1.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
Nomor 182 K/Pdt.Sus-Arbt/20131
Identitas Perkara
Nomor Perkara : 182 K/Pdt.Sus-Arbt/2013
Jenis Perkara : Perdata Khusus
Issu Kunci
: Arbitrase
Majelis Hakim : H. Djafni Djamal, SH., M.H (Hakim Ketua )
H. Mahdi Soroinda Nasution, SH., M.Hum. (Hakim Anggota)
Dr. Nurul Elmiyah, SH., MH (Hakim Anggota)
URL
http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/1fb7c0b4295547f47e2628ef5dfad6
a6
2.
Fakta hukum yang relevan dan signifikan yang dimuat dalam putusan
Fakta hukum telah terjadi hubungan hukum (rechtsbetrekking) diantara para pihak
bersengketa yaitu PT.NINDYA KARYA (Persero) dengan PT. TRANFOCUS,
didasarkan pada Perjanjian Pengangkutan yaitu Surat Perjanjian Angkutan Laut
No:06/K/3.10.2.7/X/2007, tanggal 30 Oktober 2007. Kronologis permasalahan
hukum yang terjadi antara PT.NINDYA KARYA (Persero) dengan PT.
TRANFOCUS sebagai berikut :
PT.NINDYA KARYA (Persero) adalah pemilik barang berupa besi beton
sebanyak 443.726.00 Kg yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan
proyek di Dermaga CPO, Multipurpose Bumiharjo, Kumai Kabupaten Pangkalan
Bun. Kemudian PT.NINDYA KARYA (Persero) bermaksud untuk mengirimkan
barang miliknya tersebut dari asal PT.Interworld Steel Mills Ind, Desa Jatake,
Kecamatan Jatiuwung Km.10 Kawasan Industri Manis 2 Tangerang ke tempat
tujuan yaitu Proyek Dermaga CPO, Multipurpose & Landasan Peti Kemas
Pelabuhan Bumiharjo- Kumai, Kabupaten Pangkalan Bun Kalimantan Tengah.
Untuk pengiriman barang tersebut PT.NINDYA KARYA (Persero) menggunakan
jasa melalui Order Transportasi No:06/K/3.10.4.1/X/2007 tanggal 30 Oktober
2007, dengan PT. TRANFOCUS yakni order permintaan jasa pengangkutan besi
beton ke Pelabuhan Bongkar yaitu Proyek Dermaga CPO, Multipurpose &
Landasan Peti Kemas Pelabuhan Bumiharjo-Kumai, Kabupaten Pangkalan Bun.
PT. TRANFOCUS melaksanakan pengangkutan besi beton sebanyak 443.726,00
Kg melalui perairan dengan menggunakan Kapal Air, dan kemudian ternyata
barang tersebut hanya sampai ditempat tujuan sebanyak 182.848,24 Kg sedangkan
sisanya sebanyak 260.877,30 Kg telah tenggelam dan hilang dalam pengangkutan
yang dilakukan oleh PT. TRANFOCUS.
1
Naskah menjadi finalis terbaik pada Lomba Pencarian dan Analisis Putusan Pengadilan (LPAPP)
tahun 2014 yang diadakan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) bekerjasama
dengan Australia Indonesia Partnership for Justice (AIPJ) yang diadakan di Universitas Islam
Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
1
Bahwa atas hilangnya besi beton tersebut, maka PT.NINDYA KARYA (Persero)
telah meminta berkali-kali kepada PT. TRANFOCUS agar segera mengganti besi
beton tersebut karena hal tersebut adalah tanggung jawabnya. Namun PT.
TRANFOCUS tidak mengganti besi beton tersebut dan selalu beralasan hilang
tenggelamnya besi beton tersebut bukanlah tanggung jawabnya melainkan
tanggung jawab pihak Asuransi.
Berdasarkan Surat Perjanjian Angkutan Laut No:06/K/3 .10.2.7/X/2007, tanggal
30 Oktober 2007 maka sudah sangat jelas bahwa PT. TRANFOCUS mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab menanggung resiko atas pengangkutan besi beton
tersebut, yang selanjutnya telah mengalihkan resiko tersebut kepada pihak
asuransi sebagaimana perjanjian asuransi antara PT. TRANFOCUS dengan pihak
asuransi yaitu Marine Cargo Police No:06.56.H.0003.01.08 tanggal 17 Januari
2008, sedangkan PT.NINDYA KARYA (Persero) tidak terlibat dalam perjanjian
asuransi dan tidak mempunyai hubungan hukum dengan pihak asuransi tersebut.
3.
Masalah hukum yang dimuat dalam putusan
PT. TRANFOCUS tidak berkeinginan mengganti besi beton milik PT.NINDYA
KARYA (Persero) yang tenggelam dan hilang sebanyak 260.877,30 Kg dalam
pengangkutan adalah tanggungjawab pihak asuransi, maka PT.NINDYA KARYA
(Persero) mengajukan Permohonan pemeriksaan di Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI) yakni Perkara No:405/VI/ARB-BANI/2011 tanggal 19 April
2012.
Kemudian Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) telah menjatuhkan
putusannya dalam Perkara No:405/VI/ARB-BANI/2011 tanggal 19 April 2012,
yang amarnya menolak eksepsi termohon dan menyatakan bani berwenang untuk
memeriksa dan memutus perkara a quo.
Dalam konvensi dan rekonvensi disebutkan sebagai berikut 1) Menghukum
Termohon Konvensi untuk membayar ganti rugi kepada Pemohon Konvensi
sebesar Rp. 1.747.877.910,- paling lambat 30 hari sejak putusan ini di daftarkan di
Pengadilan Negeri Semarang; 2) Menghukum Termohon Rekonvensi untuk
membayar biaya pengangkutan sebesar Rp 64.000.000,- kepada Pemohon
Rekonvensi paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan ini didaftarkan di
Pengadilan Negeri Semarang; 3) Memerintahkan kepada Termohon Rekonvensi
untuk mengembalikan 1/2 (seperdua) bagian biaya administrasi, biaya
pemeriksaan dan biaya arbiter yaitu sebesar Rp 74.157.000,- (tujuh puluh empat
juta seratus lima puluh tujuh ribu rupiah) kepada pemohon paling lambat 30 (tiga
puluh) hari sejak putusan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri Semarang; 4)
Memerintahkan kepada Termohon Rekonvensi/Pemohon Konvensi untuk
mengembalikan 1/2 (seperdua) bagian biaya administrasi, biaya pemeriksaan dan
biaya arbiter yaitu sebesar Rp 7.824.000,00 (tujuh juta delapan ratus dua puluh
empat ribu rupiah) kepada Pemohon Rekonvensi/ Termohon Konvensi paling
lambat 30 (tiga puluh) hari sejak putusan ini didaftarkan di Pengadilan Negeri
2
Semarang; 5) Memerintahkan kepada sekertaris Majelis untuk menyerahkan dan
mendaftarkan salinan resmi Putusan Arbitrase ini kepada Kepaniteraan
Pengadilan Negeri Semarang atas biaya Pemohon dan Termohon, dalam tenggang
waktu sesuai yang ditentukan undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase
dan Alternatif penyelesaian sengketa;
Kemudian PT. TRANFOCUS mengajukan permohonan pembatalan atas Putusan
BANI perkara No:405/VI/ ARB-BANI/2011 tanggal 19 April 2012 ke
Pengadilan Negeri Semarang yang terdaftar dengan nomor perkara
01/Arbitrase/2012/PN.SMG, dan telah diputus pada tanggal 19 Desember 2012
dengan amar putusan sebagai berikut:
MENGADILI
Mengabulkan Permohonan pemohon untuk sebagian;
Menyatakan batal untuk seluruhnya dan tidak mempunyai kekuatan
hukum, Putusan Termohon I (Badan Arbitarse Nasional Indonesia (BANI)
No.405/VI/ARB-BANI tanggal 19 April 2012 dengan segala akibat
hukumnya;
Menyatakan
Putusan
Pengadilan
Negeri
Semarang
Nomor.
202/Pdt.G/2010.SMG tanggal 15 April 2011, sah dan berdasarkan hukum
dengan segala akibat hukumnya;
Menghukum Para Termohon untuk taat dan patuh pada putusan ini;
Menghukum Para Termohon untuk membayar biaya perkara ini sebesar
Rp. 491.000.- (empat ratus sembilan puluh satu ribu rupiah);
Menolak Permohonan Pemohon selain dan selebihnya;
Selanjutnya PT.NINDYA KARYA (Persero) keberatan atas putusan Pengadilan
Negeri Semarang No:01/Arbitrase/2012/PN.SMG yang telah membatalkan
Putusan perkara No:405/VI/ARB-BANI/2011 tanggal 19 April 2012 dengan
alasan-alasan yaitu:
1. Majelis Hakim telah mempertimbangkan hal-hal yang diluar dari
kewenangannya dan tidak memahami dan tidak mencermati dengan
sungguh-sungguh permasalahan hukum yang sebenarnya terjadi serta
jelas secara yuridis bertentangan dengan kewenangan yang dimiliki oleh
BANI sebagai lembaga peradilan arbitarse dan bertentangan dengan
ketentuan pasal 70 Undang-Undang RI No.30 Tahun 1999 dalam
pemeriksaan perkara a quo;
2. Majelis Hakim perkara No:01/Arbitrase/2012/PN.SMG telah salah dalam
penerapan hukum yakni dengan tidak memberikan pertimbangan yang
cukup (onvoldoende gemotiveerd) atas eksepsi PT.NINDYA KARYA
(Persero),
3. Majelis Hakim telah salah dan keliru dalam mempertimbangkan bukti
bukti T.II-3a, 3b, 3c, 3d yang diajukan oleh PT.NINDYA KARYA
(Persero);
4. Majelis Hakim telah salah dan keliru dalam menerapkan hukum dengan
mengabaikan fakta-fakta hukum mengenai dokumen yang bersifat
menentukan;
3
4.
5. Terdapat kekhilafan dan kekeliruan yang nyata Majelis Hakim dalam
Putusan No:01/Arbitrase/2012/PN.SMG tanggal 19 Desember 2012;
6. Adanya Kejanggalan-kejanggalan Dalam Putusan No:01/Arbitrase/
2012/PN.SMG tanggal 19 Desember 2012;
7. Bahwa berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan dalam perkara No:01/
Arbitrase/2012/PN.SMG, maka telah terbukti hal-hal sebagai berikut:
1) Bahwa secara yuridis terbukti permohonan Termohon Banding
(dahulu Pemohon) tidak jelas dan bersifat kabur (obscuur libel) oleh
karena itu sudah sepatutnya permohonan tersebut ditolak;
2) Bahwa secara keseluruhan permohonan Termohon Banding (dahulu
Pemohon)
yang
menuntut
pembatalan
putusan
No:405/VI/ARBBANI/2011, diajukan oleh Termohon Banding
(dahulu Pemohon) dengan alasan-alasan dan dalil-dalil yang tidak
berdasarkan hukum;
Alasan-alasan yang diajukan tidak memenuhi unsur Pasal 70 UndangUndang No. 30 Tahun 1999 dan tidak satupun dari alasan-alasan
tersebut dapat membatalkan putusan No:405/VI/ARB-BANI/2011;
3) Bahwa tidak terbukti adanya tipu muslihat dalam putusan perkara
No:405/VI/ARB-BANI/2011 tentang besi beton milik Pemohon
Banding (dahulu Termohon II) yang tenggelam dalam pengangkutan
yang dilaksanakan oleh Termohon Banding (dahulu Pemohon)
tersebut;
4) Bahwa terbukti secara yuridis dokumen yang menentukan adalah
Perjanjian Angkutan Laut No.06/K/3.10.2.7/X/2007, karena hubungan
hukum dan keterikatan antara Pemohon Banding (dahulu Termohon
II) dengan Termohon Banding (dahulu Pemohon) baru timbul sejak
perjanjian tersebut ditandatangani, dengan demikian tidak terbukti
alasan Pemohon mengenai adanya dokumen yang bersifat menentukan
dan telah disembunyikan dalam perkara No:405/VI/ARBBANI/2011;
5) Bahwa terbukti tidak terdapat kekeliruan atau kekhilafan yang nyata
dalam putusan perkara No:405/VI/ARB-BANI/2011, melainkan telah
terbukti pertimbangan dan putusan tersebut sudah tepat dalam
penerapan hukumnya dan telah sesuai dengan hukum positif yang
berlaku dalam menilai dan mempertimbangkan fakta-fakta yang
terungkap;
6) Bahwa terbukti seluruh fakta-fakta dan bukti-bukti serta keterangan
saksi dan ahli telah diperiksa dan dinilai serta dipertimbangkan
seluruhnya secara seksama sehingga tidak terdapat satupun fakta
hukum yang bernilai yang diabaikan putusan perkara
No:405/VI/ARBBANI/2011;
8. Putusan BANI No: No.405/VI/ARB-BANI/2011 adalah Putusan yang
bersifat final dan mengikat para pihak.
Berbagai peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, atau doktrin
Berbagai peraturan yang digunakan acuan dalam putusan ini adalah :
1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa;
4
2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun
2004 dan perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009;
4. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
5. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);
6. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20-6-1979 No.415
K/Sip/1975;
7. Putusan Mahkamah Agung RI No. 225 K/Sip/1976 tanggal 30 September
1983;
8. Putusan Mahkamah Agung RI No. 2424K/Sip/1981 tanggal 22 Februari
1982;
9. Putusan Mahkamah Agung RI No. 455 K/Sip/1982 tanggal 27 Januari 1983;
10. Putusan Mahkamah Agung RI No. 3992 K/Pdt/1984 tanggal 4 Mei 1988;
11. Putusan Mahkamah Agung RI No. 3179 L/Pdt/1984 tanggal 4 Mei 1988;
12. M.Yahya Harahap pedoman mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dalam
membuat
perumusan
klausul
arbitrase
menurut
R.V.2
5.
Penerapan peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, atau doktrin
Sebagaimana peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan doktrin yang
telah disebutkan diatas, maka dapat dilihat penerapannya, mejelis hakim dalam
memutuskan perkara Nomor 182 K/Pdt.Sus-Arbt/2013 sebagai berikut :
1. Bahwa Putusan Pengadilan Negeri Semarang No:01/Arbitrase/2012/PN.SMG
telah dibuat dengan pertimbangan yang salah dan keliru dan tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang RI No.30 Tahun 1999, Sehingga
pengabulan pembatalan putusan arbitrase dalam perkara a quo oleh
Pengadilan Negeri, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan undangundang, dan karenanya harus dibatalkan dan diluruskan;
2. Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20-6-1979 No.415
K/Sip/1975 : “Gugatan yang ditujukan kepada lebih dari seorang Tergugat,
yang antara Tergugat-Tergugat itu tidak ada hubungannya, tidak dapat
diadakan dalam satu gugatan, tetapi masing-masing Tergugat harus digugat
tersendiri”;
3. Putusan BANI No: No.405/VI/ARB-BANI/2011 adalah Putusan yang bersifat
final dan mengikat para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 60 dan Pasal
61 Undang-Undang RI No.30 Tahun 1999, maka Putusan BANI
No.405/VI/ARB-BANI/2011 adalah putusan yang bersifat final dan mengikat
Pemohon Banding (dahulu Termohon II) dan Termohon Banding (dahulu
Pemohon) untuk melaksanakan putusan tersebut secara sukarela dan atau
berdasarkan perintah ketua Pengadilan Negeri Semarang;
2
Arbitrase Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL Arbitration
Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award, Perma No. 1
1990, 1991, Jakarta: Pustaka Kartini, 1991
5
4. Ketentuan mengenai Permohonan Kasasi yang digariskan Pasal 46 dan Pasal
47 Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan
Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung RI
5. Putusan pengadilan negeri telah salah menerapkan hukum, karena diputus
berdasarkan pertimbangan yang keliru dan melanggar ketentuan Pasal 1338
(1) JO. Pasal 1340 KUHPerdata;
6. Ketentuan Pasal 1340 KUHPerdata mengatur dan menyatakan: “Suatu
perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Suatu
perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga, tidak dapat
pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya”;
7. Pasal 506 KUHD, Purwosutjipto (1984) mendefinisikan bahwa Perjanjian
Pengangkutan adalah perjanjian dengan mana pengangkut mengikatkan untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke
tempat tujuan tertentu dengan selamat. Perjanjian Pengangkutan secara ipso
jure melekat konsekuensi yuridis Pasal 1338 (1) KUHPerdata, dimana para
pihak yang mengikatkan diri harus meletakkannya sebagai, atau setara
dengan undang-undang (shall be apply as the law). Ketentuan Pasal 1320 jo.
Pasal 1338 (1) KUHPerdata itu tentunya juga berlaku bagi Perjanjian JualBeli No.098/BPL-I/PJB/10/2007 antara Terbanding II dengan Pihak Ketiga
diluar pihak bersengketa yaitu PT.Interworld Steel Mills Indonesia Atas dasar
tersebut, dengan berdasar ketentuan Pasal 1320 jo. Pasal 1338 (1)
KUHPerdata Majelis Arbiter telah membatasi pemeriksaan dan penilaian
perkara pada pelaksanaan Perjanjian Pengangkutan sesuai dengan hak dan
kewajiban masing-masing pihak yang telah disepakati dalam perjanjian
dimaksud;
8. Kekeliruan Pengadilan Negeri tersebut menimbulkan cacat pada putusan
Pengadilan Negeri karena melanggar ketentuan Pasal 1338 (1) jo. Pasal 1340
KUHperdata, sehingga putusan Pengadilan Negeri harus dibatalkan dan
dikoreksi kembali;
9. Putusan Mahkamah Agung RI No.575 K/Pdt/1983 yang menyatakan boleh
melakukan penggabungan (samenvoeging) baik dalam bentuk subjektif dan
objektif, asal terdapat hubungan erat (innerlijke samanhangen);
10. Mahkamah Agung RI dalam putusannya No. 225 K/Sip/1976 tanggal 30
September 1983 menegaskan pendiriannya bahwa klausul arbitrase bagi
pihak-pihak, mempunyai kekuatan sebagai undang-undang yang harus ditaati.
Pendirian tersebut telah pula dianut dalam putusan Mahkamah Agung RI No.
2424K/Sip/1981 tanggal 22 Februari 1982 dan No. 455 K/Sip/1982 tanggal
27 Januari 1983;
11. Dengan kata lain asas “pacta sunt servanda”, sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 1338 KUH Perdata, dihormati oleh Mahkamah Agung RI.
Bahkandalam putusan yang lain, yaitu putusannya No. 3992 K/Pdt/1984
tanggal 4 Mei 1988, Mahkamah Agung RI yang menguatkan putusan
pengadilan tingkat banding yang berpendirian bahwa kewenangan memeriksa
sengketa yang timbul dari perjanjian yang memuat klausul arbitrase, mutlak
menjadi yurisdiksi arbitrase;
6
12. Selanjutnya pula di dalam putusannya No. 3179 L/Pdt/1984 tanggal 4 Mei
1988, Mahkamah Agung RI berpendirian bahwa apabila di dalam perjanjian
dimuat klausul arbitrase, maka Pengadilan Negeri tidak berwenang
memeriksa dan mengadili gugatan, baik dalam konvensi maupun rekonvensi.
Oleh karena putusan-putusan Mahkamah Agung menunjukkan sikap yang
konsisten dari Mahkamah Agung, maka putusan-putusan tersebut di atas telah
dapat disebut sebagai yurisprudensi.3
6.
Kesimpulan majelis hakim
Majelis Hakim Mengabulkan permohonan dari Para Pemohon Banding: I.
PT.NINDYA KARYA (Persero), II. BADAN ARBITRASE NASIONAL
INDONESIA (BANI) cq. MAJELIS ARBITER PEMERIKSA PERKARA
tersebut, yaitu Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Semarang
Nomor.01/Arbitrase/2012/PN.SMG tanggal 19 Desember 2012 yang
membatalkan putusan Arbiter/Badan Arbitrase Nasional/Internasional Nomor
405/VI/ARBBANI/2011 tanggal 19 April 2012.
Serta Majelis Hakim mengadili sendiri, menolak permohonan Pemohon untuk
seluruhnya dan menghukum Termohon Banding dahulu Pemohon Pembatalan
Putusan Arbitrase untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan,
yang dalam tingkat terakhir ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu
rupiah).
7.
Opini peserta
Arbitrase adalah sebuah lembaga penyelesaian sengketa di luar peradilan formal.
Hukum memberikan kekuatan yang sama untuk putusan badan arbitrase
sebagaimana hukum memberikan kekuatan yang sama pada putusan pengadilan
tingkat akhir, dan keputusan dapat dijalankan atau dieksekusi atas perintah Kepala
Pengadilan Negeri.4
Putusan Arbitrase itu bersifat final dan binding. Itu berarti, putusan arbitrase tidak
bias disbanding dan/atau dikasasi. Meskipun demikian, masih ada upaya (hukum)
yang dapat dilakukan oleh para pihak yang berselisih, yaitu upaya permohonan
pembatalan terhadap putusan arbitrase tersebut.5
Yurisdiksi arbitrase muncul ketika ada kalusul mengenai pilihan yusisdiksi atau
pilihan forum di dalam perjanjian, yang menyebutkan bahwa arbitrase merupakan
badan penyelesaian sengketa yang dipilih oleh para pihak untuk menyelesaikan
sengketa yang timbul diantara mereka. Klausul tersebut disebut sebagai klausul
arbitrase. Dengan adanya klausul arbitrase di dalam perjanjian, arbitrase akan
memiliki kompetensi absolut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan dalam pasal
3
Indonesia Arbitration Quarterly Newsletter Number 6/2009 BANI ARBITRATION
CENTER (BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA) Maret 2009, hal. 18-19
4
R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan kesepuluh, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1995, hal. 182.
5
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2001, hal. 115.
7
11 ayat 1 Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa6 yaitu bahwa adanya suatu perjanjian arbitrase tertulis
meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda
pendapat yang termuat dalam perjanjiannya ke Pengadilan Negeri.
Legitimasi penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini adalah bahwa perjanjian
berlaku sebagai undang-undang bagi pihak-pihak yang membuatnya dan bahwa
hukum perjanjian menganut sistem terbuka (open system). Oleh karena itu,
terdapat kebebasan dari para pihak dalam menentukan materi / isi perjanjian,
pelaksanaan perjanjian, dan cara menyelesaikan sengketa.7 Sehingga secara tegas
dikatakan bahwa arbitrase adalah penyelesaian sengketa diluar pengadilan umum
yang didasarkan pada suatu perjanjian arbitrase, yaitu perjanjian yang dibuat
sebelum terjadinya sengketa (pactum de compromittendo) maupun sesudah terjadi
sengketa (akta kompromis). Hanya putusan yang tunduk pada ketentuan UndangUndang Nomor 30 Tahun 1999 dan/ketentuan prosedur BANI saja yang bisa
dimintakan permohonan pembatalan ke Pengdilan Negeri.8
Perintah pelaksanaan putusan arbitrase oleh ketua Pengadilan Negeri diberikan
dalam waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah permohonan
eksekusi didaftarkan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ketua Pengadilan Negeri,
sebelum memberikan perintah pelaksanaan, diberikan hak untuk memeriksa
terlebih dahulu apakah putusan arbitrase tersebut telah diambil dalam satu proses
yang sesuai, di mana :
1. Arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa dan memutuskan perkara
telah di angkat oleh para pihak sesuai dengan kehendak mereka; dan
2. Perkara yang diserahkan untuk diselesaikan oleh arbiter atau majelis
arbitrase tersebut adalah perkara yang menurut hukum yang dapat
diselesaikan dengan arbitrase, serta
3. Putusan yang dijatuhkan tersebut tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum.9
Mempelajari dari fakta hukum yang ada, sudah jelas bahwa PT.NINDYA
KARYA (Persero) adalah pihak yang dirugikan oleh PT. TRANFOCUS, sehingga
PT.NINDYA KARYA (Persero) meminta ganti rugi atas resiko tenggelamnya
besi beton sebanyak 260.877,30 Kg dalam pengangkutan yang dilakukan oleh PT.
TRANFOCUS sebagaimana Surat Perjanjian Angkutan laut No.06/K/3.10.2.7/
X/2007 tanggal 30 Oktober 2007.
Demi mendapatkan hak, kepastian hukum dan rasa keadilan PT.NINDYA
KARYA (Persero) telah mengajukan Permohonan pemeriksaan di Badan
6
Undang-undang tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UU No. 30
Tahun 1999. LN No. 138 Tahun 1999. Selanjutnya disebut UU Arbitrase dan APS
7
Abdul Ghofur Anshori, “Penyelesaian Sengketa Perbanka Syariah: Analisis Konsep dan
UU No.21 Tahun 2008”, cet. Ke-1 (Yogyakarta: UGM Press, 2010), hal. 68.
8
Munir Fuady, Arbitrase Nasional, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 183.
9
Gunawan Widjaja da Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2000, hal 97
8
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dengan nomor perkara 405/VI/ARBBANI/2011 tanggal 19 April 2012. Dalam putusan BANI sudah jelas bahwa
kedua belah pihak harus mematuhi sesuai dengan ketentuan Pasal 60 dan Pasal
61 Undang-Undang RI No.30 Tahun 1999, maka Putusan BANI No.405/VI/ARBBANI/2011 adalah putusan yang bersifat final dan mengikat kepada para pihak.
Namun kemudian PT. TRANFOCUS mengajukan permohonan pembatalan atas
Putusan BANI perkara No:405/VI/ ARB-BANI/2011 tanggal 19 April 2012 ke
Pengadilan Negeri Semarang yang terdaftar dengan nomor perkara
01/Arbitrase/2012/PN.SMG, dan telah diputus pada tanggal 19 Desember 2012
dengan membatalkan Putusan perkara No:405/VI/ARB-BANI/2011.
Putusan arbitrase yang dapat dimohonkan untuk pembatalan adalah putusan
arbitrase yang sudah didaftarkan pada Pengadilan Negeri, tak terkecuali juga bagi
putusan arbitrase Internasional.10 Sedangkan Alasan yang dapat digunakan untuk
permohonan pembatalan putusan arbitrase apabila putusan arbitrase tersebut
diduga mengandung unsur-unsur antara lain :
1. Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan
dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2. Setelah putusan dijatuhkan, ditemukan dokumen yang bersifat menentukan
yang sembunyikan oleh pihak lawan, dan
3. Putusan dijatuhkan atas dasar hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh
salah salah satu pihak dalam memeriksa sengketa.11
Sampai disini, penulis perlu memaparkan bagaimana analisis pembatalan putusan
No:405/VI/ARB-BANI/2011 oleh Putusan Pengadilan Negeri Semarang
No:01/Arbitrase/2012/PN.SMG telah dibuat dengan pertimbangan yang salah dan
keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 70 Undang-Undang RI No.30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan karena Putusan tersebut telah
mempertimbangkan dan menjatuhkan putusan terhadap hal-hal yang tidak relevan
dengan perkara permohonan pembatalan tersebut. Sehingga tepat manakala
PT.NINDYA KARYA (Persero) mengajukan banding kepada Mahkamah Agung
karena cacat hukum. Alasan banding dapat dibenarkan, karena dihubungkan
dengan putusan Judex Facti dalam hal ini putusan Pengadilan Negeri Semarang
hukum
No:01/Arbitrase/2012/PN.SMG
yang
membatalkan
putusan
No:405/VI/ARB-BANI/2011 ternyata telah salah dalam menerapkan.
Penulis sangat sepakat dengan dengan hasil keputusan MA No. 182 K/Pdt.SusArbt/2013 yang mengabulkan Permohonan Banding PT.NINDYA KARYA
(Persero) dan BADAN ARBITRASE NASIONAL INDONESIA (BANI) cq.
MAJELIS ARBITER PEMERIKSA PERKARA terhadap Pembatalan Putusan
Pengadilan Negeri Semarang Nomor.01/Arbitrase/2012/PN.SMG tanggal 19
Desember 2012 yang membatalkan putusan Arbiter/Badan Arbitrase
Nasional/Internasional Nomor 405/VI/ARBBANI/2011 tanggal 19 April 2012
diputuskan pada hari Kamis tanggal 18 Juli 2013. Berdasarkan ketentuan Pasal
10
H. Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase (salah satu alternatif penyelesaian
sengketa bisnis) PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal. 185
11
Gatot P. Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2006, hal
93.
9
8.
70 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase ditentukan bahwa
alasan-alasan pembatalan putusan Arbitrase harus dibuktikan dengan putusan
pengadilan.
Daftar Pustaka
Anshori, Abdul Ghofur “Penyelesaian Sengketa Perbanka Syariah: Analisis
Konsep dan UU No.21 Tahun 2008”, cet. Ke-1, Yogyakarta: UGM
Press, 2010.
Arbitrase Ditinjau dari RV, Peraturan Prosedur BANI, ICSID, UNCITRAL
Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of
Foreign Arbitral Award, Perma No. 1 1990, 1991, Jakarta: Pustaka
Kartini, 1991
Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,
Mediasi, Konsiliasi, dan Arbitrase), Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,
2001.
Fuady, Munir. Arbitrase Nasional, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.
Indonesia Arbitration Quarterly Newsletter Number 6/2009 BANI
ARBITRATION CENTER (BADAN ARBITRASE NASIONAL
INDONESIA) Maret 2009
Kadarisma, Arifin. Pokok-Pokok Hukum Arbitrase di Indonesia, Dewan Asuransi
Indonesia, Jakarta, 1995.
Sari Kartika Elsi dan Simanunsong Advendi. Hukum Dalam Ekonomi (Edisi
kedua), Gramedia, Jakarta, 2007.
Soemartono., Gatot, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Gramedia, Jakarta, 2006.
Subekti, R. Aneka Perjanjian, Cetakan kesepuluh, Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 1995
Sudiarto, H. dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase (salah satu alternatif
penyelesaian sengketa bisnis), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Widjaja., Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2000.
Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa;
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana
yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan
perubahan kedua dengan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009;
Kitab Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata);
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);
Yurisprudensi
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tanggal 20-6-1979 No.415
K/Sip/1975;
Putusan Mahkamah Agung RI No. 225 K/Sip/1976 tanggal 30 September 1983;
Putusan Mahkamah Agung RI No. 2424K/Sip/1981 tanggal 22 Februari 1982;
10
Putusan Mahkamah Agung RI No. 455 K/Sip/1982 tanggal 27 Januari 1983;
Putusan Mahkamah Agung RI No. 3992 K/Pdt/1984 tanggal 4 Mei 1988;
Putusan Mahkamah Agung RI No. 3179 L/Pdt/1984 tanggal 4 Mei 1988;
11
MEMO
Terdapat kekeliruan dalam penulisan nomor Surat Perjanjian Angkutan Laut
No:06/K/3 .10.2.7/X/2007 ditulis Surat Perjanjian Angkutan Laut
No.06/K/3.10.2./2007 pada halaman 2 dan 3 dalam putusan.
12