Academia.eduAcademia.edu

Wawasan Kebangsaan

“Terkikisnya Nilai-Nilai Sosial Di Indonesia” Berbagai permasalahan nampak menggerogoti negeri ini. Tidak dipungkiri juga adanya kemerosotan nilai-nilai sosial bangsa ini. Kemerosotan nilai sosial atau moral bangsa tidak hanya terjadi di kota-kota besar saja yang sarat akan perkembangan teknologi dan akses yang lebih luas, namun telah menjamur hingga pelosok negeri ini. Indikator yang bisa dijadikan dasar acuan kemerosotan nilai sosial ataupun moral bangsa Indonesia dapat terlihat dari memudarnya nilai-nilai luhur yang dulu dijunjung tinggi yang ditunjukkan dengan adanya penyimpangan-penyimpangan sosial. Salah satu contoh yang paling mudah adalah menurunnya rasa hormat terhadap orang tua. Terlepas dari pola-pola perilaku yang berkembang dari hubungan anak dan orang tua, secara keseluruhan orang tua yang mengeluhkan “kekurangajaran” anaknya banyak terdengar. ataupun dengan tata berkomunikasi diantara seseorang yang lebih tua dengan yang muda. Dalam hal tersebut sudah jarang sekali digunakan bahasa formal, seolah-olah tidak ada tatanan bahasa dalam bangsa ini yang dipukul rata menggunakan bahasa informal senyaman kehendak masing-masing. Seolah tidak cukup, para pemegang kekuasaan atau yang berkedudukan juga tak kalah andil dalam yang dapat mencoreng nilai luhur bangsa ini. Penyalahgunaan wewenang yang marak terjadi, dari korupsi, pemerasan, penipuan hingga penyuapan banyak terjadi di berbagai sudut negeri ini. Seolah tak pernah puas dengan apa yang didapatkan, orang-orang yang haus akan kekuasaan dan ketamakan tersebut terus menggerogoti bangsa. Akibatnya perbuatan sewenang-wenang terjadi, dari desa hingga ibukota, seperti pemerkosaan, perampokan, penipuan dan lain-lain. Pengamalan Pancasila sebagai dasar negara dan filsafat bangsa tampaknya sudah tidak dihiraukan lagi. Masyarakat sudah terlalu jauh melangkah ke arah modernisasi sehingga melupakan nilai-nilai moral. Tidak salah jika kini Pancasila hanya diucapkan dalam kata namun dikhianati dalam perilaku. Penyimpangan sosial di kalangan mahasiswa dan siswa pun patut dijadikan sorotan. Sudah tidak asing lagi perbuatan asusila yang dilakukan mahasiswa, seperti homoseksual yang kian marak, free sex yang tidak terkendali, juga peniruan karya orang lain (plagiat dan imitasi). Semoga saja ini bukan budaya para agent of change dan pelajar tetapi hanya oknum yang merupakan minoritas dari mahasiswa dan siswa itu sendiri. Ditambah dengan semakin berkembangnya zaman, perkembangan teknologi semakin pesat. berbagai alat komunikasi ataupun telekomunikasi semakin canggih dan menyebar di masyarakat. Tentunya hal tersebut memiliki dampak yangb positif, namun juga jangan melupakan dampak negative yang ada. Mengapa demikian? Peralatan teknologi yang semakin canggih memungkinkan seseorang untuk melakukan segala Sesutu dengan praktis dan juga ekonomis. Hal ini membuat seseorang lebih mudah untuk melakukan segala hal hanya dengan duduk manis ditempat dengan didampingi oleh teknologi. Tanpa disadari, hal tersebut akan mengurangi interaksi sosial di antara sesama maupun lingkungan sekitar. Secara perlahan keadaan ini akan menciptakan sikap anti sosial atau ketidakpedulian dalam individu. Salah satu contoh para pelajar SD, SMP ataupun SMA yang sudah dikenalkan dengan permainan game sejak dini akan terus kecanduan hingga dapat menyebabkan pribadi yang cenderung menutup diri dan tidak memiliki ketertarikan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya baik teman, kerabat, bahkan keluarganya sendiri. Sebagai makhluk sosial, tentu saja hal tersebut bertentangan dengan sifat manusiawi yang kita bawa sejak lahir. Oleh karena itu, terkadang hal tersebut dapat menimbulkan dampak yang serius entah itu gangguan dari segi mental ataupun fisik yang menimbulkan kerugian tersendiri bagi penderita. Penyimpangan-penyimpangan tersebut tidak terlepas dari proses meniru yang diterapkan dengan berkiblat ke barat dan budaya yang memang dianggap keren bagi mereka. Miris memang saat mereka lebih mengelu-elukan nilai kebebasan dan melupakan nilai-nilai asli Indonesia yang seharusnya menjadi identitas diri. Disaat masyarakat berbondong-bondong untuk mempelajari dan meniru budaya asing, nilai-nilai sosial yang merupakan luhur bangsa semakin terkikis dan menghilang entah kemana. Seolah mendukung keadaan tersebut, pendidikan tentang nilai sosial bangsa seolah hanya menjadi bahan formalitas saja.