p-ISSN : 2337-5752
e-ISSN : 2720-9660
Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE)
Vol. 10 No. 1 (2022)
PEMBELAJARAN KEWIRAUSAHAAN DI SMA SELAMA PANDEMI COVID-19
Leny Noviani1, Adam Wahida2
1
Universitas Sebelas Maret,
[email protected]
2
Universitas Sebelas Maret,
[email protected]
DOI
https://doi.org/10.26740/jupe.v10n1.p1522
Article history
Received
29 October 2021
Revised
7 November 2021
Accepted
15 November 2021
How to cite
Noviani, L & Wahida, A. (2022).
Pembelajaran Kewirausahaan di SMA
Selama Pandemi Covid-19. Jurnal
Pendidikan Ekonomi (JUPE), 10(1), 1522.
https://doi.org/10.26740/jupe.v10n1.p1522
Kata
Kunci:
pembelajaran
kewirausahaan, pandemi
Keywords: entrepreneurship learning,
pandemic
Corresponding author
Leny Noviani
[email protected]
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah: 1) untuk mendeskripsikan pelaksanaan
pembelajaran kewirausahaan di SMA selama pandemi Covid-19, dan
2) memberikan solusi bagaimana meningkatkan kualitas pembelajaran
kewirausahaan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif.
Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Responden sejumlah
1.347 siswa SMA kelas XI dan XII dari 20 SMA di Sragen. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19
pembelajaran kewirausahaan lebih banyak mengajarkan tentang teori
(69,1%). Metode yang digunakan guru saat mengajar pada umumnya
adalah penugasan (54,8%) tentang tugas/pekerjaan rumah tentang teori
kewirausahaan. Platform digital yang digunakan guru adalah google
class room (39,3%), zoom (9,6%, WhatsApp (25,5%), google meet
(16%), dan platform lainnya 9,5%. Secara umum, siswa menilai bahwa
pelajaran kewirausahan sesuai dengan kebutuhan dan memberikan
bekal untuk menjadi wirausaha. Sebanyak 64,5% siswa merasa
antusias mengikuti pelajaran. Perbaikan pembelajaran kewirausahaan
menurut persepsi siswa adalah: materi lebih aplikatif dan menarik,
dilatihkan cara mengatasi masalah riil, dan diimbangi dengan praktik.
Pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui kegiatan
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
Abstract
The objectives of this study are: 1) to describe the implementation of
entrepreneurship learning in high school during the Covid-19
pandemic, and 2) to provide solutions on how to improve the quality of
entrepreneurship learning. This study uses a descriptive method.
Collecting data using a questionnaire. Respondents were 1,347 high
school students in grade XI and XII from 10 high schools in Sragen The
results showed that during the Covid-19 pandemic, entrepreneurship
learning taught more about theory (69.1%). The method used by
teachers
when
teaching
is
assignments
(54.8%)
on
assignments/homework on entrepreneurship theory. The digital
platforms used by teachers are google class room (39.3%), zoom (9.6%,
WhatsApp (25.5%), google meet (16%), and other platforms 9.5%. In
general, students assessed that entrepreneurship lessons are in
accordance with their needs and provide provisions to become
entrepreneurs. As many as 64.5% of students feel enthusiastic about
participating in lessons. Improvements in entrepreneurship learning
according to students' perceptions are: the material is more applicable
and interesting, trained in how to overcome real problems, and balanced
with practice. Entrepreneurship education can be done through intracurricular activities in class, co-curricular, and extra-curricular.
15
Noviani, L. & Wahida, A. | Pembelajaran Kewirausahaan di SMA Selama Pandemi Covid-19
kewirausahaan dianggap sangat penting untuk memberikan
kesempatan bagi siswa menjadi pribadi yang inovatif,
kreatif, mandiri, dan menjadi pemimpin yang mampu
menghadapi tantangan. Oleh karena itu, pendidikan
kewirausahan merupakan upaya untuk mempersiapkan
lulusan menjadi wirausaha sehingga mampu berkontribusi
pada pembangunan ekonomi.
Berbagai macam metode telah diidentifikasi untuk
mendukung pendidikan kewirausahaan. Pendekatan yang
paling sering dilakukan dalam pendidikan kewirausahaan
adalah pendekatan berbasis masalah dan memberikan
pengalaman untuk mengembangkan kewirausahaan
(Bliemel, 2013). Pendidikan kewirausahaan dengan
pendekatan pengalaman secara bertahap mendorong siswa
keluar dari zona nyaman mereka dan memasuki dunia
kewirausahaan yang menarik. Desain kurikulum
memperkenalkan tiga tingkat kesempatan belajar
berdasarkan pengalaman: pengalaman tidak langsung
melalui pembicara tamu dan mentor, pengalaman virtual
melalui penawaran di kelas, serta investor nyata, dan jika
memungkinkan pengalaman langsung melalui pitching ideide mereka di acara jaringan industri dan kompetisi pitch.
Pendekatan bertahap ini memudahkan siswa dalam proses
bertindak dan berpikir seperti wirausahawan sejati.
Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran
kewirausahaan perlu menerapkan strategi pembelajaran
yang dapat menumbuhkan jiwa wirausaha siswa.
Kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam SE
Mendikbud No. 4 Tahun 2020 bahwa Belajar dari Rumah
melalui pembelajaran daring untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna dan difokuskan pada
pendidikan kecakapan hidup. Kecakapan hidup diperlukan
oleh seseorang dalam kehidupannya ((Brolin, 1989); (PH,
2002). Berdasarkan Keputusan Mendikbud No.
719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada
Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus Pada saat
pandemi,
sekolah
diberikan
flesibilitas
dalam
penyederhanaan kurikulum, sehingga siswa tidak lagi
dibebani tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum
dan dapat berfokus pada pendidikan dan pembelajaran
yang esensial dan kontekstual. Pada kenyataannya,
pembelajaran di sekolah masih cenderung teoritik dan tidak
terkait dengan lingkungan siswa (Blazely, 1997). Begitu
pula saat pembelajaran daring, belum optimalnya
penggunaan pendekatan kontekstual, guru masih fokus
pada pencapaian tuntutan kompetensi pada kurikulum yang
sifatnya teoritis belum optimalnya penggunaan pendekatan
kontekstual dengan penyampaian materi melalui platform
WhatApss, Google Classroom, dan Google meet, (Noviani
et al., 2020).
Pembelajaran kewirausahaan, baik yang dilaksanakan
secara luring maupun daring sebaiknya menggunakan
pendekatan berbasis masalah dan pengalaman siswa.
PENDAHULUAN
SMA dirancang untuk mempersiapkan peserta didik
melanjutkan ke Pendidikan tinggi, namun pada
kenyataannya tidak semua lulusan SMA melanjutkan
Pendidikan. Tingkat pengangguran terbuka berdasarkan
tingkat pendidikan per Agustus 2019 menunjukan bahwa
pengangguran lulusan SMA sebesar 1,9 juta, lulusan SMK
1,7 juta, lulusan SMP sebesar 1,1 juta dan lulusan SD ke
bawah sebesar 382 ribu (Badan Pusat Statistik, 2019). Pada
tahun 2019, Di Kabupaten Sragen jumlah pengangguran
lulusan SMA sebanyak 5.543 dari jumlah total
pengangguran 15.716 jiwa (Sragen, 2020).
Tingginya tingkat pengangguran khususnya lulusan
SMA akan menyebabkan multiflier effect yaitu rendahnya
tingkat pendapatan perkapita, tingginya beban tanggungan
keluarga, dan kemudian menurunkan tingkat kesejahteraan
masyarakat. Kondisi demikian diperparah dengan adanya
pandemi Covid-19 yang membawa dampak pada krisis
ekonomi. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal
ini adalah dengan meningkatkan jumlah wirausaha. Salah
satu upaya menumbuhkan minat berwirausaha adalah
program pendidikan kewirausahaan untuk mengajarkan
dan mendorong perilaku wirausaha ((Mcstay, 2008);
(Kasmir, 2006); (Mulyani, 2014))
Pendidikan kewirausahaan merupakan bagian integral
dari struktur kurikulum pada jenjang SMA yang berfokus
pada pengembangan pola pikir atau semangat
kewirausahaan siswa karena mungkin hal ini akan menjadi
pusat dari tindakan kewirausahaan lainnya. Sekolah perlu
memberikan wawasan kepada peserta didik tentang jenis
kewirausahaan yang disesuaikan dengan ciri khas dan
potensi daerah, termasuk keunggulan daerah.
Program kewirausahaan melalui mapel prakarya dan
kewirausahaan diharapkan mendorong peserta didik
menjadi kreatif, mandiri, serta berani membuka usaha
sendiri. Pendidikan kewirausahaan merupakan usaha
terencana untuk meningkatkan pengetahuan, minat dan
kompetensi siswa agar mampu mengembangkan potensi
dirinya melalui perilaku kreatif dan inovatif (Purwana, D.
& Wibowo, 2017) dengan tujuan menumbuhkan dan
mengembangkan potensi berwirausaha. Mengingat masih
tingginya tingkat pengangguran terbuka dari kalangan
terdidik, termasuk lulusan SMA maka pemberian
pendidikan kewirausahaan dianggap sangat penting untuk
menanamkan jiwa wirausaha kepada siswa. Hal ini sejalan
dengan penelitian di salah satu universitas di Nigeria
(Philip et al., 2016) yang menunjukkan bahwa menurut
persepsi mahasiswa, pendidikan kewirausahaan dirasakan
secara positif di semua dimensi dan menunjukkan
hubungan positif yang kuat antara persepsi dan niat
kewirausahaan. Membangun persepsi positif tentang
pendidikan kewirausahaan di kalangan siswa adalah dasar
untuk
mencapai
tujuan
utamanya.
Pendidikan
16
p-ISSN : 2337-5752
e-ISSN : 2720-9660
Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE)
Vol. 10 No. 1 (2022)
Namun pada kenyataannya, pembelajaran daring
mempunyai beberapa kendala. (Mustakim, 2020) dalam
penelitiannya menjelaskan bahwa kendala yang dihadapi
dalam pembelajaran daring ini terdapat pada jaringan
internet yang tidak stabil, pulsa kuota internet terbatas,
tugas terlalu banyak, sulit fokus, pulsa kuota terbatas,
aplikasi yang rumit, dan lebih senang dengan pembelajaran
tatap muka. Berbeda dengan hasil penelitian Nguyen
(Nguyen, 2015) yang menyimpulkan bahwa hasil belajar
pembelajaran online sebanding dengan pembelajaran tatap
muka, lebih dari 350 studi tentang jarak dan pendidikan
online sejak tahun 1928, 70% tidak ada perbedaan yang
signifikan dalam hasil pembelajaran namun terdapat
heterogenitas yang signifikan pada hasil belajar peserta
didik untuk berbagai aktivitas. Pembelajaran daring juga
memberikan sebuah pengalaman baru bagi peserta didik
dalam hal belajar. Salah satu keberhasilan yang diraih
adalah pembelajaran daring menjadikan sebuah
pembelajaran tanpa batasan ruang dan waktu dengan
penyampaian pembelajaran dari berbagai sumber internet,
bahan pembelajaran relatif mudah diakses diperbarui, dan
semakin canggihnya
teknologi informasi
serta
telekomunikasi memudahkan peserta didik belajar dan
berdiskusi dengan para ahli di bidang yang diminati
(Raharjo, 2016)
Tantangan bagi guru, khususnya guru mata pelajaran
prakarya dan kewirausahaan adalah bagaimana
melaksanakan pembelajaran daring yang berkualitas untuk
membekali siswa pengetahuan tentang kewirausahaan dan
nilai-nilai kewirausahaan sehingga dapat menumbuhkan
jiwa kewirausahaan siswa. Berdasarkan uraian tersebut di
atas, tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) mendeskripsikan
pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan di SMA selama
pandemi Covid-19, dan 2) memberikan solusi bagaimana
meningkatkan kualitas pembelajaran kewirausahaan.
ditetapkan peneliti, siswa yang bersedia mengisi angket
sebanyak 1.347. Data yang terkumpul, dianalisis dengan
analisis deskriptif. Selain itu, juga menggunakan studi
literatur untuk menemukan alternatif solusi peningkatan
kualitas pembelajaran kewirausahaan. Pertanyaan pada
angket terbagi menjadi dua jenis yaitu pertanyaan terbuka
dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka untuk
menjawab jenis kegiatan praktik kewirausahaan yang telah
dilaksanakan oleh guru. Pertanyaan tertutup meliputi: jenis
kelamin, tingkat/kelas, cita-cita siswa, dan persepsi
pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan yang telah
diikutinya. Pertanyaan yang terkait persepsi pelaksanaan
pembelajaran meliputi penggunaan media, metode
pembelajaran, pengelolaan kelas, dan penilaian yang
dilakukan oleh guru. Pengukuran menggunakan skala likert
untuk mengukur persepsi siswa terhadap pelaksanaan
pembelajaran kewirausahaan yang meliputi:
Data
dianalisis dengan menghitung persentase hasil skor yang
telah diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang terkumpul, berikut profil
responden.
Gambar 1. Profil Responden
Siswa yang bercita-cita menjadi wirausaha hanya
sebanyak 215 orang (16%) dari 1.347 responden. Sebagian
besar siswa menginginkan menjadi pegawai negeri sipil
(63%), karyawan swasta (15,8%) dan lainnya (5,2%).
Minat siswa untuk menjadi wirausaha masih tergolong
rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi minat siswa
untuk menjadi wirausaha. Minat terhadap kewirausahaan
dapat dipengaruhi oleh keyakinan, proses berpikir,
perilaku, pengalaman dan lingkungan sosial (Iwu et al,
2019). Minat merupakan faktor penting untuk
menumbuhkan perilaku wirausaha karena melalui minat
seseorang secara sadar akan berencana untuk melakukan
perilaku mendirikan sebuah bisnis. Penelitian Asep
Munawar dan Suryana (Munawar & Suryana, 2020)
menunjukkan bahwa pengetahuan kewirausahaan
berpengaruh terhadap intensi berwirausaha siswa.
Pengetahuan kewirausahaan siswa SMA di Kabupaten
Sragen diperoleh melalui pembelajaran kewirausahaan.
Oleh karena itu perlu diketahui tentang pelaksanaan
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan melalui survey kepada 1.347
siswa SMA kelas XI dan XII SMA yang berasal dari 20
sekolah yang berada di Kabupaten Sragen Jawa Tengah.
Survey dilakukan untuk menjaring informasi mengenai
pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan selama pandemi
Covid-19. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
convinience sampling. Pengambilan sampel ini dilakukan
dengan memilih sampel secara bebas siapa bersedia
mengisi angket. Pemilihan metode convinience sampling
diambil berdasarkan ketersediaan dan kemudahan
mendapatkannya. Dalam penelitian ini, sampel di ambil
secara acak dari semua siswa SMA di Kabupaten Sragen
Pengambilan sampel yang dilakukan dengan cara
menyebarkan link google form kepada siswa SMA di
Kabupaten Sragen. Dalam batas waktu yang telah
17
Noviani, L. & Wahida, A. | Pembelajaran Kewirausahaan di SMA Selama Pandemi Covid-19
pembelajaran kewirausahaan selama pandemi Covid-19
pada jenjang SMA di Kabupaten Sragen.
Berdasarkan persepsi siswa terhadap pelaksanaan
pembelajaran kewirausahaan selama Pandemi Covid-19
adalaha sebagai berikut: platform digital yang digunakan
oleh guru kewirausahaan selama pembelajaran daring
adalah sebagai berikut: adalah google class room (39,3%),
zoom (9,6%, WhatsApp (25,5%), google meet (16%), dan
platform dilainnya 9,5%. Metode pembelajaran yang
sering digunakan selama pembelajaran daring adalah
54,8% siswa menyatakan bahwa guru lebih sering memberi
tugas atau pekerjaan rumah terkait dengan pemahaman
teori kewirausahaan baik melalui google class room
maupun WhatsApp. 10,8% siswa menyatakan bahwa guru
menyampaikan materi dengan metode ceramah, 15,9%
dengan menggunakan metode diskusi, dan 18,5% siswa
menyatakan bahwa guru juga menggunakan metode
praktik membuat produk. Praktik kewirausahaan yang
sering dilakukan guru adalah membuat kerajinan dari
barang bekas. Praktik kewirausahaan lainnya adalah
melakukan pengolahan makanan dan membuat sabun cuci
tangan. Praktik yang juga dilakukan adalah praktik menjual
makanan.
Pelaksanaan pembelajaran kewirausahaan selama
pandemi Covid-19 menurut 69,1% siswa, bahwa guru lebih
sering menyampaikan tentang teori kewirausahaan.
Sebanyak 23,5% siswa diajarkan praktik tentang
pembuatan produk kerajinan, 6% siswa menyatakan pernah
dilatihkan atau praktik pengolahan bahan makanan
tradisional dan bahan makanan dari bahan nabati, dan
sisanya 1,4% siswa menyatakan dilatihkan atau praktik
pada aspek rekayasa. Kegiatan praktik dilakukan secara
mandiri di rumah. Produk hasil karya siswa di foto dan
dikirimkan melalaui WhatApps atau Google Class Room.
Pembelajaran kewirausahaan pada saat pandemi Covid
pada jenjang SMA di Kabupaten Sragen lebih banyak
menyampaikan secara teoritis, sedangkan kegiatan
praktikum tidak dilakukan. 69,49% atau 936 siswa
menyatakan bahwa tidak pernah ada kegiatan praktik
kewirausahaan selama Pandemi. Sedangkan 30,51% siswa
menyatakan bahwa selama Pandemi Covid, kegiatan
praktik kewirausahaan tetap dilakukan. Praktik
kewirausahaan yang dilaksanakan di SMA sebagai berikut:
membuat makanan olahan nusantara baik olahan kering
maupun basah, membuat kerajinan dari barang bekas,
membuat anyaman, membuat sabun cuci piring, praktik
menjual, membuat masker, membuat pot bunga, dan
membuat tempat tisu. Sebagian besar praktik
kewirausahaan yang dilakukan adalah praktik membuat
kerajinan baik dari barang bekas maupun dari bahan baku
lainnya. Penilaian yang dilakukan oleh guru, fokus pada
pencapaian aspek kognitif. Penilaian yang dilakukan guru
berupa penyelesaian soal-soal yang terdapat di buku
pegangan siswa, soal essai yang dibagikan oleh guru
melalui platform yang telah ditentukan
Pembelajaran kewirausahaan di sekolah khususnya di
jenjang SMA bertujuan untuk mengenalkan konsep awal
kewirausahaan, menumbuhkan minat dan mengembangkan
potensi wirausaha (Kemendikbud, 2019). Oleh karena itu
pembelajaran kewirausahaan di SMA dilaksanakan secara
eksploratif dan melalui pembelajaran yang bersifat
simulasi dengan berbagai model pembelajaran yang
mengarah pada keterampilan berpikir dan kreativitas.
Penanaman jiwa kewirausahaan tidak hanya dibebankan
kepada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan, namun
dapat juga menjadi kokurikuler untuk mata pelajaran yang
lain. Bahkan kewirausahaan dapat pula dilaksanakan
melalui kegiatan ekstrakurikuler.
Berdasarkan uraian di atas, berikut disajikan berbagai
solusi tentang upaya meningkatkan kualitas pembelajaran
kewirausahaan di sekolah.
Proyek
Kewirausahaan
melalui
kegiatan
intrakurikuler
Pendidikan
kewirausahaan
melalui
kegiatan
intrakurikuler di jenjang SMA dibebankan melalui mata
pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan. Pembelajaran
kewirausahaan sebaiknya tidak hanya melalui pendekatan
teoritis saja, namun perlu melatihkan nilai-nilai
kewirausahaan selama pembelajaran. Berdasarkan survei,
menunjukkan bahwa sebagian besar guru kewirausahaan
menyampaikan teori kewirausahaan melalui ceramah,
mengirimkan materi kepada siswa, dan meminta siswa
menonton video tentang materi kewirausahaan.
Dalam pembelajaran kewirausahaan, sebaiknya
pendekatan yang dipilih guru juga dapat merangsang siswa
untuk berpikir kreatif. Banyak tema atau potensi yang
menjadi keunggulan di setiap daerah yang dapat
dikembangkan oleh siswa secara berkelompok.
Pengembangan potensi lokal ini dilatihkan guru melalui
kegiatan proyek. Dengan pembelajaran proyek maka nilainilai kewirausahaan secara tidak langsung diajarkan dan
dilatihkan, sedangkan konten materi kewirausahaan tidak
hanya sebatas teoritis saja namun siswa dapat
menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam
merencanakan dan mengembangkan potensi lokal yang ada
di daerahnya.
Pendekatan pembelajaran yang dapat dipilih untuk
menumbuhkan dan melatihkan nilai-nilai kewirausahaan
siswa adalah pembelajaran berbasis proyek (Project Based
Learning/PjBL). Kajian empiris menunjukkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek di Jurusan
Manajemen Universitas Ciputra menghasilkan 91% usaha
yang dilaksanakan oleh kelompok usaha dan sekitar 33%
target tercapai (Tanjaya & Radianto, 2020). Penelitian
Widiharto dkk (Widiarto, Chr. Argo, Wiwik Kusdaryani,
2015) menggambarkan bahwa pembelajaran berbasis
18
p-ISSN : 2337-5752
e-ISSN : 2720-9660
Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE)
Vol. 10 No. 1 (2022)
daerah setempat misalkan Jenang “Jadi” (dodol), aneka
keripik, dan makanan khas Sragen. Pengemasan produk
jadi dapat dikembangkan dengan menampilkan icon yang
mewakili obyek wisata tersebut baik dalam bentuk tulisan
maupun simbol.
Pendekatan lain untuk menumbuhkan jiwa
kewirausahaan siswa adalah dengan model design thinking
yang menyajikan pendekatan solusi untuk memecahkan
masalah. Pendekatan ini lebih efektif jika dilakukan dalam
kelompok siswa. Langkah model design thingking ini
adalah proses mengenali keinginan atau selera konsumen,
merumuskan masalah dan solusi pemecahan masalah,
proses pengumpulan ide melalui curah pendapat agar
diperoleh berbagai pandangan atau alternatif dari masingmasing anggota kelompok. Selanjutnya, kelompok siswa
membuat purwarupa dan mengujinya. Salah satu bentuk
pengujian adalah dengan meminta calon konsumen untuk
menilai dan memberikan saran perbaikan atas purwarupa
yang telah dibuat siswa. Hasil pengujian dijadikan dasar
untuk perbaikan.
Proyek Kewirausahaan melalui kegiatan kokurikuler
Kokurikuler adalah kegiatan untuk memperdalam dan
memperkaya materi pelajaran yang telah dilaksanakan
dalam kegiatan intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat
dilaksanakan melalui kegiatan kelompok maupun secara
individu. Kegiatan kokurikuler dapat dilaksanakan secara
terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan
kewirausahaan berbasis intrakurikuler tidak mampu
memberikan penekanan yang signifikan terhadap
keminatan berwirausaha mahasiswa, sebaliknya dengan
pendidikan pendekatan kokurikuler mampu memberikan
peningkatan yang signifikan terhadap keminatan
kewirausahaan dan memberikan pengaruh positif bagi
mahasiswa (Purusottama & Akbar, 2019). Di Amerika
Serikat, perguruan tingg telah mengembangkan kegiatan
kurikuler dan kokurikuler dalam melibatkan semua
mahasiswa dalam inovasi dan kewirausahaan (McClure,
2015). Kokurikuler mendukung program kurikuler yang
ditetapkan oleh institusi pendidikan baik sekolah maupun
perguruan tinggi.
Pembelajaran kewirausahaan melalui kegiatan
kokurikuler dapat dilakukan dengan cara memetakan
kompetensi dasar atau capaian pembelajaran pada berbagai
mata pelajaran yang ada di kurikulum sekolah. Hasil
pemetaan kompetensi dasar atau capaian pembelajaran
dapat diajarkan atau diperdalam melalui tugas-tugas
proyek seperti podcast, mengembangkan aplikasi,
membuat karya siswa dalam bentuk produk maupun jasa
lainnya. Kegiatan kewirausahaan melalui kolaborasi
dengan mata pelajaran lain akan membentuk proses
berpikir kritis dan berpikir kreatif melihat segala sesuatu
dari berbagai perspektif keilmuan. Pilihan bentuk kegiatan
kokurikuler dapat bervariasi sesuai keinginan siswa.
proyek efektif meningkatkan kewirausahaan siswa.
Pembelajaran berbasis proyek sangat baik jika dipadukan
dengan
kegiatan
Kewirausahaan.
Implementasi
pembelajaran proyek dapat meningkatkan motivasi serta
gambaran diri yang positif pada diri siswa (Doppelt, 2003).
Demikian pula penelitian Endang Mulyani (Mulyani,
2014) menunjukkan bahwa model pembelajaran proyek
yang diterapkan dalam kelas eksperimen lebih efektif untuk
meningkatkan sikap kewirausahan, minat berwirausaha,
dan prestasi belajar, namun dalam hal meningkatkan
perilaku kewirusahaan model yang diterapkan di kelompok
kontrol dan eksperimen tidak berbeda efektivitasnya.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, Wiwi Wikanta dan
Yuni Gayatri (Wikanta & Gayatri, 2017) menyatakan
bahwa penerapan model pembelajaran berbasis proyek
cukup efektif dalam menanamkan karakter kewirausahaan.
Pendekatan yang sering dilakukan untuk mengembangkan
kewirausahaan adalah belajar sambil melakukan, pekerjaan
proyek, proyek dengan klien yang sebenarnya, kerja tim,
lokakarya, studio, pendekatan berbasis masalah (Matlay &
Carey, 2007). Selain proyek, model pembelajaran design
thinking dapat dipilih dalam pengembangan kewirausahan
di sekolah (Kemendikbud, 2019).
Pembelajaran dengan PjBLmelibatkan siswa dalam
pembelajaran yang mengkaitkan isu dunia nyata,
menemukan masalah dengan penuh arti, kemudian beraksi
dalam kolaborasi untuk menciptakan solusi permasalaha
melalui kegiatan merancang, membuat, dan menampilkan
produk yang dapat bermanfaat bagi masyarakat (Bender,
2012). Pembelajaran proyek pada mata pelajaran Prakarya
dan Kewirausahaan terdiri dari 4 aspek yang dapat pelajari
yaitu kerajinan, budidaya, rekayasa dan pengolahan.
Tujuan dari mata pelajaran ini adalah melatihkan siswa
untuk berekspresi secara kreatif, melatihkan keterampilan
menciptakan karya baik karya jadi maupun dalam bentuk
ide/gagasan, dan menumbuhkan jiwa wirausaha melalui
penciptaan karya, megemas, dan usaha menjual produk.
Dalam pelaksanaan PjBL, guru dapat mengarahkan
siswa untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di
lingkungan sekitar sekaligus dilatihkan untuk dapat
mengembangkan potensi lokal. Oleh karena itu, guru dan
siswa perlu mengidentifikasi keungulan potensi lokal yang
ada di daerahnya, sebagai contoh di Kabupaten Sragen
terdapat obek wisata Gunung Kemukus. Potensi tersebut
dapat digunakan sebagai tema utama dalam melatihkan 4
aspek pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan.
Sebagai contoh pada aspek kerajinan, tema Gunung
Kemukus menjadi inspirasi mengembangkan motif batik
samudro, motif rantai, dan motif lain yang identik dengan
tema obyek wisata tersebut. Siswa juga dapat berkreasi
membuat aneka kerajinan dengan mengusung tema
Gunung Kemukus. Pada aspek pengolahan, siswa berkreasi
mengembangkan aneka olahan yang menjadi ciri khas
19
Noviani, L. & Wahida, A. | Pembelajaran Kewirausahaan di SMA Selama Pandemi Covid-19
Kolaborasi keterlibatan guru mata pelajaran Prakarya dan
Kewirusahaan, Ekonomi, dan Bahasa Indonesia dapat
berkolaborasi dalam membimbing kokurikuler siswa mulai
dari identifikasi masalah, menemukan solusi, menciptakan
produk baik berwujud maupun ide/gagasan, memproduksi
produk, memasarkan produk baik offline maupun secara
online, dan menyusun laporan.
Contoh implementasi kegiatan pendidikan kewirausaah
melalui kokurikuler sebagai berikut: pertama, melakukan
pemetaan kompetensi dasar mata pelajaran kelas X pada
mata pelajaran Prakarya dan Kewirusahaan, Ekonomi, dan
Bahasa Indonesia.
prakarya dan kewirausahaan. Konsep dasar mata pelajaran
PPKn dan Bahasa Indonesia digunakan siswa untuk
menyusun laporan kegiatan.
Proyek
Kewirausahaan
melalui
kegiatan
ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan
pembelajaran di luar jam pelajaran terstruktur. Kegiatan
ekstrakurikuler mempunyai tujuan utama untuk membantu
tercapainya
tujuan
utama
pembelajaran
dalam
meningkatkan kecakapan siswa dalam ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor (Jasman Jalil, 2018). Pendidikan
kewirausahaan di sekolah dapat diintegrasikan melalui
kegiatan ekstrakurikuler untuk memberikan manfaat
praktis bagi siswa. Keterlibatan semua peserta didik
disetiap kegiatan ekstrakurikuler wirausaha dikatakan
sangat baik, karena dapat membuat peserta didik mampu
untuk menanamkan tanggung jawab secara mandiri
terhadap kegiatan wirausaha, meskipun dalam
prakteknya dilakukan melalui kerjasama dengan semua
anggota (Su’adiyah et al., 2020). Kegiatan ekstrakurikuler
membantu pengembangan siswa yang disesuaikan dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat siswa yang dibimbing
oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang ditunjuk oleh
sekolah. Contoh kegiatan ekstrakurikuler yang terkait
dengan pendidikan kewirausahaan di sekolah misalnya
Club Wirausaha, Club Star-up, Kelompok Wirausaha
Muda dan lainnya.
Pembelajaran kewirausahaan dapat dilaksanakan
melalui kegiatan ekstrakurikuler yang pelaksanaaannya di
luar
jam
pelajaran.
Kegiatan
ekstrakurikuler
kewirausahaan ditujukan untuk menumbuhkan nilai-nilai
kewirausahaan dan melatihkan bagaimana menjadi kreatif
dan inovatif dengan menciptakan sesuatu yang baru atau
membuat sesuatu yang berbeda dengan yang sudah ada
sebelumnya. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler
kewirausahaan meliputi: pemilihan ide, proses produksi,
pemasaran produk, pembuatan proposal, dan pelatihan
public speaking (Su’adiyah et al., 2020)
Kegiatan kewirausahaan melalui ekstrakurikuler
menjadi salah satu pilihan untuk memperdalam
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai wirausahan bagi
siswa yang mempunyai minat tinggi untuk menjadi
wirausaha. Bentuk kegiatan ekstrakurikuler tidak jauh
berbeda dengan tahapan pembelajaran proyek. Siswa diberi
kebebasan menentukan jenis kreativitas berdasarkan
minatnya. Siswa yang memiliki minat sama atau bidang
yang sama dapat bekerjasama membentuk kelompok usaha
siswa. Sekolah perlu memfasilitasi ketersediaan sarana
prasarana, pembimbing, pengelolaan ektrakurikuler
termasuk kegiatan Entrepreneur Award, Market Day,
Pekan Kewirausahaan, atau aktivitas lain sebagai wadah
siswa memperkenalkan hasil karya mereka sekaligus
Tabel 1. Pemetaan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran
dalam Kegiatan Kokurikuler
Mata
Pelajaran
PPKn
Kompetensi Dasar
Pengetahuan
Keterampilan
3.4 merumuskan
hubungan
pemerintah pusat dan
daerah menurut
UUD 1945
4.4 Merancang dan
melakukan penelitian
sederhana ttg
hubungan pemerintah
pusat dan daerah
setempat menurut
UUD1945
4.2
mengkonstruksikan
teks laporan dengan
memperhatikan isi
dan aspek kebahasaan
baik lisan maupun
tulis
4.3 Menyajikan hasil
analisis peran
pelaku ekonomi
dalam kegiatan
ekonomi
4.3 memproduksi
kerajinan dengan
inspirasi budaya lokal
non benda
dan material dari
daerah sekitar
berdasarkan daya
dukung yang
dimiliki oleh daerah
setempat
Bahasa
Indonesia
3.2 menganalisis isi
dan aspek
kebahasaan dari
minimal dua teks
laporan hasil
observasi
Ekonomi
3.3 Menganalisis
peran pelaku
ekonomi dalam
kegiatan ekonomi
Prakarya
&
Kewirausahaan
3.3 menganalisis
sistem produksi
kerajinan dengan
inspirasi budaya
lokal non benda dan
material daerah
sekitar berdasarkan
daya dukung
yang dimiliki oleh
daerah setempat.
Langkah kedua, guru mata pelajaran menentukan tema
yang terinspirasi dari budaya lokal atau keunggulan daerah
Sragen. Guru membentuk kelompok wirausahan dan
membimbing siswa mulai dari penelitian sederhana untuk
mengidentifikasi
peluang
pasar,
menemukan
solusi/ide/gagasan, menciptakan produk baik berwujud
maupun ide/gagasan, memproduksi produk, memasarkan
produk baik offline maupun secara online, dan menyusun
laporan. Konsep ekonomi digunakan siswa dalam
melakukan penelitian sederhana untuk mengidentifikasi
peluang pasar. Dalam menemukan solusi/ide/gagasan serta
mewujudkannya menggunakan konsep dasar ekonomi dan
20
p-ISSN : 2337-5752
e-ISSN : 2720-9660
Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE)
Vol. 10 No. 1 (2022)
sebagai motivasi bagi siswa yang lain. Sekolah dapat
bekerjasama dengan komunitas atau dunia usaha dunia
industri untuk mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler
tersebut bahkan dapat memfasilitasi terciptanya usaha kecil
mikro menengah yang baru. Kegiatan ektrakurikuler
kewirausahaan dapat dikembangkan pula menjadi pusat
keunggulan sekolah berbasis kewirausahaan, baik sebagai
sumber belajar siswa maupun sebagai unit produksi.
masalah, memanfaatkan teknologi untuk menunjang
proyek mereka.
Kewirausahaan di sekolah dapat juga dikembangkan
melalui kegiatan ekstrakurikuler yang disesuaikan dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat siswa yang dibimbing
oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang ditunjuk oleh
sekolah. Pelaksanaannya diluar jam pelajaran, yang
sifatnya tidak wajib bagi siswa. Dalam mengembangkan
kegiatan ekstrakurikuler kewirausahaan, siswa didampingi
oleh pelatih atau pembina yang dapat berasal dari guru
maupun tenaga kependidikan bahkan dapat pula
pendamping dari dunia usaha dunia industri. Kegiatankegiatan untuk memamerkan produk hasil karya siswa
dijadwalkan secara berkala.
SIMPULAN
Siswa SMA di Sragen yang memiliki cita-cita menjadi
wirausaha masih sedikit, yaitu 16% dari 1.347 responden
Minat wirausaha menjadi faktor penting untuk
menumbuhkan perilaku wirausaha. Salah satu upaya
menumbuhkan minat wirausaha siswa adalah dengan
memberikan pengetahuan. Pengetahuan kewirausahaan
siswa
SMA
diperoleh
melalui
pembelajaran
kewirausahaan. Pembelajaran kewirausahaan selama
pandemi lebih memfokuskan pada transfe pengetahuan
tentang teori-teori kewirausahaan seperti yang menjadi
tuntutan dalam kurikulum mata pelajaran prakarya dan
kewirausahaan. Sebagian besar siswa menghendaki
pembelajaran kewirausahaan tidak hanya sebatas teori
tetapi berbasis praktik.
Pembelajaran kewirausahaan yang dapat menubuhkan
minat adalah pembelajaran yang bersifat simulasi dengan
berbagai model pembelajaran yang mengarah pada
keterampilan berpikir dan kreativitas. Upaya meningkatkan
kualitas pembelajaran kewirausahaan di sekolah dapat
dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan
ekstrakurikuler. Pendekatan yang dipilih guru seharusnya
merangsang siswa untuk berpikir kreatif. Pembelajaran
dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran
proyekdengan memanfaatkan dan mengembangkan
potensi lokal yang ada di daerahnya. Pembelajaran lain
yang dapat diterapkan adalam model design thinking yang
menyajikan pendekatan solusi untuk memecahkan
masalah. Pembelajaran dimulai dengan mengidentifikasi
keinginan atau selera konsumen, merumuskan masalah dan
solusi pemecahan masalah, proses pengumpulan ide
melalui curah pendapat, membuat purwarupa dan
mengujinya untuk dasar perbaikan purwarupa.
Kewirausahaan selain diajarkan melalui mata pelajaran
wajib, dapat juga dilakukan melalui proyek kokurikuler.
Proyek
kewirausahaan
dilakukan
dengan
mengkolaborasikan kompetensi dasar atau capaian
pembelajaran dari berbagai mata pelajaran. Dengan adanya
kolaborasi antar mata pelajaran, siswa dapat mempelajari
dan memperdalam kompetensi dari berbagai sudut
pandang. Bentuk proyek kokurikuler dapat melatihkan
siswa bagaimana bekerjasama, menghargai pendapat
teman, menemukan ide-ide kreatif untuk memecahkan
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2019). Statistik Mobilitas
Penduduk dan Tenaga Kerja 2019.
https://bps.go.id/indikator/indikator/view/0000/publ
ication/4e56f5c350dda045f875f66c/pub_02
Bender, W. N. (2012). Project-Based Learning:
Differentiating Instruction for the 21st Century. In
CORWIN a Sage Company (Vol. 92, Issue 5).
Corwin.
http://proxy.libraries.smu.edu/login?url=http://searc
h.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=eue&
AN=87934923&site=ehost-live&scope=site
Blazely, L. (1997). Science Study. The Grand Japan
Foundation.
Bliemel, M. J. (2013). Getting Entrepreneurship
Education Out of the Classroom and into Students’
Heads. Entrepreneurship Research Journal, 4(2),
237–260. https://doi.org/10.1515/erj-2013-0053
Brolin, D. (1989). Life Centered Career Education: A.
Competency, Based Approach Reston VA. The
Council for Exeptional University.
Doppelt, Y. (2003). Implementing and Assessment of
PBL in a Flexible Environment. International
Journal Of Technology and Design Education,
13(3), 255–272.
https://link.springer.com/article/10.1023/A:102612
5427344%5Cnhttp://cedu521-kf07.pbworks.com/f/Implementation+and+Assessme
nt+of+ProjectBased+Learning+in+a+Flexible+Environment.pdf
Jasman Jalil. (2018). Pendidikan Karakter Implementasi
oleh Guru dan Sumber daya Pendidikan. In CV
Jejak (Issue CV Jejak). CV. Jejak.
Kasmir. (2006). Kewirausahaan. PT Raja Grafindo
Persada.
Kemendikbud. (2019). Pedoman Program
Kewirausahaan SMA. 57.
21
Noviani, L. & Wahida, A. | Pembelajaran Kewirausahaan di SMA Selama Pandemi Covid-19
Matlay, H., & Carey, C. (2007). Entrepreneurship
education in the UK: A longitudinal perspective.
Journal of Small Business and Enterprise
Development, 14(2), 252–263.
https://doi.org/10.1108/14626000710746682
Pustaka Pelajar.
Raharjo, N. E. (2016). Model Pendidikan Karakter
Kewirausahaan Melalui Unit Produksi Dan Jasa Di
Smkn 2 Pengasih. Jurnal Pendidikan Teknologi
Dan Kejuruan, 13(1), 98–110.
https://doi.org/10.23887/jptk.v13i1.6850
McClure, K. R. (2015). Exploring Curricular
Transformation to Promote Innovation and
Entrepreneurship: An Institutional Case Study.
Innovative Higher Education, 40(5), 429–442.
https://doi.org/10.1007/s10755-015-9325-8
Sragen, B. K. (2020). Statistik Daerah Kabupaten
Sragen. sragenkab.bps.go.id
Su’adiyah, R. L. Q., Wahid, A., & Fahrurrozi, F. (2020).
Manajemen Kurikulum Ekstrakurikuler
Kewirausahaan dalam Membentuk Jiwa
Entrepreneur Peserta Didik di SMA Mazra’atul
Ulum Paciran Lamongan. Jawda: Journal of
Islamic Education Management, 1(1), 1.
https://doi.org/10.21580/jawda.v1i1.2020.6672
Mcstay, D. (2008). An investigation of undergraduate
student self-employment intention and the impact
of entrepreneurship education and previous
entrepreneurial experience Presented By.
Behaviour.
Mulyani, E. (2014). Developing an Enterpreneurship
Education Project-Based. Cakrawala Pendidikan,
XXXIII/no., 50–61.
Tanjaya, C., & Radianto, W. E. (2020). Entrepreneurial
Knowledge, Entrepreneurial Intention, Dan
Entrepreneurial Orientation Pada Pendidikan Ilmu
Akuntansi. Media Akuntansi Dan Perpajakan
Indonesia, 1(2), 135–152.
https://doi.org/10.37715/mapi.v1i2.1406
Munawar, A., & Suryana. (2020). the Influence of
Entrepreneurial Learning and the Motivation To the
Entrepreneurial Interest of Students. Jurnal
Masyarakat Mandiri, 4(3), 424–435.
Widiarto, Chr. Argo, Wiwik Kusdaryani, A. S. (2015).
Pembelajaran berbasis proyek pada mata kuliah
psikologi kewirausahaan dalam meningkatkan
sikap. Media Penelitian Pendidikan: Jurnal
Penelitian Dalam Bidang Pendidikan Dan
Pengajaran, 8(2).
Mustakim, M. (2020). Efektivitas Pembelajaran Daring
Menggunakan Media Online Selama Pandemi
Covid-19 Pada Mata Pelajaran Matematika. Al
Asma : Journal of Islamic Education, 2(1), 1.
https://doi.org/10.24252/asma.v2i1.13646
Nguyen, T. (2015). The Effectiveness of Online
Learning: Beyond No Significant Difference and
Future Horizons. MERLOT Journal of Online
Learning and Teaching, 11(2), 309–319.
Wikanta, W., & Gayatri, Y. (2017). Pembelajaran
Berbasis Proyek Dalam Menanamkan Karakter
Kewirausahaan, Keterampilan Proses Sains, Dan
Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa.
Jurnal Ilmu Pendidikan, 23(2), 171–175.
Noviani, L., Sabandi, M., Maret, U. S., & Maret, U. S.
(2020). PEMBELAJARAN EKONOMI BERBASIS
LIFE SKILLS SEBAGAI SOLUSI PADA SITUASI
PANDEMI COVID-19. 99–105.
PH, S. (2002). Pendidikan Kecakapan Hidup: Konsep
Dasar. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan.
Balitbang Diknas., 8(037), 541–561.
Philip, U. I., Badiya, M., Ahmadu, H., & Kabiru, Y.
(2016). Perceptions of entrepreneurship education
by engineering students of Modibbo Adama
University of Technology, Yola, Nigeria. African
Journal of Business Management, 10(14), 352–360.
https://doi.org/10.5897/ajbm2016.8049
Purusottama, A., & Akbar, T. F. (2019). An
Entrepreneurship Education Model for Promoting
Students’ Entrepreneurial Intentions: The Case of
Indonesian Higher Education. Indonesian Journal
of Business and Entrepreneurship, 5(2), 138–147.
https://doi.org/10.17358/ijbe.5.2.138
Purwana, D. & Wibowo, A. (2017). Pendidikan
kewirausahaan di perguruan tinggi: Strategi,
sukses membangun karakter dan kelola usaha.
22