Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
PENDAHULUAN ABSTRAK Euthanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup seseorang ketika mengalami sakit yang tidak dapat disembuhkan, guna mengakhiri penderitaannya. Di Indonesia, euthanasia tidak dapat dilakukan dan merupakan perbuatan yang ilegal. Baik dalam hukum positif maupun dalam kode etik kedokteran diatur bahwa melakukan euthanasia tidaklah diperbolehkan. Bila dikaji dalam perspektif Hukum Islam, diatur bahwa euthanasia aktif adalah perbuatan yang diharamkan dan diancam oleh Allah SWT dengan hukuman neraka bagi yang melakukannya. Kata Kunci: euthanasia, hukum Islam, kematian. ABSTRACT Euthanasia is an attempt to end someone life when he/she has an uncurable illness, euthanasia will be done in order to release his/her from suffering his/her illness. In Indonesia, euthanasia can not be done and it is classified as an illegal act. Both in the positive law and the ethics code regulate that performing an euthanasia is not allowed. Regarded to the perspective of Islamic law, also regulated that an active euthanasia is an act that is forbidden and punishable by God with a punishment of hell for those who did.
Euthanasia Euthanasia berasal dari kata Yunani Eu yang berati baik, dan Thanatos yaitu mati.Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah dan tanpa merasakan sakit.Oleh karena itu, Euthanasia sering disebut juga dengan Mercy Killing atau mati dengan tenang. Euthanasia dalam bahasa Arab yaitu qatluar-rahmaatau taysir al-maut. Euthanasia merupakan suatu tindakan medis yang dilakukan secara sadar untuk mengakhiri suatu kehidupan untuk melepaskannya dari penderitaan yang tidak ada pengobatan yang memungkinkan. Euthanasia berasal dari bahasaYunani yaitu eu yang berarti indah dan thanathos yang berarti mati. Secara etimologi, euthanasia berarti mati dengan baik dan indah sedangkan secara harfiah euthanasia tidak bisa diartikan sebagai suatu pembunuhan atau upaya menghilangkan nyawa seseorang. Pengertian Euthanasia Menurut Para Ahli : 1. Menurut Philo (50-20 SM) Euthanasia berartimatidengantenangdanbaik. 2. Menurut Suetonis penulis Romawi dalam bukunya yang berjudul Vita Ceaserum Euthanasia yaitu ³mati cepattanpaderita´. 3. MenurutHilman (2001) Euthanasia berarti "pembunuhantanpapenderitaan" (mercy killing) 4. MenurutHasan, 1995:145 Euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dilami oleh seseorang yang akan meninggal menjadi lebih ringan. Euthanasia juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya. 5. Menurut Djoko Prakoso dan Djaman Andhi Nirwanto Euthanasia adalah suatu kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter. Yang dimaksud dengan pertolongan atau dokter dalam euthanasia ini adalah pemberian suntikan yang dapat mempercepat kematian pasien, sedangkan tanpa bantuan dokter ialah pasien penderita gawat darurat/kritis itu dibiarkan begitu saja tanpa diberikan pelayanan medis sehingga ia meninggal karenanya. 6. Menurut Deklarasi Lisabon 1981
Agustina Meri, 2023
Etika adalah masalah moral, yaitu soal benar dan salah dalam suatu tindakan. Nilai-nilai yang menjadi standar seseorang dalam menetapkan sesuatu benar atau salah sudah tentu berbeda-beda tergantung kepada latar belakang, lingkungan, keyakinan dan kedewasaan seseorang. Satu sumber utama etika adalah Alkitab yang menghasilkan etika Kristen. Etika Kristen berdasarkan kehendak-kehendak Allah seperti yang diwahyukan kepada manusia melalui Alkitab. Karena Allah adalah Sang Pencipta dan yang mahakuasa, mahatahu dan kekal, etika Kristen bersifat mutlak, yaitu selalu benar, tidak bergantung kepada waktu, tempat dan lingkungan. Etika Kristen juga bersifat mengikat bagi umat-Nya, yaitu menuntut umat mematuhinya. Menurut hasil kajian penulis, Etika Kristen jika diperhadapkan dengan tindakan hukuman mati dan euthanasia merupakan hal yang dilema, namun jika kita bercermin pada firman Allah, dan norma-norma yang berlaku maka tindakan hukuman mati dan euthanasia yang dilakukan bukanlah tindakan kejahatan dengan berbagai pertimbangan dan utamanya berpatokan pada kehendan Allah dan demi kesejahteraan dan keadilan, dan kasih.
fakultas hukum, 2018
Abstrak Ciri khas Negara Jepang terletak pada kebudayaan tradisionlanya yang bertahan sampai saat ini. Dalam kebudayaan tradisional Jepang kita akan melihat salah satu sistem kelompok sosial yang sampai saat ini masih dipertahankan yaitu sistem Ie. Secara garis besar. Berbeda dengan di Indonesia, yakni terdapat tiga sistem pewarisan, karena begitu kentalnya budaya masyarakat Jepang pembagian waris pun dilakukan dengan cara adat. Dimana ketentuan adat tersebut sangat jauh berbeda dengan ketentuan dalam hukum waris Islam (ilmu faraidh). Hal ini menarik, karena beberapa Masyarakat Jepang pun ada yang berkepercayaan Islam. Metode Penelitian yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif yaitu pengolahan data yang didasarkan pada hasil studi lapangan yang kemudian dipadukan dengan data yang diperoleh dari Studi Kepustakaan, sehingga dari sana akan diperoleh data yang akurat sedangkan permasalahannya dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Jika dipandang dari segi Islam, kebiasaan nakayoushi yang ada di Jepang tidak mencerminkan keadilan yang sesuai dengan syari"at Islam. Padahal sebagaimana yang kita ketahui, hukum waris dibentuk sedemikian rupa dan diwujudkan dalam suatu ilmu waris Islam atau biasa disebut ilmu faraidh adalah semata-mata untuk menghindari dari permusuhan dan menciptakan suatu keadilan bagi umat muslim di dunia. A. PENDAHULUAN Jepang adalah salah satu negara dengan pengaruh budaya yang kuat, dilihat dari tinjauan sejarah peradaban Jepang yang cukup kompleks. Budaya Jepang menjadi salah satu jalan Jepang berkembang sebagai satu dari sekian negara maju di dunia. Karena kedisiplinan dan tertibnya masyarakat Jepang itulah yang menjadi dasar Jepang menjadi Negara maju yang selalu dijadikan Role model atau panutan dalam hal pendidikan. Bagaimana kedispilinan dan ketertiban ini
Tahkim, 2021
Banyak pernikahan dilakukan saat usia seseorang belum cukup dewasa. Oleh karena itu, dalam hukum Islam dan hukum di Indonesia pembatasan usia nikah merupakan suatu ketentuan yang bersifat ijtihad. Dalam penelitian ini akan membahas tentang batasan usia menikah dalam perspektif hukum Islam dan hukum di Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian literatur. Dari penelitian ini didapat bahwa pembatasan usia menikah bagi laki-laki dan perempuan adalah setara yaitu 19 tahun. Untuk menentukan usia nikah, secara metodologis didasarkan kepada metode mashlahah mursalah sehingga tidak bertentangan dengan nash dan tidak ada nash khusus yang bisa dijadikan acuan untuk ber qiyas. Konsep mashlahah mursalah digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tentang ketidakjelasan batas usia menikah. Maslahah mursalah menjelaskan bahwa kemaslahatan di tempat tertentu dapat dijadikan sebagai penjelas untuk batas usia menikah, walaupun itu tidak terdapat penjelasan secara rinci dalam nash Al-Qur'an. Kemaslahatan yang dimaksudkan ini merupakan batas usia untuk menikah yang telah ditetapkan dalam hukum Islam. Kata kunci: Batas usia menikah, hukum Islam, hukum Indonesia ABSTRACT Many marriages occur when a person is not old enough. Therefore, under Islamic law and Indonesian law the restriction of marriage age is a ijtihad stipulation. In this study we will discuss the boundaries of marriage age in a perspective on Islamic law and law in Indonesia. This type of study is literature research. From this study, the restriction on the marriage age of men and women is equivalent to 19 years old. To define marriage age, methodologs are based on mashlahah methods, thus not contradicting Nash and there is no specific Nash to be referenced for qiyas.The concept of mashlahah muris used to address the question of inclarity of marriage age. Maslahah murexplains that taking on a certain locality may be held asa metaphor for bataa marriage, although there is no detailed explanation in the Nash qur 'an. The socalled conformity that is intended is an age limit for marriage established in Islamic law.
Abstraksi Dalam hukum Islam Jarimah penyelundupan dapat dikatagorikan ke dalam jarimah sariqah. Kata sariqah diambil dari kata "sarqun" artinya samar dan tidak jelas. Al-Qur'an telah menjelaskan, bahwa kita sebagai umat manusia dilarang untuk memakan harta sesamanya dengan cara sembunyi-bunyi (samar). Sehingga di sini Islam memandang bahwa penyelundupan erat kaitannya dengan masalah penipuan, karena penyelundupan merupakan berbuatan yang terselubung. Al-Gabn menurut bahasa bermakna al-Khada' (penipuan). Gabn adalah membeli sesuatu dengan harga tinggi dari harga rata-rata, atau dengan harga yang lebih rendah dari harga rata-rata.
Abstract: One fund products offered by the bank to customers are deposits. Deposits are deposits that can be withdrawn only at a specific time based on an agreement between the customer and the bank. Depositing money in the bank is one means of profitable investments. But on the other hand, in recognition of usury in the public interest to make the banks are having doubts on deposit products. This article tries to find out how Islamic legal review of the deposits. Keywords: deposits, bank, Islamic law
A Latar Belakang Masalah Pada dasarnya Manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna di muka bumi ini, karena manusia diberi kelebihan akal untuk berpikir dan menjalankan kehidupannya. sehingga dengan kelebihan itu manusia dituntut untuk dapat membedakan yang baik dan yang buruk, yang halal dan yang haram, yang diperintah dan dilarang serta segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan manusia yang memerlukan pemilihan untuk dijalani dan ditinggalkan. Sebagai manusia dalam kehidupan di dunia demi kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari berbagaimacam kebutuhan baik kebutuhan primer (adh-dharury), sekunder (al-hajy) dan tersier (at-takhsiny). 1 Untuk memenuhi segala kebutuhan manusia tersebut tidak bisa melakukan sendiri tetapi membutuhkan orang lain karena itu sudah menjadi sifat dasar dari manusia yang di ciptakan oleh Allah untuk saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al-Maidah: 2 ... 1 1 1 Nazar Bakri, Problema pelaksanaan Fiqh Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994, h. 99.
UAS PPKN, 2024
1945[1]. Hutan, sebagai aset utama dalam pembangunan nasional, memberikan berbagai manfaat yang signifikan bagi kehidupan masyarakat Indonesia, baik dari segi ekologi, sosial, budaya, maupun ekonomi, dengan cara yang seimbang dan dinamis. Pengelolaan hutan yang berkelanjutan, pemanfaatan yang bijak, perlindungan, dan pelestariannya sangat penting untuk kesejahteraan generasi saat ini dan masa depan. Sebagai penyangga kehidupan, hutan telah memberikan kontribusi yang besar bagi umat manusia dan oleh karena itu harus dijaga dengan baik. Peran hutan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global menunjukkan keterkaitannya yang penting dengan komunitas internasional, sambil tetap mengutamakan kepentingan nasional[2]. Kerusakan dan degradasi hutan di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah ketidaktersusunan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah kehutanan serta aspek terkait seperti pertanahan, pertambangan, perkebunan, tata ruang, lingkungan, dan kewenangan pemerintah. Sistem hukum yang ada belum tersusun secara komprehensif, harmonis, dan sinkron baik secara vertikal maupun horizontal. Seharusnya, semua aturan hukum kehutanan yang berlaku harus tersusun dalam sebuah sistem hukum yang terintegrasi. Para sosiolog hukum seperti Kees Schuit, L.M. Friedman, dan Soerjono Soekanto memandang hukum sebagai sistem atau tatanan hukum yang terdiri dari tiga komponen utama: (1) unsur idiel yang mencakup keseluruhan aturan, (2) unsur asas-asas hukum, dan (3) unsur kaidah-kaidah. Unsur idiel harus mencerminkan Pancasila sebagai falsafah negara yang mendasari semua peraturan perundang-undangan kehutanan. Ini berarti bahwa peraturan hukum di bidang kehutanan harus merujuk pada nilai-nilai Pancasila sebagai landasan utama dalam tata hukum Indonesia. Unsur asas hukum dalam peraturan perundang-undangan kehutanan haruslah merupakan turunan dari asas hukum yang terkandung dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, yang menetapkan bahwa penguasaan negara atas bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sedangkan unsur kaidah-kaidah yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan kehutanan harus mampu mengimplementasikan asas hukum penguasaan negara atas sumber daya alam tersebut dalam bentuk peraturan yang demokratis, adil, dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam yang diatur dalam Ketetapan MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam[3]. Peraturan perundang-undangan kehutanan yang tidak harmonis, tidak sinkron, dan tidak komprehensif akhirnya menyebabkan timbulnya berbagai sengketa dan konflik di lapangan. Dampaknya tidak hanya merugikan pemerintah dan pengusaha, tetapi juga masyarakat, terutama mereka yang tinggal di dalam atau di sekitar hutan. Contohnya terlihat dalam proses
International Journal of Research in Business and Social Science (2147- 4478)
Fernández Ochoa, C., Morillo Cerdán, A. & Gil Sendino, F. (2012): "El "Itinerario de Barro": cuestiones de autenticidad y lectura", Zephyrus 70, 151-179.
American Anthropologist, 2007
International Journal of Cuban Studies
Transport Policy, 2004
Κρητικά Χρονικά ΛΘ΄ (2019) [Θεματικός τόμος: Ο Κρητικός Πόλεμος (1645-1669). Όψεις του πολέμου στον χώρο και στον χρόνο, επιμ. Στέφανου Κακλαμάνη,] σ. 357-379, 2019
Mélanges Noël Coulet, Provence Historique, 49, 1999, p. 47-59, 1999
Nadia Ageb Melta , 2024
Anuario de Derecho Civil, 2019
American Journal of Occupational Therapy, 2013
Current Anthropology, 2014
The European Physical Journal C, 2009
Journal of Applied Science and Engineering, 2005
Swiss Review of International and European Law, 2023
Indian journal of experimental biology, 2004
Deafness & Education International, 2019
Proceedings of the 18th ACM International Conference on Interaction Design and Children