Ketentuan Umum Pewarisan Syarat Pewarisan Pasal 830 KUHPerdata pewarisan hanya berlangsung “karena kematian” Ahli waris harus hidup, menurut Pasal 836 KUHPerdata: “Agar dapat bertindak sebagai ahli waris, seseorang harus sudah ada pada saat warisan itu dibuka, dengan mengindahkan ketentuan dalam Pasal 2 kitab undang-undang ini” Pasal 2 KUHPer: Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan si anak menghendakinya. Bila telah mati setelah dilahirkan, dia dianggap tidak pernah ada.. Antara pewaris dan ahli waris ada hubungan darah. Ahli waris patut mewaris (waardig) Onwaardig (tidak patut mewaris), menurut Pasal 838 KUHPerdata: Dipersalahkan membunuh/mencoba membunuh pewaris Memfitnah pewaris, melakukan kejahatan yg ancaman hukumannya 5 thn/lebih berat Dengan kekerasan mencegah atau perbuatan yg mencegah pewaris menbuat/mencabut surat wasiat Menggelapkan, merusak, memalsukan surat wasiat Asas yang tersimpul dari pasal 838 adalah Jadi asasnya ahli waris haruslah orang yang tidak dianggap sebagai orang yang onwaardig untuk mewaris. J. Satrio, Hukum Waris (Bandung: Alumni, 1992), halaman 44. Prinsip Pewarisan Pada asasnya yang beralih hanya hak dan kewajiban dalam bidang Hukum Kekayaan Pasal 833 KUHPerdata, dengan meninggalnya seseorang seketika hak dan kewajiban Pewaris beralih pada Ahli Warisnya, dengan demikian demi hukum Ahli Waris memperoleh kekayaan Pewaris tanpa menuntut penyerahan (Hak Saisine) Berkaitan dengan hak saisine tersebut diatas, dalam Pasal 834 KUHPerdata terdapat Hak Ahli Waris untuk menuntut khusus berkaitan dengan warisan (Hereditatis Petitio). Pasal 834 KUHPerdata: Ahli waris berhak mengajukan gugatan untuk memperoleh warisannya terhadap semua orang yang memegang besit atas seluruh atau sebagian warisan itu dengan alas hak ataupun tanpa alas hak, demikian pula terhadap mereka yang dengan licik telah menghentikan besitnya. Dia boleh mengajukan gugatan itu. Gugatan itu ………. (Garis miring dan tebal dari Penulis) Yang berhak mewaris pada dasarnya adalah keluarga sedarah Pewaris (Pasal 832 KUHPerdata) Harta warisan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan tidak terbagi (Pasal 1066 KUHPerdata) Setiap orang termasuk bayi dalam kandungan cakap mewaris → kecuali mereka yang dinyatakan tidak patut mewaris (onwaardig) Cara Mendapatkan Warisan Mewaris menurut UU (ab intestato) adalah suatu pewarisan dimana hubungan darah merupakan faktor penentu dalam hubungan pewaris dan ahli waris. Menurut UU ada dua cara mewaris: - Berdasarkan kedudukan sendiri (uit eigenhoofde) pada asasnya adalah mereka yang terpanggil mewaris berdasarkan kedudukan sendiri. - Berdasarkan penggantian adalah pewarisan dimana ahli waris mewaris menggantikan ahli waris yang telah meninggal terlebih dahulu dari pewaris Mewaris secara Testamentair adalah suatu pewarisan karena ditunjuk dalam Surat Wasiat atau Testamen Diakses dari http://kbbi.web.id/testamen, pada tanggal 6 Juni 2017 pukul 2.39 Kewarisan Berdasarkan Undang-Undang (Ab-Intesto) Mewaris Berdasarkan Kedudukan Sendiri (Uit Eigen Hoofden) Menurut pasal 832 KUH Perdata ada empat golongan ahli waris ab intestato di mana golongan kedua baru tampil jika golongan pertama tidak ada dan demikian seterusnya. Pembagian golongan ini meliputi: Golongan I Anak-anak dan keturunannya, serta isteri atau suami yang masih hidup. Contoh Jon dan Kina kawin tanpa anak, jika Jon meninggal, satu-satunya ahli waris Jon ialah Kina demikian sebaliknya. Namun, jika Jon dan Kina kawin dan mempunyai anak yang sah Garry, Grace dan Gabby, jika Jon meninggal, Kina, Garry, Grace dan Gabby ialah para ahli waris Jon dengan bagiannya masing-masing. Golongan II Orang tua (ayah dan/atau ibu), saudara-saudara dan keturunannya tampil jika golongan pertama tidak ada. Contoh: Jon dan Kina kawin dan mempunyai anak yang sah Garry, Gino, dan Gabby. Jika Garry meninggal tanpa meninggalkan isteri dan anak, ahli warisnya ialah Jon, Kina, Gino dan Gabby dengan bagian yang masing-masing sama. Jika Gino meninggal sebelum Garry meninggal, dengan meninggalkan isteri Sinta, dan Galang, Tarra (anak), maka bagian warisan Gino dibagikan secara merata kepada Sinta, Galang, dan Tarra yang mewaris menggantikan Gino. Golongan III Golongan ini ialah kakek dan/atau nenek dan/atau leluhur mereka, yang tampil jika golongan kedua tidak ada. Jika pewaris tidak meninggalkan suami/isteri, keturunan dan saudara, tanpa mengurangi ketentuan pasal 859 KUH Perdata, warisan dibagi dua bagian sama, satu bagian untuk keluarga sedarah dalam garis bapak ke atas dan satu bagian untuk garis ibu ke atas (pasal 853 KUH Perdata). kloving Golongan IV Golongan ini ialah sanak saudara dari garis ke samping seperti paman, bibi, dengan hak pergantian kedudukan tampil jika golongan ketiga tidak ada. Mewaris Berdasarkan Penggantian (Bij Plaatsvervulling) Penggantian hanya karena “kematian”, orang yang menolak warisan tidak dapat digantikan tempatnya sebagai ahli waris menurut Pasal 846 KUHPerdata. Pasal 846 KUHPerdata: Dalam segala hal, bila penggantian diperkenankan, pembagian dilakukan pancang demi pancang; bila suatu pancang mempunyai beberapa cabang, maka pembagian lebih lanjut dalam tiap-tiap cabang dilakukan pancang demi pancang pula, sedangkan antara orang-orang dalam cabang yang sama, pembagian dilakukan kepala demi kepala. Syarat Penggantian : Ditinjau dari pewaris → harus telah meninggal terlebih dahulu dari ahli waris yang digantikan. Ditinjau dari ahli waris yang menggantikan : Harus keturunan yang sah dari yang digantikan Syarat – syarat pewarisan pada umumnya terpenuhi; 1). hidup pada saat pewarisan terbuka 2). tidak dinyatakan onwaardig (tak patut mewaris) Macam penggantian: Dalam garis lencang kebawah tanpa batas → pasal 842 KUHPdt Dalam garis menyamping; saudara digantikan anak-anaknya → pasal 844KUHPerdata Penggantian dalam garis samping dalam hal ini yang tampil adalah anggota keluarga yang lebih jauh tingkat hubungannya daripada saudara, misalnya paman, bibi, atau keponakan Di dalam Pasal 841 KUHPer ditentukan: “Penggantian memberikan hak kepada orang yang mengganti untuk bertindak sebagai pengganti dalam derajat dan dalam segala hak orang yang digantikannya” Misalnya : Jika ada seorang pewaris A meninggalkan 2 orang anak, B dan C, dan dua orang cucu dari C, D dan E. jika C meninggal terlebih dahulu dari A maka D dan E menggantikan C. dalam hal ini semua hak-hak C digantikan D dan E. dengan demikian D dan E mewaris bersama B. Mengenai penggantian tempat menurut Pasal 847 KUHPerdata tidak seorangpun dapat bertindak untuk orang yang masih hidup. Pasal 847 KUHPerdata: Tak seorang pun boleh menggantikan orang yang masih hidup. Menurut Pasal 843 KUHPerdata, tidak ada penggantian terhadap keluarga sedarah dalam garis menyimpang keatas. Keluarga terdekat dalam dua garis mengenyampingkan segala keluarga dalam penderajatan yang lebih jauh. Misalnya : A meninggalkan B ayah C ibu, disamping itu ada pula D kakek A dari pihak bapak, serta E saudara kakek dari pihak bapak. D dan C meninggal terlebih dahulu dari A, dalam hal ini E tidak dapat menggantikan B untuk mendapatkan harta dari A. Sebab tidak ada penggantian terhadap saudara sedarah dalam garis menyimpang keatas. Dengan demikian harta jatuh pada B. Mewaris Berdasarkan Testamen (Testamentair) Arti Testament → pasal 875 KUHPerdata → suatu akta yang memuat tentang apa yang dikehendaki terhadap harta setelah ia meninggal dunia dan dapat dicabut kembali → Pernyataan sepihak Unsur-unsur testament Akta Pernyataan kehendak Apa yang akan terjadi setelah ia meninggal terhadap harta Dapat dicabut kembali Syarat membuat testament Dewasa → 18 tahun (cakap bertindak) Akal sehat Tidak dapat pengampuan Tidak ada unsur paksaan, kekhilafan, kekeliruan Isi harus jelas Wasiat (testament) lahir secara sepihak Oleh sebab wasiat (testament) lahir secara sepihak, setiap saat wasiat (testament) dapat diubah atau ditarik kembali oleh pembuatnya. Kecakapan untuk membuat surat wasiat setiap orang dapat/boleh membuat surat wasiat (pasal 896 KUH Perdata), kecuali: (a) anak-anak di bawah usia 18 tahun (pasal 897 KUH Perdata); dan (b) mereka yang tidak mempunyai pikiran sehat, berada di bawah pengampuan (pasal 898 KUH Perdata) Testamen bersama Menurut pasal 930 KUH Perdata, dua orang atau lebih dapat menetapkan kehendaknya dalam satu surat wasiat (mutuele testateur bij eene acte). Macam-macam Surat Wasiat (Testament) a.    Wasiat Terbuka (Openbaare Testament) yaitu wasiat berbentuk akta notaris yang isinya dibuat sesuai dengan kehendak pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia. b.    Wasiat tulisan tangan (Olografis Testament) yaitu wasiat yang ditulis tangan oleh pembuat surat wasiat dengan dihadiri oleh dua orang saksi, kemudian diserahkan sendiri kepada seorang notaris untuk disimpan dan nantinya diserahkan kepada Kantor Balai Harta Peninggalan (BHP) untuk dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia. c.    Wasiat Rahasia (Geheimde Testament): yaitu wasiat yang dibuat sendiri oleh pembuat Surat Wasiat di hadapan 4 (empat) orang saksi, kemudian dimasukkan dalam sampul tertutup yang disegel serta diserahkan kepada seorang notaris untuk disimpan dan dibacakan saat pembuat surat wasiat meninggal dunia. Isi testament Erfstelling → pasal 954 KUHPerdata └ Testamentair erfgenaam Legaat (berhubungan dengan harta) → pasal 957 KUHPerdata └ Legetaris Codicil (tidak berhubungan dengan harta) Pencabutan testament Secara tegas, jika dibuat surat wasiat baru yang isinya mengenai pencabutan surat wasiat Secara diam-diam, dibuat testament baru yang memuat pesan-pesan yang bertentangan dengan testament lama Pewarisan Anak Luar Kawin Pengertian Anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah atau sebelum 180 hari dari     perkawinan orang tuanya disebut anak luar kawin (tidak sah) begitu juga dengan anak yang     dilahirkan 300 hari setelah perkawinan bubar adalah tidak sah (Pasal 255 KUHPerdata).         Agar anak luar kawin tersebut mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan ayahnya, maka menurut ketentuan Pasal 280 KUH Perdata, ayah ibunya harus melakukan tindakan pengakuan. Apabila ayah ibunya tidak melakukan tindakan pengakuan maka dapat menyebabkan anak tersebut tidak ber-ayah dan tidak ber-ibu.         Sedangkan menurut ketentuan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya. Pasal 43 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974: “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya” Hal ini berbeda dengan ketentuan Pasal 280 KUHPerdata, di mana untuk memperoleh status agar memiliki hubungan hukum antara ayah dan ibu dengan anak luar kawin haruslah anak itu diakui oleh ayah dan     ibunya. Pasal 280 KUHPer: “Dengan pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak itu dan bapak atau ibunya.” Ini berarti status diperoleh si anak tidak dengan sendirinya karena kelahiran, tetapi karena adanya pengakuan dari ayah dan ibunya.          Dengan adanya hubungan hukum itu barulah timbul kewajiban timbal balik antara anak     luar kawin dengan orang tuanya. Hubungan ini meliputi dalam hal memberi nafkah, perwalian, izin kawin, hak mewaris dan lain-lain.          Apabila pengakuan tidak dilakukan, apakah dengan cara sukarela atau dengan cara     paksaan, maka hubungan hukum itu tidak pernah ada dengan segala akibat yang merugikan bagi si anak terutama selagi ia msih di bawah umur, tanpa adanya jaminan orang tuanya. Meskipun ALK mempunyai hak waris terhadap orang tuanya hak warisannya itu sangat “inferior” sifatnya jika dibandingkan dengan hak waris anak-anak sah karena : Ia tidak mempunyai hak waris tersendiri, dalam arti kata terhadap warisan orang tuanya itu ia tidak mungkin mewaris sendirian sepanjang orang tuanya masih mempunyai keluarga sedarah dalam batas derajat yang boleh mewaris yaitu enam derajat.  yaitu enam derajat. Ia selalu “membonceng” pada salah satu kelas ahli waris sah yang empat. ALK itu hanya mempunyai hak waris tersendiri jika orang tuanya tidak meninggalkan keluarga yang termasuk dalam keempat-empat kelas ahli waris sah Porsi atau bahagian yang diterimanya adalah lebih kecil  dari porsi yang akan diterimanya sekiranya ia adalah anak sah.Besar kecilnya porsi itu bukan saja ditentukan oleh berapa  saja ditentukan oleh berapa orang temannya yang mewaris, akan tetapi juga dan terutama sekali oleh kenyataan ahliwaris kelas berapa temannya mewaris itu. Hak waris ALK yang diakui sah diatur dalam pasal 862 sampai  diatur dalam pasal 862 sampai dengan pasal 873.  Besarnya porsi ALK itu diatur dalam Pasal 863. Isi pasal itu dapat disimpulkan sebagai diuraikan dibawah ini : Besarnya porsi yang diwaris oleh ALK yang diakui sah dari harta peninggalan ayah atau ibu yang mengakuinya ialah : Jika ayah atau ibunya itu meninggalkan   janda/duda dan/atau anak keturunan janda/duda dan/atau anak keturunan (ahliwaris kelas pertama) maka anak luar kawin itu mendapat bahagian sebesar 1/3 dari bahagian yang akan diterimanya sekiranya ia adalah anak sah. Jika ayah atau ibunya itu tidak meninggalkan ahliwaris kelas pertama tapi ada meninggalkan sdr/sdri atau keturunannya dan/atau ayah/ibu (ahliwaris kelas kedua) atau yang ada hanya  kedua) atau yang ada hanya kakek/nenek dan seterusnya dalam garis lurus keatas (ahliwaris kelas ketiga) maka anak luar kawin memperoleh ½ dari warisan.III. Jika ayah/ibunya itu hanya meninggalkan ahliwaris sah kelas keempat atau keluarga sedarah garis kesamping  yang lebih jauh  garis kesamping  yang lebih jauh pertalian darahnya dari sdr/sdri maka anak luar kawin mendapat bahagian sebesar ¾ dari warisan. Legitimie Portie Pengertian Menurut KUH Perdata, Legitieme Portie adalah suatu bagian mutlak tertentu dari harta warisan terutama bagi anak sah maupun anak luar kawin yang disahkan, yang dijamin hukum tidak dapat dihapuskan oleh siapapun termasuk pewaris dengan surat wasiat. Dikalangan praktisi hukum sejak puluhan tahun dikenal sebagai “bagian mutlak” (legitime Portie). Bagian mutlak adalah bagian dari warisan yang diberikan Undang-Undang kepada ahli waris dalam garis lurus ke bawah dan ke atas. Bagian mutlak tidak boleh ditetapkan atau dicabut dengan cara apapun oleh pewaris, baik secara hibah-hibah yang diberikan semasa pewaris hidup maupun dengan surat wasiat melalui hibah wasiat (legaat) dan erfstelling). Suberti dan Tjitro Sudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, halaman 239. Hak Legitieme Portie baru timbul jika ada ahli waris ab intestato tampil menuntut pembatalan suatu surat wasiat dan/atau menuntut supaya diadakan pengurangan terhadap pembagian warisan jika ia merasa dirugikan karena dikurangi legitieme portienya. Besarnya legitieme portie menurut Pasal 914 KUH Perdata Jika hanya ada satu orang anak sah, legitieme-portie adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima, Jika ada dua orang anak sah, legitieme-portie masing-masing anak adalah 2/3 (dua pertiga) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima, Jika ada tiga orang anak sah atau lebih, legitieme portie masing-masing anak adalah ¾ (tiga perempat) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima, Jika seorang anak belum beristeri dan beranak meninggal dunia, maka legitieme portie ahli warisnya menurut garis vertikal ke atas seperti orang tua atau nenek adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima (pasal 915 KUH perdata) Legitieme-portie dari anak luar kawin yang telah diakui adalah ½ (setengah) dari harta peninggalan yang sebenarnya akan diterima. Tujuan Adanya Legitime Portie Seseorang pewaris mempunyai kebebasan untuk mencabut hak waris dari para ahli warinya, karena meskipun ada ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang yang menentukan siapa-siapa akan mewaris harta peninggalannya dan berapa bagian masing-masing. Akan tetapi untuk ahli waris ab intestato diadakan bagian tertentu yang harus  diterima oleh mereka, karena mereka demikian dekatnya hubungan kekeluargaan dengan si pewaris. Agar orang secara tidak mudah mengesampingkan mereka, maka Undang-Undang melarang seseorang semasa hidupnya menghibahkan atau mewasiatkan harta kekayaannya kepada orang lain dengan melanggar hak dari para ahli waris ab intestato itu. Ahli waris yang dapat menjalankan haknya atas bagian yang dilindungi undang-undang itu dinamakan “Legitimaris” sedang bagiannya yang dilindungi oleh Undang-Undang itu dinamakan “legfitime portie”. Jadi harta peninggalan dalam mana ada legitimaris terbagi dua, yaitu “legitime portie” (bagian mutlak) dan “beschikbaar” (bagian yang tersedia). Bagian yang tersedia ialah bagian yang dapat dikuasai oleh pewaris, ia boleh menghibahkannya sewaktu ia masih hidup atau mewasiatkannya. Hampir dalam perundang-undangan semua negara dikenal lembaga legitime portie. Peraturan di negara satu tidak sama dengan peraturan di negara lain, terutama mengenai siapa-siapa sajalah yang berhak atasnya dan legitimaris berhak atas apa. Hartono Soerjopratiknjo, Hukum Waris Testamenter, (Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada: Yogyakarta,1984), halaman 109. Bagian yang kedua itu (bagian mutlak), diperuntukkan bagian para legitimaris bersama-sama, bilamana seorang legitimaris menolak (vierwerp) atau tidak patut mewaris (onwaardig) untuk memperoleh sesuatu dari warisan itu, sehingga bagiannya menjadi tidak dapat dikuasai (werd niet beschikbaar), maka bagian itu akan diterima oleh legitimaris lainnya. Jadi bila masih terdapat legitimaris lainnya maka bagian mutlak itu tetap diperuntukkan bagi mereka ini, hanya jika para legitimaris menuntutnya, ini berarti bahwa apabila legitimaris itu sepanjang tidak menuntutnya, maka pewaris masih mempunyai “beschikking-srecht” atas seluruh hartanya. Menerima atau Menolak Warisan Terbukanya warisan jika pewaris  telah meninggal, seorang ahli waris dapat memilih apakah ia akan menerima atau menolak warisan itu, atau ada pula kemungkinan untuk menerima tetapi dengan ketentuan ia tidak akan diwajibkan membayar hutang-hutang si meninggal, yang melebihi bagiannya dalam warisan itu.  Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003), halaman 95. 3 kemungkinan yang dapat timbul karena hubungan-hubungan antara pewaris dan ahli waris. Penerimaan sepenuhnya Kalau ahli waris sudah menerima sepenuhnya, maka ahli waris tersebut bertanggung jawab atas segala piutang warisan; milik pribadi ahli waris ikut menjadi harta pertanggungjawab terhadap utang-utang warisan. Tetapi kalau ahli waris ini mendapat bagian-bagian warisan menurut ketentuan-ketentuan pembagian, maka pertanggungjawaban juga sesuai dengan bagian yang diperolehnya. Penolakan Kalau mereka menolak, hal ini berarti bahwa mereka melepaskan pertanggungjawaban sebagai ahli waris, dan juga menyatakan tidak menerima pembagian harta peninggalan. Tetapi kalau sama sekali menolak sehingga tidak ada seorang ahli warispun yang di tunjuk oleh undang-undang, maka akibatnya kekayaan itu jatuh ke tangan Negara (Pasal 1058 KUHPer). Penerimaan dengan syarat Kalau penerimaan disertai syarat pendaftaran dulu harta kekayaan, maka akibatnya adalah: - Pembayaran utang-utang. - Harta sendiri tidak ikut menjadi harta pertanggungan. - Hanya diterima sisa dari harta warisan yang telah di peruntukkan pembayaran hutang. - Legat hanya sebesar aktiva warisan tersebut. Kemungkinan yang ketiga bagi seorang ahli waris, yang merupakan suatu jalan tengah antara menerima dan menolak dinamakan menerima dengan “beneficiaire aanvaarding”. Jika ia hendak memilih jalan ini si waris haru menyatakan kehendaknya kepada Panitera di Pengadila Negri setempat dimana warisan itu telah terbuka. Akibat yang terpenting dari “beneficiaire aanvaarding”, bahwa kewajiban si waris untuk melunasi hutang dan beban lainnya di batasi sedemikian rupa, sehingga pelunasan itu hanyalah dilakukan menurut kekuatan warisan, sehingga si waris tidak usah menanggung pembayaran hutang dengan kekayaannya sendiri. Ibid, halaman 103-104.    Dengan begitu, tidak terjadi percampuran antara  harta peninggalan dengan harta kekayaan si pewaris. Apabila hutang-hutang  si meninggal telah dilunasi semuanya dan masih ada sisa dari harta peninggalan, barulah sisa ini boleh di ambil oleh para waris. Kewajiban-kewajiban seorang ahli waris beneficiair Melakukan pencatatan adanya harta peninggalan dalam waktu empat bulan setelahnya ia menyatakan kehendaknya kepada Panitera Pengadilan Negeri, bahwa ia menerima warisannya secara beneficiair. Mengurus serta peninggalan sebaik-baiknya. Selekas-lekasnya membereskan urusan warisan. Apabila diminta oleh semua orang berpiutang harus memberikan tanggungan untuk harga benda-benda yang bergerak beserta benda-benda yang tak bergerak yang tidak diserahkan kepada orang-orang berpiutang yang memegang hypotheek. Memberikanpertanggung jawaban kepada sekalian penagih hutang dan orang-orang yang menerima pemberian secara legaat. Memanggil orang-orang berpiutang yang tidak terkenal, dalam surat kabar resmi. Peraturan-peraturan yang berlaku dalam hal penerimaan atau penolakan warisan Orang yang meninggalkan warisan, tidak diperbolehkan membatasi hak seorang ahliwaris untuk memilih abtara tiga kemungkinan tersebut diatas, yaitu apakah ia akan menerima penuh, menolak atau menerima warisannya dengan bersyarat. Pemilihan antara ketiga kemungkinan tersebut oleh seorang waris tak dapat dilakukan selama warisan belum berbuka. Pemilihan tidak boleh digantungkan pada suatu ketetapan waktu atau suatu syarat. Kepentingan umum, terutama kepentingan orang-orang yang menghutangkan si meninggal mengkehendaki dengan pemilihan itu sudah tercapai sesuatu keadaan yang pasti yang tidak berubah lagi. Pemilihan tidak dapat dilakukan hanya mengenai sebagian saja dari warisan yang jatuh kepada seseorang artinya jika seorang ahliwaris menerima atau menolak, perbuatan itu selaku mengenai seluruh bagiannya dalam warisan. Hanya, mungkin bagi seorang yang selain ia menjadi ahliwaris, baik menurut undang0undang atau menurut surat wasiat, juga ia mendapat legaat untuk menerima legaatnya, tetapi menolak warisannya. Menyatakan menerima atau menolak suatu warisan, adalah suatu perbuatan  hukum yang  terletak dalam lapangan hokum kekayaan. Jika seorang ahliwaris sebelum menentukan sikapnya, ia meninggal, maka haknya untuk memilih beralih pada ahliwarisnya. Ibid., halaman 105-106.