TUGAS MK. TEKNOLOGI PENANGANAN PASCAPANEN
PENYIMPANAN PRODUK SEGAR DAN BIJIAN
Dosen Pengampu: Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si.
FARIDA KURNIASARI
F1502222014
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PASCAPANEN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketahanan pangan didefinisikan sebagai keadaan pada saat semua orang
pada setiap saat secara fisik sosial, dan ekonomi memiliki akses terhadap
pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhan
pangan yang sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Arah
kebijakan ketahanan pangan Indonesia saat ini masih cenderung difokuskan
pada tahap budidaya (on farm), sementara perhatian pada tahap pascapanen
tanaman pangan masih belum memadai. Padahal, selama tahap pascapanen
dapat terjadi kerusakan, kehilangan, dan penurunan mutu dan nilai gizi, serta
keamanan pangan, yang dapat membuat pangan yang ada tidak memenuhi
kriteria pemenuhan ketahanan pangan.
Produk hortikultura seperti buah-buahan dan sayuran merupakan produk
hortikultura yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin
dan mineral. Buah-buahan dan sayuran biasanya dimanfaatkan oleh manusia
dalam keadaan masih segar. Produk hortikultura ini ketika pascapanen sangat
mudah mengalami kemunduran kualitas yang dicirikan oleh terjadinya proses
pelayuan dan kerusakan yang cepat.
Produk pascapanen hortikultura merupakan struktur yang masih hidup
walaupun telah terpisah dari tanaman induknya, dimana sebelum dipanen dan
pada saat pascapanen produk pascapanen tersebut masih melakukan reaksireaksi metabolisme dan masih mempertahankan sistem fisiologis sebagaimana
saat masih melekat pada tanaman induknya. Reaksi-reaksi metabolisme ini akan
memicu kerusakan produk hortikultura dengan cepat. Kerusakan pascapanen
buah-buahan dan sayuran relatif masih tinggi dimana menurut Kader (1985),
kerusakan pascapanen buah-buahan dan sayuran bisa mencapai 5-25 % pada
negara-negara maju dan 20-50 % pada negara-negara berkembang.
Penanganan pascapanen hasil hortikultura bertujuan mempertahankan
kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki
selama penyimpanan seperti pertumbuhan tunas, pertumbuhan akar, buah
keriput, umbi berwarna hijau (greening), dan terlalu matang.
Selain produk hortikultura, hasil komoditi yang dikonsumsi setiap hari oleh
masyarakat yaitu produk bijian seperti beras, jagung, kedelai, gandum, sorgum,
dan lain sebagainya. Dimana untuk produk bijian ini sebagian besar merupakan
sumber karbohidrat bagi masyarakat Indonesia. Produk bijian adalah bahan
pangan yang tahan lama disimpan bila telah diproses dengan baik. Faktor
terpenting dalam meningkatkan daya simpan adalah dengan mengurangi
kadar air (KA) hingga batas aman untuk disimpan. Dimana kegiatan yang
dilakukan meliputi pemanenan, pengangkutan, pengeringan, penundaan,
perontokan, dan penyimpanan.
Faktor-faktor penyebab susut pada produk bijian yaitu akibat faktor fisik
dan faktor biologis. Susut akibat faktor fisik yaitu susut yang terjadi akibat
kerusakan fisik, dapat terjadi akibat benturan selama panen, pengangkutan,
perontokan, atau akibat suhu tinggi saat pengeringan dan penyimpanan.
Sedangkan
susut
akibat
faktor
biologis
yaitu
susut
yang
terjadi akibat serangan hama yang berupa tikus, serangga, mikroba, dan jamur,
dapat terjadi selama penundaan dan penyimpanan di gudang. Oleh karena itu,
agar dapat menjaga kualitas dari produk bijian maupun hortikultura harus
dilakukan penanganan pascapanen yang tepat khususnya pada saat
penyimpanan.
Penyimpanan merupakan salah satu tahap pasca panen yang berpotensi
memberi andil pada terjadinya kehilangan dan kerusakan bahan pangan yang
telah diproduksi. Pada tahap penyimpanan dapat diterapkan teknik-teknik
penyimpanan yang benar dan pengendalian hama yang tepat sehingga selama
masa penyimpanan kerusakan ditekan sekecil mungkin.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini yaitu untuk mengetahui,
mempelajari dan memahami bagaimana cara atau teknik dalam penyimpanan
produk segar/hortikultura dan produk bijian.
II ISI / PEMBAHASAN
2.1 Fungsi dan Tujuan Penyimpanan
Penyimpanan adalah tindakan pengamanan barang (dalam hal ini komoditas
pertanian) yang karena sesuatu keadaan atau tujuan harus ditahan untuk
beberapa waktu sebelum dijual, didistribusikan atau diproses lebih lanjut. Oleh
karena penyimpanan selalu terkait dengan faktor waktu maka berbagai
kemungkinan terutama perubahan yang tidak dikehendaki dapat terjadi selama
waktu berjalan. Berbeda dengan kegiatan pengolahan yang umumnya
menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi yang nyata pada komoditas yang
ditangani maka pada kegiatan penyimpanan tidak dimaksudkan untuk
mengubah bentuk ataupun mutu komoditas yang disimpan. Barang atau
komoditas yang disimpan relatif statis atau konstan selama dalam penyimpanan
(Soesarsono, 2015).
Untuk komoditas pertanian pengertian statis kurang tepat karena secara
umum komoditas pertanian dianggap masih “hidup”. Berbagai komoditas segar,
seperti buah-buahan, sayuran, bunga-bungaan dan umbi-umbian masih
melakukan kegiatan respirasi selama dalam penyimpanan. Biji-bijian yang
relatif kering pada waktu disimpan juga masih mengadakan respirasi walaupun
relatif sangat kecil dibandingkan komoditas hortikultura (buah-buahan, sayuran,
dan bunga-bungaan).
Penyimpanan dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan nilai
komoditas yang disimpan dengan jalan menghindari, mengurangi atau
menghilangkan berbagai faktor yang dapat mengurangi nilai komoditas yang
disimpan. Dengan demikian, penyimpanan tidak dimaksudkan untuk
meningkatkan nilai atau daya guna suatu komoditas pertanian, tetapi terutama
ditujukan untuk mempertahankan daya gunanya dari ancaman berbagai faktor
perusak yang akan merugikan, kecuali jika penyimpanan itu dimaksudkan
untuk proses pemeraman atau penuaan (aging).
Penyimpanan tidaklah dimaksudkan untuk meningkatkan mutu komoditas
yang disimpan. Jika ada suatu komoditas pertanian yang meningkat mutunya
karena disimpan maka penyimpanan tersebut lebih bersifat sebagai proses
penuaan (aging), misalnya anggur buah yang makin lama disimpan akan makin
meningkat mutu anggur yang dihasilkan. Beberapa jenis buah-buahan akan
makin baik mutunya setelah mengalami “penyimpanan”, misal pada buah
pisang yang baru dipanen tidak dapat langsung dimakan karena belum masak
(ripe). Setelah disimpan beberapa hari barulah pisang tersebut masak dan siap
untuk dikonsumsi. Proses penyimpanan tersebut sebenarnya mengarah pada
proses penuaan dan proses ini lebih condong sebagai bagian proses pengolahan
bukan proses penyimpanan. Sehubungan dengan pengertian tersebut maka
lingkup kegiatan penyimpanan mencakup semua perlakuan terhadap komoditas
sebelum, selama dan sesudah penyimpanan, serta sistem pengelolaan
komoditas, tenaga, fasilitas dan dana yang terkait yang harus dapat dikelola
secara efisien.
2.2 Perbedaan Sistem Penyimpanan Produk Segar dan Bijian
Perbedaan penyimpanan produk segar (hortikultura) dengan bijian yaitu
disebabkan karena perbedaan karakteristik dan morfologi dari jenis produk.
Berbagai komoditas segar, seperti buah-buahan, sayuran, bunga-bungaan dan
umbi-umbian masih melakukan kegiatan respirasi selama dalam penyimpanan
sehingga seringkali komoditas ini disimpan pada suhu rendah dan diberi
perlakuan lainnya agar kualitas dan mutunya teteap terjaga. Selain itu saat
penyimpanan pada suhu rendah yang biasanya diletakkan dalam lemari
pendingin maka disarankan agar diberi jarak antar produk dan hindari terlalu
banyak agar udara dapat bersirkulasi dengan baik dan kulkas dapat berfungsi
secara efisien. Sedangkan untuk biji-bijian yang relatif kering pada waktu
disimpan juga masih mengadakan respirasi walaupun relatif sangat kecil
dibandingkan komoditas hortikultura (buah-buahan, sayuran, dan bungabungaan) sehingga biasanya untuk produk bijian disimpan pada tempat yang
tidak lembab, memiliki aerasi yang baik, serta dalam keadaan sangat rendah
kadar airnya agar tidak mudah rusak (Soesarsono, 2015). Selain itu produk
bijian atau kering disimpan di tempat yang aman dari hewan pengerat, serangga,
dan lainnya.
Perbedaan teknik penyimpanan yang sering dijumpai yaitu untuk produk
hortikultura disimpan dalam kemasan yang harus disediakan lubang sebagai
aliran udara karena produk masih melakukan aktivitas respirasi sedangkan
penyimpanan produk bijian dikemas menggunakan kemasan yang kedap udara
dan kedap air serta kuat agar produk bijian tetap dalam keadaan kering sehingga
lebih tahan lama saat penyimpanan.
2.3 Faktor yang Berpotensi Merusak Produk Selama Proses Penyimpanan
2.3.1 Produk Segar
Menurut Utama (2021) produk pascapanen dihadapkan pada enam bentuk
stress utama yang memacu laju kemunduran yang mengakibatkan berkurangnya
masa simpan. Pemacu tersebut adalah sebagai berikut.
Hilangnya suplai air terhadap produk.
Semasih produk melekat pada tanaman induknya, produk tersebut
mendapatkan suplai air yang diserap melalui sistem perakarannya. Air ini
kemudian didistribusikan sikan keseluruh struktur tanaman (melalui jaringan
xylem). Dilain pihak, air yang disuplai secara berlanjut ini dilepaskan lagi melalui
proses transpirasi. Saat panen, suplai air tersebut mulai terhenti, namun transpirasi
masih tetap berlangsung.
Kebanyakan produk hortikulturan dibentuk oleh air yang banyak (>80%),
bahkan pada beberapa produk, seperti selada dan seladri batang, kandungan airnya
sampai 95%. Hanya 2-3% dari air tersebut digunakan untuk proses biokimia dan
menjaga turgiditas dari sel sel. Turgiditas mencerminkan kandungan air sel.
Turgiditas sangat penting sebelum dilakukan pemanenan dalam menyediakan
dukungan mekanis; untuk ketegarannya setelah panen, untuk komponen mutu
seperti keberairan (juiceness), kerenyahan (crispness) dan kenampakan
(appearance). Transpirasi setelah panen menyebabkan pengkerutan dan pelayuan,
sehingga menurunkan mutu produk.
Tidak adanya tingkat sinar untuk aktivitas fotosintesis.
Setelah panen, produk dikemas dalam suatu kemasan, kemudian ditempatkan
di dalam ruang pendingin atau kendaraan transportasi yang gelap atau mempunyai
intensitas sinar rendah. Kondisi ini mencegah proses fotosintesis, yang mana
merupakan mekanisme tanaman untuk memperoleh makanan. Sebagai akibatnya,
tidak terjadi produksi makanan setelah pemanenan.
Penempatan pada regim suhu diluar normal suhu lingkungannya.
Ketika produk masih melekat pada tanaman induknya, dia dihadapkan pada
pola perubahan suhu yang normal (siang/malam). Suhu dimana produk di ekspos
sebelum panen sangat berbeda dengan regim suhu selama periode pascapanennya.
Suhu selama pascapanennya dapat menyebabkan percepatan kemunduran.
Adanya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pemanenan.
Proses pemanenan menyebabkan kerusakan mekanis, menyebabkan produk
menjadi stress dan perubahan rekasi metabolisme. Produk secara alami akan
memproduksi etilen sebagai respon adanya kerusakan. Etilen adalah hormon
tanaman yang mengendalikan fase pelayuan (atau kematian) di dalam tanaman.
Pada produk hortikultura setelah panen, peningkatan produksi etilen akan
mengakibatkan peningkatan laju kemunduran atau kelayuan, yang mana sangat
tidak diinginkan.
Meningkatnya kepekaan dari serangan mikroorganisme pembusuk mulai panen
dan selama penanganan pascapanennya.
Kondisi alami dari produk hortikultura bahwa saat panen pada permukaannya
dilabuhi oleh berbagai spesies mikroorganisme (selain infeksi laten), baik
patogenik mapun non patogenik. Kebanyakan pathogen tidak agresif menyerang
produk segar, mereka membutuhkan entry site untuk menginvasi jaringan dan
melakukan infeksi. Panen akan mengkreasi berbagai tempat dari patogen untuk
melakukan invasi, seperti adanya kerusakan mekanis, fisiologi dan kerusakan
karena insekta. Semakin banyak kerusakan-kerusakan tersebut, maka semakin
tinggi kepekaannya terhadap infeksi mikroorganisme.
2.3.2 Produk Biji-Bijian
Pada pabrik pengolahan bahan pertanian sudah tidak asing lagi jika kita
menemui tempat penyimpanan biji-bijian baik berupa seperti gudang maupun silosilo. Gudang curah/silo ini dipergunakan untuk menampung biji-bijian, baik yang
akan di proses langsung maupun yang menjadi bahan cadangan. Tentunya waktu
penyimpanan berbeda-beda, mulai dari harian, mingguan bahkan bulanan. Untuk
jenis biji-bijian tertentu durasi penyimpanan dapat lebih dari 90 hari, dimana
biasanya hal ini dipengaruhi oleh harga bahan pokok hingga permintaan pasar.
Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jika penyimpanan bijibijian lebih dari 90 hari, karena jika tidak, biji-bijian dapat mengalami kerusakan
hingga perubahan rasa. Berikut 4 faktor penyebab bahan biji-bijian rusak antara
lain:
1. Sistem sirkulasi udara pada gudang curah/silo yang buruk, sehingga udara
tidak tersikulasi dengan merata. Penggunaan fan blower saja sangat bergantung
pada suhu luar gudang curah/silo.
2. Suhu pada biji-bijian tinggi pada saat disimpan, idealnya untuk penyimpanan
lebih dari 60 hari suhu biji-bijian disarankan pada suhu 15°C. Pada suhu
tersebut hama/serangga tidak dapat berkembang karena dalam kondisi
hibernasi.
3. Kadar air biji-bijian yang disimpan terlalu tinggi. Ideal untuk penyimpanan
jangka panjang disarankan pada kadar air 13-15%.
4. Tingkat kelembaban udara terlalu tinggi. Tingkat kelembaban udara di dalam
gudang curah/silo tidak boleh lebih dari 70%. Tingkat kelembaban udara yang
tinggi dapat menghambat pertumbuhan jamur.
2.4 Teknologi untuk Mengurangi dan Mencegah Kerusakan
Sayuran, seperti produk hortikultura lainnya, merupakan produk pertanian
yang mudah busuk sehingga penanganannya mulai dari saat panen harus hati-hati
agar kualitasnya dapat terjaga sampai ke tangan konsumen dan memperoleh harga
jual yang tinggi. Bila telah dipanen, tidak ada perlakuan yang dapat meningkatkan
kualitas hasil sayuran, yang dapat dilakukan adalah mempertahankan kualitas
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di negara-negara berkembang
kehilangan hasil sayuran dapat mencapai 20-50% akibat penanganan panen dan
pasca panen yang kurang tepat.
Beberapa jenis hasil pertanian banyak dikonsumsi segar (buah dan sayur).
Setelah panen, proses metabolisme masih berlangsung proses penuaan, masih
terjadi proses pematangan (mentah menjadi matang, matang menjadi kelewat
matang dan kelewat matang menjadi busuk).
Agar terhindar dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu produk segar
dan hortikultura, dapat diterapkan beberapa teknologi sebagai berikut.
Edible Coating
Edible film adalah lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang
dapat dimakan, dibentuk melapisi komponen makanan (coating) atau
diletakkan dalam komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai barrier
terhadap transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lipid, cahaya, zat
terlarut), dan atau sebagai carrier bahan makanan dan bahan tambahan, serta untuk
mempermudah penanganan makanan. Edible film diaplikasikan ke dalam
makanan dengan cara pembungkusan, pencelupan, pengikatan atau penyemprotan
(Krochta, 1997).
Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses destruksi atau penghilangan mikroorganisme
secara total pada bahan pangan. Tujuan sterilisasi adalah mematikan sebagian
besar mikrobia sehingga dapat meningkatkan umur simpan produk, selain itu juga
bertujuan untuk memperbaiki kualitas sensori, memperbaiki daya cerna protein
dan karbohidrat. Proses sterilisasi dilakukan pada suhu ≥121°C baik untuk
kemasan kaleng maupun retort pouch (Waziiroh et al., 2017; Yuswita, 2014).
Proses sterilisasi pada produk pangan tidak boleh dilakukan secara berlebihan
karena dapat merusak kandungan gizi dan berpotensi menurunkan kualitas sensori
produk. Proses sterilisasi dilakukan dengan mempertimbangkan mutu produk
akhir dengan cara meminimalkan kerusakan mutu.
Minimally Process
Produk buah dan sayur yang diolah minimal adalah produk yang dibuat dengan
menggunakan aplikasi proses yang minimal (pengupasan, pemotongan, pengirisan
dan lain-lain) dengan proses pemanasan minimal atau tanpa pemanasan sama
sekali. Perlakuan minimal ini menyebabkan kesegaran buah dan sayur masih tetap
bertahan, tetapi proses yang diberikan tidak menginaktifkan mikroba yang ada
didalam produk.
Contoh dari produk yang diolah minimal adalah salad buah dan sayur, produk
buah sayur potong/irisan (fresh cut product) dalam bentuk tunggal atau campuran
yang siap untuk dikonsumsi (ready to eat) dan siap masak (ready to cook).
Keunggulan dari produk yang diolah minimal terletak pada aspek kemudahan
dalam pemanfaatannya, selain nilai nutrisi dan kesegarannya yang relatif tidak
berbeda dari buah dan sayur segar.
Iradiasi
Iradiasi bahan pangan dan makanan adalah salah satu teknologi pemrosesan
pangan dalam bentuk sayur/buah maupun produk bijian yang bertujuan untuk
membunuh kontaminan biologis berupa bakteri pathogen, virus, jamur, dan
serangga yang dapat merusak bahan pangan tersebut dan membahayakan
konsumen dengan cara mengionisasi bahan pangan tersebut dengan menggunakan
sinar tertentu. Selain dapat membunuh berbagai kontaminan biologis yang dapat
merusak pangan dan membahayakan konsumen, iradiasi dapat mencegah
penuaan bahan pangan yang disebabkan karena faktor internal pangan tersebut,
misalnya pertunasan, sehingga berfungsi sebagai pengawet, serta dapat membuat
bahan pangan tetap segar.
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian besar air dari bahan dengan menggunakan energi panas. Pengeluaran air
dari bahan dilakukan sampai kadar air keseimbangan dengan lingkungan tertentu
dimana jamur, enzim, mikroorganisme, dan serangga yang dapat merusak menjadi
tidak aktif (Rahayu, et al., 2017).
Tujuan pengeringan adalah untuk mengurangi kandungan air bahan sampai
batas tertentu sehingga aman disimpan sampai pemanfaatan yang lebih lanjut.
Dengan pengeringan, bahan menjadi lebih tahan lama disimpan, volume bahan
lebih kecil, mempermudah dan menghemat ruang pengagukutan, mempermudah
transportasi, dan biaya produksi menjadi murah.
2.5 Perkembangan dan Potensi Teknologi Penyimpanan
2.5.1 Produk Segar
Penyimpanan Suhu Rendah
1. Room Cooling
Dalam room cooling, produk dalam kemasan atau curah ditempatkan
dalam ruangan. Pendinginan dicapai melalui konduktivitas termal. Panas
ditengah produk dan di tengah kemasan harus dihantarkan melalui sel-sel
berdekatan ke luar produk dan selanjutnya melalui produk-produk berdekatan
ke permukaan kemasan. Panas kemudian harus dihantarkan melalui dinding
kemasan sebelum dapat diambil keluar oleh udara dingin yang tersirkulasi
dalam ruang pendingin.
2. Forced-Air Cooling
Cara ini banyak digunakan, mudah, tidak mahal untuk diinstal pada ruang
pendingin yang sudah ada dan cocok untuk kisaran produk hortikultura dan
kemasan yang luas. Udara dingin sebagai coolant namun udara dingin ini
dihembuskan melalui kemasan atau wadah curah, mengkondisikan kontak
langsung dengan produk. Cara ini dibantu dengan kipas besar yang mampu
mensirkulasikan udara yang banyak dan cepat.
3. Hydrocooling
Cara ini menggunakan air dingin sebagai coolant. Karena air sebagai
konduktor panas sangat baik, sistem ini mampu menurunkan suhu produk
(35oC) menjadi mendekati suhu penyimpanan (seperti 5oC) secara cepat (1545 menit). Waktu pendinginan dipengaruhi oleh ukuran dan densitas produk,
serta metode pengemasan yang digunakan.
4. Vacuum Cooling
Pendinginan dengan cara ini dicapai melalui penguapan air. Produk
dikemas dan ditempatkan dalam chamber yang kuat yang bentuk umumnya
seperti tangki minyak. Di dalam tangki atau chamber tersebut terdapat koil
yang mengkondensasikan uap air dari produk menjadi air yang selanjutnya
dikeluarkan melalui kran. Tangki ini harus betul-betul kuat dan kedap udara.
5. Package Icing
Metode ini ditentukan oleh jumlah es yang digunakan pada kemasan.
Jumlah es yang dibutuhkan untuk mendinginkan produk bervariasi dan
tergantung pada produknya. Karena perbedaan suhu antara es dengan produk
adalah besar, maka awalnya akan terjadi pendinginan yang cepat.
Manipulasi Lingkungan Gas
Dalam memanipulasi lingkungan gas, yang umumnya dirubah adalah
konsentrasi oksigen, karbondioksida, etilen dan uap air. Dalam pengendalian dan
modifikasi gas dalam atmosfer yang menjadi objek perubahan adalah penurunan
gas oksigen dan peningkatan gas karbondioksida dari normal kondisi udara (78%
Nitrogen, 21% Oksigen dan 0.03 % karbondioksida), yang memberikan
keuntungan:
a. Menurunkan laju respirasi dan tentunya pula pemasakan (pelunakan dan
perubahan komposisi) dan pelayuan.
b. Menurunkan aktivitas patology.
c. Mengurangi produksi dan aktivitas etilen dalam jaringan tanaman.
d. Mengurangi sensitivitas jaringan tanaman terhadap ekspose etilen.
e. Untuk mencapai keuntungan lebih baik setelah periode panjang transportasi.
f. Memungkinkan akses pasar yang jauh dengan laut karena meningkatnya masa
simpan produk.
g. Mengalihkankerusakan fisiologis tertentu (meliputi pengurangan sensitivitas
terhadap kerusakan chilling).
Penyimpanan komoditas hortikultura pada suhu rendah, selain mudah
diaplikasikan di tingkat masyarakat (khususnya dengan metode room cooling,
forced-air cooling, dan hydrocooling) memiliki biaya yang tidak mahal. Dengan
demikian, metode-metode ini yang dinilai cukup efektif dan efisien digunakan
dalam skala rumah tangga. Kemudian untuk metode manipulasi lingkungan gas
memang sudah termasuk umum digunakan, akan tetapi masih membutuhkan
pekerja yang terlatih dalam mengaplikasikan pada penyimpanan produk
hortikultura.
2.5.2 Produk Biji-Bijian
Penyimpanan Kedap Udara
Penyimpanan dengan cara ini terutama bertujuan untuk menekan pertumbuhan
dan mencegah serangan-serangga, dengan cara membuat sesedikit mungkin kadar
oksigen, di dalam wadah penyimpanan tanpa penggunaan insektisida. Bahkan bila
mungkin tanpa oksigen, yang bertujuan untuk mencegah serangan dan
pertumbuhan serangga serta pertumbuhan jamur selama bahan disimpan.
Agar biji-bijian dapat disimpan dengan aman, biji-bijian harus dikeringkan
hingga mencapai kadar air tertentu. Bila tidak dikeringkan, jamur akan dapat
berkembang dengan cepat, lebih-lebih bila biji masih basah langsung disimpan.
Prinsip penyimpanan kedap udara adalah berkurangnya kadar oksigen di dalam
wadah kedap udara hingga level tertentu yang dapat mematikan atau membuat
tidak aktifnya organisme aerob yang merugikan, baik serangga maupun jamur,
sebelum mereka menimbulkan kerugian yang berarti terhadap biji-bijian (Sentana,
1988).
Modifikasi Atmosfer melalui Pengemasan
Fungsi utama pengemasan makanan adalah mengurangi jumlah susut,
memperpanjang daya simpan, dan menjaga kualitas bahan pangan. Kemasan
yang digunakan diharapkan dapat melindungi gabah atau beras dari kerusakan
yang disebabkan oleh lingkungan seperti panas, cahaya, oksigen, enzim,
tekanan, kelembaban, mikroorganisme, serangga, kotoran dan partikel debu, dan
emisi gas.
Salah satu metode yang dapat diterapkan pada penyimpanan biji-bijian dengan
modifikasi atmosfer yang dihasilkan oleh kemasan hermetik PICS (Purdue
Improved Cowpea Storage) terbukti mampu mencegah kontaminasi cendawan dan
aflatoksin selama penyimpanan. Kondisi hermetik ini tercipta dari susunan 3 lapis
plastik yang menyusun kemasan. Lapisan luar sebagai plastik polietilen, dan dua
lapisan dalam sebagai penghalang adalah plastik high density polyethylene
(Wiliams et al. 2014). Komposisi ini membuat kemasan PICS mampu
menciptakan kondisi rendah oksigen dan tinggi karbondioksida di dalam kemasan.
Penyimpanan Menggunakan Silo Logam
Silo logam adalah struktur silinder, dibangun dari lembaran besi galvanis dan
tertutup rapat. Teknologi silo logam telah terbukti efektif dalam melindungi bijibijian yang dipanen dari serangan tidak hanya dari serangga penyimpanan tetapi
juga dari hama tikus. Silo logam kedap udara; oleh karena itu, menghilangkan
oksigen di dalam, membunuh hama serangga yang mungkin ada di dalam. Itu juga
benar-benar mengunci semua hama atau patogen yang mungkin menyerang bijibijian di dalamnya. Silo logam adalah kunci teknologi pascapanen dalam
memerangi kelaparan dan memastikan keamanan pangan. Ini adalah struktur
sederhana yang memungkinkan biji-bijian disimpan dalam waktu lama dan
mencegah serangan hama seperti hewan pengerat, serangga, dan burung, dan
menjanjikan untuk menjadi salah satu teknologi kunci untuk manajemen
pascapanen biji-bijian yang efektif (Tefera, et al., 2011).
Penyimpanan menggunakan In-Store Dryer
Instore drying ini didesain berupa bangunan dengan sirkulasi udara yang baik
serta dilengkapi pemanas untuk membantu proses pengeringan. Teknologi ini
mampu menekan kehilangan panen menjadi 16% dan menekan tingkat kerusakan
selama penyimpanan dibawah 10% (Nurba, 2008). Proses tersebut berlangsung
sekaligus di dalam penyimpan, setelah kadar air kesetimbangan tercapai, maka
proses penyimpanan pun berlangsung dalam sistem tersebut. Dengan demikian
penggunaan ISD diharapkan menjadi jawaban bagi tahapan penting dalam pasca
panen biji-bijian yaitu pengeringan dan penyimpanan.
Dalam pengaplikasian penyimpanan produk bijian metode kedap udara sudah
sering dilakukan di tingkat petani dikarenakan mudah dan tidak menghabiskan
biaya yang mahal dalam penerapannya. Sedangkan untuk metode modifikasi
atmosfer melalui pengemasan butuh pekerja yang terlatih dalam menerapkan
metode tersebut. Kemudian untuk teknologi penyimpanan silo logam biasa
diaplikasikan dalam jumlah sangat besar guna menyimpan cadangan pangan untuk
suatu daerah, lalu untuk penyimpanan menggunakan instore drying, selain
membutuhkan biaya yang lebih untuk bahan bakar, metode ini juga masih jarang
diterapkan oleh masyarakat khususnya di daerah pedesaan.
III KESIMPULAN
Ketahanan pangan didefinisikan sebagai keadaan pada saat semua orang
pada setiap saat secara fisik sosial, dan ekonomi memiliki akses terhadap
pangan yang cukup, aman, dan bergizi untuk dapat memenuhi kebutuhan
pangan yang sesuai dengan seleranya bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Arah
kebijakan ketahanan pangan Indonesia saat ini masih cenderung difokuskan
pada tahap budidaya (on farm), sementara perhatian pada tahap pascapanen
tanaman pangan masih belum memadai. Padahal, selama tahap pascapanen
dapat terjadi kerusakan, kehilangan, dan penurunan mutu dan nilai gizi, serta
keamanan pangan, yang dapat membuat pangan yang ada tidak memenuhi
kriteria pemenuhan ketahanan pangan. Oleh karena itu, agar dapat menjaga
kualitas dari produk bijian maupun hortikultura harus dilakukan penanganan
pascapanen yang tepat khususnya pada saat penyimpanan.
Penyimpanan merupakan salah satu tahap pasca panen yang berpotensi
memberi andil pada terjadinya kehilangan dan kerusakan bahan pangan yang
telah diproduksi. Pada tahap penyimpanan dapat diterapkan teknik-teknik
penyimpanan yang benar dan pengendalian hama yang tepat sehingga selama
masa penyimpanan kerusakan ditekan sekecil mungkin.
Perbedaan penyimpanan produk segar (hortikultura) dengan bijian yaitu
disebabkan karena perbedaan karakteristik dan morfologi dari jenis produk.
Berbagai komoditas segar, seperti buah-buahan, sayuran, bunga-bungaan dan
umbi-umbian masih melakukan kegiatan respirasi selama dalam penyimpanan
sehingga seringkali komoditas ini disimpan pada suhu rendah dan diberi
perlakuan lainnya agar kualitas dan mutunya teteap terjaga. Sedangkan untuk
biji-bijian yang relatif kering pada waktu disimpan juga masih mengadakan
respirasi walaupun relatif sangat kecil dibandingkan komoditas hortikultura
(buah-buahan, sayuran, dan bunga-bungaan) sehingga biasanya untuk produk
bijian disimpan pada tempat yang tidak lembab, memiliki aerasi yang baik,
serta dalam keadaan sangat rendah kadar airnya agar tidak mudah rusak.
Faktor-faktor yang berpotensi merusak produk segar selama penyimpanan
yaitu hilangnya suplai air terhadap produk, tidak adanya tingkat sinar untuk
aktivitas fotosintesis, Penempatan pada regim suhu diluar normal suhu
lingkungannya, Adanya kerusakan mekanis yang disebabkan oleh pemanenan,
dan Meningkatnya kepekaan dari serangan mikroorganisme pembusuk mulai
panen dan selama penanganan pascapanennya. Lalu untuk produk bijian yaitu
sistem sirkulasi udara pada gudang curah/silo yang buruk, suhu pada biji-bijian
tinggi pada saat disimpan, kadar air biji-bijian yang disimpan terlalu tinggi, dan
tingkat kelembaban udara terlalu tinggi.
Kemudian teknologi dalam penyimpanan produk segar antara lain
penyimpanan pada suhu rendah dan manipulasi lingkungan gas. Sedangkan untuk
produk bijian yaitu penyimpanan kedap udara, modifikasi atmosfer melalui
pengemasan, penyimpanan menggunakan silo logam dan in-store dryer.
DAFTAR PUSTAKA
Kader, A.A. 1985. Biochemical and Physiological Basis for Effects of Controlled
and Modified Atmosferes on Fruit and Vegetables. Food Technology 40 (5):
99 - 100 dan 102 – 104.
Krochta, Johnston DM. 1997. Edible and Biodegradable Polymers Film: Changes
& Opportunities. Food Technology. 51
Nurba, D. (2008). Analisis Distribusi Suhu, Aliran Udara, RH Dan Kadar Air
Dalam In-Store Dryer (ISD) Untuk Biji Jagung. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.
Rahayu, U. T., Munandar, K. and Eurika, N. 2017. Komparasi Media PDA
Pabrikan dengan Media PDA Modifikasi sebagai Media Tumbuh Jamur.
Jember: Universitas Muhammadiyah Jember.
Sentana SK. 1988. Penyimpanan Kedap Udara, Penerapannya untuk Biji-Bijian.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Soesarsono W. 2015. Peranan, Jenis, dan Faktor Berperan. Banten: Universitas
Terbuka.
Tefera T, Kanampiu F, Groote HD, Hellin J, Mugo S. 2011. Silo Logam:
Teknologi Penyimpanan Biji-Bijian Yang Efektif untuk Mengurangi
Hilangnya Serangga dan Patogen Pascapanen Pada Jagung Sambil
Meningkatkan Ketahanan Pangan Petani Kecil di Negara Berkembang.
Perlindungan Tanaman. 30(3): 240-245.
Utama IMS. 2021. Pengelolaan Pascapanen Produk Hortikultura. Bali:
Universitas Udayana.
Waziiroh E, Ali DY, Istianah N. 2017. Proses Termal Pada Pengolahan Pangan.
Kota Malang: UB Press.
Wiliams SB, Baributsa dan Woloshuk. 2014. Assesing Purdue Improved Crop
Storage (PICS) Bags To Mitigate Fungal Growth And Aflatoxin
Contamination. J Stored Prod. 59(2014): 190-196.
Yuswita E. 2014. Optimasi Proses Termal untuk Membunuh Clostridium
botulinum. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 3(3): 5–6.