Tafsir Al-Qur’an Surah Nuh (Nabi Nuh)
Surah Makkiyyah; surah ke 71: 28 ayat
bismillaaHir rahmaanir rahiim
(“Dengan menyebut Nama Allah Yang Mahapemurah lagi Mahapenyayang”)
“1. Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih”, 2. Nuh berkata: “Hai kaumku, Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, 3. (yaitu) sembahlah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaKu, 4. niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu Mengetahui.” (Nuh: 1-4)
Allah berfirman seraya mengabarkan tentang Nuh, bahwasannya dia diutus kepada kaumnya untuk memberi peringatan kepada mereka akan siksa Allah, yaitu sebelum siksaan tersebut menimpa mereka. Jika mereka mau kembali dan bertaubat, maka siksaan tersebut batal ditimpakan kepada merek. Oleh karena itu Allah berfirman:
An andzir qaumaka ming qabli ay ya’tiyaHum ‘adzaabun aliim. Qaala yaa qaumi inniii lakum nadziirum mubiin (“Berilah peringatan kepada kaummu sebelum datang kepada mereka adzab yang pedih. Nuh berkata: ‘Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepadamu.’”) yakni yang menjelaskan peringatan dengan jelas dan gamblang.
Ani’budullaaHa wattaquuHu (“Yaitu ibadahilah olehmu Allah, bertakwalah kepada-Nya.”) yakni tinggalkan semua yang diharamkan-Nya dan janganlah berbuat dosa kepada-Nya.
Wa athii’uuna (“dan taatlah kepadaku.”) yakni kepada apa saja yang aku perintahkan kepada kalian dan aku larang mengerjakannya.
Yaghfirlakum min dzunuubikum (“Niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu.”) yakni jika kalian membenarkan apa yang aku bawa kepada kalian, pastilah Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian. Kata min di sini, ada yang mengatakan sebagai tambahan. Tetapi pendapat yang mengatakan sebagai tambahan tersebut dalam itsbat [penetapan] hanya sedikit sekali. Darinya muncul ungkapan bahasa Arab: “Qad kaana min matharin.”
Ada juga yang berpendapat kata min itu berarti ‘ain, dengan pengertian: Dia akan memberikan ampunan atas dosa-dosa kalian. Dan pendapat tersebut menjadi pilihan Ibnu Jarir.
Dan ada yang berpendapat kata tersebut dimaksudkan untuk menyatakan sebagian [tab’idh]. Artinya mengampuni dosa-dosa besar kalian yang Dia menjanjikan siksaan kepada kalian jika kalian melakukannya.
Wa yu-akhkhirkum ilaa ajalim musamman (“dan menangguhkanmu sampai pada waktu yang ditentukan.”) yakni, memperpanjang umur kalian dan menunda ditimpakannya adzab kepada kalian yang jika kalian tidak menghindari berbagai hal yang dilarang-Nya, pasti Dia akan menimpakannya kepada kalian.
Firman Allah: inna ajalallaaHi idzaa jaa-a laa yu-akhkharu lau kuntum ta’lamuuna (“Sesungguhnya apabila telah datang ketetapan Allah tidak dapat ditangguhkan, seandainya kamu mengetahui.”) maksudnya bersegeralah kalian untuk berbuat taat sebelum penderitaan itu ditimpakan. Sebab jika Allah Ta’ala telah memerintahkan penimpaannya, niscaya tidak akan ada yang mampu menolak dan menahannya, karena Dia Mahaagung, Rabb yang menguasai segala sesuatu. Yang Mahaperkasa, karena keperkasaan-Nya semua makhluk tunduk kepada-Nya.
“5. Nuh berkata: “Ya Tuhanku Sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, 6. Maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). 7. dan Sesungguhnya Setiap kali aku menyeru mereka (kepada iman) agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (kemukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan sangat. 8. kemudian Sesungguhnya aku telah menyeru mereka (kepada iman) dengan cara terang-terangan. 9. kemudian Sesungguhnya aku (menyeru) mereka (lagi) dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, 10. Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, 11. niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, 12. dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan Mengadakan untukmu kebun-kebun dan Mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. 13. mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? 14. Padahal Dia Sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. 15. tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat? 16. dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita? 17. dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah dengan sebaik-baiknya, 18. kemudian Dia mengambalikan kamu ke dalam tanah dan mengeluarkan kamu (daripadanya pada hari kiamat) dengan sebenar-benarnya. 19. dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, 20. supaya kamu menjalani jalan-jalan yang Luas di bumi itu”. (Nuh: 5-20)
Allah Ta’ala mengabarkan tentang seorang hamba sekaligus Rasul-Nya, Nuh as. dimana Nuh as. mengadu kepada Rabb-Nya Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia tentang perlakuan tidak menyenangkan yang ia terima dari kaumnya. Dan juga kesabarannya dalam menghadapi mereka selama masa yang cukup panjang, yaitu selama 950 tahun. Juga apa yang telah ia jelaskan dan terangkan kepada kaumnya serta seruannya kepada mereka kepada jalan yang lurus.
Bersambung ke bagian 2
Tafsir Al-Qur’an Surah Nuh (Nabi Nuh)
Surah Makkiyyah; surah ke 71: 28 ayat
Nuh as. berakata: rabbi innii da-‘autu qaumii lailaw wa naHaaran (“Ya Rabbku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang hari.”) maksudnya aku tidak pernah diam untuk menyeru mereka pada malam dan siang hari sebagai upaya mentaati perintah-Mu dan mencari keridlaan-Mu.
Falam yazidHum du-‘aa-ii illaa firaaran (“Tetapi seruanku itu hanya menambah mereka lari.”) yaitu setiap kali aku menyeru mereka agar mendekatkan diri kepada kebenaran, mereka justru melarikan diri darinya dan menjauhinya.
Wa innii kullamaa da-‘autuHum litaghfiralaHumm ja’aluu ashaabi-‘aHum fii aadzaaniHim wastaghsyau tsiyaabaHum (“Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru kepada mereka [kepada iman] agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya.”) maksudnya, mereka menutupi telinga mereka agar tidak mendengar apa yang ia sampaikan. Sebagaimana yang dikabarkan oleh Allah Ta’ala mengenai orang-orang kafir Quraisy yang artinya: “Dan orang-orang yang kafir berkata: ‘Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan [mereka].’” (Fushshilat: 26)
Wastaghsyau tsiyaabaHum (“Dan menutupkan bajunya.”) Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas: “Mereka mengingkarinya agar dia tidak mengetahui mereka.”
Sa’id bin Jubair dan as-Suddi mengatakan: “Mereka menutup kepala agar mereka tetap menjalankan kemusyrikan dan kekufuran yang sangat seperti yang sedang mereka jalani.
Wastakbarus tikbaaran (“dan menyombongkan diri dengan sangat”) maksudnya mereka enggan mengikuti kebenaran dan tidak tunduk kepadanya.
Tsumma innii da’autuHum jiHaaran (“Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka [kepada iman] dengan cara terang-terangan.”) yakni secara terang-terangan di tengah-tengah ummat manusia.
Tsumma innii a’lantu laHum (“Kemudian sesungguhnya aku [menyeru] mereka [lagi] dengan terang-terangan.”) yakni dengan kata-kata yang sangat jelas dan dengan suara yang keras. Wa asrartu laHum israaran (“dan dengan diam-diam”) yakni yang berlangsung antara diriku dengan mereka, lalu aku menyampaikan dakwah dengan cara yang beragam agar lebih merasuk ke dalam hati mereka.
Faqultus taghfiruu rabbakum innaHuu kaana ghaffaaran (“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb-Mu, sesunggunya Dia adalah Mahapengampun.’”) yakni kembalilah kalian kepada-Nya dan tinggalkanlah apa yang selama ini kalian geluti serta bertaubatlah kepada-Nya dari dekat, karena sesungguhnya barangsiapa bertaubat kepada-Nya, pasti Dia akan menerimanya, sebanyak apapun dosanya dan sedalam apa pun kekufuran dan kemusyrikan yang telah diselaminya.
Oleh karena itu Dia berfirman: yursilis samaa-a ‘alaikum mid-raaran (“Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”) yakni hujan yang terus-menerus. oleh karena itu disunnahkan untuk membaca surat ini pada shalat istisqa’ (shalat minta hujan), karena ayat ini. Demikianlah yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab, bahwasannya dia pernah menaiki mimbar untuk meminta turun hujan, maka dia tidak membaca lebih dari istighfar dan beberapa ayat al-Qur’an di dalam istighfar, dan di antaranya adalah ayat ini:
Faqultus taghfiruu rabbakum innaHuu kaana ghaffaaran yursilis samaa-a ‘alaikum mid-raaran (“Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Rabb-Mu, sesunggunya Dia adalah Mahapengampun.’Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat.”) kemudian Umar mengatakan: “Sesungguhnya aku telah meminta turun hujan melalui gumpalan-gumpalan di langit yang dengannya hujan turun.”
Ibnu ‘Abbas dan yang lainnya mengatakan: “Yakni turun sebagaian atas sebagian yang lainnya.”
Firman Allah: wa yumdidkum bi amwaaliw wa baniina wa yaj’allakum jannaatiw wa yaj’allakum anHaaran (“Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan [pula di dalamnya] untukmu sungai-sungai.”) maksudnya jika kalian bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-Nya serta mentaati-Nya, niscaya Dia akan memperbanyak rizky untuk kalian serta mencurahkan hujan kepada kalian dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dari bumi, juga menumbuhkan berbagai macam tanaman untuk kalian, menggandakan susu ternak, dan melimpahkan harta dan juga anak. Artinya Dia akan memberikan kalian harta kekayaan dan juga anak serta memberi kalian kebun-kebun yang di dalamnya terdapat berbagai macam buah-buahan, dialiri pula oleh sungai-sungai yang mengalir di sela-selanya. Yang demikian itu merupakan wujud dakwah dengan targhib (dorongan).
Kemudian Nuh as. berpaling dari cara itu menyeru mereka dengan tarhib (memberikan rasa takut), dimana dia berkata: maa lakum laa tarjuuna lillaaHi waqaaran (“Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?”) maksudnya keagungan Allah. Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan adh-Dhahhak. Wa qad khalaqakum ath-waaran (“Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakanmu dalam beberapa tingkatan kejadian.”) ada yang mengatakan: “Artinya dari nuthfah [setetes mani], kemudian menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging.” Demikian yang dikemukakan oleh Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Qatadah, Yahya bin Rafi’, as-Suddi, dan Ibnu Zaid.
Firman Allah: alam tarau kaifa khalaqallaaHu sab’a samaawaatin thibaaqan (“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat?”) yakni satu tingkat di atas tingkat yang lainnya. Maksudnya, Allah, khalaqallaaHu sab’a samaawaatin thibaaqan, wa ja’alal qamara fiiHinna nuuraw waja’alasy syamsa siraajan (“telah menciptakan tujuh langit bertingkat-tingkat. Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita.”) maksudnya ada perbedaan antara keduanya dalam cahaya, Dan Dia menjadikan masing-masing dari keduanya sesuai ketentuannya, untuk diketahui malam dan siang dengan terbit dan terbenamnya matahari. Dan Dia juga menetapkan bagi bulan beberapa perhentian dan bintang yang keduanya mempunyai perbedaan cahaya, terkadang bertambah sampai puncak, kemudian cahaya mulai surut lagi sampai tidak tampak. Yang demikian itu untuk menunjukkan perjalanan bulan dan tahun, sebagaimana yang difirmankan Allah yang artinya:
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Yunus: 5)
Bersambung ke bagian 3
Tafsir Al-Qur’an Surah Nuh (Nabi Nuh)
Surah Makkiyyah; surah ke 71: 28 ayat
Dan firman Allah: wallaaHu ambatakum minal ardli nabaatan (“Dan Allah menumbuhkanmu dari tanah dengan sebaik-baiknya.”) ini merupakan isim masdar, dan menggunakannya disini adalah lebih baik. Tsumma yu’iidukum fiiHaa (“Kemudian Dia mengembalikanmu ke dalam tanah.”) yakni jika kalian telah meninggal dunia. Wa yukhrijukum ikhraajan (“dan mengeluarkanmu dengan sebenar-benarnya.”) yakni pada hari kiamat, Dia akan mengembalikan kalian sebagaimana Dia menciptakan kalian pertama kali. wallaaHu ja’alalakumul ardla bisaathan (“Dan Allah menjadikan bumi sebagai hamparan untukmu.”) yakni menghamparkan, membentangkan, meneguhkan, dan mengokohkannya dengan gunung-gunung yang tinggi menjulang lagi kokoh, litaskunuu minHaa subulan fijaajan (“Supaya kamu menempuh jalan-jalan yang luas di bumi itu.”) maksudnya, Dia menciptakannya untuk kalian agar kalian menetap dan melintasi jalanan di sana, kemana saja kalian kehendaki dari penjuru dan belahannya.
Semua itu merupakan rangkaian peringatan Nabi Nuh as. kepada kaumnya mengenai kekuasaan dan keagungan Allah dalam menciptakan langit dan bumi serta nikmat-nikmat-Nya yang diberikan kepada mereka, dimana Dia memberikan berbagai macam manfaat langit dan bumi kepada mereka. Dengan demikian, Dia adalah Sang Pencipta lagi Pemberi rizky, yang telah menjadikan langit sebagai bangunan dan bumi terhampar, Dia juga meluaskan rizky bagi makhluk-makhluk-Nya. Dia-lah Rabb yang wajib diibadahi, diesakan, serta tidak boleh disekutukan dengan suatu apapun, karena tidak ada satu pun yang dapat menandingi-Nya dan tidak juga menyamai-Nya. Dia adalah Rabb yang tidak beristri dan tidak beranak, tidak memiliki wakil dan penasehat, tetapi Dia adalah Rabb Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.
“21. Nuh berkata: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka, 22. dan melakukan tipu-daya yang Amat besar”. 23. dan mereka berkata: “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa’, yaghuts, ya’uq dan nasr.” 24. dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kesesatan.” (Nuh: 21-24)
Allah Ta’ala berfirman seraya mengabarkan tentang Nuh as. bahwasannya dia mengadu keapda-Nya, sedang Dia Mahamengetahui, tidak ada sesuatu pun luput dari pengetahuan-Nya. Meski Dia telah memberikan penjelasan yang disebutkan terdahulu, juga dakwah yang cukup banyak ragamnya, yang terkadang menggunakan targhib [motifasi] dan terkadang dengan menggunakan tarhib [ancaman], dia mengadukan bahwa mereka telah durhaka, menentang dan mendustakannya serta lebih mengikuti para penghamba dunia dari kalangan orang-orang yang lalai dari perintah Allah dan bersenang-senang dengan kekayaan dan anak. Pada saat yang sama, ia merupakan tahapan dan penangguhan semata, bukan sebagai penghormatan.
Oleh karena itu, Dia berfirman: Wat taba’uu mallam yazidHu maaluHuu wawaladuHuu illaa khasaaran (“dan mereka telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka.”) kata wawaladuHuu; dibaca dengan harakat dlammah dan juga fathah [yakni dengan memberi harakat fathah pada huruf wawu dengan sukun pada lam. Dan fathah pada wawu dan juga lam. Bacaan pertama disampaikan oleh Abu ‘Amar, Ibnu Katsir, Hamzah, an-Nasa-i, dan yang lainnya berpegang pada bacaan kedua]. Dan keduanya saling berdekatan.
Firman Allah: wa makaruu makran kubbaaran (“Dan melakukan tipu daya yang amat besar.”) Mujahid mengatakan: “Kubbaaran artinya agung.” Ibnu Zaid mengatakan: “Kubbaaran artinya besar.” Sedangkan masyarakat Arab biasa mengatakan: “Amrun ‘ajiib” atau “’Ujjaab” dengan menggunakan tasdid maupun tidak, yang keduanya mempunyai makna yang sama.
Dan makna dari firman Allah: wa makaruu makran kubbaaran (“Dan melakukan tipu daya yang amat besar.”) yakni dengan mengikuti mereka sambil melancarkan tipu daya bahwa mereka berada di jalan kebenaran dan petunjuk, sebagaimana yang mereka katakan pada hari kiamat kelak. “Sebenarnya tipu daya pada waktu malam dan siang [yang menghalangi kami], ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya.” (Saba’: 33)
Oleh karen itu disini Allah berfirman: wa makaruu makran kubbaaran. Wa qaaluu laa tadzarunna aaliHatakum walaa tadzarunna waddaw walaa suwaa’aw walaa yaghuutsa wa ya-‘uuqa wa nasran (“Dan melakukan tipu daya yang amat besar. Dan mereka berkata: ‘Jangan sekali-sekali kamu meninggalkan [penyembahan] ilah-ilahmu dan jangan pula sekali-sekali kamu meninggalkan [penyembahan] Wadd, dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.”) dan inilah nama-nama beberapa patung yang mereka jadikan sembahan selain Allah.
Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Ibnu ‘Abbas, berhala-berhala yang terdapat pada masa kaum Nuh, di Arab dikenal kemudian. Adapun Wadd merupakan sembahan suku Kalb di Daummatul Jandal. Suwa’ adalah sembahan Hudzail. Dan Yaghuts adalah sembahan suku Murad, kemudian pindah ke Bani Ghathif di lereng bukit yang terletak di kota Saba’.
Sedangkan Ya’uq adalah sembahan Hamdan, dan Nasr merupakan sembahan Himyar, milik keluarga Dzu Kila’. Semuanya itu merupakan nama orang-orang shalih dari kaum Nabi Nuh as. Setelah mereka meninggal, syaitan membisikkan kepada kaum dari orang-orang shalih tersebut agar mereka membuatkan patung-patung mereka di majelis-majelis yang menjadi tempat duduk mereka, yang sekaligus diberi nama dengan nama-nama mereka. Kemudian kaum itupun mengerjakan bisikan syaitan tersebut sehingga ketika orang-orang shalih itu telah wafat [generasi pertama] dan ilmu pun sudah mulai terkikis, maka patung-patung itu pun akhirnya dijadikan sembahan oleh generasi berikutnya.
Bersambung ke bagian 4
Tafsir Al-Qur’an Surah Nuh (Nabi Nuh)
Surah Makkiyyah; surah ke 71: 28 ayat
Firman Allah: wa qad a-dlalluu katsiiran (“Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan manusia”) yaitu patung-patung yang mereka jadikan sembahan dan yang dengannya mereka telah banyak menyesatkan banyak orang. Dan sembahan tersebut masih terus berlanjut pada abad-abad berikutnya sampai zaman sekarang ini di negeri Arab dan non Arab serta seluruh lapisan anak cucu Adam. Dan dalam doanya Ibrahim berucap: “Waj-nubnii wa baniyya an na’budal ashnaama. Rabbi innaHunna a-dlallna katsiiram minan naas (“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala. Ya Rabb-ku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak orang.” (Ibrahim: 36)
Firman-Nya: wa laa tazididh dhaalimiina illaa dlalaalan (“Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang dhalim itu selain kesesatan.”) yang demikian itu merupakan doa Nabi Nuh as. untuk kaumnya atas keangkuhan, kekufuran, dan keingkaran mereka. Sebagaimana Musa as. dulu pernah juga memanjatkan doa yang sama untuk Fir’aun dan bala tentaranya melalui firman-Nya yang artinya: “Ya Rabb kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (Yunus: 88).
Dan Allah akan mengabulkan doa setiap Nabi untuk kaumnya dan Dia tenggelamkan ummatnya karena kedustaan mereka terhadap apa yang dia bawa.
“25. disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, Maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Allah. 26. Nuh berkata: “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. 27. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat ma’siat lagi sangat kafir. 28. Ya Tuhanku! ampunilah Aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahKu dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (Nuh: 25-28)
Allah Ta’ala berfirman: mimmaa khathii-aatiHim ughriquu (“Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan.”) yakni karena banyaknya dosa mereka, pembangkangan serta sikap mereka yang terus-menerus dalam kekufuran serta penentangan mereka terhadap Rasul mereka.
Ughriquu fa ud-khiluu naaran (“Mereka ditenggelamkan, lalu dimasukkan ke neraka.”) yakni mereka dipindahkan dari aliran laut menuju panasnya api neraka. falam yajiduu laHum min duunillaaHi anshaaran (“Maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain Allah.”) maksudnya mereka tidak mendapatkan seorang penolong, pemberi bantuan, dan penyelamatpun yang bisa menyelamatkan mereka dari adzab Allah. Yang demikian itu seperti firman-Nya yang artinya: “Pada hari ini tidak ada yang dapat memberikan perlindungan dari keputusan Allah kecuali orang yang disayangi oleh Allah.” (Huud: 43)
Wa qaala nuuhur rabbi laa tadzar ‘ardli minal kaafiriina dayyaaran (“Nuh berkata: ‘Ya Rabb-ku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.’”) maksudnya, janganlah Engkau membiarkan seorang pun dari mereka untuk menetap di bumi ini atau di satu tempat tinggal. Yang demikian merupakan bentuk sighah penegasan [untuk] penafian.
Adh-Dhahhak mengatakan: “Satu tempat tinggal pun.” As-Suddi mengatakan: “Beberapa tempat tinggal yang menempati satu tempat tinggal.”
Maka Allah pun mengabulkan permintaannya, sehingga Dia membinasakan mereka semua [orang kafir] yang ada di muka bumi ini sampai anak kandungnya sendiri yang memisahkan diri dari ayahnya. Lalu Allah menyelamatkan semua orang yang menaiki bahtera, yang mereka semua beriman kepada Nuh as. Mereka itulah orang-orang yang oleh Allah, Nuh diperintahkan untuk membawanya.
Firman Allah: innaka in tadzarHum yu-dlilluu ‘ibaadaka (“Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu”) maksudnya, sesungguhnya jika Engkau biarkan seorang saja dari mereka tetap hidup, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, yaitu yang Engkau ciptakan setelah mereka.
Walaa yaliduu illaa faajiran kaffaaran (“Dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat lagi sangat kafir.”) yakni pelaku maksiat dalam perbuatan dan kafir dalam hati. Semuanya itu diketahui oleh Nuh karena pengalamannya hidup bersama mereka dan tinggal di tengah-tengah mereka selama 950 tahun.
Kemudian Nuh as. berkata: rabbigh firlii waliwaalidayya wa liman dakhala baitiya mu’minan (“Ya Rabb-ku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan orang yang masuk ke rumahku dengan beriman.”) adh-Dhahhak mengatakan: “Yakni masjidku.” Dan tidak ada halangan untuk membawa ayat tersebut pada makna lahiriyah, yaitu bahwa Nuh as. selalu mendoakan setiap orang yang masuk ke rumahnya sedang dia dalam keadaan mukmin.
Dan firman Allah: wa lil mu’miniina wal mu’minaat (“Dan semua orang yang beriman, laki-laki dan perempuan.”) dia mendoakan seluruh orang yang beriman baik laki-laki maupun perempuan. Yang demikian mencakup semua orang yang hidup maupun yang sudah mati di antara mereka. Oleh karena itu disunnahkan untuk memanjatkan doa ini sebagai upaya mengikuti Nabi Nuh as. dan juga apa yang disebutkan dalam atsar-atsar serta doa-doa yang populer lagi disyariatkan.
Dan firman Allah: walaa tazididh dhaalimiina illaa tabaaran (“Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang dhalim itu selain kebinasaan.”) as-Suddi mengatakan: “Yakni melainkan hancur binasa.” Sedangkan Mujahid mengemukakan: “Melainkan benar-benar merugi, yaitu di dunia dan akhirat.”
Sekian.