Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
Modernitas kini melahirkan dua jenis masyarakat yakni masyarakat yang apatis, apolitis dan borjuis yang serakah, yang terkadang tidak mau bertanggung jawab sebagai warga negara. Kedua jenis masyarakat ini menciptakan adanya masyarakat atomisasi yang hanya memiliki kebenaran partikular serta sulit melihat atau menerima adanya sisi positif di luar mereka. Sulit menerima ini merupakan hal yang bertentangan sengan hakekat ruang publik ; di mana orang dapat bebas melakukan aksi komunikasi intersubyektif untuk membangun kesepakatan dan kebersamaan. Karena bertentangan dengan ruang publik maka konsekuensinya adalah manusia itu mulai kesepian dalam ruang privatnya. Dalam kesepian ini ia berhadapan dengan suatu ideologi yang lebih logis, mengandung hukum yang absah sehingga ia melarikan diri pada ideologi itu. Dan akhirnya menjadi budak ideologi dalam propaganda dan teror. Manusia kesepian karena kedangkalan berpikir. Kedangkalan berpikir ini membuka peluang besar bagi manusia untuk dapat menjadi anak kandung dari propaganda dan teror. Dalam propaganda dan teror yang merupakan kekhasan ideologi tertutup 1 , manusia hanyalah makhluk yang bergerak seturut komando sehingga manusia menjadi makhluk yang hanya bergerakbereaksi karena dikomando gerakkan bukan karena berinisiatif sendiri. Tindakan manusia seperti ini Arent menyamakannya dengan sebutan anjing pavlov; anjing yang ketika makan bukan karena lapar tetapi karena bunyi bel berdering. Manusia sebagai yang ada memiliki cara berada yang khas. Agere sequitur esse: cara bertindak sesuai dengan cara berada. Manusia memiliki cara berada tertentu dengan akal budi dan hati nuraninya. Jika manusia ada sebagai pemilik akal dan nurani maka mengapa manusia begitu getolnya melakukan hal yang sebenarnya dapat dilakukan oleh hewan tak berakal dan bernurani? Mengapa kejahatan itu terus ada dan dilakukan? Mengapa terjadi peristitiwa pembantaian sistematis orang-orang Yahudi dan orang Jerman sendiri pada waktu kekejaman Hitler merajalela? Mengapa di Indonesia ini, boleh dikatakan bermula dari 1 Disebut ideologi tertutup karena tidak membuka peluang untuk dikritisi serta tidak menerima adanya perbedaan. Tidak memberi peluang untuk berpikir dan dapat menilai secara kritis. peristiwa G30SPKI sampai sekarang terus terjadi kekerasan dan kejahatan lainnya? adakah para pelaku itu pernah dihukum semuanya? Atau ada yang out of law serta impunity? Jika ada yang kebal hukum dan bebas dari sanksi hukum, apakah itu juga merupakan produk dari sebuah negara? Banyaknya peristiwa juga sekuat banyaknya pertanyaan yang dilontarkan. Kejahatan terhadap manusia dianggap hal yang lumrah. Banyaknya konflik di Indonesia yang menelan banyak harta dan korban, dianggap no problem karena itu merupakan caranya aparatur negara untuk mengendalikan negara demi kenyamanan sang penguasa. Kerusuhan pembunuhan terjadi memakan banyak korban, namun para pelaku sepertinya tidak merasa bersalah. Dengan menumpas (meneror dan mengintimidasi) mereka memandang bahwa tugas mereka telah selesai. Mereka karena kuasa mereka bebas hukum (out of law) tidak ada sanski hukum (impunity). Mereka meneror dengan gaya stigmatisasi (mengisolasi korban,menghindari bela rasa dan solidaritas masyarakat). Mereka tumpul nurani dan bebas beban moral (orang kecil-orang berilmu). Mereka ini disebut individu massa; tidak mampu berpikir kritis lagi. Akhirnya mereka menjadi pelaku banalitas kejahatan. Kejahatan menjadi biasa. Pelaku kehilangan rasa bersalah. Pembunuhan menjadi impersonal. Kejahatan yang dilumrahkan ini merupakan hal yang sudah lama dikaji oleh Hannah Arendt. Filsuf perempuan ini dengan latar belakang hidup di Jerman-Yahudi, secara khusus pada kekuasaan partai tunggal Nazi oleh Hitler (Nazisme), tentunya merasakan suatu realitas bergejolak dalam nuraninya. Ia melihat begitu getolnya Nazisme membenci orang-orang Yahudi karena kemajuan mereka dalam bidang-bidang yang boleh jadi mengganggu kestabilan negara Jerman. Nazisme mengembangkan propaganda pembencian Yahudi; anti-semitisme. Mereka juga melakukan teror orang-orang Yahudi-Jerman. Mereka harus dibantai dan itu adalah kehendak penguasa tunggal di bawah partai tunggal dalam perlindungan negara totaliterian. Kehendak tunggal negara (kehendak umum) harus ditaati, maka pembantaian banyak korban justeru diperlihatkan sebagai peristiwa yang bukan pertama-tama merujuk pada perihal moral, tetapi lebih kepada pelaksanaan tugas sesuai mandat penguasa tunggal dalam negara. Karena terjadinya hal ini, Arendt menyebutnya sebagai ketumpulan hati nurani dan ketidakmampuan untuk berpikir dan menilai secara kritis. Ketika menghadiri penghakiman Eichmann di Yerusalem, Arendt sebagai peliput berita melihat bahwa Eichmann tidak merasa bersalah apapun. Ia mempertanggungjawabkan segala perilaku dan peristiwa yang telah terjadi tanpa rasa beban moral apapun. Dari sini Arendt melihat bahwa sebenarnya Eichmann itu figur yang taat dan baik. Hanya jika ia mampu berpikir dan menilai secara kritis serta memiliki nurani kemanusiaan maka tentunya ia tidak akan mengiktui perintah Hitler untuk membantai-membakar-penyiksaan serta perampasan harta dan harga diri manusia seperti itu. Eichmann taat untuk menjalan kehendak tunggal negara, karena itu adalah sebuah tindakan mulia. Tindakan seperti inilah yang dimaksudkan oleh Arendt dengan konsepnya tentang banalitas kejahatan; perihal penglumrahan kejahatan. Kejahatan menjadi hal biasa karena itu merupakan menjalankan fungsi dan tugas demi kestabilan negara serta menjadi hal biasa karena ketumpulan nurani dan ketidakmampuan untuk berpikir serta menilai secara kritis. Kita dapat mencermati hal yang sama dalam negara Indonesia ini. Ada begitu banyak peristiwa penyimpangan yang dianggap biasa saja sehingga itu dilumrahkan. Atas dasar refleksi Arendt dan realitas yang terjadi, maka kami anggota kelompok II akademi STSM dengan mengikuti tema yang telah ditentukan, kami membahas secara mendalam tentang banalitas kejahatan perspektif Arendt serta penjelasan selanjutnya disinkronkan dengan situasi krisis Indonesia secara umum dan Kehidupan kalangan para calon imam secara khusus fratres Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui-Kupang. Untuk itu kami tetap memakai tema dengan menjadikannya sebagai judul tulisan ini yakni PEMIKIRAN HANNAH ARENDT TENTANG BANALITAS KEJAHATAN. 1.2 Rumusan Masalah Siapa itu Hannah Arendt? Apa maksud Banalitas Kejahatan dari Arendt? Mengapa banalitas itu terjadi? Apakah banalitas kejahatan itu adalah sebuah pemutlakan? Apakah kekerasan itu efektif untuk memperoleh kekuasaan? BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian 2.1.1 Banalitas Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefenisikan kata banal dengan kasar, (tidak elok), biasa sekali. Secara harafiah kata "banal" dapat diartikan sebagai sesuatu yang wajar, biasa, dangkal. Yang dimaksud dengan biasa itu adalah kejahatannya. Hal ini dalam arti tegas bukan berarti bahwa kejahatan itu dilakukan oleh orang biasa. Melainkan bahwa kejahatan itu sendirilah yang dianggap biasa oleh para pelakunya. Entah siapapun pelakunya baik oleh aparatur negara maupun masyarakat sipil. 2.1.2 Kekerasan 21.2.1 Leksikal KBBI, mendefenisikan kekerasan sebagai sifat atau hal yang keras. Keras dengan paksaan. 2.1.2.2 Hannah Arendt Hannah Arendt memperlihatkan kekerasan kini telah menjadi instrumen untuk mencapai kekuasaan. Kekerasan itu timbul karena para pemusnah itu dimungkinkan oleh teknologi modern. Hannah Arendt menolak asumsi bahwa kekerasan itu dilakukan karena daya dorong akal budi manusia sebagai animal rationale. Kekerasan itu adalah daya dorong instink manusia. Manusia melakukan kekerasan karena daya dorong kebinatangan yang ada dalam dirinya. Kekerasan sering digunakan sebagai media ampuh untuk cepat mengubah kondisi. Hal inilah yang akan diperlihatkan sebagai hala yang bertolak belakang. Mengapa? Karena bagi manusia untuk mengubah kondisi cukup saja dengan memberikan penjelasan logiskritis. 2.1.3 Kekuasaan 2.1.3.1 Leksikal KBBI, mendefenisikan kekuasaan sebagai kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat sesuatu. Wewenang untuk menentukan (memerintah-mewakili dan mengurus sesuatu). Juga berkaitan dengan tindakan pengambilan sebuah keputusan. 2.1.3.2 Hannah Arendt Mendahului Hannah Arendt, Weber, Machiavelli dan Hobbes mendefenisikan kekuasaan secara lain. Weber memahami kekuasaan sebagai suatu kemungkinan memberdayakan kehendak seseorang dalam bentuk tindakan kekerasan terhadap pihak lain. Hal ini juga ditegaskan oleh Machiavelli bahwa kekuasaan berhubungan dengan bagaimana seorang pemimpin mempertahankan kekuasaannya 2 . Ia sampai pada pemahaman bahwa kekerasan adalah cara yang baik untuk memperkuat kekuasaan. Hobbes juga melihat kekuasaan sebagai yang harus ada dalam negara. Negara harus kuat tanpa tanding agar rakyatnya takut sehingga taat dan sekaligus negara harus menghukum (mati) pelanggar hukum. Hannah Arendt justeru memandang pemikiran mereka ini sebagai hal yang monolog (fureinander) dan konfrontatif (gegeneinander). Arent memahami kekuasaan sebagai suatu kekuatan yang digunakan untuk merancang kepentingan ruang publik yang terkandung didalamnya komunikasi intersubyektif dan aksi atau tindakan harmonis sebagai ruang penampakkan manusia. Kekuasaan muncul karena adanya keharmonisan antara komunikasi intersubyektif dengan tindakan. Kekuasaan muncul dalam ruang publik karena itu kekuasaan sangat menghargai adanya kesepakatan. Kekuasaan adalah berujung pada kesepakatan. Hannah Arendt memperlihatkan kekuasaan sebagai aksi komunikatif yang merupakan medium tempat pembentukkan intersubyektifitas dalam berbagai upaya kehidupan manusia. Kekuasaan akan lenyap jika komunikasi dan aksi bersama lebih dahulu lenyap. Kebersamaan adalah faktor utama dalam kekuasaan. Dalam kebersamaan manusia saling hadir bagi yang lain. Kekuasaan menjadi media untuk menjadikan hidup bersama berkualitas. 2 Hukum tanpa pedang tidak akan ditaati, demikian juga perintah tanpa kekuatan yang keras tidak aka didengarkan (Haryatmoko, Etika Politik dan...
Metodologi penelitian terus berkembang dan semakin banyak pula mazhab dalam penelitian yang memiliki penganut yang loyal. Dengan demikian, sulit rasanya membakukan satu metodologi tertentu ke dalam satu panduan penulisan tugas akhir mahasiswa. Namun demikian, panduan penulisan tugas akhir tetap diperlukan untuk memberikan kemudahan kepada mahasiswa jenjang sarjana dalam menuliskan skripsi mereka. Panduan ini tidak bermaksud menciptakan keseragaman, namun lebih kepada penetapan standar minimum penulisan skripsi. Panduan penulisan skripsi ini memiliki sejumlah perbedaan dari panduan penulisan skripsi sebelumnya, di antaranya: (1) Sebagian teknik penulisan, sitasi, dan daftar pustaka mengadopsi American Psychology Association (APA) style. (2) Metode penelitian tidak saja kuantitatif, namun juga diperbolehkan kualitatif dan metode campuran. (3) Penulisan sitasi dan daftar pustaka harus menggunakan piranti lunak referencing manager, misalnya EndNote, Mendeley, atau Zotero. (4) Keharusan menggunakan artikel jurnal sebagai referensi utama. Pengaturan-pengaturan baru ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas penelitian mahasiswa.
berjudul American Legal Realism oleh Brian Leiter, Realisme Hukum Amerika adalah sebuah gerakan yurisprudensial pribumi yang paling penting di Amerika Serikat selama abad ke-20, hal tersebut memiliki dampak besar tidak hanya pada pendidikan hukum dan pembelajaran Amerika, tetapi juga pada reformasi hukum dan pengacara. Realisme Hukum Amerika tidak semata-mata merupakan perluasan dari hukum doktrin filosofi substantif dari semantik dan epistemologi. Kaum Realis adalah pengacara (ditambah beberapa ilmuwan sosial), bukan filsuf, sehingga motivasi mereka pasti berbeda. Sebagai pengacara, mereka bereaksi terhadap 'yurisprudensi mekanis' yang dominan atau "formalisme" pada zaman mereka. "Formalisme", dalam pengertian yang relevan di sini, menyatakan bahwa hakim memutuskan kasus berdasarkan aturan dan alasan hukum yang jelas, yang menyuguhkan hasil unik dalam banyak kasus (mungkin setiap kasus). Para Realis berpendapat, sebaliknya, bahwa pertimbangan empiris yang cermat tentang bagaimana pengadilan benar-benar memutuskan kasus mengungkapkan bahwa mereka memutuskan bukan semata-mata terutama karena hukum, tetapi berdasarkan (kasarnya) pada pengertian mereka tentang apa yang akan menjadi "adil" pada fakta-fakta kasus. Aturan hukum dan alasannya digambarkan hanya sebagai rasionalisasi pasca-hoc untuk keputusan yang dicapai atas dasar pertimbangan non-legal. Karena kaum Realis tidak pernah menyatakan secara eksplisit pengandaian filosofis mereka tentang hakikat hukum atau konsepsi teori hukum mereka, salah satu tugas yurisprudensial penting bagi kaum Realis saat ini adalah rekonstruksi filosofis dan pertahanan pandangan-pandangan ini, terutama terhadap kritik para filsuf hukum, khususnya H.L.A. Hart.
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah kami. Yang bertemakan Harga Pokok Proses dengan metode rata-rata, FIFO, dan kasus-kasus Khusus dalam perhitungan Harga Pokok Proses.
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan yang bersifat biolistik/menyeluruh, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor yang berisfat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan, pemeliharaan dan perlindungan kesehatan, bukan hanya mnyembuhkan orang sakit atau pemulihan kesehatan. Secara makro, paradigma sehat berarti bahwa pembangunan semua sektor harus memperhatikan dampak nya dibidang kesehatan, paling tidak harus memberikan kontribusi postif bagi pembangunan prilaku dan lingkungan sehat. Secara mikro, paradigma sehat berarti bahwa pembangunan kesehatan lebih menekankan upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuartif dan rehabilitatif. Berdasarkan Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan merupakan salah satu fakor yang sangat menentukan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu kesehatan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya serta dilindungi dari ancaman yang merugikan. Menurut Hendrik L. Blum (1972) dalam Soekidjo (2002) , derajat kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan. Diantara faktor-faktor tersebut, maka lingkungan memegang peran penting yang lebih besar. Yang termaksuk lingkungan adalah keadaan pemukiman perumahan, tempat kerja, sekolah dan tempat umum, air, dan udara bersih, juga teknologi, pendidikan, sosial dan ekonomi
2018
Sepakbola merupakan cabang olahraga yang paling fenomenal di dunia termasuk di Indonesia. Saat ini sepak bola menjadi olahraga paling populer di Indonesia, dimainkan oleh orang dewasa hingga anak-anak, dan dimainkan mulai dari lapangan sepak bola hingga ke jalan di gang-gang sempit permukiman. Namun, antusiasme masyarakat Indonesia yang tinggi terhadap sepak bola berbanding terbalik dengan prestasi sepak bola Indonesia di kancah internasional. Indonesia sendiri disebut-sebut sebagai salah satu ladang pesepakbola muda berbakat. Pembinaan pemain sepak bola sejak usia dini dinilai sebagai upaya yang diharuskan untuk memajukan sepakbola Indonesia. Dan hal ini sejak dulu sudah menjadi wacana yang selalu diangkat oleh banyak kalangan. Sebagai realisasi dari wacana tersebut, para praktisi dan pecinta sepak bola mulai mendirikan akademi sepak bola di berbagai daerah.
Efek yang di timbulkan oleh Cyber pada segala aspek, dan bentuk penangkalan
Academia Medicine, 2024
No entendemos qué es canibalismo, 2024
The China Review, 2024
Historia Contemporánea, 2023
Fio que se faz trama: a história do tempo presente e a responsabilidade na pesquisa histórica, 2022
Bitlis Eren Üniversitesi, 2023
Journal of Cleaner Production, 2017
History – Theory – Criticism, 2022
Electronics Letters, 1999
Proceedings of the 2012 Academy of Marketing Science (AMS) Annual Conference , 2012
Torreón universitario, 2022
Environmental Science & Technology, 2014
Proceedings of the 2nd Annual International Conference on Material, Machines and Methods for Sustainable Development (MMMS2020), 2021