Makalah
AKHLAK TASAWUF
DISUSUN
Oleh :
Asnitha Aritonang NIM : 0705162018
Dosen Pengampu :
Dr. Jafar, MA
FISIKA
Fakultas Sains dan Teknologi
UIN SUMATERA UTARA
T.A 2016/2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan hidayah Allah swt kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya. Makalah ini berisikan tentang akhlak tasawuf.
Selawat serta salam semoga senantiasa tercurah untuk junjungan kita Nabi besar Muhammad saw, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman, dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman dan juga berguna untuk menambah pengetahuan bagi para pembaca.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki masih sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Medan, 15 Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kata tasawuf sudah dikenal, namun bersmaan dengan hal itu pengertian terhadap kata ini kabur dalam beragam makna yang adakalanya malah bertentangan. Hal ini terjadi karena tasawuf atau mistisisme telah jadi semacam milik bersama berbagai agama, filsafat, dan kebudayaan, dalam berbagai kurun masa. Dalam kenyataannya setiap sufi selalu berusaha mengungkapkan pengalamannya dalam kerangka ideology dan pemikiran yang berkembang di tengah masyarakatnya, ini berarti ungkapan-ungkapannya itu tidak dapat bebas dari kemunduran dan kemajuan kebudayaan zamannya sendiri.
Dari sini dapat ditegaskan, bahwa pada dasarnya pengalaman para sufi itu adalah sma. Perbedaan diantara mereka hanyalah karena ketidaksamaan interpretasi atas pengalaman itu sendiri, karena pengaruh kebudayaan di masa sang sufi tersebut berfiliasi.
Abu al-Wafa al-Ganimi al-Taftazani, Madkhal ila al-Tasawwuf al-Islam, Ahmad Rofi’ Utsmani (Penji), Sufi Dari Zaman ke Zaman (Bandung: Pustaka, 1985), 1. Bandingkan dengan W.T Stace, Mysticismand Philosophy (London: Macmillan, 1961), 34-35.
Karya-karya modern dalam bidang tasawuf telah mendiskusi- kan asal-usul kata tasawuf, maeskipun karya-karya klasik harus lebih diutamakan untuk dimanfaatkan sebagai upaya memahaminya secara baik berdasarkan data otentik. Dalam kitab Kasyf al-Mahjub, al-Hujwiri telah menjelaskan asal-usul tasawuf. Pertama, istilah tasawuf berasal dari kata al-Shuf, yaitu wol. Disebut sufi karena kaum sufi mengenakan jubah yang terbuat dari bulu domba. Kedua, istilah kata tasawuf berasal dari kata al-shaf, yaitu barisan pertama, yang bermakna bahwa kaum sufi berada pada barisan pertama di depan Tuhan, karena besarnya keinginan merekan terhadap Tuhan, kecenderunga hati mereka terhadap-Nya dan tinggalnya bagian-bagian rahasia dalam diri mereka dihadapannya. Ketiga, istilah tasawuf berasal dari kata ahl al-shuffh karena pra sufi mengaku sebagai golongan ahl al-shuffah yang diridai Allah. Mereka disebut sufi karena sifat-sifat mereka menyamai sifat orang-orang yang tinggal di serambi masjid (shuffah) yang hidup pada masa Nabi Muhammad Saw. Keempat, istilah tasawuf berasal dari kata al-shafa yang artinya kesucian, sebagai makna bahwa para sufi telah mensucikan akhlak mereka dari noda-noda bawaan, dan karena kemurnian hati dan kebersihan tindakan mereka. Kaum sufi menjaga moral dan mensucikan diri mereka dari kejahatandan keinginan duniawi, sebab itulaah mereka disebut sufi.
‘Ali bin ‘Utsman al-Hujwiri, the Kashf al-Mahjub (Karachi: Ziaul-Quran Public- ations, 2001),hal. 101.
Rumusan Masalah
Apa pengertian Akhlak Tasawuf?
Apa kajian-kajian Akhlak Tasawuf?
Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini untuk menyelesaikan tugas dari mata kuliah Akhlak Tasawuf. Dan untuk lebih memahami :
Pengertian Akhlak Tasawuf.
Kajian-kajian Akhlak Tasawuf.
Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam pembatan karya ilmiah ini adalah metode perpustakaan dan pengambilan dari sumber buku yang berkaitan.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Akhlak Tasawuf
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik. Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat. Cara membedakan akhlak, moral dan etika yaitu Dalam etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam moral dan susila menggunakan tolok ukur norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat (adat istiadat), dan dalam akhlaq menggunakan ukuran Al Qur’an dan Al Hadis untuk menentukan baik-buruknya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak. diaskes pada tanggal 14 Maret 2017, pukul 13.22.
Tasawuf merupakan bagian dari kajian Islam yang tak terpisahkan dari kajian Islam lainnya, seperti halnya pada kajian tauhid dan fikih. Jika aksentuasi kajian tauhid terletak pada soal-soal akidah pengesaan Allah Swt. Dan berbagai hal terkait dengan soal pokok-pokok agama dan kajian fikih menitik beratkan pada soal-soal ijtihadi yang bersifat haliyah-‘amaliyah-furu’iyah, maka tasawuf kajiannya terletak pada soal-soal batini menyangkut hal-hal dzauqi, ruhani, dan sangat esoteric. Hal-hal inilah yang kemudian membawa pada diskursus bahwa inti ajaran tasawuf adalah untuk mencapai kehidupan batini dan ruhani (pertalian langsung dengan Allah).
William C. Chittik, Sufism: A Beginner’s Guide (Oxford: Oneworld, 2008), hal. 4-10
Ilmu kalam itu berlandaskan mash-nash agama, dipertemukan dengan dalil-dalil pikiran dalam membahas akidah dan ibadah merupakan amal badaniyah yang diupayakan dapat menetap ke dalam hati nurani, sehingga bias membentuk jiwa beragama. Tasawus lebih banyak menggunakan perasaan (dzauq) dan latihan kejiwaan (riyadlah) dengan memperbanyak amal ibadah.
Menurut Ibnu Khaldun :
“Ilmu tasawuf ini termasuk ilmu-ilmu yang baru dalam Islam. Asal pokok ajarannya, bahwa cara praktik ubadiyah mereka sejak daripada masa orang-orang salaf dan sahabat-sahabat besar, kemudian para tabiin dan orang-orang sesudahnya, sebagai jalan yang benar dan hidayah.”(HR.Ibnu Khaldun)
Kajian-Kajian Tasawuf
Orisinalitas tasawuf harus tetap berjalan kelindan dengan dua aspek yang mendahuluinya, yaitu berlandaskan akidah (tauhid) dan syariat (fikih). Begitu juga sebaliknya, domain akidah dan fikih tidak boleh lepas kendali dari tasawuf. Tidak boleh dan tidak bias kemudian berjalan sendiri-sendiri. Idealitas ajaran dan kajian Islam adalah menampilkan ketiga domain tersebut secara bersama-sama dan tidak berat sebelah. Orisinalitas ajaran dan kajian Islam, khususnya tasawuf, yang ideal dapat dilihat sebagai berikut.
Tauhid
Tauhid adalah mengesakan Allah Swt. Dalam ibadah dan mohon pertolongan. Seorang muslim hanya beribadah kepada Allah dan hanya memohon pertolongan kepada Allah. Kehidupan sufistik adalah yang berlandaskan tauhid yang intinya dapat tercakup dalam empat perkara.
Tidak mencari Tuhan selain Allah.
Tidak mengambil wali selain Allah.
Tidak mengharap hukum selain hukum Allah.
Tidak mengharap keridaan selain dari Allah.
Harus senatiasa melandaskan segala amalannya dengan syariat (fikih). Karena syarat diterimanya sebuah amalan adalah harus memenuhi dua syarat, yaitu keikhlasah kepada Allah Swt. Semata dan harus sesuai dengan tuntunan Nabi Saw. Sebagai mana sabda Nabi, “Barang siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami, yang tidak kami perintahkan atasnya, maka hal itu ditolak”(HR Bukhari dan Muslim).
Menjaga Keseimbangan
Muslim adalah orang yang dapat menjaga keseimbangan dalam beribadah dan menjalani kehidupannya. Kegiatan untuk akhirat dan amal ibadahnya tidak sampai berlebihan dan tidak sampai melupakan urusan dunianya, apalagi hak-hak orang lain. Shalat, puasa, zakat, haji, berdzikir, tapi tidak juga mencari nafkah, bercanda dengan keluarga, dan olahraga. Dalam hal ini, ada hadis Nabi tentang sikap beliau terhadap sahabatnya yang salah memahami ajaran sehingga ada yang ingin puasa terus tanpa berbuka, ada yang ingin qiyam al-lail tanpa istirahat, dan ada yang tidak ingin menikah. Nabi bersabda, “Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada allah swt., tetapi aku puasa juga berbuka, aku qiyam al-lail juga tidur, dan aku juga menikahi wanita. Dan barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, maka bukan termasuk golonganku” (HR Bukhari dan Muslim).
Berkesinambungan
Setiap nafas seorang muslim hendaknya harus dipenuhi dzikir dan bernilai ibadah. Perintah-perintah ibadah yang ada, seperti shalat lima waktu, shalat Jum’at, shalat hari raya, dan haji, itu semua menuntun muslim untuk menjaga hubungan yang ber- kesinambungan dan tidak terputus dengan Allah.
Mudah dan Luas
Ibadah dalam islam itu sifatnya memang berkesinambungan, tetapi ada kemudahan dan tidak ada pemaksaan untuk melakukan amalan yang di luar kemampuan hamba. Kehidupan ruhani dalam ajaran islam juga kita dapatkan adanya kelonggaran bagi seorang muslim sesuai dengan tingkat keimanannya dan kemampuannya. Dengan demikian, kita dapat kelonggaran islam bagi orang yang hanya sanggup menjaga amalan yang wajib-wajib. Islam tidak menutup jalan bagi para pendosa yang ingin bertaubat. Disamping para pemilik keimanan yang tinggi, seperti sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali yang sanggup melaksanakan amalan-amalan sunnah sebagai tambahan.
Beragam
Seorang muslim dapat menjadikan segala amalan hidupnya bernilai ibadah. Dalam Islam ada ibadah badaniah (bersifat lahir) dan ibadah qalbiah (bersifat batin). Ada perintah dan larangan. Ada yang wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Itu semua menuntut seorang muslim untuk dapat memerhatikan hal-hal prioritas dalam beramal. Contohnya, bersedekah kepada tetangganya yang membutuhkan lebuh diutamakan daripada melaksanakan ibadah haji sunnah.
Universal dan Dinamis
Seorang muslim hendaknya memahami keuniversalan ajaran islam tidak hanya sebatas dalam amalan ibadah. Segala aspek kehidupan yang mencakup urusan dunia atau akhirat harus berlandaskan jaran islam. Seorang muslim tidak boleh memisahkan antara masalah ibadah, politik, ekonomi, social, dan budaya.
Konteksual
Jika tasawuf selama ini diselaraskan dengan kehidupan yang sangat privatindividual, statis, dan jauh dari kemajuan, kiranya hal tersebut mendapat keritik. Sebab, tasawuf dalam perjalanan sejarahnya yang panjang, justru telah membuktukan senantiasa dinamis dan kontekstual.
Integrasi Dalam Sejarah Islam
Sebagai mufti-sufi, Syekh Hasan adalah seorang tokoh terkemuka dalam literatur ilmu agama, terutama teologi, fiqh, dan tasawuf, dan memiliki pengaruh yang lebih besar daripada tokoh sufi lainnya di Sumatera Timur. Ini telah menjadi hasil dari "otoritas keagamaan", yang meliputi goyangan seluruh kesultanan di wilayah ini pada saat itu. Syekh Hasan adalah seorang sufi dari tarekat Naqshabandîyah yang memegang tugas sebagai mufti Kesultanan Deli. silsilah spiritualnya, sayangnya, telah menjadi misteri yang belum terungkap karena tidak adanya literatur yang meng- informasikan kepada kami biografi komprehensif guru Sufi nya. Sebagai pendukung neo-sufisme, ia menulis sejumlah karya dalam teologi, fiqh, astronomi (falak), dan mistis (tasawuf) disiplin. Telah diketahui dari dua nya karya mistik yang ia dikombinasikan syari'at, tarekat, dan haqiqah, dan juga menekankan pentingnya kepatuhan terhadap syariah untuk musyrif dan Salik dalam rangka mencapai "mutiara dari Reality".
Tasawuf dan tarekat telah lama berkembang diIndonesia. Keduanya dikembangkan oleh sufi-sufi yang berasal dari Timur Tengah dan Asia Tengah maupun ulama-ulama Nusantara yang belajar tasawuf dan tarekat di kawasan pusat dunia Islam. Di antara tarekat yang berkembang adalah tarekat Qâdirîyah, 28 Khalwatîyah, 29 Naqshabandîyah, maupun Shat arîyah. 30 Kawasan-kawasan Nusantara yang pertama sekali dimasuki oleh pendakwah-pendakwah Islam adalah Aceh dan pesisir Sumatera Timur (kini Sumatera Utara), 31dan kaum sufi telah memainkan peranan bagi penyebaran Islam dan tradisi tasawuf di daerah tersebut. Di kedua kawasan tersebut, beberapa tarekat telah tumbuh dan berkembang, terutama tarekat Naqshabandîyah yang dikembangkan Shaykh Abdul Wahab Rokan di Langkat.
http://teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/107. diaskes pada tanggal 03 januari 2016
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti, peranggai, tingkah laku atau tabiat. Ahklak adalah hal yang melekat dalam jiwa, dan dari kebiasaan itu akan timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan oleh manusia. Tasawuf itu bersumber dari ajaran Islam itu sendiri ialah al-Qur’an dan Sunah, mengingat yang dipraktekkan Nabi SAW dan para sahabat. Namun setelah tasawuf itu berkembang menjadi pemikiran, bisa saja ia mendapat pengaruh dari luar seperti filsafat Yunani dan sebagainya. Dan andaipun terdapat persamaan dengan ajaran beberapa agama, kemungkinan yang dapat terjadi adalah persamaan dengan agama-agama samawi (Nasrani dan Yahudi), mengingat semua agama samawi berasal dari tuhan yang sama Allah SWT yang dalam Islam diyakini sama mengajarkan tentang kehidupan.
Akhlak Tasawuf memiliki kaitan yang sangat erat dalam kehidupan sehari-hari yakni untuk mencapai akhlak yang mulia diperlukan proses-proses yang biasanya dilakukan oleh pengamal tasawuf. Begitupun sebaliknya, belum dikatakan bertasawuf dengan benar apabila pencapaian akhlak yang mulia belum terpenuhi. Didalamnya juga terdapat ruang lingkup akhlak, sumber kajian tasawuf, dan manfaat mempelajari Akhlak Tasawuf.
DAFTAR PUSTAKA
MA, Dr. Ja’far, 2016.Gerbang Tasawuf. Medan: Perdana Publising.
Ni’am, Syamsun. 2014.Tasawuf Studies.Yogyakarta: Ar-Ruz z Media.
https://id.wikipedia.org/wiki/Akhlak. diaskes pada tanggal 14 Maret 2017, pukul 13.22.
http://teosofi.uinsby.ac.id/index.php/teosofi/article/view/107. diaskes pada tanggal 03 januari 2016.
1