REFERAT
Dss
Disusun oleh :
wf 201320401011114
Pembimbing :
dr. Dahsyat Wasis Setiadi Sp.A
dr. Lily Dyah Farida Sp.A
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 1
BAB I PENDAHULUAN 2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3
1. Definisi 3
2. Etiologi 3
3. Epidemiologi 3
4. Patofisiologi 5
5. Patogenesis 6
6. Klasifikasi 9
7. Manifestasi Klinis 11
8. Pemeriksaan Penunjang 13
9. Penatalaksanaan 16
BAB 1V PEMBAHASAN 28
DAFTAR PUSTAKA 30
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Infeksi virus dangue pada manusia mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi antara penyakit paling ringan (mild undifferentiated febrile illness), deman dangue, demam berdarah dangue, sampai demam berdarah disertai syok (dengue shock syndrome). Gambaran manifestasi klinis yang bervariasi ini memperlihatkan sebuah fenomena gunung es yang terlihat di atas permukaan laut, sedangkan kasus dengue ringan (silent dengue infection dan demam dengue) merupakan dasarnya. (1)
Tanda patognomonik antara demam dangue dan demam berdarah dengue adalah peningkatan permeabilitas kapiler darah yang menyebabkan adanya kebocoran dari intravaskuler ke kompartemen ekstravaskuler. Pada DBD yang parah hilangnya plasma sangat penting, pasien menjadi hipovolemik, tanda-tanda circulatory compromise, dan dapat menjadi syok. Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkat menjadi 40%. (2)
Sindrom syok dengue merupakan salah satu kegawatan di bidang infeksi. Masalah yang berkembang di Indonesia belakangan ini adalah kecenderungan pasien yang menderita demam berdarah dengue jatuh pada keadaan yang lebih berat, yaitu sindrom syok dengue.(2)
Penanganan DSS adalah resusitasi dengan pemberian cairan secara parenteral, dengan tujuan untuk memulihkan dan mempertahankan kebutuhan cairan selama periode meningkatnya permeabilitas kapiler. Perawatan khusus diperlukan untuk menghindari overload cairan dengan semua komplikasiny. Bila resusitasi cairan dimulai sejak tahap awal, syok bisa reversibel, dan masalah kebocoran plasma teratasi, pasien dapat sembuh dengan baik. (6)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindrom syok dengue adalah derajat terberat dari karena peningkatan permeabilitas kapiler sehingga cairan keluar dari intravaskuler ke ekstravaskuler, sehingga terjadi peningkatan penurunan volume intravaskuler dan hipoksemia .
Syok yang biasanya terjadi pada saat atau segera setelah suhu turun, antara hari ke 3 sampai hari ke 7 disebabkan oleh peningkatan permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura dan peritonium hipoproteinemia, hemokosentrasi dan hipovolemia yang mengakibatkan berkurangnya aliran balik vena, preload miokard, volume sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ. (1,2)
Pada fase awal sindrom syok dengue fungsi organ vital dipertahankan dari hipovelemia oleh sistem homeostasisdalam bentuk takikardi vasokonstriksi, penguatan kontraktilitas miokard, takipnea, hiperpnea, dan hiperventilasi. Vasokonstriksi perifer mengurangi perfusi non esensial di kulit yang menyebabkan sianosis, penurunan suhu permukaan tubuh dan pemanjangan waktu pengisian kapiler (>2detik). Perbedaan suhu kulit dan suhu tubuh yang > C menunjukkan homeostatis masih utuh. Pada tahap sindroma syok dengue kompensasi, curah jantung dan tekanan darah normal kembali.
Penurunan tekan darah merupakan manifestasi lambat sindrom syok dengue, berarti sistem homeostatis sudah terganggu dan kelainan hemodinamik sudah berat, sudah terjadi dekompensasi.
Pasien awalnya terlihat letargi atau gelisah kemudian jatuh kedalam syok yang ditandai dengan kulit dingin lembab, sianosis sekitar mulut, nadi cepat lemah, tekanan nadi ≤ 20 mmHg dan hipotensi. Kebanyakan pasien masih dalam keadaan sadar sekalipun mendekati stadium akhir. (2)
Sindrome syok dengue berlanjut dengan kegagalan mekanisme homeostasis. Evektifitas dan intregitas sistem kardiovaskular rusak, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi makro dan mikro terganggu, dan terjadi iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan ireversibel, terjadi kerusakan sel dan organ pasien akan meninggal dalam 12-24 jam. (3)
Etiologi
Demam Dengue ataupun Demam Berdarah Dengue (DBD) di sebabkan oleh virus dengue ang termasuk dalam kelompok B Arthropod Virus (Arbovirosis) yang sekarang dikenal sebaga genus flavivirus, family flavivirde, dan mempunyai 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3, Den-4, infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan sehingga tidak dapat memberikan perlindungan terhadap serotipe lain. (1)
Seseorang yang tinggal di daerah endemis dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Serotipe Den-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinis yang berat. (3)
Cara penularan : terdapat 3 faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vector perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis, dan beberapa spesies yang lain juga dapat menularkan virus ini, namun merupakan vector yang kurang berperan. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengundang virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8- 10 hari (extrinsic incubation period) sebelum saat ditularkan lagi kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmision), namun perannya dalam penularan virus tidak penting.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infekti). Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-7 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari
setelah demam timbul
Klasifikasi WHO dan derajat beratnya DHF
DD/DBD
Grade
Tanda dan gejala
Laboratorium
Demam
Dengue
Demam dengan min 2 gejala :
Nyeri kepala
Nyeri belakang mata
Nyeri otot
Nyeri sendi
Manifestasi perdarahan
Tidak ada kebocoran plasma
Trombositopenia (<150.000 sel/)
Hematokrit meningkat (5-10%)
DBD
I
Demam disertai manifestasi perdarahan (torniquet+) ada kebocoran plasma
Trombositopenia (<100.000 sel/)
Hematokrit meningkat (≥20%)
DBD
II
Grade I + perdarahan spontan
Trombositopenia (<100.000 sel/)
Hematokrit meningkat (≥20%)
DBD
(DSS)
II
Grade I atau II + adanya kegagalan sirkulasi :
Nadi cepat dan lambat
Tekanan nadi menurun (20mmHg atau hipotensi
Sianosis di sekiar mulut, akral dingin dan lembab
Anak tampak gelisah
Trombositopenia (<100.000 sel/)
Hematokrit meningkat (≥20%)
DBD
(DSS)
III
Grade III + syok berat serta nadi dan tekanan darah yang tidak terukur
Trombositopenia (<100.000 sel/)
Hematokrit meningkat (≥20%)
Manifestasi Klinis
Pada DBD setelah masa inkubasi, dilanjukan dengan 3 fase yaitu fase demam, kritis, dan resolusi/pemulihan.
Fase Demam
Demam tinggi mendadak, terus menerus, berlangsung 2-7 hari, naik turun tidak berpengaruh pada antipirektik, suhu tubuh bisa mencapai C dan dapat terjadi kejang demam. Kadang terdapat muka merah, eritema, myalgia, artharlgia, dan sakit kepala. Pada beberapa pasienpun bisa ada gejala nyeri tenggorok, infeksi pada konjungtiva. Anoreksia, mual, muntah, sering juga dikeluhkan. Sulit membedakan demam karena infeksi virus dengue dan demam dengue paada fase awal seperti ini, tapi dengan positifnya uji torniquet meningkatkan kemungkinan demam dengue. (5)
Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis, anak terlihat seakan sehat, hati-hati karena fase tersebut dapat sebagai awal kejadian syok. Hari ke 3-7 adalah fase kritis. Dimana kebocoran plasma bisa terjadi kurang dari 24-48 jam.
Pada fase ini, pasien yang tidak mengalami kebocoran plasma akan membaik keadaannya, sedangkan yang mengalami kebocoran plasma akan sebaliknya karena kehilangan volume plasma. Acites dan efusi pleura bisa terdeteksi tergantung dari keparahan kebocoran plasma dan volume terapi cairan.
Fase Resolusi
Bila dalam waktu 24-48 jam pasien berhasil melewati fase kritis, keadaan umum dan nafsu makan membaik, status hemodinamik stabil.
Semua nilai lab kembali normal secara perlahan.
Patofisiologi
Virus dangue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai demam dengue. Reaksi tubuh memberikan reaksi berbeda ketika seseorang mendapat infeksi yang berulang dengan serotipe Virus Dengue yang berbeda. Hal ini merupakan dasar teori yang disebut the seceondary heterologous infection atau the sequential infection hypothesis. Infeksi virus yang berulang atau re-infeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamestik antibodi, sehingga menimbulkan kompleks antigen- antibodi (kompleks virus anti bodi) dengan konsentrasi tinggi.(5) Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada tiap pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Terdapatnya kompleks virus-antibodi di dalam sirkulasi darah mengakibatkan hal sebagai berikut :
Kompleks virus-antibodi mengaktivasi sistem komplemen, yang berakibat dilepaskannya anafilatoksin C3a dan C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan meyebabkan plasma keluar melalui dinding tersebut (plasma leakege), suatu keadaan yang berperan pada terjadinya syok. Telah terbukti bahwa pada DSS, kadar C3a dan C5a menurun masing-masing sebanyak 33% dan 89%.5 Meningginya nilai hematokrit pada kasus syok diduga akibat kebocoran plasma melaui kapiler yang rusak ke daerah ekstravaskular seperti rongga pleura, peritonium atau pericardium.(2)
Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP, sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini membuat trombosit dihancurkan oleh RES sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini menyebabkan pengeluaran platelet faktor III sehingga terjadi koagulopati konsumtif (KID), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga ada penurunan faktor pembekuan.(6)
Tabel Hubungan jumlah trombosit dengan risiko perdarahan3
Jumlah Trombosit (sel/µl)
Risiko
>100.000
Tidak ada risiko tinggi
50.000-100.000
Risiko trauma mayor
20.000-50.000
Risiko trauma minor
<20.000
Risiko perdarahan spontan
<10.000
Risiko perdarahan yang mengancam nyawa
Terjadinya aktivasi faktor Hageman (faktor XII) dengan akibat terjadinya pembekuan intravaskular yang luas (DIC). Dalam proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan pengahancuran fibrin menjadi fibrin degradation product. Di samping itu aktivasi ini juga merangsang sistem kinin yang berperan dalam proses meningginya permeabilitas dinding kapiler.5
Dampak metabolik lain yang terjadi pada infeksi virus dengue ialah tubuh host dalam kondisi hipermetabolik. Pada kondisi hipermetabolik tubuh menuntut mitokondria untuk meningkatkan produksi ATP. Dampak sampingnya ialah peningkatan produksi Reactive Oxygen Species (ROS). ROS bersama sitokin proinflamatori menyebabkan penurunan elastisitas otot polos kapiler, miokard dan berpengaruh pada sistem konduksi jantung terutama pada sindrom syok dengue. Dapat dipahami bahwa syok pada infeksi DBD dapat terjadi akibat perpindahan plasma, perdarahan, kelumpuhan otot polos vaskuler, kelumpuhan miokard. (6)
Pemeriksaan Penunjang (7)
Laboratorium
Leukosit
Normal, biasanya menurun dengan dominasi sel neutrofil. Akhir fase demam jumlah leukosit dan neutofil menurun, sehingga jumlah limfosit relatif meningkat. Peningkatan jumlah limfosit atipikal atau limfosit plasma biru (LPB >4%) di daerah tepi dijumpai pada hari sakit ke 3-7.
Trombosit
Jumlah trombosit ≤ 100.000/ul atau kurang dari 1-2 trombosit/lpb. Pada hari ke 3-7
Hematokrit
Gambaran hemokonsentrasi. Merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan plasma, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara berkala. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih mencerminkan peningkatan permeabilitas kapiler dan perembesan plasma. Nilai hematokrit dipengaruhi oleh pergantian cairan atau perdarahan.
Kadar albumin menurun sedikit dan besifat sementara
Eritrosit dalam tinja hampir selalu ditemukan
Penurunan faktor koagulasi dan fibrinotik yaitu fibrinogen, protrombin seperti faktor V, VII, IX, X
Waktu tromboplastin parsial dan waktu protrombin memanjang
Hipoproteinemia
Hiponatremia
SGOT/SGPT sedikit meningkat
Asidosis metabolik berat dan peningkatan kadar urea nitrogen terdapat pada syok yang berkepanjangan.
Radiologi
Pada foto thoraks DBD grade III / IV dan sebagian grade II didapatkan efusi pleura, biasanya sebelah kanan. Posisi foto adalah lateral dekubitus kanan. Ascites dan efusi pleura dapat di deteksi dengan pemeriksaan USG
Serologis
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI test)
Merupakan uji serologis yang dianjurkan dan sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis. Meskipun begitu, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan pada uji HI ini:
Uji HI sensitif tetapi tidak spesifik, artinya tidak dapat menunjukkan tipe virus apa yang menginfeksi
Antibodi HI bertahan sangat lama dalam tubuh (sampai > 48 tahun), sehingga sering dipakai dalam studi sero-epidemiologi
Untuk diagnosis membutuhkan kenaikan titer konvalesens 4x lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum akut atau konvalesens dianggap sebagai positif infeksi dengue yang baru terjadi (recent dengue infection).
Uji Komplemen fiksasi (CF test)
Uji komplemen fiksasi jarang digunakan sebagai uji diagnostik rutin, oleh karena cara pemeriksaan yang rumit dan memerlukan tenaga yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi CF hanya bertahan beberapa tahun saja (2-3 tahun).
Uji Neutralisasi (NT test)
Merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus dengu. Uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plague reduction Neutralization Test (PRNT) yang berdasarkan adanya reduksi dari plak yang terjadi. Antibodi neutralisasi dideteksi hampir bersamaan dengan HI antibodi dan bertahan lama (> 4-8 tahun). Tetapi uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
IgG dan IgM Elisa
Setelah satu minggu terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang diikuti oleh pembentukan IgM antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang relatif singkat dan akan disusul dengan pembentukan igG. Pada kira-kira hari ke 5 terbentuklah antibodi yang bersifat menetralisasi virus. Imunoserologi berupa IgM (merupakan penanda infeksi saat ini) dan IgG (merupakan penanda infeksi masa lalu). IgM akan terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari setelahnya. Sedangkan IgG terdeteksi pada hari ke-14 pada infeksi primer dan hari ke-2 pada infeksi sekunder.
NS1-Ag tes
Tes yang dapat mendiagnosis DBD dalam waktu demam 8 hari pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan antigen NS1. Keuntungan mendeteksi antigen NS1 yaitu untuk mengetahui adanya infeksi dengue pada penderita tersebut pada fase awal demam, tanpa perlu menunggu terbentuknya antibodi.
Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeksi virus dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa NS1 lebih unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada gold standard kultur virus maupun PCR.
NS1-Ag tes adalah tes untuk deteksi protein non struktur NS-1 Ag yang ada dalam sirkulasi dan dapat mendeteksi ke empat serotipe. Keunggulannya dapat mendeteksi virus lebih awal, mulai dari hari ke-1 demam sampai demam hari ke-9 dan mempunyai sensitivitas DEN-1 : 88,9%, DEN-2 : 87,1%, DEN-3 : 100%, DEN-4 : 93,35%.
Diagnosis (8)
Definisi kasus untuk sindrom syok dengue ialah harus memenuhi kriteria demam berdarah dengue ditambah bukti gagal sirkulasi. Kriteria demam berdarah dengue yaitu:
Gejala klinis
Demam berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik
Kecenderungan perdarahan, dibuktikan minimal dengan satu dibawah ini:
Tes tornikuet positif
Ptekie, ekimosis atau purpura
Perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau lokasi lain
Hematemesis atau melena
Hepatomegali
Syok (9)
Syok ditandai dengan :
Anak yang semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi apatis, sopor, dan koma. Hal ini disebabkan kegagalan sirkulasi serebral
Nadi cepat teraba lemah kadang tidak teraba oleh karena kolap sirkulasi.
Tekanan nadi menurun (< 10 mmHg)
Hipotensi Tekanan sistolik pada anak menurun menjadi 80 mmHg atau kurang
Akral dingin, sianosis pada kuku
capillary refill > 2 detik
Oliguria sampai anuria karena menurunnya perfusi darah yang meliputi arteri renalis
Syok dapat terjadi dalam waktu yang singkat, pasien dapat meninggal dalam waktu 12-24 jam atau sembuh cepat setelah mendpat pergantian cairan yang memadai. Pasien seringkali mengeluh nyeri di daerah perut saat sebelum syok timbul. Nyeri abdomen seringkali menonjol pada anak besar yang menderita DSS. Gejala ini patut diwaspadai oleh karena kemungkinan besar terjadi perdarahan gastrointestinal. Syok yang terjadi selama periode demam, biasanya mempunyai prognosis buruk.
Laboratorium
Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)
Adanya kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler dengan manifestasi sebagai berikut :
Peningkatan hmatokrit ≥ 20% dari nilai standar
Penurunan hematokrit ≥ 20% setelah mendapatkan terapi cairan
Efusi pleura/perikardial, asites, hipoproteinemia
Dua kriteria klinis pertama ditambah satu dari kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosa DBD
Komplikasi (4)
Overload cairan8
Kelebihan cairan dengan efusi pleura yang luas dan ascites merupakan penyebab distress pernafasan akut tersering pada dengue berat. Penyebab kelebihan cairan pada dengue adalah :
Pemberian cairan intravena yang berlebihan dan atau yang terlalu cepat
Salah penggunaan cairan. Dimana lebih memakai cairan hipotonik daripada cairan isotonik.
Pemberian dosis cairan intravena yang terlalu banyak dengan kbocoran plasma yang hbat
Pemberian cairan intravena yang trlalu lama
Tanda awal :
Nafas cepat
Tarikan dinding dada ke dalam
Efusi pleura luas
Asites
Edema periorbital atau jaringan lunak
Tanda lanjut :
Edema paru
Sianosis
Syok irreversible
Berikan oksigen, lalu hentikan pemberian cairan secara intravena karena selama masa penyembuhan cairan pada pleura dan rongga peritoneum akan kembali ke intravaskuler.
Perdarahan (biasanya gastrointestinal)
Pasien dengan trombositopenia yang cukup rendah harus istirahat di tempat tidur dan hindari dari trauma untuk mencegah perdarahan. Tidak semua pasien mengalami perdarahan yang cukup banyak. Hanya pada keadaan-keadaan tertentu. Pemberian transfusi darah harus dilakukan sesegera mungkin begitu diketahui atau terlihat adanya tanda-tanda perdarahan yang masif. Tetapi pada pemberian transfusi darah pun harus di monitor sebaik mungkin untuk menghindari kelebihan cairan pada pasien. Jangan menunggu nilai hematokrit terlalu rendah untuk memutuskan pemberian transfusi darah. Berikan 5-10 ml/kgBB PRC atau 10-20 ml/kgBB whole blood.
Indikasi pemberian darah:9
Terdapat perdarahan secara klinis
Setelah pemberian cairan kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun, diduga telah terjadi perdarahan. Berikan darah segar 10 ml/kgBB
Apabila kadar hematokrit tetap > 40vol%, maka berikan darah dalam volume kecil.
Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan koagulopati atau koagulasi intravaskular diseminata pada syok berat yang menimbulkan perdarahan masif.
Pemberian tranfusi suspensi trombosit pada Koagulasi Intravaskular Diseminata harus selalu disertai plasma segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih hebat.
Hiperglikemia dan hipoglikemia
Hiponatremi, hipokalemi, hiperkalemi, ketidakseimbangan serum kalsium
Asidosis metabolik
Disfungsi hepar, biasanya bisa akibat dari virus dengue hepatitis atau syok
DIC
Di kulit dapat ditemukan tanda petekie dan ekimosis. Nekrosis jaringan dapat terjadi pada banyak organ dan terlihat tanda infark yang luas di kulit, di jaringan subkutan atau ginjal.
Ensefalopati, biasanya muncul sebelum onset kebocoran plasma
Ensefalopati adalah komplikasi yang jarang dari infeksi virus dengue dan mungkin terjadi sebagai konsekuensi dari perdarahan intrakranial, edema serebri, hiponatremia, anoksia serebri, perdarahan mikrokapiler atau pelepasan produk toksik. Mungkin pula disebabkan oleh thrombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular menyeluruh.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran menurun menjadi apatis atau somnolen dan dapat disertai atau tanpa disertai kejang. Pada DSS, keadaan syok harus diatasi terlebih dahulu untuk melihat ada tidaknya kondisi ensefalopati.10
Kelainan ginjal (akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut).
Kelainan ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal akibat kondisi syok yang tidak teratasi dengan baik. Pada keadaan syok berat dapat ditemukan nekrosis tubular akut yang ditandai dengan oligouria/anuria disertai peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
Penatalaksanaan (11)
Penatalaksaan pasien dengan syok yang terkompensasi:
Berikan cairan isotonik kristaloid secara intravena dengan dosis 5-10 ml/kgBB/jam, habis dalam 1 jam. Lalu periksa tanda vital, cappilary refill time, hematokrit, dan produksi urin.
Jika keadaan pasien membaik, cairan kristaloid diturunkan secara perlahan. Turunkan 5-7 ml/kgBB/jam dalam waktu 1-2 jam. Lalu 3-5 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. 2-3 ml/kgBB/jam dalam waktu 2-4 jam. Jika keadaan terus membaik, maka cairan dapat terus dikurangi.
Bila keadaan pasien tidak membaik, dimana tanda vital tetap tidak stabil, periksa hematokrit setelah pemberian bolus pertama. Bila hematokrit meningkat atau tetap tinggi (≥ 50%), berikan bolus kristaloid kedua dengan dosis 10-20 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Bila setelah pemberian cairan kedua ini ada perbaikan, kurangi dosis cairan kristaloid menjadi 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, dan terus kurangi dosis seperti yang telah dijelaskan di atas. Bila nilai hematokrit menurun dari nilai hematokrit awal (< 40% pada anak dan wanita dewasa, < 45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.
Selanjutnya bolus larutan kristaloid ataupun koloid mungkin perlu diberikan selama 24-48 jam berikutnya.
Penataksaan pasien dengan syok yang tidak terkompensasi
Beri cairan isotonik ataupun kristaloid (bila tersedia) secara intravena dengan dosis 20 ml/kgBB/jam selama 15 menit
Bila keadaan pasien membaik, berikan cairan kristaloid/koloid 10 ml/kgBB/jam dalam 1 jam. Lalu lanjutkan dengan pemberian cairan kristaloid dan kurangi dosis secara perlahan, 5-7 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam. Lalu 2-5 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam. Dan 2-3 ml/kgBB/jam atau kurang, yang dapat dipertahankan selama 24-48 jam.
Bila tanda vital masih tidak stabil, periksa nilai hematokrit sebelum pemberian cairan pertama. Jika nilai hematokrit rendah (< 40% pada anak dan dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya.
Bila nilai hematokrit lebih tinggi dari nilai hematokrit awal, maka danti cairan dengan berikan cairan koloid 10-20 ml/kgBB dalam waktu 30 menit sampai 1 jam. Bila keadaan pasien membaik, turunkan dosis 7-10 ml/kgBB/jam dalam 1-2 jam, lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas. Jika masih belum stabil, periksa kembali hematokrit.
Bila nilai hematokrit turun dari nilai sebelumnya (< 40% pada anak dan dewasa muda, <45% pada pria dewasa), ini menunjukan adanya perdarahan, lakukan cross match, dan memerlukan transfusi darah secepatnya. Bila nilai hematokrit meningkat dari nilai sebelumnya atau tetap tinggi (> 50%), lanjutkan pemberian koloid 10-20 ml/kgBB sebagai bolus ketiga dalam waktu 1 jam. Lalu ganti cairan dengan cairan kristaloid dan turunkan dosis seperti yang telah disebutkan diatas saat keadaan pasien mulai membaik.
Bolus cairan mungkin perlu diberikan selama 24 jam ke depan.
Pasien dengan sindrom syok dengue harus dimonitor rutin hingga tanda-tanda bahaya berkurang atau menghilang. Saat pemberian cairan, tanda vital dan perfusi perifer harus dimonitor setiap 15-30 menit sampai pasien terlepas dari keadaan syok, lalu monitor setiap 1-2 jam. Secara umum, semakin tinggi tingkat cairan infus, pasien lebih sering harus dipantau dan ditinjau untuk menghindari overload cairan sementara memastikan penggantian volume yang memadai.
Produksi urin harus dipantau juga. Kateter dipasang untuk memudahkan menghitung produksi urin. Hematokrit harus dipantau sebelum dan sesudah bolus cairan sampai keadaan pasien stabil, lalu setelah itu setiap 4-6 jam. Terkadang diperlukan juga pemeriksaan analisis gas darah, laktat, karbondioksida/bikarbonat (setiap 30 menit sampai 1 jam hingga pasien stabil, lalu diperiksa kembali sesuai kebutuhan), gula darah (sebelum dan sesudah pemberian cairan, periksa kembali sesuai indikasi), dan pemeriksaan fungsi organ lainnya ( ginjal, hepar, koagulasi, dll).
Pasien demam berdarah dengue perlu dirujuk ke ICU Anak atas indikasi:12
Syok berkepanjangan (syok tak teratasi lebih dari 60 menit)
Syok berulang (pada umumnya disebabkan oleh perdarahan internal)
Perdarahan saluran cerna hebat
Demam berdarah dengue ensefalopati
Kriteria pasien pulang:9
Bebas panas sedikitnya 24 jam tanpa pemakaian obat antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perubahan klinis
Output urin baik
Hematokrit stabil
Melewati 2 hari setelah syok
Tidak ada distres pernafasan karena efusi pleura atau asites
Trombosit >50.000/mm3
Prognosis (12)
Prognosis tergantung pada pengenalan, pengobatan tepat segera dan pemantauan ketat syok. Tanda prognosis baik adalah membaiknya takikardi, takipneu, dan kesadaran, munculnya diuresis dan kembalinya nafsu makan.
Demam berdarah dengue mempunyai kemungkinan 5% menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi sindrom syok dengue akan meningkatkan kematian hingga 40%.
Prognosis buruk pada koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom syok dengue dengan renjatan berulang atau berkepanjangan.
I. Status Pasien
Pasien
Nama
ASHFA PUTRA AQLIHI
Alamat
Karya Bakti / Kras
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Agama
Islam
Tanggal masuk
22 Februari 2015
Alergi obat
-
Sistem pembayaran
BPJS
A. Keluhan Utama
Demam
B. Keluhan Tambahan
Mimisan, muntah, BAB warna hitam
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan demam mendadak tinggi terus- menerus sejak 1 hari yang lalu, sudah diberi paracetamol tetapi demam tidak turun. Selain itu pasien merasa pusing berputar dan cekot cekot, mual, dan muntah 3 kali sejak pagi hari ini, muntah setiap kali makan dan minum, muntah darah (-). Minum dan makan sedikit, nafsu makan menurun. Buang air kecil terakhir 2 jam yang lalu banyak, BAB hitam seperti petis (+), BAK lancar, mimisan (+).
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien menyangkal ada yang mengalami keluhan seperti yang dikeluhkan pasien.
E. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah dirawat di RS Muhammadiyah Kediri 1 bulan yang lalu karena demam berdarah.
F.Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama orang tuanya di rumah seluas 80 m² terdiri dari 4 ruangan dibatasi sekat tembok. Pencahayaan dalam rumah cukup. Terdapat sebuah kamar mandi yang jarang dikuras dan tidak menggunakan abate. Air berasal dari sumur pompa, jarak sumber air dan septi tanc 6 m.
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital
Kesadaran : Composmetis
Keadaan Umum : Lemah
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 32 kg
Status Gizi : kurang
Tanda Vital :
Nadi : 98 x/menit Suhu : 38,5 C RR : 20x/menit Tensi : 110/80 mmHg
B. Status Generalis
Kepala : Normocephali
Rambut : Lurus, hitam, distribusi merata
Mata : a/i/c/d : -/-/-/-, perdarahan konjungtiva -/-, reflek cahaya langsung +/+
Reflek cahaya tidak langsung +/+
THT : Normotia, Liang telinga lapang, serumen -/-, perdarahan -/-
Hidung : Epistaxis (-)
Tenggorok : Uvula di tengah, arkus faring simetris, hiperemis (-)
Gigi dan mulut : Bibir kering , cyanosis (-) , oral hygine baik
Paru-paru :
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Vokal fremitus kiri-kanan, krepitasi (-), nyeri palpasi (-)
Perkusi : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri
Auskultasi: Bunyi nafas vesikular +/+, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi :Iktus kordis teraba di ICS 5 garis midclavicula sinistra
Perkusi : batas jantung kiri pada garis midclavicula sinistra
Batas jantung kanan jantung pada garis sternal sinistra
Auskultasi: bunyi jantung S1 S2 tunggal, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Flat
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali 2 cm dibawah arkus costae, splenomegali (-), ren dBn, Turgor <2 detik
Perkusi : Timpani diseluruh lapang abdomen
Auskultasi: BU (N)
Ekstremitas : Hangat (+/+), kering (+/+), merah (+/+), rumple leede (+/+)
Status Gizi:
Height/age : +1 normal
BMI/age : -3 sangat kurus
HASIL LABORATORIUM
A. Darah Lengkap
Tanggal
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
Baso
Eos
Neu
Limf
Mono
17-07-2014
9.03
4.13
12.3
37.1
33
0.3%
0%
71.5%
17.8%
10.4%
20-07-2014
3.78
4.20
12.3
37.3
50
0.3%
5.8%
43.3%
47.1%
3.4%
21-07-2014
7.79
4.48
13.0
38.6
48
0.1%
4.7%
10.3%
80.4%
4.5%
22-07-2014
11.21
4.08
12.0
35.0
50
0.2%
3.3%
9.3%
74.4%
12.8%
B. Widal
PARAMETER
HASIL
HARGA NORMAL
Typhi O
Negatif
Negatif
Typhi H
Negatif
Negatif
Paratyphi AO
Negatif
Negatif
Paratyphi BO
Negatif
Negatif
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
DIAGNOSIS : Demam Dengue
DIAGNOSIS BANDING
Chikungunya
ITP
Demam Tiphoid
Malaria
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa
Tirah baring
Minum banyak
Diet tinggi kalori protein
Medikamentosa
Infus IVFD N2 16 tpm
Cefotaxime 3x1 gr
Ranitidin 3x 50 mg
Paracetamol 3x500 mg
FOLLOW UP
16-07-2014
17-07-2014
18-07-2014
19-07-2014
20-07-2014
21-07-2014
22-07-2014
Demam
+++
+++
+++
++
-
-
-
Mual
+++
+++
+
-
-
-
-
Muntah
-
+++
-
-
-
-
-
Atralgia/myalgia
++
++
+
+
-
-
-
Lidah pahit
-
+
++
+
-
-
-
Konstipasi
-
+
++
+
-
-
-
Lemas
+++
+++
++
-
-
-
-
pusing
-
+++
++
+
-
-
-
PEMBAHASAN
Pada kasus An. Dwi siwi 13 tahun didiagnosis demam dengue. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah demam tinggi yang muncul mendadak, terus menerus selama satu hari. Kemudian turun pada hari ke 4. Demam disertai sakit kepala, mual, muntah, lemas, nyeri persendian, dan pegal pegal. Muntah 3x setelah makan dan minum, muntah darah disangkal. Perdarahan hidung dan guzi disangkal. Buang air kecil lancar, BAK darah disangkal. Buang air besar sedikit keras, BAB darah disangkal. Pasien pernah masuk rumah sakit 1 bulan yang lalu dan didiagnosis demam berdarah. Di lingkungan keluarga tidak ada yang menderita keluhan yang sama. Lingkungan rumah kurang terpelihara, terutama kamar mandi yang jarang dikuras.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, vital sign tampak kenaikan suhu yang tinggi. Pada pemeriksaan kepala didapatkan mukosa mulut kering dan sedikit sianosis. Pemeriksaan toraks dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen didapatkan hepatomegali 2 cm dibawah arkus costae.
Dari anamnesis didapatkan demam mendadak tinggi sejak 1 hari belum bisa didiagnosis demam dengue, namun didapatkan gejala-gejala seperti myalgia atralgia, nyeri kepala, gejala gastrointestinal seperti mual dan muntah yang dapat mengarahkan diagnosis ke demam dengue. Uji rumple leede positif dan trombositopenia merupakan kriteria klinis demam dengue. Diagnosis bandingnya adalah demam typhoid sehingga perlu dilakukan tes widal.
Dari pemeriksaan laboratorium saat masuk tidak didapatkan trombositopenia, namun saat pemeriksaan darah lengkap hari selanjutnya yaitu tanggal 20-07-2014 dan hari berikutnya didapatkan jumlah trombosit > 100.000 yang menunjukkan trombositopenia. Sebaiknya dilakukan tes serologi IgG maupun IgM anti dengue untuk memperkuat diagnosis. Dari nilai hematokrit dinilai tidak terjadi hemokonsentrasi sehingga tidak masuk dalam diagnosis demam berdarah dengue.
Penatalaksanaan pasien An. Dwi Siwi, cairan yang digunakan IVFD RL jenis kristaloid untuk mencegah perembesan cairan keluar dari pembuluh darah. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga terutama cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Selanjutnya pasien diberikan injeksi ranitidin untuk menurunkan sekresi asam lambung mengatasi mual dan muntah.pasien dirawat selama 7 hari kemudian dipulangkan dan dilanjutkan obat jalan karena terjadi perbaikan nilai trombosit, keadaan umum baik, dan keluhan tidak ada lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, F.U. 2010. Manajemen demam berdarah berbasis wilayah. Buletin jendela epidemiologi. 2 (1): 1 – 3
Bagian Patologi Klinik. (2009). Peran pemeriksaan laboratorium dalam diagnose Demam Berdarah Dengue. RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Barakah, V. F. 2012. Demam Berdarah tidak ada obatnya, Hanya andalkan cairan. Detik Health. Retrieved from: http://health.detik.com/read/2012/06/15/143241/1942274/763/ 18 April 2013
Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. (2012). A three-component biomarker panel for prediction of dengue hemorraghic fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
CDC (Centers for Disease and Prevention). (2010). Dengue Branch.Cañada
SanJuan,PuertoRico.From:http://www.cdc.gov/dengue/clinicallab/clinical.html diakses 20 April 2013
Danny, Wiradharma. 2009. Diagnosis cepat demam berdarah dengue. Jurnal Kedokteran Trisakti., 18 (2): 78 – 79
DepKes, RI.,(2005). Pedoman Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Dinas Kesehatan Kota Denpasar. Waspadalah penyakit demam berdarah dengue. Retrieved from www.denpasarkota.go.id. 18 april 2013.
Gubler D.J., 1998. The Global Pandemic of Dengue/Dengue Haemorrhagic Fever Current Status and Prospect for the Future. Dengue in Singapore. Technical Monograph Series No. 2 WHO.
IDAI, 2009. Apa itu demam berdarah dengue. http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel. 18 April 2013
Khana M., Chaturvedi UC, Sharma MC, Panday VC, Mathur A., 1990. Increased Capillary Permeability Mediated by A Dangue Virus Induced Limphokine. Immunology Mart, 69;33:449-53
Khie Chen., Herdiman, T., Pohan., Robert., 2009. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. 22. (1): 5 – 6
Kurane I, Ennis E Francis, 1992. Immunity and Immunopathologi in Dangue Virus Infection. Seminar Imunology vol 4; 121-127.
Mujida, A.M., Ridwan, A. 2009. Pemetaan dan analisis kejadian demam berdarah dengue di kaupaten bantaeng.
Phanmeesuk, Y., and Suksin, W. (2009). Nursing Care of Dengue Shock Syndrome (Case study). Medical Journal of Srisake Surinam Buriram Hospital Vol 24 No.2.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan Baru di Era 2003. Airlangga University Press. Surabaya.
Soewandoyo, E. 1997. Demam Berdarah Dangue pada Orang Dewasa. Gejala Klinik dan Penatalaksanaannya. Folia Medika Indonesia XXXIII. Juli-September.
Suvatte V. Immunological Aspect of Dangue Haemorrhagic Fever Studies in Thailand. South East asian J. Trop Med. Pub Haealth, 1987; 1:312-5.
Syahruman A., 1998. Beberapa Lahan Penelitian untuk Penanggulangan Demam Berdarah Dangue. Mikrobiologi Klinik Indonesia. Vol:3:3:87-89.
Vasanwala. F. F., Puvanendran. R., Chong. S. F., Ng. J. M., Suhail. S. M., Lee. K. H. (2011). Could peak proteinuria determine whether patient with dengue fever develop dengue hemorraghic/dengue shock syndrome/- A prospective cohort study. BMC Infectious Diseases.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan intrevensi NIC dan kriteria hasil NOC. EGC. Jakarta.
World Health Organization (WHO). (1999). Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals. New Delhi.
28
1