WAWASAN NUSANTARA: FONDASI DALAM MENJAGA IDENTITAS
PULAU SUMBA
Eurike mawi, Muhammad Ali Sodik
Universitas Strada Indonesia
Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK
Pulau Sumba yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan salah satu
permata nusantara yang kaya akan budaya,tradisi dan keindahan alam. Dengan ciri
khas rumah adat berbentuk menara, kain tenun ikat yang indah, serta tradisi pasola
yang mencerminkan kearifan lokal nusantara. Sumba menjadi representasi nyata
dari keberagaman budaya Indonesia. Namun modernisasi dan globalisasi
membawah tantangan besar bagi kelestarian budaya lokal. Artikel ini membahas
bagaimana peran wawasan nusantara sebagai landasan strategis untuk menjaga
identitas pulau Sumba dan menjadi fondasi untuk melestarikan budaya dan identitas
pulau Sumba. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis
literatur terkait dan studi kasus untuk mengidentifikasi tantangan serta solusi dalam
menjaga kekayaan budaya Sumba.
Kata kunci: Fondasi dalam menjaga identitas pulau Sumba
I. LATAR BELAKANG
Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan
lingkungannya yang mengutamakan kesatuan wilayah serta menghargai
keberagaman. Konsep ini relevan untuk pulau sumba yang meskipun memiliki ciri
khas budaya tersendiri, tetap merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
Indonesia. Pulau Sumba adalah salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki
warisan budaya kaya dan unik. Tradisi seperti pasola, rumah adat berbentuk
menara, dan kain tenun ikat yang menjadi daya tarik tersendiri sekaligus simbol
identitas masyarakat Sumba. Namun seiring perkembangan zaman identitas ini
menjadi terancam karena adanya arus modernisasi dan globalisasi yang membawa
perubahan dalam pola pikir, dan gaya hidup masyarakat pulau Sumba.
Wawasan nusantara mengajarkan cara pandang bangsa Indonesia terhadap
keutuhan wilayah dan keberagaman memberikan kerangka kerja yang penting
dalam mempertahankan budaya lokal. Melalui pendekatan ini, budaya dan tradisi
pulau sumba dapat dilestarikan.
Pulau Sumba disebut bumi Marapu karena melimpahnya jenis kekayaan budaya
seperti kain tenunan, budaya megalitik yang berusia ribuan tahun,dan berbagai
ritual adat yang menarik wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri - yang
bersumber dari Marapu, pemujaan leluhur orang Sumba. Hingga saat ini, sebagian
orang Sumba masih mempertahankan prinsip-prinsip yang diwariskan leluhur yang
mengatur seluruh siklus hidup sejak kelahiran hingga kematian. Sebab itu Marapu
menjadi kekuatan untuk mempertahankan eksistensi kekayaan budaya di Sumba
hingga saat ini. Ini membuat unsur-unsur yang asing terhadap budaya Marapu sulit
mempengaruhi orang Sumba. Pengaruh Marapu merupakan tantangan serius bagi
agama-agama asing yang masuk ke Sumba. Di Nusa Tenggara Timur (NTT), orang
Sumba merupakan kelompok masyarakat yang paling sulit dipengaruhi oleh agamaagama tersebut. (Webb,1986, p. 346-347). Marapu mampu bertahan menghadapi
pengaruh unsur-unsur asing.
Namun, kekayaan budaya Pulau Sumba kini menghadapi ancaman serius akibat
derasnya arus globalisasi dan modernisasi. Masuknya teknologi, budaya pop, dan
gaya hidup modern seringkali menggerus tradisi lokal yang dianggap tidak relevan
atau ketinggalan zaman. Urbanisasi dan perkembangan sektor pariwisata yang
masif juga memicu pergeseran nilai dan pola hidup masyarakat. Contohnya,
generasi muda yang semakin jarang terlibat dalam kegiatan adat atau kerajinan
tradisional seperti menenun. Hal ini tidak hanya mengurangi minat terhadap
pelestarian budaya lokal, tetapi juga menciptakan kesenjangan antara identitas
tradisional dan tuntutan modernitas.
Di sisi lain, perkembangan sektor pariwisata menjadi pedang bermata dua.
Sumba yang terkenal dengan panorama alamnya, seperti pantai-pantai eksotis dan
bukit savana, menarik perhatian wisatawan lokal maupun internasional. Pariwisata
memang memberikan manfaat ekonomi yang signifikan, tetapi juga membuka
peluang eksploitasi budaya. Banyak tradisi adat yang dipamerkan secara komersial
tanpa mempertimbangkan nilai-nilai sakralnya. Misalnya, upacara Pasola yang
dulunya merupakan ritual adat kini lebih sering dijadikan atraksi wisata, sehingga
mengurangi makna spiritual dan sosialnya.
II. KASUS/MASALAH
1. Bagaimana dampak globalisasi dan modernisasi terhadap identitas budaya
lokal Pulau Sumba?
2. Apa peran wawasan nusantara dalam melindungi kekayaan budaya lokal di
Pulau Sumba?
3. Strategi apa saja yang dapat diimplementasikan untuk melestarikan budaya
lokal Pulau Sumba tanpa menghambat perkembangan ekonomi?
III. TINJAUAN PUSTAKA
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi dengan jumlah
pulau terbanyak di Indonesia, di antarannya Pulau Flores, sumba, Timor, Alor,
Lembata, Rote, Sabu, dan pulau-pulau kecil lainnya. Setiap daerah memiliki
keragaman budaya lokal yakni bahasa, alat musik, tarian, dan rumah adatnya. Salah
satunya adalah pulau sumba dengan segala keindahannya akan budaya yang sangat
kental.
Menurut Priyadi (2016) daya tarik wisata sangat mempengaruhi pemilihan
daerah tujuan wisata. Seseorang tidak akan mau mengunjungi daerah wisata dengan
daya tarik yang biasa saja, karena mereka harus membayar dan meluangkan waktu
untuk melakukan pengalaman berwisata. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu
yang mempunyai keunikan, keindahan, serta nilai yang beraneka ragam berupa
kekayaan alam, kekayaan budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran
kunjungan wisatawan (Utama, 2017). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
daya tarik wisata sangat mempengaruhi wisatawan dalam memilih obyek wisata
yang akan dikunjungi.
Menurut Gunawan (2013), kampung adat yaitu kampung yang
melaksanakan aturan hukum agama atau tradisi atau adat istiadat yang berlaku di
wilayahnya masing-masing kampung adat adalah sebuah kesatuan masyarakat
hukum adat yang secara historis mempunyai batas wilyah dan identitas budaya yang
terbentuk atas dasar teritorial yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat Kampung berdasarkan hak asal usul. Dari pernyataan di atas dapat
disimpulkan bahwa kampung adat adalah suatu wilayah dimana masyarakatnya
masih mempertahankan tradisi, dimensi kebudayaan dan adat istiadat yang
diwariskan turun temurun dan umumnya berlokasi di sekitar pusat kota.
Menurut Damardjati dalam Pambudi (2010) wisata budaya adalah gerak
atau kegiatan wisata yang dirangsang oleh adanya objek-objek wisata berwujud
hasil-hasil seni budaya setempat, seperti adat istiadat, upacar-upacara, agama, tata
hidup masyarakat setempat, peninggalan-peninggalan sejarah, hasil-hasil seni,
kerajinan rakyat dan lain sebagainya. Menurut Pendit dalam Sari (2010), wisata
budaya adalah perjalanan yang bertujuan mempelajari objek-objek yang berwujud
kebiasaaan rakyat, adat istiadat, tata cara hidup, budaya dan seni atau kegiatanyang
bermotif sejarah. Menurut Eppink (2013), kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur sosial, religius, dan lain-lain,tambahan lagi segala pernyataan intelektual,
dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Berdasarkan pengertian di
atas, wisata budaya adalah salah satu jenis wisata yang menjadi alasan wisatawan
berkunjung ke satu tempat. secara umum, wisata budaya merupakan perjalanan
yang bertujuan untuk memuaskan rasa ingin tahu mengenai adat istiadat, keunikan
daerah, budaya, dan sejarah suatu tempat.
IV. PEMBAHASAN
Pulau Sumba adalah salah satu permata budaya Indonesia yang terkenal karena
kekayaan tradisi dan adat istiadatnya. Budaya lokal seperti kain tenun ikat, upacara
adat Pasola, rumah adat berbentuk menara tinggi, dan sistem kepercayaan Marapu
telah menjadi bagian integral dari identitas masyarakat Sumba. Namun,
modernisasi dan globalisasi menghadirkan tantangan besar bagi kelestarian budaya
ini. Dalam pembahasan ini, akan diuraikan secara mendalam bagaimana wawasan
nusantara dapat diterapkan untuk menjaga identitas budaya Pulau Sumba, berbagai
tantangan yang dihadapi, serta strategi yang dapat diambil untuk melestarikannya.
1. Keunikan Budaya Pulau Sumba sebagai Identitas Lokal
Pulau Sumba memiliki budaya yang unik dan berbeda dari daerah lain di
Indonesia. Tradisi-tradisi ini tidak hanya menjadi simbol kearifan lokal tetapi
juga bagian dari warisan budaya dunia.
1) Kain Tenun Ikat
Tenun ikat Sumba dikenal di seluruh dunia karena keindahan motifnya yang
sarat dengan simbolisme adat. Motif-motif ini biasanya menceritakan
sejarah, kepercayaan, dan nilai-nilai yang diwariskan secara turun-temurun.
Namun, dengan munculnya produksi massal untuk memenuhi permintaan
pasar, nilai asli dari tenun ini sering kali terabaikan.
2) Upacara Pasola
Pasola adalah salah satu tradisi adat yang paling dikenal dari Sumba, di
mana para pria beradu ketangkasan melempar lembing dari atas kuda. Ritual
ini awalnya dimaksudkan untuk menghormati leluhur dan dewa-dewa
dalam kepercayaan Marapu. Namun, dalam beberapa dekade terakhir,
Pasola lebih sering dipromosikan sebagai atraksi wisata, yang menyebabkan
perubahan makna sakralnya. Keunikan budaya Sumba inilah yang
menjadikannya sebagai salah satu pilar identitas lokal, tetapi tanpa
perlindungan yang tepat, identitas ini dapat terancam oleh perkembangan
zaman.
2. Tantangan Globalisasi dan Modernisasi
Modernisasi dan globalisasi membawa perubahan signifikan bagi masyarakat
Sumba. Meski ada dampak positif seperti peningkatan akses terhadap teknologi
dan pariwisata, pengaruh ini juga menimbulkan ancaman besar terhadap
kelestarian budaya lokal.
1) Perubahan Pola Hidup
Generasi muda di Sumba semakin terpapar pada budaya pop global melalui
internet, media sosial, dan teknologi modern. Hal ini menyebabkan
pergeseran minat dari tradisi lokal ke gaya hidup modern, seperti
penggunaan pakaian modern yang menggantikan kain tenun ikat dalam
kehidupan sehari-hari.
2) Komersialisasi Budaya
Tradisi dan seni budaya sering kali dieksploitasi untuk kepentingan
ekonomi. Upacara adat seperti Pasola, yang dulunya dilakukan secara
eksklusif untuk tujuan spiritual, kini sering kali dikomersialisasikan untuk
menarik wisatawan. Ini tidak hanya mengubah nilai asli tradisi tetapi juga
menciptakan ketegangan antara masyarakat adat dan pelaku industri
pariwisata.
3) Degradasi Lingkungan Akibat Pariwisata
Peningkatan jumlah wisatawan di Sumba membawa dampak negatif pada
lingkungan. Kerusakan ekosistem lokal dapat memengaruhi tradisi yang
bergantung pada alam, seperti penggunaan bahan alami untuk tenun
ikat. Tantangan ini menunjukkan bahwa modernisasi dapat merusak
keberlanjutan budaya lokal jika tidak dikelola dengan bijak.
3. Relevansi Wawasan Nusantara dalam Konteks Sumba
Wawasan Nusantara, sebagai pandangan geopolitik bangsa Indonesia,
menekankan pentingnya kesatuan dalam keberagaman. Konsep ini sangat
relevan untuk diterapkan dalam menjaga identitas budaya Pulau Sumba.
1) Pelestarian Budaya sebagai Bagian dari Keutuhan Bangsa
Dalam wawasan nusantara, budaya lokal dianggap sebagai bagian tak
terpisahkan dari identitas nasional. Dengan melindungi budaya Sumba, kita
tidak hanya menjaga keberagaman budaya Indonesia tetapi juga
memperkuat kesatuan bangsa.
2) Penguatan Pendidikan Berbasis Lokal
Pendidikan berbasis lokal dapat menjadi salah satu cara untuk melestarikan
budaya. Misalnya, sekolah-sekolah di Sumba dapat mengajarkan cara
membuat tenun ikat atau memahami makna dari tradisi Marapu kepada
siswa. Ini dapat menumbuhkan rasa bangga pada generasi muda terhadap
warisan budaya mereka.
3) Pengembangan Pariwisata Berbasis Budaya
Wawasan nusantara dapat diterapkan dalam pengembangan pariwisata
berbasis budaya yang berkelanjutan. Pendekatan ini tidak hanya melibatkan
masyarakat adat dalam pengelolaan pariwisata tetapi juga memastikan
bahwa tradisi lokal dihormati dan dilestarikan.
4. Strategi Pelestarian Budaya Lokal
Untuk menghadapi tantangan globalisasi, diperlukan strategi pelestarian budaya
yang holistik. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
1) Melibatkan Masyarakat Adat
Masyarakat adat harus menjadi aktor utama dalam pelestarian budaya.
Mereka harus diberdayakan melalui pelatihan, dukungan finansial, dan
pengakuan hukum atas tradisi mereka.
2) Pengelolaan Pariwisata yang Bertanggung Jawab
Pariwisata harus dikembangkan dengan prinsip keberlanjutan. Misalnya,
wisatawan dapat diberi pemahaman tentang makna tradisi yang mereka
saksikan, sehingga mereka lebih menghormati budaya lokal.
3) Revitalisasi Tradisi
Tradisi seperti Pasola atau tenun ikat perlu direvitalisasi dengan
mengintegrasikan elemen-elemen baru tanpa menghilangkan nilai-nilai
tradisional. Ini dapat dilakukan melalui kolaborasi antara seniman lokal dan
desainer modern.
4) Peningkatan Kesadaran Generasi Muda
Generasi muda harus didorong untuk terlibat dalam pelestarian budaya, baik
melalui pendidikan formal maupun kegiatan komunitas.
V.
KESIMPULAN
Dengan menerapkan wawasan nusantara sebagai landasan, upaya pelestarian
budaya Pulau Sumba dapat dilakukan secara efektif. Keberhasilan upaya ini
membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat adat, akademisi, dan
pelaku industri untuk menciptakan strategi pelestarian yang berkelanjutan. Dengan
demikian, identitas budaya pulau Sumba dapat tetap hidup di tengah arus
globalisasi dan modernisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Kamuri, J. P. (2020). Transformasi Wawasan Dunia Marapu: Tantangan Pembinaan
Warga Gereja Di Sumba. Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan
Warga Jemaat, 4(2), 131-143.
Semuel, H., Mangoting, Y., & Hatane, S. E. (2022). Makna Kualitas dan Kinerja
Tenun Tradisional Indonesia Kolaborasi Budaya Nasional dan Budaya
Organisasi. Makna Kualitas dan Kinerja Tenun Tradisional Indonesia Kolaborasi
Budaya Nasional dan Budaya Organisasi.
Eky, F. S., Saragi, R., & Turupaita, H. (2021). Strategi Pengembangan Kampung
Raja Prailiu Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya Di Kabupaten Sumba Timur.
TOURISM: Jurnal Travel, Hospitality, Culture, Destination, and MICE, 4(2),
120-129.
Indonesia, Y. O. E. Pelestarian Rumah Adat “Rumah Menara” Sumba Timur
Sebagai Warisan Budaya Dan Kearifan Harmonisasi Manusia Dengan Alamnya
Di Nusa Tenggara Timur.
Hobsbawm, E. (1983). The Invention of Tradition. Cambridge University Press.