Academia.eduAcademia.edu

PPH, SUBJEK PAJAK, DAN OBJEK PAJAK

2024, Stepani Suharni

TUGAS 9 MAKALAH PERPAJAKAN

PPH, SUBJEK PAJAK, DAN OBJEK PAJAK MAKALAH Dosen Pengampu: Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR., CSRS. OLEH STEPANI SUHARNI C1C023045 PRODI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS JAMBI 2024 KATA PENGANTAR Puji dan Syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana telah memberikan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah yang berjudul “PPh, Subjek Pajak, dan Objek Pajak”. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dengan mata kuliah perpajakan 1. Tulisan ini dapat selesai berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak didalamnya. Oleh karena itu dengan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Wirmie Eka Putra, S.E., M.Si., CIQnR., CSRS. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Perpajakan 1, yang telah menyerahkan kepercayaannya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini, serta pihak-pihak lain yang telah ikut berkontribusi dalam membantu pembuatan makalah ini, baik itu berupa dukungan maupun inspirasi, sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulis memiliki harapan agar makalah ini dapat diterima dengan baik serta dapat memberikan dampak positif serta manfaat dalam meningkatkan wawasan. Di samping itu juga, penulis menyadari bahwasanya penyusunan makalah ini tidak luput dari kekurangankekurangan dan jauh dari kata sempurna. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik yang membangun dan saran, sangat diharapkan dan penulis akan menerima dengan senang hati demi perbaikan makalah yang lebih baik lagi kedepannya. Jambi, 10 Mei 2024 Stepani Suharni i DAFTAR ISI BAB I ............................................................................................................................................................ 1 PENDAHULUAN......................................................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................................. 1 1.3 Tujuan Masalah.................................................................................................................................. 2 BAB II........................................................................................................................................................... 3 KAJIAN TEORI........................................................................................................................................... 3 2.1 PPh (Pajak Penghasilan) .................................................................................................................... 3 2.1.1 Pengertian PPh (Pajak Penghasilan)............................................................................................... 3 2.1.2 Pengertian Penghasilan ................................................................................................................... 4 2.1.3 Dasar Hukum PPh ........................................................................................................................... 5 2.1.4 Kategori PPh.................................................................................................................................... 5 2.1.5 Besarnya Tarif Yang Berlaku Dalam PPh ...................................................................................... 6 2.1.6 Pelaksanaan PPh.............................................................................................................................. 6 2.2 Subjek Pajak....................................................................................................................................... 7 2.2.1 Pengertian Subjek Pajak ................................................................................................................. 7 2.2.2 Subjek Pajak Dalam Negeri ............................................................................................................ 8 2.2.3 Subjek Pajak Luar Negeri ............................................................................................................... 8 2.2.4 Pajak Subjektif .............................................................................................................................. 10 2.2.5 Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif .................................................................... 11 2.2.6 Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak ............................................................................................ 12 2.3 Objek Pajak ...................................................................................................................................... 12 2.3.1 Pengertian Objek Pajak ................................................................................................................ 12 2.3.2 Yang Termasuk Objek Pajak ........................................................................................................ 13 2.3.3 Yang Tidak Termasuk Objek Pajak ............................................................................................. 15 BAB III ....................................................................................................................................................... 18 PENUTUP .................................................................................................................................................. 18 3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................................... 18 3.2 Saran ................................................................................................................................................. 18 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 19 ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam masa tahun pajak. Pajak Penghasilan diperkenalkan pada tahun 1918 oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda dan menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang penting di Indonesia. Pajak penghasilan menurut di Indonesia adalah kewajiban pembayaran yang harus dipenuhi oleh setiap warga negara Indonesia yang memperoleh penghasilan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Pajak penghasilan ini dikenakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Besarnya pajak yang harus dibayarkan tergantung pada jumlah penghasilan yang diperoleh. Pajak penghasilan tergolong pajak subjektif, yaitu pajak yang mempertimbangkan keadaan pribadi wajib paak sebagai faktor utama dalam pengenaan pajak keadaan wajib pajak yang tercermin pada kemampuannya membayar pajak, yaitu daya bebannya ikut dipertimbangkan sebagai dasar utama dalam menentukan berapa besarnya jumlah pajak yang dibebankan kepadanya. Dalam Undang-undang yang menjadi objek pajak penghasilan yaitu penghasilan yang mana setiap Tambahan Kemampuan Ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak, baik dari Indonesia maupun luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahnya yaitu: 1. Apa yang dimaksud dengan PPh, apa yang dimaksud dengan penghasilan, bagaimana dasar hukum dari PPh, apa saja kategori dalam PPh, besarnya tarif pajak yang berlaku di PPh serta bagaimana pelaksanaan PPh? 2. Apa yang dimaksud dengan subjek pajak, subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri, pajak subjektif, mulai dan berakhirnya kewajiban pajak, serta apa yang tidak termasuk subjek pajak? 3. Apa yang dimaksud dengan objek pajak, apa saja yang termasuk kedalam objek pajak dan yang bukan termasuk objek pajak? 1 1.3 Tujuan Masalah Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini yaitu: 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan PPh dan penghasilan, dasar hukum dari PPh, kategori dalam PPh, serta pelaksanaan PPh. 2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan subjek pajak, subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri, pajak subjektif, mulai dan berakhirnya kewajiban pajak, serta yang tidak termasuk subjek pajak. 3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan objek pajak, yang termasuk kedalam objek pajak dan yang bukan termasuk objek pajak. 2 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 PPh (Pajak Penghasilan) 2.1.1 Pengertian PPh (Pajak Penghasilan) Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima selama satu tahun. Ketentuan mengenai PPh pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983. Untuk mewujudkan sistem perpajakan yang netral, stabil, adil, sederhana, serta memiliki kepastian hukum dan transparansi, dilakukan sejumlah perubahan dan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan. Perubahan terakhir mengenai peraturan PPh dapat dilihat dalam UU No 36 Tahun 2008. Aturan tentang PPh ini mengalami empat kali perubahan dari induk UU PPh: 1) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang pertama disusun dan disahkan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan 2) Perubahan pertama atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 3) Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 4) Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. UU ini juga dapat disebut sebagai Undang-Undang Perubahan Ketiga atas UndangUndang Pajak Penghasilan Tahun 1984 5) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Perlu diketahui, selain UU tersebut, implementasi perpajakan juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak (Perdirjen-pajak). 3 2.1.2 Pengertian Penghasilan Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari dalam negeri (Indonesia) maupun luar negeri yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersamasama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. A. Penghasilan atas Sumber Penghasilan adalah penerimaan yang mengalir terus menerus dari sumber penghasilan. Singkatnya, penghasilan penghasilan yang bersifat timbul apabila berkesinambungan dan terdapat sumber atau yang tidak berkesinambungan seperti keuntungan dari penjualan (capital gain). Maka, jika dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: • penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya. • penghasilan dari usaha dan kegiatan, semisal mendirikan perusahaan, toko, dll. • penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha. • penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah. B. Penghasilan atas Pertambahan Nilai (Akresi) Ada beberapa poin penting tentang penghasilan berdasarkan konsep akresi yang dikembangkan oleh Haig dan Simons yaitu : • suatu pihak dianggap memperoleh penghasilan ketika pihak tersebut mendapat tambahan kemampuan • tambahan kemampuan yang dihitung sebagai penghasilan hanya jika berbentuk uang dan dapat dinilai dengan uang. 4 • besarnya penghasilan dari suatu pihak ditentukan dengan menjumlahkan besarnya penghasilan yang sesungguhnya dikonsumsi pada suatu periode ditambah dengan kenaikan neto kekayaan pihak yang bersangkutan (tabungan). • penghasilan merupakan jumlah aljabar antara nilai pasar dari konsumsi dan perubahan nilai kekayaan yang disimpan antara dalam suatu periode waktu tertentu (Simons, 1938). Dalam dunia perpajakan, konsep akresi yang dikembangkan oleh Schanz, Haig, dan Simon menjadi salah satu konsep penghasilan yang paling banyak memengaruhi tax policy di berbagai negara. Alasannya, konsep ini dianggap paling mencerminkan keadilan sekaligus mudah untuk diterapkan. Bahkan, definisi penghasilan berdasarkan konsep ini mendapat predikat sebagai definisi penghasilan yang diterima secara umum (Genser, 2006). 2.1.3 Dasar Hukum PPh Dasar hukum PPh adalah Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. UU ini mengalami empat kali perubahan, yakni: • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan • Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan • Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan. Selain itu, pengaturan terbaru tentang pajak penghasilan juga dalam UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 dan melalui UU HPP Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. 2.1.4 Kategori PPh Pajak penghasilan dibedakan menjadi beberapa kategori yakni: • PPh yang dikenakan pada wajib pajak orang pribadi, yang terbagi atas pegawai serta bukan pegawai maupun pengusaha 5 • PPh yang dibebankan atas penghasilan wajib pajak badan atau perusahaan, hingga objek yang dikenakan PPh itu sendiri. 2.1.5 Besarnya Tarif Yang Berlaku Dalam PPh Berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh besarnya tarif pajak yang berlaku yaitu: • 5% untuk penghasilan tahunan sampai dengan Rp 50.000.000. • 15% untuk penghasilan diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000. • 25% untuk penghasilan Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000. • 30% untuk penghasilan di atas Rp 500.000.000. • Bagi penerima penghasilan yang tidak memiliki NPWP dikenakan dengan tarif yang lebih tinggi. 2.1.6 Pelaksanaan PPh 1) PPh Pasal 21 Jenis pajak ini dikenakan atas segala penghasilan yang dilakukan dengan cara pemotongan pajak penghasilan melalui pemotong pajak PPh pasal 21. Atas pemotongan ini, pihak yang memperoleh penghasilan berhak mendapat bukti potong. 2) PPh Pasal 22 Merupakan cicilan PPh pada tahun berjalan. Pada akhir tahun cicilan ini akan diperhitungkan menjadi kredit pajak PPh Badan maupun PPh orang pribadi. PPh Pasal 22 dikenakan kepada perdagangan barang yang dianggap menguntungkan. 3) PPh Pasal 23 Jenis pajak ini dikenakan ketika ada transaksi antara dua pihak. Maka, pihak penerima penghasilanlah yang dikenakan PPh pasal 23. Pihak pemberi penghasilan/pembeli akan memotong dan melaporkan PPh 23. Pelaporan PPh 23 dilakukan oleh pihak pemotong dengan menyampaikan SPT Masa PPh 23. Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. 6 4) PPh Pasal 25 PPh 25 adalah jenis pembayaran pajak penghasilan dengan sistem pembayaran angsuran. Bertujuan untuk meringankan beban wajib pajak dalam pembayaran pajak tahunan. Sanksi keterlambatan PPh 25 adalah pengenaan bunga sebesar 2% per bulan. 5) PPh Pasal 29 PPh Pasal 29 adalah PPh kurang bayar yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun pajak bersangkutan dikurangi kredit PPh. 2.2 Subjek Pajak 2.2.1 Pengertian Subjek Pajak Subjek pajak adalah orang pribadi/badan yang dikenakan pajak sesuai ketetapan yang telah diatur oleh Undang-Undang. Subjek pajak ini dibagi menjadi 4 kategori yaitu pribadi, badan, warisan yang belum dibagi, dan badan usaha tetap. Berikut ini ketentuan yang berlaku untuk masing-masing kategori: • Orang pribadi Bagi seluruh WNI atau WNA yang tinggal di Indonesia maupun di luar negeri, namun memiliki pendapatan dari Indonesia maka mereka akan memberlakukan pajak orang pribadi. • Badan Bagi seluruh yang berdiri dan berkembang di Indonesia masuk ke dalam ketentuan pajak badan, badan untuk badan yang bersifat non-komersial dan juga yang mendapatkan biaya dari APBN/APBD. • Warisan yang belum terbagi Bagi seluruh pewaris yang akan membagi dan menurunkan warisannya, maka pewaris wajib mendaftarkan harta bendanya dan membayarkan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk subjek pajak dengan kategori warisan yang belum terbagi. 7 • Bentuk Usaha Tetap (BUT) Bagi seluruh kantor, gedung, pabrik, bengkel, gudang, dan lainnya yang didirikan oleh WNI maupun WNA yang bertempat tinggal di Indonesia, maka mereka akan dikenakan pajak bentuk usaha tetap. 2.2.2 Subjek Pajak Dalam Negeri Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria; pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-udangan, pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau belanja daerah (APBD), penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah, pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan nasional negara. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak. 2.2.3 Subjek Pajak Luar Negeri OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha/melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. 1. OP yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 dalam jangka waktu dua belas bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima/memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, badan yang tidak 8 didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia, dapat berupa: • Tempat kedudukan manajemen • Cabang perusahaan • Kantor perwakilan • Gedung kantor • Pabrik • Bengkel • Gudang • Ruang untuk promosi dan penjualan • Pertambangan dan penggalian sumber alam • Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi • Perikanan, peternakan, perkebunan, atau kehutanan • Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan • Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan • Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas • Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia • Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Tempat kedudukan orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditetapkan oleh direktur jenderal pajak menurut keadaan sebenarnya. Perbedaan Antara Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri Perbedaan penting antara subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri yaitu: ✓ Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima/ diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar 9 negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia. ✓ Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak berapa pun nilainya. ✓ Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak. Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan SPT Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final. 2.2.4 Pajak Subjektif Pajak subjektif merupakan pajak yang pengenaan beban pajaknya memperhatikan pribadi wajib pajak atau dapat disebut dengan subjek pajak. Dimana kemudian baru menetapkan objek pajaknya. Dalam hal ini keadaan pribadi seorang wajib pajak sangat mempengaruhi besarnya jumlah pajak yang terutang. Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pajak subjektif dilihat dari individu atau orang pribadi yang menjadi wajib pajak. Pada dasarnya setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah Indonesia memiliki kewajiban dalam melakukan pembayaran pajak. Namun, khusus bagi warga negara asing, apabila mereka memiliki keterkaitan secara ekonomis seperti menjadi pengusaha di Indonesia, maka memiliki kewajiban pajak. Yang termasuk ke dalam kategori pajak subjektif adalah pajak penghasilan/PPh. Pajak penghasilan yang biasa disebut dengan PPh adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang didapat atau diperoleh dalam tahun pajak. PPh akan dikenakan atau dibebankan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak. PPh sendiri memiliki beberapa jenis pajak meliputi: ➢ PPh pasal 21 Yang merupakan pajak atas penghasilan seperti gaji, honorarium, upah dan dan lainnya. Tarif PPh pasal 21 pada dasarnya dapat dibedakan 10 menjadi tarif PPh 21 untuk penerima penghasilan atau wajib pajak yang memiliki NPWP. Kemudian penerima penghasilan atau wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Selain itu, tarif pajak penghasilan atau PPh 21 juga ditentukan berdasarkan penghasilan yang diterima oleh wajib pajak setiap tahunnya. Hal ini berarti semakin tinggi penghasilan yang diterima maka semakin tinggi pula tarif pajak yang dikenakan. ➢ PPh pasal 15 Yang merupakan laporan pajak yang memiliki hubungan dengan norma perhitungan khusus bagi setiap golongan wajib pajak tertentu. ➢ PPh pasal 22 Yang merupakan pemungutan pajak dari wajib pajak yang melakukan kegiatan impor atau dari pembeli atas penjualan barang mewah. ➢ PPh pasal 23 Pajak yang dipotong dari wajib pajak ketika terjadi sebuah transaksi yang meliputi transaksi dividen, royalti, bunga, hadiah dan penghargaan, sewa dan lainnya. Serta penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau bangunan, ataupun jasa. 2.2.5 Mulai dan Berakhirnya Kewajiban Pajak Subjektif 1. Subjek pajak dalam negeri orang pribadi ▪ Mulai saat dilahirkan, berakhir saat meninggal ▪ Mulai saat berada di Indonesia, berakhir saat meninggalkan Indonesia untuk selamanya 2. Subjek pajak dalam negeri badan ▪ Mulai saat didirikan dan berakhir saat dibubarkan 3. Subjek pajak luar negeri Badan Usaha tetap ▪ Mulai saat menjalankan usaha, berakhir saat tidak lagi menjalankan ▪ Mulai saat menerima penghasilan dari Indonesia, berakhir saat tidak lagi menerima penghasilan dari Indonesia 4. Warisan belum terbagi ▪ Mulai saat timbulnya warisan belum terbagi, berakhirnya satu warisan telah selesai dibagikan 11 2.2.6 Yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Sesuai dengan Pasal 3 Ayat (1) UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang tidak termasuk subjek pajak adalah : a) Kantor perwakilan negara asing. b) Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat: ➢ Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia. ➢ Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. c) Organisasi internasional, dengan syarat: ➢ Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut. ➢ Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. d) Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud pada point c, dengan syarat: ➢ Bukan warga negara Indonesia. ➢ Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. Untuk organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak pada huruf c tersebut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan (KMK). 2.3 Objek Pajak 2.3.1 Pengertian Objek Pajak Objek pajak adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib pajak. Penghasilan itu berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Objek pajak digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Bentuknya dengan nama atau bentuk apapun. 12 2.3.2 Yang Termasuk Objek Pajak Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a) Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini b) Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan c) Laba usaha d) Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk ➢ Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal ➢ Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya ➢ Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun ➢ Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan ➢ Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan 13 e) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak f) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang g) Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi h) Royalti atau imbalan atas penggunaan hak i) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta j) Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala k) Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah l) Keuntungan selisih kurs mata uang asing m) Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva n) Premi asuransi o) Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas p) Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak q) Penghasilan dari usaha berbasis Syariah r) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan s) Surplus Bank Indonesia. Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final: 1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi 2. Penghasilan berupa hadiah undian 3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan 14 penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura 4. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan 2.3.3 Yang Tidak Termasuk Objek Pajak 1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan 3. Warisan 4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) 15 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa 7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai 9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan 10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia 12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang 16 ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan 14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 17 BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi maupun badan berdasarkan jumlah penghasilan yang diterima selama satu tahun. Ketentuan mengenai PPh pertama kali diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1983. Untuk mewujudkan sistem perpajakan yang netral, stabil, adil, sederhana, serta memiliki kepastian hukum dan transparansi, dilakukan sejumlah perubahan dan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dari segi undang-undang PPh memiliki arti yang lebih luas. Yang disebut subjek pajak dalam hal ini adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Yang menjadi subjek pajak ialah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan, bentuk Usaha Tetap (BUT). Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. 3.2 Saran Penetapan subjek dan objek yang menjadi sasaran utama dalam pajak penghasilan, sudah cukup jelas dan tegas. Penetapan peraturan bagi masyarakat indonesia yang bertempat tinggal di luar negeri maupun warga negara asing yang bertempat tinggal dan menghasilkan penghasilan di dalam negeri sudah cukup jelas. Namun jika dilihat masih banyak masyarakat yang mampu untuk bertindak curang, dengan menggunakan orang dalam masyarakat dapat mengurangi bahkan mungkin bisa menghilangkan kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu jika ingin negara menerima penerimaan dibidang perpajakan dengan penuh maka harus dipilih ulang petugas perpajakannya, supaya bisa menghilangkan budaya korupsi, kolusi dan nepotisme yang sudah mendarah daging di lingkungan masyarakat Indonesia. 18 DAFTAR PUSTAKA http://www.kabarpajak.com/2013/07/makalah-pajak-subjek-objek-pajak.html http://nusatax.com/penghasilan-dalam-perspektifpajak/#:~:text=Penghasilan%20adalah%20penerimaan%20yang%20mengalir,dari%20penjualan%20(capi tal%20gain). http://www.kabarpajak.com/2010/03/mulai-dan-berakhirnya-kewajiban-pajak.html https://flazztax.com/2020/08/07/beberapa-hal-yang-perlu-anda-tahu-tentang-pajak-subjektif-danpajakobjektif/ https://www.pajak.go.id/id/objek-pph 19