PHB 601 – FILSAFAT ILMU
Oleh:
Awanda Eki Safitri (121414153008)
MAGISTER KAJIAN SASTRA DAN BUDAYA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA 2015
PHB 601 – FILSAFAT ILMU
UJIAN TENGAH SEMESTER:
TAKE HOME EXAM
Oleh:
Awanda Eki Safitri (121414153008)
MAGISTER KAJIAN SASTRA DAN BUDAYA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA 2015
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |1
PHB 601 – FILSAFAT ILMU
UJIAN TENGAN SEMESTER: TAKE HOME EXAM
1. Apa fungsi filsafat sebagai ilmu kritis. Uraikan memlalui perspektif
bahwa filsafat selalu berkecenderungan sebagai kritik ideology, termasuk
dalam perkembangan ilmu.
Pertama-tama, filsafat dan ilmu merupakan dua hal yang saling
berhubungan karena peran filsafat lahirlah ilmu. Maka dari itu filsafat
merupakan “mother of sciences” yang di mana semua ilmu dahulunya berawal
dari filsafat. Awal mulanya filsafat berperan dalam merubah pola pikir manusia
yang mitos menjadi rasional. Filsafat membatu manusia untuk membangun
kerangka berpikir. Kerangka berpikir yang dicoba bangun oleh filsafat adalah
kerangka berpikir rasional. Kerangka berpikir ini haruslah memiliki sebuah
metode yaitu metode yang ilmiah dan sistematis. Dengan begitu manusia dapat
membuktikan kebenaran dari sesuatu dengan menggunakan akal, budi, dan
rasio. Ada tiga dasar utama sistem berpikir dalam filsafat yaitu ontologi,
epistemologi, dan axiologi. Dengan sistem berfikir yang demikianlah maka
filsafat mempunyai fungsi sebagai ilmu kritis. Fungsi filsafat sebagai ilmu
kritis adalah filsafat yang memiliki sistem pemikiran yang sistematis mampu
membantu manusia untuk menelaah ilmu secara kritis. Filsafat harus mampu
membuktikan keabsahan suatu ilmu dengan menelaah metode dan objek kajian
dari suatu ilmu dari dasar-dasar ke-empirisannya dan kerasionalisannya.
Sehubungan dengan filsafat yang berkecenderungan sebagai kritik
ideologi, hal ini berhubungan dengan fungsi filsafat sebagai ilmu kritis. Di
mana filsafat tidak pernah berhenti mencoba untuk mempertanyakan tentang
ideologi-ideologi yang telah mapan untuk selanjutnya dipertanyakan kembali
tentang hakikatnya. Karena dalam filsafat kebenaran merupakan sesuatu yang
plural tidak tunggal, sehingga ideologi dan ilmu tersebut mampu mengetahui
hakikat ilmu dan ideologinya secara menyeluruh. Sehingga ideologi dan ilmu
tersebut tidak terjebak dalam kebenaran yang tunggal akan ideologinya dan
ilmunya sendiri-sendiri.
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |2
2. Edmund Husserl pernah mengatakan bahwa abad 19 sesungguhnya ilmu
sedang mengalami krisis berkepanjangan akibat kekalahan perang dunia
1. Menurutnya, ilmu mengalami krisis, karena ilmu tidak lagi
berhubungan dengan kehidupan. Uraikan secara mendalam, apa yang
dimaknai bahwa ilmu harus selalu berhubungan dengan dunia
kehidupan? Bagaimana dengan kondisi kajian sastra dan budaya?
Bagaimana mempraktikkannya dalam dunia kehidupan?
Filsafat selalu mencoba mempertahankan bahwa ilmu pada hakikatnya
harus digunakan untuk kesejahteraan manusia. Ilmu merupakan alat yang
digunakan untuk mencapai kesejahteraan manusia tidak berhenti hanya sebagai
ilmu saja atau tujuan akhirnya hanya sebagai ilmu saja tanpa ada
pengaplikasiannya
untuk
kesejahteraan
manusia.
Filsafat
mencoba
mengingatkan kembali bahwa ilmu merupakan suatu pengetahuan yang
mendiskripsikan, menjelaskan, dan memprediksi gejala alam yang ada untuk
kenyamanan dan kesejahteraan hidup manusia. Hal ini dikarenakan bahwa ilmu
selalu berhubungan dengan dunia kehidupan manusia. Ilmu tidak lepas dari
dunia kehidupan manusia karena ilmu merupakan pengetahuan yang berasal
dari manusia. Manusia mengembangkan pengetahuannya sehingga menjadi
ilmu tidak tujuan utamanya adalah untuk memudahkan kenyamanan dan
kesejahteraan kehidupan manusia. Maka dari itulah ilmu berasal dari manusia
dan untuk manusia, sehingga ilmu tidak boleh lupa bawa hakikat utamanya
digunakan untuk kesejahteraan hidup manusia.
Demikian juga dengan kajian sastra dan budaya. Kajian sastra dan
budaya tidak lain mengkaji bahasa dan budaya yang berhubungan erat dengan
kehidupan manusia. Pengetahuan yang merupakan cikal bakal dari ilmu itu
sendiri ada karena munculnya bahasa, dan budaya mendorong manusia
menggunakan akal budinya untuk mengembangkan pengetahuan yang gunanya
tidak lain untuk membantu kesejahteraan manusia. Oleh karena itu kajian
sastra dan budaya merupakan ilmu yang berhubungan sangat dekat dengan
dunia kehidupan manusia. Praktek pengaplikasiannya kajian sastra dan budaya
dalam dunia kehidupan, misalnya peran sastra yang digunakan untuk meneliti
tentang metode apa yang paling efektif digunakan untuk pembelajaran pada
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |3
bahasa pada anak, sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana cara
pembelajaran bahasa pada anak yang baik sehingga mereka dapat mengajar
anak mereka dengan metode tersebut. Selanjutnya, untuk kajian budaya,
pengaplikasian pada dunia kehidupan misalnya adalah penelitian tentang
fenomena sosial yang ada dalam masyarakat, contohnya tentang kasus bayi
perokok, dengan kajian budaya kita dapat mengetahui akar masalah tentang
fenomena tersebut dari perspektif kajian budaya, sehingga masyarakat dapat
menyikapi dengan bijak fenomena tersebut.
3. Dalam konteks pembangunan manusia dan kebudayaan, di mana letak
atau kontribusi kajian sastra dan budaya?
Dalam konteks pembangunan manusia dan kebudayaan letak kajian
sastra dan budaya, seperti yang telah sedikit dijelaskan pada jawaban nomor
dua, sangat penting kontribusi dalam dunia kehidupan. Telah diketahui bahwa
sastra yang berhubungan dengan bahasa memiliki kontribusi yang penting.
Bahasa merupakan alat yang penting untuk mempelajari ilmu. Dengan
memahami bahasa dengan baik maka akan dapat memahami ilmu dengan baik
pula. Sastra sendiri bertujuan untuk mengkaji segala aspek dalam kebahasaan.
Sastra membantu manusia untuk memahami secara lebih baik suatu ilmu.
Sehingga dalam konteks pembangunan manusia sastra memiliki kontribusi
untuk membantu manusia mamahi dan menguasai ilmu dengan lebih baik.
Selanjutnya kontribusi kajian budaya dalam pembangunan kebudayaan adalah
dengan kajian budaya kita dapat mengetahui fenomena-fenomena apa saja
yang terjadi pada masyarakat saat ini. Dengan mengetahui fenomena atau
gejala-gejala yang aneh yang terjadi pada masyarakat kita dapat membantu
menentukan arah selanjutnya untuk membantu masyarakat dalam menghadapi
fenomena-fenomena tersebut.
PHB 601 – FILSAFAT ILMU
UJIAN AKHIR SEMESTER:
TAKE HOME EXAM
Oleh:
Awanda Eki Safitri (121414153008)
MAGISTER KAJIAN SASTRA DAN BUDAYA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA 2014
PHB 601 – FILSAFAT ILMU
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |5
UJIAN AKHIR SEMESTER: TAKE HOME EXAM
1. Setiap ilmu memiliki objek material maupun objek formal, yang
membedakan antara ilmu yang satu dengan ilmu lainnya. Jelaskan, objek
material dan objek formal kajian sastra dan budaya? Di mana perbedaan
kajian ini dengan keilmuan sejenis, seperti antropologi (budaya) atau
sosiologi (budaya) misalnya?
Objek material dari Kajian Sastra dan Budaya adalah teks-teks sastra dan
kebudayaan, karena dalam Kajian Sastra dan Budaya, kebudayaan didefinisikan
sebagai cara hidup tertentu bagi sekelompok orang yang berlaku pada periode
tertentu. Sedangkan objek formal dari Kajian Sastra dan Budaya adalah teori
kritik sastra untuk Kajian Sastra dan teori-teori poststrukturalisme seperti,
postmodern dan dekonstruksi, untuk Kajian Budaya. Hal ini dikarenakan, Kajian
Budaya terlahir dari pemikiran poststrukturalisme dan sangat multidisipliner;
kajian ini menggabungkan atau mengambil dari berbagai kajian teoritis disiplin
ilmu lain yang dikembangkan dari para pemikir poststrukturalisme yang sudah
ada.
Telah dijelaskan objek formal dari Kajian Budaya adalah kebudayaan yang
didefinisikan sebagai cara hidup tertentu bagi sekelompok orang yang berlaku
pada periode tertentu, sehingga di dalamnya terdapat ideologi. Ideologi yang
terdapat dalam kebudayaan yang dikaji dalam Kajian Sastra dan Budaya
mempunyai peran yang sangat penting sehingga kebudayaan memiliki ciri-ciri
tertentu dari sekelompok individu-individu yang berpartisipasi di dalamnya.
Fokus Kajian Budaya adalah analisa mengenai masyarakat modern yang
menitikberatkan pada aspek relasi budaya dan kekuasaan dan relasi-relasi sosial
dan makna-maknanya.
Oleh karena itu perbedaan antara Kajian Sastra dan Budaya dengan
keilmuan sejenis seperti, antropologi atau sosiologi, adalah dalam Kajian Budaya
sudah tidak lagi membahas mengenai High culture dan Low culture serta aspekaspek estetis ataupun nilai-nilai moral, tetapi Kajian Budaya membahas mengenai
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |6
seluruh relasi-relasi sosial yang ada dalam masyarakat. Sehingga dalam Kajian
Budaya muncullah pandangan mengenai terminologi kelas (class), yang mana
sebagai konsekuensinya Kajian Budaya mengkritisi mengenai aturan-aturan yang
berusaha mempertahankan reproduksi kelas dan ketidaksamaan yang lainnya.
Dengan cara menempatkan dan menemukan kebudayaan dari kelompokkelompok masyarakat yang terpinggirkan. Hal inilah yang membedakan objek
formal Kajian Budaya dengan antropologi atau sosiologi, karena dalam Kajian
Budaya melihat bentuk-bentuk dan sejarah perkembangan kebudayaan kelas
proletar dan kebudayaan populer.
2. Apa yang disebut dengan kebenaran dalam konteks ilmu pengetahuan,
bagaimana kriteria kebenaran dalam kajian sastra dan budaya?
Kebenaran dalam konteks Ilmu Pengetahuan adalah kebenaran yang
mengacu pada nilai-nilai positivisme yang mana kebenaran harus berdasarkan
landasan-landasan yang ilmiah. Selain itu kebenaran dalam positivisme adalah
kebenaran yang empiris yaitu kebenaran yang dapat kita amati dan kita ukur
secara indrawi. Serta kebenaran dalam positivisme juga harus universal yang
artinya bahwa kebenaran haruslah tidak boleh berubah-ubah dan kebenaran
tersebut harus tetap sama walaupun diuji pada tempat dan waktu yang berbeda.
Hal ini disebabkan karena objek formal dari ilmu alam yang alam yang dapat
diukur dan diamati secara indrawi, sedangkan objek formal dari Kajian Sastra dan
Budaya adalah kebudayaan yang mana merupakan hasil dari aktivitas manusia,
yang mana manusia adalah makhluk yang selalu bergerak dinamis sehingga para
pemikir ilmu alam menyangsikan kebenaran dari hasil penelitian ilmu-ilmu sosial,
seperti Kajian Sastra dan Budaya.
Dari penjelasan mengenai kebenaran menurut positivisme yang harus
dapat diamati dan diukur secara indrawi (empiris), maka dari itu kriteria
kebenaran yang digunakan dalam Kajian Sastra dan Budaya adalah paradigma
dalam postpositivisme. Di dalam paradigma postpositivisme ini selain mencakup
hal-hal yang empiris seperti dalam paradigma positivisme tetapi juga mencakup
fenomena dan nomena atau apa yang ada dibalik data yang empiris. Selanjutnya,
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |7
dalam paradigma postpositivisme ini berkembang paradigma penelitian yang
kualitatif, yang karakteristik utamanya adalah pencarian makna dibalik data. Oleh
karena itu, dengan menggunakan paradigma kualitatif dalam penelitian Kajian
Sastra dan Budaya dapat menemukan esensi makna yang ada dibalik fenomena
sosial dan makna kata maupun kalimat serta makna tertentu yang ada dalam
sebuah karya sastra. Dengan begitu kriteria kebenaran Kajian Sastra dan Budaya
masih seperti kriteria kebenaran ilmu pengetahuan menurut positivisme yang
empiris; tetapi dalam perkembangan selanjutnya dalam penelitian Kajian Sastra
dan Budaya yang menggunakan paradigma kualitatif, peneliti melihat makna dari
data yang mereka secara empiris.
3. Salah satu bentuk krisis ilmu pengetahuan adalah ketika ilmu kehilangan
fungsi praktisnya dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu diciptakan oleh
manusia dalam rangka menjelaskan, meramalkan dan mengontrol setiap
gejala sosial-alam yang ada dalam dunia kehidupan umat manusia. Ketika
kegiatan keilmuan tidak berhubungan dengan realitas sosial-alam, maka
kegiatan keilmuan tersebut seolah tidak memiliki makna apapun
terhadap dunia kehidupan manusia. Dalam konteks demikian, apa fungsi
praktis-teoritis kajian sastra dan budaya dalam kehidupan umat manusia
modern, jelaskan dalam perspektif fenomenologis?
Setiap ilmu bersifat pragmatis yang memiliki nilai dan manfaat bagi
manusia. Suatu ilmu haruslah memiliki nilai guna dan kegunaan agar dapat
mensejahterakan kehidupan umat manusia. Fungsi pragmatis dalam Kajian Sastra
dan Budaya, dapat kita lihat dari bahasa yang merupakan tempat di mana refleksi
konstruksi berbagai ideologi atau kepentingan yang saling bersinggungan dalam
masyarakat. Kajian Sastra dan Budaya sendiri lebih berupaya untuk memberikan
perhatian kepada munculnya suatu masalah karena tidak disadarinya berbagai
kepentingan yang di konstruksi dalam masyarakat. Oleh karena itu, fungsi praktisteoritis Kajian Sastra dan Budaya adalah untuk mengungkapkan berbagai
kepentingan tersebut dengan memberikan fokus pada beberapa masalah seperti
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |8
peranan kekuasaan dalam kebudayaan, persoalan high culture dan low culture,
dan kedudukan gender dan seksualitas dalam kebudayaan.
4. Postmodernitas telah menjadikan ruang kebenaran bersifat plural. Dari
homologi menuju paralogi kebenaran. Realitas sosial-budaya tidak lagi
hanya bisa dijelaskan dalam sebuah perspektif, melainkan keragaman
perspektif. Secara epistemologis, bagaimana posmodernisme mampu
mempertahankan kebenaran pengetahuan ilmiah yang diperolehnya
sebagai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan?
Telah kita ketahui bahwa semangat dari postmodernisme yang menolak
keseragaman kebenaran, sehingga sebuah gejala sosial tidak dapat dilihat hanya
dari satu sudut pandang, melainkan dari beberapa sudut pandang. Secara
epistemologis kebenaran dari postmodern dapat dilihat dari teori atau sudut
pandang apa sebuah gejala sosial dilihat. Karena dalam postmodernisme terdapat
beberapa teori dan pemikir yang memiliki semangat postmodern itu sendiri,
seperti teori dekonstruksi dan poststrukturalisme. Sehingga secara epistemologis
kebenaran postmodernisme yang dilihat dengan menggunakan teori atau sudut
pandang dari teori-teori yang memiliki semangat postmodern tersebut dapat
dipertanggungjawabkan.
Kebenaran postmodernisme secara epistemologi dapat diverifikasi melalui
teori atau sudut pandang apa suatu gejala sosial dilihat, misalnya, dengan
menggunakan teori dekonstruksi, dengan demikian kebenaran tersebut dapat
diverifikasi kebenarannya karena tentunya teori dekonstruksi sebelumnya telah
diuji
kebenarannya
postmodernisme
secara
secara
epistemologis.
epistemologis
Oleh
dapat
karena
itu,
kebenaran
dipertanggungjawabkan
kebenarannya karena kebenaran epistemologis teori-teori postmodern tersebut
sebelumnya sudah diverifikasi dan diuji.
5. Pro-kontra terhadap film The Look of Silence (Senyap) karya Joshua
Oppenheimer belakangan ini seolah membuka kembali ‘ruang-ruang’
Awanda Eki Safitri - 121414153008 |9
sejarah kelam tentang apa dan siapa yang disebut sebagai ‘korban’ pada
peristiwa masa lalu (kasus 1948 atau 1965). Dalam perspektif postkolonial,
bagaimana fenomena kebenaran masa lalu dapat dijelaskan? Bagaimana
seharusnya masyarakat akademik melihat fenomena tersebut secara
keilmuan?
Postkolonial adalah teori yang digunakan untuk menganalisis berbagi
gejala kultural terjadi di negara-negara bekas jajahan bangsa-bangsa Eropa
modern. Postkolonial, di dalamnya membahas mengenai gejala-gejala kultural
yang terjadi di di dunia timur yang ditulis oleh para orientalis. Visi dari
postkolonial itu sendiri adalah untuk menelusuri pola-pola pemikiran kelompok
orientalis dalam rangka membangun superioritas Barat dan imperioritas Timur.
Dalam prakteknya teks-teks oriental menunjukkan adanya bias kultural yang berat
sebelah karena pengetahuan mengenai dunia timur tidak pernah menjadi asli,
sebab bukan orang timur sendiri yang menceritakan pengalaman mereka.
Sehingga sudut pandang dari teks-teks oriental lebih cenderung pada bagaimana
para orientalis melihat gejala-gejala kultural yang ada di dunia timur, yang mana
dibalik objektivitas tersebut bersembunyi pemikiran Barat. Dengan demikian
ketika menyikapi kebenaran masa lalu dari sebuah teks-teks oriental tersebut kita
harus berhati-hati agar tidak terjebak pada ideologi yang dibawa oleh teks-teks
tersebut. Sebagai masyarakat akademik dalam melihat fenomena tersebut kita
harus tetap mampu melihat teks-teks tersebut secara objektif dan dengan kepala
dingin tanpa adanya bias-bias tertentu.
A w a n d a E k i S a f i t r i - 1 2 1 4 1 4 1 5 3 0 0 8 | 10
TINJAUAN PUSTAKA
“Aspek Keilmuan dalam Kajian Budaya.” Kajian Budaya. Svaramahardika.
Wordpress.com. 25 April 2012. Web. 4 Januari 2015. 11:27 PM
<http://svaramahardika.wordpress.com/category/kajian-budaya/>
Antariksa. “Cultural Studies (Kajian Budaya).” Forum Mahasiswa Kajian Timur
Tengah (KTT), S2/S3 GMN – Cultural Studies. Wordpress.com. Web. 4
Januari 2015. 11:34 PM <katetes3.wordpress.com/tag/cultural-studies/>
Santoso, Heri dan Listiyono Santoso. 2003. Filsafat Ilmu-Ilmu Sosial: Ikhtiar
Awal Pribumisasi Ilmu-Ilmu Sosial. Yogyakarta: Gama Media.
Santoso, Listiyono. 2007. Postkolonialisme by Listiyono Santoso. PPT. 20 Juni
2007.
______. 2007. Postmodernisme: Konsep-Konsep Umun by Listiyono Santoso.
PPT. 2 Maret 2007
Trocim
William
M.K.
“Positivism
&
Post-Positivism”.
Socialresearchmethods.net. 20 Oktober 2006. Web. 7 Desember 2014.
10:03 PM <http://www.socialresearchmethods.net/kb/positvsm.php>
Widoyoko, S. Eko Putro. “Analisis kualitatif dalam Penelitian Sosial”. Forum
Mahasiswa Kajian Timur Tengah (KTT), S2/S3 GMN – Cultural Studies.
Wordpress.com.
Web.
4
Januari
<katetes3.wordpress.com/tag/cultural-studies/>
2015.
11:34
PM