Academia.eduAcademia.edu

Makalah Studi Kependudukan: Sektor Informal Indonesia dan Malaysia

Mengkaji tentang perbedaan konsep dan definisi Sektor Informal di Indonesia dengan Malaysia.

DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 BAB I PENDAHULUAN 2 Latar Belakang 2 Rumusan Masalah3 Tujuan Penelitian3 BAB II PEMBAHASAN 5 Konsep dan Definisi Sektor Informal5 Perbedaan Sektor Informal dengan Sektor Formal 12 Penyebab Munculnya Sektor Informal 12 Non-Observed Economy (NOE) 13 Perbandingan Sektor Informal Indonesia dan Malaysia 14 BAB III KESIMPULAN19 DAFTAR PUSTAKA20 LAMPIRAN21 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi pembangunan, sehingga jumlah penduduk yang banyak tidak menjadi beban pembangunan, justru menjadi modal pembangunan. Peran sektor informal dalam hal ini juga amat penting, terutama karena kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja yang tidak terserap di sektor formal, yang tidak menuntut keterampilan tinggi. Keberadaan dan kelangsungan sektor informal dalam sistem ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional. Ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur terhadap ketidakmampuan pembangunan dalam menyediakan peluang kerja, untuk sementara dapat diredam oleh keberadaan sektor informal. Ibaratnya, sektor informal merupakan kolam tempat berkumpulnya tenaga kerja yang paling besar dan berkontribusi besar terhadap GDP di kebanyakan negara-negara berkembang. Kontribusi sektor informal dapat meningkat ataupun menurun di bawah pengaruh kondisi pasar dan kebijakan yang terus berubah. Namun di kebanyakan negara-negara berkembang, kemungkinan besar sektor informal akan tetap menjadi bagian di kehidupan ekonomi selama beberapa dekade ke depan. Di satu sisi segi sektor informal masih memegang peranan penting menampung angkatan kerja, tetapi di segi lain menunjukkan menunjukkan gejala produktivitas yang rendah, karena masih menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan serta keterampilan yang relatif rendah. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, penulis berusaha memaparkan tentang sektor informal, khususnya perbandingan sektor informal Indonesia dengan negara tetangga yang sedang berkembang lain, Malaysia. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka pada pembahasan mengenai perbandingan sektor informal antara Indonesia dan Malaysia terdapat beberapa masalah yang dirumuskan sebagai berikut : Apa yang dimaksud dengan sektor informal? Mengapa sektor informal saat ini begitu penting, terutama bagi negara negara yang sedang berkembang? Apa saja dampak positif dan negatif yang ditimbulkan dari adanya sektor Informal? Bagaimana pendefinisian sektor informal bila dilihat dari dua hal ini yaitu tenaga kerja dan usaha? Bagaimana konsep sektor informal menurut ICLS (International Conference of Labour Statisticians)? Bagaimana konsep sektor Informal Indonesia dan konsep sektor informal Malaysia? Bagaimana perbandingan keadaan sektor Informal antara Indonesia dan Malaysia? Tujuan Penelitian Adapun beberapa tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, yaitu: Mengetahui pengertian sektor informal secara umum. Mengetahui alasan pentingnya sektor informal bagi negara negara berkembang. Mengetahui dampak positif dan negatif dari adanya sektor informal. Memahami pendefinisian sektor informal melalui 2 hal yaitu tenaga kerja dan usaha. Memahami konsep sektor informal menurut ICLS (International Conference of Labour Statisticians). Memahami konsep sektor informal Indonesia dan Malaysia. Memahami perbandingan keadaan sektor informal antara Indonesia dan Malaysia. BAB II PEMBAHASAN Konsep dan Definisi Sektor Informal Dalam perkembangannya sektor informal atau ekonomi informal telah mengalami berbagai perubahan konsep/pengertian sesuai dengan kondisi pada saat itu. Untuk negara/wilayah berbeda, juga untuk institusi/kantor yang berbeda dalam satu wilayahpun, pengertian mengenai sektor informal dapat berbeda pula. International Conference of Labor Statisticians (ICLS), ILO Konsep yang dijadikan acuan penulis adalah 17th ICLS (ILO 2003). Kerangka konseptual sektor informal yang dihasilkan dari ICLS ke-17 merupakan penyempurnaan dari ICLS ke-15 yang diusulkan oleh Expert Group on Informal Sector Statistics (Delhi Group). Pada ICLS-15 konsep dari sektor informal secara luas merupakan unit produksi barang atau jasa dengan tujuan utama menciptakan lapangan kerja dan pendapatan. Unit ini biasanya: beroperasi pada level organisasi yang rendah, sedikit atau tidak ada sama sekali pembagian antara tenaga kerja dan modal sebagai faktor produksi, berskala kecil. Pekerja biasanya merupakan pekerja bebas, berdasarkan hubungan kekerabatan, hubungan pribadi, dan sosial, bukan berdasarkan kontrak perjanjian dengan jaminan resmi. Unit produksi pada sektor informal biasanya memiliki karakteristik perusahaan rumah tangga: Aset bukan kepunyaan unit produksi melainkan kepunyaan pemilik (owners). Pemilik menanggung sendiri risiko usaha tanpa batas. Pengeluaran untuk produksi biasanya sulit dipisahkan dengan pengeluaran rumah tangga. Barang modal seperti bangunan atau kendaraan yang digunakan juga sulit dibedakan penggunaannya, apakah untuk tujuan usaha atau keperluan RT. Dengan kata lain pada ICLS-15 hanya ditinjau dari sisi unit produksi. Kerangka konseptual dalam pedoman ICLS-17 menghubungkan konsep-perusahaan berbasis kerja di sektor informal secara koheren dan konsisten dengan yang lebih luas, konsep berbasis pekerjaan informal. Seseorang secara bersamaan dapat memiliki dua atau lebih pekerjaan formal dan atau informal. Pada Tabel 1.1 di bawah tipe unit produksi (baris dalam tabel) didefinisikan dalam istilah organisasi hukum dan karakteristik-perusahaan terkait lainnya, sementara jenis pekerjaan (kolom) didefinisikan dalam hal status pekerjaan dan lain-pekerjaan yang terkait karakteristik. Tabel 2.1 Conceptual framework for Informal Employment (17th ICLD guidelines) Sumber: Measuring informality: A statistical manual on the informal sector and informal employment (ILO 2013) Notes : (a) Cells shaded in dark grey refer to jobs, which by definition do not exist in the type of production unit in question. Cells shaded in light grey refer to formal jobs. Unshaded cells represent the various types of informal jobs. (b) As defined by the 15th ICLS resolution (excluding households employing paid domestic workers). (c) Households producing goods exclusively for their own final use and households employing paid domestic workers. Informal employment : Cells 1to 6 and 8 to 10. Employment in the informal sector : Cells 3 to 8. Informal employment outside the informal sector : Cells 1, 2, 9 and 10. Unit produksi diklasifikasikan menjadi tiga kelompok: perusahaan sektor formal, usaha sektor informal, dan rumah tangga. Perusahaan sektor formal, terdiri dari perusahaan (corporation), lembaga nirlaba, perusahaan rumah tangga dimiliki oleh pemerintah atau swasta yang memproduksi barang atau jasa untuk dijual atau barter yang bukan bagian dari sektor informal. Usaha sektor informal, ciri-cirinya seperti yang sudah dijelaskan di bagian sebelumnya. Rumah tangga, yaitu rumah tangga yang memproduksi barang untuk konsumsi sendiri (contoh: bertani untuk konsumsi sehari-hari, memperbaiki rumah sendiri) dan juga rumah tangga yang memperkerjakan pekerja rumah tangga yang dibayar (misal: pembantu, tukang cuci, tukang kebun, penjaga rumah, supir, dsb). Sedagkan menurut Job-base (pekerjaan sebagai unit observasi), status pekerjaan dibagi menjadi: pekerja sendiri, majikan, pekerja keluarga, karyawan, dan anggota koperasi produsen. Pada ICLS-17 didefinisikan 'pekerjaan informal' sebagai jumlah pekerjaan informal, apakah dilakukan di perusahaan-perusahaan sektor formal, sektor usaha informal atau rumah tangga, selama periode referensi yang diberikan. Cakupan pekerja informal: Mereka yang berusaha sendiri dan pengusaha yang bekerja di usaha sektor informal miliknya (sel 3 dan 4). Sifat informal mereka karena mereka sulit dipisahkan dari usaha yang mereka miliki. Contoh: penjual bakso (sel 3), pemilik warteg (sel 4). Pekerja keluarga, terlepas dari apakah mereka bekerja di usaha sektor formal atau informal (sel 1 dan 5). Sifat informal mereka disebabkan oleh fakta bahwa pekerja keluarga biasanya tidak memiliki kontrak kerja tertulis secara eksplisit, dan biasanya pekerjaan mereka tidak tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan, peraturan jaminan sosial, atau kesepakatan bersama, dll. Contoh: seorang anak yang bekerja di perusahaan ayahnya, misal sebagai konsultan, dan tidah digaji (sel 1), karyawan warteg yang masih anggota keluarga (sel 5). Anggota koperasi produsen informal (sel 8). Sifat informal pekerjaan mereka berkaitan langsung dengan karakteristik koperasi di mana mereka menjadi anggota. Karyawan yang memegang pekerjaan informal di perusahaan sektor formal, perusahaan sektor informal, atau dibayar sebagai pekerja rumah tangga yang dipekerjakan oleh rumah tangga (sel 2, 6, dan 10). Mereka dianggap memiliki pekerjaan informal, jika hubungan kerja mereka, secara hukum atau dalam prakteknya: tidak tunduk pada undang-undang ketenagakerjaan nasional, pajak pendapatan, perlindungan sosial, atau hak pekerja lainnya (pemberitahuan di muka tentang pemecatan, pesangon, bonus tahunan atau cuti sakit, dll) untuk alasan, seperti: tidak ada deklarasi pekerjaan atau karyawan; pekerja bebas atau pekerjaan jangka pendek; pekerjaan dengan jam kerja atau upah di bawah batas minimum yang ditentukan (misalnya, untuk jaminan sosial); pekerjaan pada usaha rumahtangga atau oleh orang dalam rumah tangga; pekerjaan di mana tempat karyawan bekerja di luar tempat dari perusahaan pemberi kerja (misal pekerja rumah tanpa kontrak kerja) pekerjaan di mana peraturan ketenagakerjaan tidak diterapkan, tidak ditegakkan, atau tidak dipenuhi karena alasan lain. Contoh: cleanning service, teller bank, resepsionis (sel 2), karyawan warteg bukan anggota keluarga (sel 6), sopir dan pembantu (sel 10). Berusaha sendiri yang memproduksi barang yang penggunaan akhirnya khusus untuk rumah tangga mereka sendiri (sel 9). Contoh: seorang istri yang bertani (sel 9). Badan Pusat Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia selama ini menggunakan pengertian/definisi mengenai sektor informal berdasarkan kategori dari status pekerjaan dari pekerja. Status pekerjaan adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan. Seperti diketahui, sejak tahun 2001 BPS membagi status pekerjaan menjadi 7 kategori, yaitu: Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar Berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar Buruh/Karyawan/Pegawai Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas di non pertanian Pekerja tak dibayar Kategori 3 dan 4 umumnya mengacu pada pekerja di sektor formal, sementara kategori lainnya adalah sektor informal. Kategorisasi ini mudah dilakukan. BPS Indonesia telah mengeluarkan data ini secara konsisten, sehingga kita dapat menelusuri kembali perkembangan sektor informal di Indonesia. Kategori 5 dan 6 baru diperkenalkan sejak tahun 2001. Pekerja musiman (casual worker) di bidang pertanian/ non pertanian adalah orang yang bekerja dengan risiko sendiri tanpa bantuan dari anggota keluarganya atau karyawan di sektor pertanian/non pertanian. Sebelum tahun 2001, pekerja lepas di pertanian dikategorikan sebagai karyawan, sementara pekerja lepas di bidang non pertanian dikategorikan sebagai pekerja berusaha sendiri. Namun, kategorisasi dari ekonomi formal berdasarkan status 3 dan 4 terlalu sederhana. Pertimbangkan situasi ketika seseorang dikatakan berstatus sebagai pekerja formal dan pekerja informal secara bersamaan. Oleh karena itu penting untuk memeriksa, tidak hanya status pekerjaan, namun juga tipe pekerjaan. BPS telah menetapkan 10 kategori mengenai tipe pekerjaan ini, antara lain: Pekerja profesional, teknik, dan pekerja terkait lainnya. Pekerja administrasi dan manajerial. Pekerja juru tulis dan terkait. Pekerja bidang penjualan. Pekerja bidang jasa. Pekerja pertanian, peternakan, kehutanan, nelayan dan pemburu. Pekerja produksi dan terkait. Operator dan pekerja perlengkapan pengangkutan. Buruh. Lain-lain. Tabel 2.2 Aktivitas Informal Selanjutnya, BPS (2009) menyatakan bahwa “kegiatan informal mengacu pada kegiatan ekonomi yang umumnya dilakukan secara tradisional oleh organisasi bertingkat rendah ataupun yang tidak memiliki struktur, tidak ada akun transaksi (transaction accounts) dan ketika terdapat relasi kerja biasanya bersifat musiman (casual), pertemanan atau relasi personal, ketimbang berbasis perjanjian kontrak.” Berikut adalah contoh tabel publikasi sektor informal oleh Badan Pusat Statistik. Tabel 2.3 Kegiatan Informal Indonesia Tahun 2009 Sumber: ILO Nomor pada kolom jenis pekerjaan dan status pekerjaan adalah macam-macam jenis pekerjaan dan status pekerjaan menurut konsep sektor informal BPS yang telah dipaparkan sebelumnya. Sedangkan sel yang agak gelap merupakan yang termasuk ke dalam sektor informal. Perbedaan Sektor Informal dengan Sektor Formal Penyebab Munculnya Sektor Informal Sektor informal semakin menjamur khususnya di daerah perkotaan. Penyebabnya antara lain: Migrasi. Perbandingan antara jumlah pekerja dan jumlah lapangan pekerjaan yang timpang. Sektor informal muncul sebagai akibat ketidakmampuan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja. Rumitnya sistem perpajakan. Birokrasi perijinan yang berbelit-belit. Tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mejalankan bisnis legal. Dampak positif adanya sektor informal adalah : Menciptakan lapangan kerja baru, sehingga bisa mengurangi pengangguran yang tidak tertampung di sektor formal. Mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, sebagai alat peredam rakyat miskin yang tidak terserap di sektor formal. Meningkatkan perekonomian nasional, karena secara tidak langsung menyumbangkan PDB (Produk Domestik Bruto) negara. Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia yang mayoritas unskilled menjadi memiliki pekerjaan. Dampak negatif adanya sektor infromal adalah: Kesemrawutan kota, disebabkan oleh banyaknya pedagang kaki lima atau pedagang asongan yang bebas berjualan di mana saja. Lingkungan kotor dan tidak indah, kurangnya rasa menjaga kebersihan dan kerapian oleh pihak pelaksana sektor informal. Kemacetan, dampak lanjutan dari kesemrawutan tata kota karena bebasnya pelaksana sektor informal dalam menjalankan bisnisnya. Non-Observed Economy (NOE) Sektor informal merupakan begian dari kegiatan NOE. Namun tidak semua kegiatan yang dilakukan oleh unit produksi sektor informal dimaksudkan secara sengaja untuk menghindari pembayaran pajak atau kewajiban jaminan sosial, melanggar hak tenaga kerja, atau peraturan perundang-undangan, atau ketentuan administrasi lainnya. Oleh karena itu perlu dibedakan antara konsep kegiatan informal dari konsep kegiatan ekonomi tersembunyi (hidden economy activity) atau kegiatan ekonomi bawah tanah (underground economy activity). Kegiatan yang termasuk dalam NOE antara lain: Sektor Informal Produksi bawah tanah: Mencakup kegiatan produktif dan legal tetapi secara sengaja disembunyikan dari pihak yang berwenang untuk menghindari pembayaran pajak, jaminan sosial, dan peraturan tertentu, seperti UU tenaga kerja. Produksi ilegal: Mencakup kegiatan yang produktif tetapi dilarang oleh hukum jika dilakukan oleh produsen yang tidak memiliki kewenangan. Contohnya adalah usaha produksi minuman keras. Produksi rumah tangga untuk konsumsi sendiri. Kegiatan produktif yang tidak tercatat atau terjawab dalam pengumpulan data dasar. Untuk membedakan sektor informal dengan kegiatan NOE yang lainnya, maka tabel manual yang bisa dipergunakan adalah sebagai berikut: Aktivitas yang legal dan bukan kegiatan bawah tanah Akticitas yang legal namun merupakan kegiatan bawah tanah Aktivitas ilegal Perbadingan Sektor Informal Indonesia dan Malaysia Sama dengan Indonesia, Malaysia merupakan negara berkembang yang terletak di Asia Tenggara dan merupakan anggota dari PBB. Memiliki sistem pemerintahan monarki dan beribu kota di Kuala Lumpur. Walaupun memiliki wilayah dan jumlah penduduk yang lebih kecil daripada Indonesia, namun negara bekas jajahan Inggris ini memiliki perekonomian yang bagus. Berbeda dengan Indonesia, konsep sektor informal yang dipakai oleh Department of Statistics Malaysia mengacu pada ICLS-15 dan ICLS-17. Sedangkan BPS masih menggunakan konsep pendekatan status pekerjaan dari pekerja. Pada ICLS-15 yang dianut oleh Malaysia, sektor informal tidak meliputi sektor pertanian, sehingga sektor pertanian di Malaysia dilakukan survei tersendiri. Sedangkan konep BPS terdapat istilah status pekerjaan yang memasukkan pekerja bebas baik di non-pertanian maupun di pertanian ke dalam sektor informal. Berikut adalah bagan pekerja sektor informal Malaysia. Bagan 2.1 Kerangka Kerja Guna Tenaga Sektor Informal Malaysia Sumber : Publikasi Department of Statistics, Malaysia 2012 Sektor informal di Indonesia pada keadaan Agustus 2012 terdapat sekitar 44,2 juta orang (39,86 %) bekerja pada sektor formal dan 66,6 juta orang (60,14 %) bekerja pada sektor informal. Sedangkan sektor informal di Malaysia pada tahun yang sama sebesar 8,21%. Kesimpulan kasar dari fakta tersebut adalah sektor informal Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Oleh karena paparan di atas tersebut, maka data sektor informal Indonesia dengan Malaysia tidak dapat dibandingkan dan dianalisis secara jauh. Jadi belum tentu jika Indonesia menggunakan konsep ICLS yang memisahkan antara sektor pertanian dengan sektor infromal akan tetap lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Berbeda dengan Badan Pusat Statistik Indonesia yang belum memiliki publikasi khusus mengenai sektor informal Indonesia (jadi satu dalam Sakernas), Malaysia telah memiliki publikasi khusus dengan judul “Laporan Penyiasatan Guna Tenaga Sektor Informal (Informal Sector Work Force Survey Report)” setiap tahunnya. Sebagai wacana, BPS pernah mengadakan survei sektor informal di Jogja dan Banten, bekerja sama dengan Asian Development Bank (ADB) untuk menghasilkan publikasi berjudul “The Informal Sector and Informal Employment in Indonesia” dengan menggunakan konsep ICLS-15 dan ICLS-17. Grafik 2.1 Pekerjaan Formal dan Informal Indonesia Tahun 2010-2013 (%) Sumber : Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia, ILO, 2010 Bila ditarik trennya pada grafik di atas, maka di Indonesia setiap tahun hampir selalu ada penurunan dalam persen di sektor informal, diikuti perkembangan sektor formal. Tabel 2.4 Sektor Informal Indonesia (juta pekerja), Tahun 2001-2009 Sumber : Ekonomi Informal di Indonesia, ILO, 2010 Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Bekerja dalam Sektor Informal menurut Strata dan Jenis Kelamin Malaysia Tahun 2012 Sumber : Publikasi Department of Statistics, Malaysia 2012 Hampir sama dengan Indonesia, mayoritas pekerja informal di Malaysia adalah laki-laki dan sebagian besar pekerjaan informal terdapat di pedesaan. Perbedaannya adalah sebagian besar perkerja informal Malaysia di perkotaan adalah wanita. Sedangkan sebagian besar pekerja informal Indonesia baikdi perkotaan maupun di pedesaan adalah laki-laki. BAB III KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat penulis ambil dalam penjabaran di makalah ini adalah sebagai berikut: Badan Pusat Statistik Indonesia dalam melakukan survei sektor informal pada Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) hingga kini masih menggunakan konsep pendekatan status pekerjaan dari pekerja. Department of Statistics Malaysia telah menggunakan konsep ICLS-15 dan ICLS-17 dalam melakukan survei sektor informal yang memiliki publikasi tersendiri. Sektor informal Indonesia dengan Malaysia tidak dapat dibandingkan karena adanya perbedaan dalam konsep sektor informal itu sendiri. Sektor informal di Indonesia cenderung menurun diikuti oleh kenaikan dalam persen sektor formalnya. Di kedua negara, Indonesia dan Malaysia, sektor informal berperan amat penting bagi pertumbuhan ekonomi kedua bangsa, terutama sumbangannya terhadap PDB masing-masing negara. DAFTAR PUSTAKA Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2009. Peran Sektor Informal sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaan. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Badan Pusat Statistik. 2012. Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Baharudin, Nazaria, et al. Informal Employment in Informal Sector Enterprises in Malaysia. Blunch, Niels-Hugo, Sudharshan Canagarajah, dan Dhushyanth Raju. 2001. The Informal Sector Revisited: A Synthesis Across Space and Time. The World Bank. Department of Statistics, Malaysia. 2012. Laporan Penyiasatan Guna Tenaga Sektor Informal. Malaysia: Department of Statistics, Malaysia. ILO. 2010. Ekonomi Informal di Indonesia: Ukuran, Komposisi dan Evolusi. Jakarta: Kantor ILO Indonesia. ILO. 2010. Keterbatasan Pembuatan Kebijakan Ekonomi Informal di Indonesia. Jakarta: Kantor ILO Indonesia. ILO. 2013. Tren Ketenagakerjaan dan Sosial di Indonesia. Jakarta: Kantor ILO Indonesia. Swaminathan, Madhura. 1991. Understanding the “Informal Sector”: A Survey. Massachusetts: World Institute for Development Economics Research of The United Nations University. 20